Anda di halaman 1dari 39

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

LAPORAN KASUS INDIVIDU HIPERTENSI

Oleh PARA DIVIA H1A 007 049

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/PUSKESMAS KEDIRI 2013

BAB I PENDAHULUAN Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease. Umumnya penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Penyakit ini dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur dan kelompok sosial-ekonomi (1). Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu primer dan sekunder. Hipertensi primer artinya hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan jelas. Berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan). Sekitar 90 persen pasien hipertensi diperkirakan termasuk dalam kategori ini. Yang kedua adalah hipertensi sekunder yang penyebabnya boleh dikatakan telah pasti, misalnya ginjal yang tidak berfungsi, pemakaian kontrasepsi oral, dan terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan faktor pengatur tekanan darah (1). WHO 2000 menunjukkan, diseluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di Negara maju dan 639 sisanya berada di Negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Ini membalikkan teori sebelumnya bahwa hipertensi banyak menyerang kalangan mapan. Faktanya, di Negara maju yang sarat kemakmuran justru hipertensi bisa dikendalikan (2). Di Amerika sendiri, data dari JNC 7 menunjukkan dari sekitar 50 juta penderita hipertensi hanya 70% yang menyadari mereka menderita hipertensi dan hanya 59% yang telah menjalani terapi dan 34% yang terkontrol (3). Prevalensi hipertensi di Indonesia sendiri cukup tinggi. Selain itu, akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah. Hipertensi sering tidak menunjukkan gejala, sehingga baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung atau stroke. Tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja pada waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau datang dengan keluhan lain. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di

Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi (4). Saat ini penyakit degeneratif dan kardiovaskuler sudah merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hasil survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1972, 1986, dan 1992 menunjukkan peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskuler yang menyolok sebagai penyebab kematian dan sejak tahun 1993 diduga sebagai penyebab kematian nomor satu (4). Puskesmas sebagai pusat pelayanan primer mempunyai peran yang sangat penting untuk melakukan tugas dan fungsinya sebagai garda terdepan dalam meningkatkan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Dilihat dari data 10 penyakit terbanyak rawat jalan di Puskesmas Kediri, penyakit hipertensi menduduki peringkat keempat dengan jumlah 3414 kasus dari bulan Januari hingga bulan Desember 2012. Dengan demikian angka kejadian penyakit hipertensi yang tinggi tersebut dapat menurunkan derajat kesehatan masyarakat di wilayah Kediri. Untuk itu, laporan ini akan membahas tentang pengobatan dan pencegahan penyakit hipertensi pada masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. GAMBARAN PENYAKIT HIPERTENSI DI PUSKESMAS KEDIRI Pada tahun 2007 didapatkan penyakit hipertensi menempati urutan kedelapan pada data sepuluh penyakit terbanyak tahun 2007 puskesmas Kediri dengan jumlah kasus sebanyak 1702 kasus (11). Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Grafik 2.1. Daftar 10 Penyakit Terbanyak Rawat Jalan Puskesmas Kediri Tahun 2007

12000 10000 8000 6000 4000

11361

5456 4624 4376 2163

2000 0

1963

1733

1702

1565

1047

Dilihat dari grafik 10 penyakit terbanyak tahun 2009 di bawah ini, penyakit hipertensi menempati urutan kesepuluh dari sepuluh pernyakit terbanyak pasien rawat jalan dengan jumlah kasus sebanyak 696 kasus. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan dari tahun 2007 (10)

Grafik 2.2 Daftar 10 Penyakit Terbanyak Rawat Jalan Puskesmas Kediri Tahun 2009

3500 3067 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 1969

1426 1171 1158 1119 841 754 737 696

Pada tahun 2010, penyakit hipertensi berada pada urutan kesepuluh dari daftar 10 penyakit terbanyak rawat jalan di wilayah Puskesmas Kediri dengan jumlah kasus sebanyak 670 kasus
(9)

Grafik 2.3. Daftar 10 Penyakit Terbanyak Rawat Jalan Puskesmas Kediri Tahun 2010
4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2097 1543 1378 1287 4236

1147 829 743 737 670

Pada tahun 2012 didapatkan penyakit hipertensi menempati urutan keempat pada data sepuluh penyakit terbanyak pasien rawat jalan tahun 2012 dengan jumlah kasus sebanyak 3414 kasus (8). Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Grafik 2.4. Daftar 10 Penyakit Rawat Jalan Terbanyak Puskesmas Kediri Tahun 2012
14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 3788 3688 3414 2799 12923

2306

2169

1920

1883 583

Jika jumlah kasus penyakit hipertensi tahun 2007, tahun 2009, tahun 2010, dan tahun 2012 dibandingkan maka didapatkan gambaran seperti pada grafik di bawah ini. Tampak penurunan kasus dari tahun 2007 ke tahun 2009 yaitu sebanyak 1702 kasus menjadi 696 kasus, dari tahun 2009 ke tahun 2010 yaitu sebanyak 696 menjadi 670. Namun terjadi peningkatan kasus dari tahun 2010 ke tahun 2012, yaitu sebanyak 670 kasus menjadi 3414 kasus.

PERBANDINGAN JUMLAH KASUS RAWAT JALAN PENYAKIT HIPERTENSI DI PUSKESMAS KEDIRI TAHUN 2007, 2009, 2010, DAN 2012
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2007 2009 2010 2012 696 670 1702 Jumlah Kasus 3414

Tabel 2.1 Data 10 penyakit terbanyak rawat inap di puskesmas Kediri bulan JanuariDesember tahun 2010 2012 No Tahun 2010 Nama penyakit Tahun 2011 Jumlah Nama kasus Diare Dispepsia Pneumonia Typhoid Observasi febris Asma Bronkial ISPA 354 168 119 102 73 50 47 penyakit Diare Typhoid Pneumonia Dispepsia DHF ISPA Infeksi saluran kencing 8. 9. Susp. DHF Cedera Kepala Ringan 10. Infeksi saluran kencing 30 46 45 Hipertensi Kejang Demam Sederhana Disentri 30 Observasi febris 25 47 30 Hipertensi Asma Bronkial 39 33 Tahun 2012 Jumlah kasus 298 189 128 125 93 54 45

Jumlah Nama penyakit kasus

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Diare Typhoid Dispepsia Pneumonia Observasi febris ISPA Suspec. Thyfoid

340 257 251 120 118 62 55

Sementara itu pada data 10 penyakit terbanyak rawat inap di Puskesmas Kediri, hipertensi menduduki peringkat kedelapan pada tahun 2011 dengan jumlah kasus sebanyak 47 kasus dan mengalami penurunan menjadi 39 kasus pada tahun 2012 (8).

2.2. KONSEP PENYAKIT HIPERTENSI A. Definisi dan Klasifikasi Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Hipertensi adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah adalah (5,6): 1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi: a. Faktor Keturunan (Genetik). Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala hipertensi dengan kemungkinan komplikasinya. b. Jenis Kelamin (Gender). Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada wanita. Hipertensi berdasarkan gender ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada wanita seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada pria lebih berhubungan dengan pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran. c. Usia. Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin besar. 2. Faktor yang dapat dimodifikasi a. Obesitas (Kegemukan). Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa tubuh >27 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)) juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah.

b. Stres. Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan yang diberikan pemaparan tehadap stress ternyata membuat binatang tersebut menjadi hipertensi. c. Asupan garam. Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi (pengeluaran) kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang berpengaruh. d. Kurang aktivitas fisik. Olah raga ternyata juga dihubungkan dengan pengobatan terhadap hipertensi. Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Selain itu dengan kurangnya olah raga maka risiko timbulnya obesitas akan bertambah, dan apabila asupan garam bertambah maka risiko timbulnya hipertensi juga akan bertambah. e. Gaya hidup yang kurang sehat. Walaupun tidak terlalu jelas hubungannya dengan hipertensi namun kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol dan kurang olahraga dapat pula mempengaruhi peningkatan tekanan darah.

Klasifikasi tekanan darah menurut The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) dibagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan derajat 2 (3).

Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII Klasifikasi Normal Prahipertensi Hipertensi derajat I Hipertensi derajat II Sistolik (mmHg) <120 120-139 140-159 >160 Diastolik (mmHg) <80 80-89 90-99 100

B. Epidemiologi WHO 2000 menunjukkan, diseluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di Negara maju dan 639 sisanya berada di Negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Ini membalikkan teori sebelumnya bahwa hipertensi banyak menyerang kalangan mapan. Faktanya, di Negara maju yang sarat kemakmuran justru hipertensi bisa dikendalikan (2). Di Amerika sendiri, data dari JNC 7 menunjukkan dari sekitar 50 juta penderita hipertensi hanya 70% yang menyadari mereka menderita hipertensi dan hanya 59% yang telah menjalani terapi dan 34% yang terkontrol. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya (3). Distribusi penyakit sistem sirkulasi rawat jalan di seluruh rumah sakit di seluruh Indonesia menurut jenis kelamin pada 2004 dan 2005 menunjukkan, penderita terbanyak adalah laki-laki. Kasus terbanyak penyakit sistem sirkulasi di rumah sakit seluruh Indonesia pada tahun 2004 dan 2005 adalah hipertensi esensial dan stroke. Dokter umum adalah tenaga pelayanan kesehatan yang paling banyak terlihat dalam pengendalian penyakit sistem sirkulasi. Dari survei hipertensi di rumah sakit pada tahun 2001 (Hospital-based study) yang melibatkan 28 rumah sakit di Indonesia dengan 3.273 pasien tercatat. Studi yang dilaporkan dalam Journal Neurology ini merupakan bagian dari ASEAN Neurological Association cooperative study on stroke, di 7 negara. Dari total 40,4% kasus hipertensi yang ditemukan, sebanyak 33,5% tidak mendapat terapi dan 3,5% mendapat terapi (1). C. Etiologi Hipertensi Esensial (Hipertensi Primer atau Hipertensi Idiopatik) merupakan hipertensi yang tidak jelas etiologinya (penyakit yang mendasari tidak diketahui adanya). Kelainan hemodinamik utama dalam hipertensi ini yaitu peningkatan resistensi perifer. Meskipun etiologi dari hipertensi ini tidak diketahui dengan jelas, namun diduga multifaktorial yang memainkan peranan pada terjadinya hipertensi esensial, diantaranya
(1,5,6)

: faktor keturunan bersifat poligenik terlihat dari adanya riwayat penyakit kardiovaskular

Genetik atau keturunan

riwayat predesposisi genetik, berupa sensitivitas terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, peningkatan reaktivitas vaskular, dan resistensi insulin Lingkungan (Intake garam, stres, dan obesitas) Intake garam Sejumlah besar penderita dewasa dengan hipertensi esensial sensitive terhadap masukan garam Mekanisme sensitifitas garam tidak jelas, namun mungkin melibatkan ion klorida bukan ion natrium Individu dengan sensitive garam tampak mengalami gangguan dalam kemampuan untuk mengeksresikan urin beban natrium Hipertensi Sekunder memiliki prevalensi 5-8 % dari seluruh penderita hipertensi lebih sering daripada hipertensi esensial pada bayi dan anak. Tinggi tekanan darah dapat membantu dalam membedakan hipertensi sekunder dengan primer, pada umumnya remaja dengan hipertensi esensial mempunyai tekanan diastolic pada atau sedikit di atas persentil ke-50 menurut umur (5,6). Etiologi hipertensi bervariasi sesuai dengan variasi umur dan variasi penyakit penyerta lainnya (6). Berdasarkan umur: Pada BBL, hipertensi sering dihubungkan dengan kateterisasi umbilikalis tinggi dan penyumbatan arteri renalis karena pembentukan thrombus sekitar 75-80 % anak dengan hipertensi sekunder mempunyai kelainan ginjal sekitar 25-50% mengalami infeksi saluran kencing, hal ini sering

terkait dengan lesi obstruktif saluran kencing dapat disertai dengan retensi natrium. Pada masa anak awal biasanya sekunder, tetapi pada masa anak akhir dan remaja sebabnya lebih sering primer Berdasarkan penyakit: Penyakit ginjal (hipertensi renal) Lesi parenkim ginjal : glomerulonefritis akut dan kronis Lesi ginjal congenital Tumor dan trauma Lesi renovaskuler, seperti koarktasio aorta dan Stenosis arteri renalis

keduanya menimbulkan hipertensi melalui perangsangan system rennin-angiotensin-aldosteron Penyakit endokrin (hipertesni endokrin) Endokrinopati melibatkan tiroid, paratiroid, dan kelenjar adrenal hipertensi sistolik dan takikardi sering ada pada hipertirodisme, tetapi tekanan diastolicnya biasanya tidak naik hiperkalsemia akibat hiperparatiroidisme atau sebab lain, sering menyebabkan kenaikan ringan pada tekanan karena

bertambanhnya tonus vascular. gangguan adrenokortikal (tumor yang mensekresi aldosteron, hyperplasia adrenal, sindron Crushing) dapat menghasilkan hipertensi jika ada kenaikan pengaruh mineralkortikoid karena bertmbahnya aldosteron, atau kortisol. Tumor yang mensekresi katekolamin, karena pengaruh epinefrin dan

noreepinefrin pada jantung dan vaskuler Sindrom Guillain-Barre, poliomyelitis, luka bakar dan sindrom Steven-johnson akibat kelebihan katekolamin sehingga menaikkan tekanan darah sebentar-bentar Penyalahgunaan obat-obatan, agen terapeutik, dan toksin. Kontrasepsi hormonal Hormon adrenokortikotropik Kortikosteroid Simpatomimetik amin (efedrin, penilefsin, fenilpropanolamin, emfetamin) Kokain Siklosporin Sitropoietin.

D. Patogenesis Patofisiologi atau mekanisme dari hipertensi merupakan suatu proses yang kompleks. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu hipertensi essensial/primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi essensial/primer adalah jenis hipertensi yang penyebabnya masih belum dapat diketahui. Sekitar 90% penderita

hipertensi menderita jenis hipertensi ini. Oleh karena itu, penelitian dan pengobatan terus diarahkan untuk mengatasi hipertensi ini (1). Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor yang mendorong timbulnya kenaikan darah tersebut adalah (1,7): 1. Faktor risiko, seperti diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok, genetis 2. Sistem saraf simpatis 3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos dan interstisium juga memberikan kontribusi akhir. 4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem RAA. Hipertensi Sekunder adalah jenis hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain karena kelainan pada pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid, penyakit kelenjar adrenal atau pemakaian obat seperti pil KB, kortikosteroid, simpatometik amin (efedrin, fenilefrin, amfetamin), siklosporin, dan eritropoetin. Di dalam tubuh terdapat sistem yang mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang. Berdasarkan kecepatan reaksinya, sistem kontrol tersebut dibedakan dalam sistem yang bereaksi segera, yang bereaksi kurang cepat dan yang bereaksi dalam jangka panjang. Refleks kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi segera. Sebagai contoh adalah baroreseptor yang terletak pada sinus karotis dan arkus aorta yang berfungsi mendeteksi perubahan tekanan darah. Contoh lain sistem kontrol saraf terhadap tekanan darah yang bereaksi segera adalah refleks kemoreseptor, respon iskemia susunan saraf pusat, dan refleks yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis, dan otot polos. Perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopressin termasuk sistem kontrol yang bereaksi kurang cepat. Kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal. Jadi terlihat bahwa sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai oleh sistem yang bereaksi cepat diikuti oleh sistem

yang bereaksi kurang cepat dan dilanjutkan oleh sistem yang poten yang berlangsung dalam jangka panjang. Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung meninggi sedangkan tahanan perifer normal. Keadaan ini disebabkan peningkatan aktivitas simpatik. Pada tahap selanjutnya curah jantung kembali normal sedangkan tahanan perifer meningkat disebabkan oleh refleks autoregulasi. Yang dimaksud refleks autoregulasi ialah mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Oleh karena curah jantung yang meningkat terjadi kontriksi sfingter prekapiler yang mengakibatkan penurunan curah jantung dan peninggian tahanan perifer. Peningkatan tahanan perifer pada hipertensi primer terjadi secara bertahap dalam waktu lama sedangkan proses autoregulasi terjadi dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu, diduga terdapat faktor lain selain faktor hemodinamik yang berperan pada hipertensi primer. Secara pasti belum diketahui faktor hormonal atau perubahan anatomi yang terjadi pada pembuluh darah yang berpengaruh pada proses tersebut. Kelainan hemodinamik tersebut diikuti pula dengan kelainan struktural pembuluh darah dan jantung, pada pembuluh darah terjadi hipertrofi dinding, sedangkan pada jantung terjadi penebalan dinding ventrikel. Sistem renin, angiotensin, dan aldosteron berperan pada timbulnya hipertensi, mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE berperan secara fisiologis dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angitensinogen yang dibentuk di hati.Selanjutnya oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II, yang memegang peranan penting dalam menaikkan tekanan darah melalui dua jalur utama (1,5). Pertama adalah dengan meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi oleh kelenjar hipofisis dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang dikeluarkan dari tubuh sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian interseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormone steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume

cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl dengan cara mereabsorbsi dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstra seluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (5,6).

E. Gejala Klinis Peningkatan tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Bila demikian, gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi hipertensi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epitaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing
(7).

Berikut adalah gejala-gejala pada hipertensi terkait dengan etiologinya (6):

1. Hipertensi esensial ringan : Jarang menimbulkan gejala Seiring memburuknya kondisi Sakit kepala namun tidak spesifik Sakit kepala pada bagian suboccipital (suboccipital pulsating headache) yang biasnya terjadi di pagi hari 2. Hiperteni dipercepat: Somnolen (mengantuk) Kebingungan Gangguan penglihatan Mual-muntah

3. Hipertensi dengan pheochromocytomas : Sakit kepala Cemas Tremor Mual muntah Berdebar Berkeringat Pucat

4. Hipertensi pada aldosteronisme primer Kelemahan otot Polyuria

Polyfagia Polydipsia Nokturia yang disebabkan oleh hipokalemia

F. Diagnosis Anamnesis Anamnesis atau proses wawancara merupakan langkah awal untuk penegakkan diagnosis hipertensi. Anamnesis atau wawancara bertujuan untuk menggali informasi tentang penyakit pasien. Anamnesis ini bisa dilakukan langsung dengan pasien (autoanamnesis) atau dengan keluarga pasien (heteroanamnesis). Hal- hal yang dapat ditanyakan untuk mendapatkan informasi penyakit hipertensi meliputi (1,3): 1. Sudah berapa lama pasien menderita hipertensi dan berapa tekanan darahnya? 2. Pertanyaan yang menunjukkan adanya indikasi hipertensi sekunder, seperti: a. Apakah ada keluarga dengan penyakit ginjal (ginjal polikistik)? b. Apakah pasien mempunyai penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian obat-obat analgesik dan obat lainnya? c. Apakah ada gejala-gejala, seperti episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan dan palpitasi? (gejala tersebut di atas dapat mengindikasikan adanya penyakit feokromasitoma) d. Apakah ada gejala - gejala, seperti episode lemah otot dan tetani? (gejala tersebut di atas dapat mengindikasikan adanya penyakit aldosteronisme) 3. Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan faktor-faktor risiko penyakit hipertensi, seperti: a. Apakah ada riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien? b. Apakah ada riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya? c. Apakah ada riwayat diabetes mellitus pada pasien atau keluarganya? d. Apakah pasien mempunyai kebiasaan merokok? e. Bagaimana dengan pola makan pasien? f. Apakah pasien mengalami kegemukan dan bagaimana intensitas olahraga pasien? g. Bagaimana kepribadian pasien ? 4. Pertanyaan-pertanyaan yang menunjukkan adanya gejala kerusakan organ, seperti :

a. Otak dan mata : Apakah ada gejala-gejala seperti sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, TIA, defisit sensoris atau defisit motoris? b. Jantung : Apakah ada gejala-gejala seperti palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki? c. Ginjal : Apakah ada gejala-gejala seperti haus, poliuria, nokturia,hematuria? d. Arteri perifer : Apakah ada gejala-gejala seperti ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten? 5. Bagaimana riwayat pengobatan antihipertensi sebelumnya? 6. Apakah ada faktor lainnya yang mendukung terjadinya hipertensi, seperti faktor-faktor pribadi, keluarga dan lingkungan?

Pemeriksaan Fisis Pengukuran di kamar periksa dilakukan pada posisi duduk di kursi setelah pasien istirahat selama 5 menit. Kaki di lantai dengan lengan pada posisi setinggi jantung. Ukuran dan peletakkan manset (panjang 12-13 cm, lebar 35 cm untuk standar orang dewasa) dan stetoskop harus benar. Pengukuran dilakukan 2 kali, dengan sela 1-5 menit (3). G. Penatalaksanaan Untuk mengelola penyakit hipertensi termasuk penyakit tidak menular lainnya, Kemenkes membuat kebijakan yaitu (4): 1. Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini hipertensi secara aktif (skrining) 2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini melalui kegiatan PosbinduPTM 3. Meningkatkan akses penderita terhadap pengobatan hipertensi melalui revitalisasi Puskesmas untuk pengendalian PTM melalui peningkatan sumber daya tenaga kesehatan yang profesional dan kompenten dalam upaya pengendalian PTM khususnya tatalaksana PTM di fasilitas pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas; peningkatan manajemen pelayanan pengendalian PTM secara komprehensif (terutama promotif dan preventif) dan holistik; serta peningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana promotif-preventif, maupun sarana prasarana diagnostik dan pengobatan.

Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah (1): Target tekanan darah <140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi (diabetes, gagal ginjal) <130/80 mmHg. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis (1,3): 1. Terapi nonfarmakologi (Modifikasi gaya hidup) Semua pasien dan individu dengan riwayat keluarga hipertensi perlu dinasehati mengenai perubahan gaya hidup, seperti menurunkan kegemukan, asupan garam (total <5 g/hari), asupan lemak jenuh dan alkohol ( pria<21 unit dan perempuan<14 unit per minggu), banyak makan buah dan sayuran ( setidaknya 7 porsi/hari), tidak merokok, dan berolahraga teratur. Semua ini terbukti dapat merendahkan tekanan darah dan dapat menurunkan penggunaan obat-obatan. 2. Terapi farmakologi Penggunaan obat dimulai dengan dosis awal paling rendah dan secara bertahap ditingkatkan, tergantung respon terhadap terapi, dengan membiarkan 4 minggu untuk melihat efek, kecuali jika penurunan tekanan darah itu memang sangat diperlukan. Obat diminum pada waktu pagi hari, bukan malam hari untuk menghindari eksaserbasi penurunan TD mendadak di pagi hari yang mungkin merupakan faktor yang berkontribusi pada tingginya insiden kejadian kardiovaskular antara jam 05.0008.00 pagi. Jenis-jenis antihipertensi 1. Diuretik Semua diuretik akan menurunkan tekanan darah secara akut dengan pengeluaran garam dan air, tetapi setelah 4-6 minggu keseimbangan kembali dan tekanan darah kembali kenilai asal. Namun tiazid mempunyai efek vasodilatasi langsung pada arteriol yang menyebabkan efek hipotensif berkelanjutan. Tiazid akan menurunkan kadar kalium serum dan cenderung meningkatkan glukosa, asam urat, insulin, kolesterol, dan kalsium darah. 2. Penghambat adrenergik o Obat-obat ini dapat bekerja sentral pada pusat vasootor di batang otak, diperifer pada pelepasan katekolain neuron, atau enyekat reseptor atau , atau keduanya. Pada otot

polos vaskular, stimulasi

alfa menyebabkan relaksasi. Pada pusat vasootor, arus

sipatik dihabat oleh stiulasi alfa. Efek sentral kurang jelas. o Penyekat digunakan secara luas sebagai antihipertensi. Efektivitas seua obat ini hampir saa dalam menurunkan tekanan darah tetapi sebagian ada yang mempunyai selektivitas lebih besar terhadap reseptor jantung dibanding obat lain yang tidak kardioselektif. o Penyekat mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsik (ISA) (pindolol, oxprenolol, acebutalol dan celiprolol) suatu sifat yang menyebabkan lebih sedikit penurunan denyut jantung dan renin untuk perubahan tekanan darah yang sama jika dibandingkan dengan penyekat dapat memperberat bronkospasme, klaudikasio, dan gagal jantung kongestif yang tidak diterapi dan relatif merupakan kontraindikasi untuk keadaan teresbut. Efek samping dapat berupa kelelahan, insomnia, mimpi buruk, halusinasi, depresi dan impotensi. 3. Vasodilator langsung Obat ini menurunkan tekanan darah dengan mengurangi resistensi vaskular perifer. Contoh kelompok obat ini adalah obat oral hidralazin, prazosin, dan minoksidil dan obat intravena diazoksid dan nitroprusid. Semuanya cenderung menimbulkan takikardia reflektif, hidralazin dapat terkait dengan sindro lupus jika digunakan dengan dosis tinggi dan inoksidil biasanya menyebabkan hirsutisme. 4. Penghambat renin-angiotensin o Penyekat reseptor adrenergik menghambat produksi renin ginjal dari aparatus jukstaglomerulus dan mungkin menyekat konversi substrat renin menjadi angiotensin. Obat yang paling banyak digunakan dari kelompok obat ini untuk hipertensi yaitu penghambat ACE, seperti captopril, nelapril, lisinopril dan raipril, dan yang paling akhir dikembangkan penyekat reseptor angiotensin II seperti losartan dan valsartan. o Angiotensin II adalah vasokonstriktor dan memacu produksi aldosteron, sehingga menyekat produksinya. Penghambat ACE dapat menyebabkan hilangnya rasa pengecapan, kulit merah, dan biasanya menyebabkan batuk kering iritatif, yang mungkin disebabkan peningkatan kadar bradikinin.

H. Tindakan Preventif Pencegahan hipertensi dapat dilakukan melalui dua pendekatan. Pada prinsipnya keduanya merupakan kombinasi umum (1,3,4):

1. Intervensi untuk menurunkan tekanan darah di populasi dengan tujuan menggeser distribusi tekanan darah ke arah yang lebih rendah. 2. Strategi penurunan tekanan darah ditujukan pada mereka yang mempunyai kecenderungan meningginya tekanan darah. Kelompok masyarakat ini termasuk mereka yang mengalami tekanan darah normal dalam kisaran yang tinggi (TDS 130139 mmHg atau TDD 85-89 mmHg), riwayat keluarga ada yang menderita hipertensi, obesitas, tidak aktif secara fisik, atau banyak minum alkohol dan mengkonsumsi garam secara berlebih.

Pencegahan atau penanggulangan hipertensi dengan modifikasi gaya hidup cukup efektif dapat menurunkan resiko kardiovaskular dengan biaya sedikit dan risiko minimal. Langkah-langkah yang dianjurkan adalah (1): Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan (indikator berupa indeks massa tubuh 27). Membatasi konsumsi alkohol. Meningkatkan aktivitas fisik aerobik (30-40 menit/hari). Mengurangi asupan natrium (<100 mmol Na / 2,4 gr Na / 6 gr NaCl /hari). Mempertahankan asupan kalium yang adekuat (90 mmol/hari). Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat. Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan. Pengendalian stress, seperti relaksasi atau meditasi.

I. Prognosis Usia, ras, jenis kelamin, kebiasaan mengkonsumsi alkohol, hiperkolesterole-mia, intoleransi glukosa dan berat badan, semuanya mempengaruhi prognosis dari penyakit hipertensi esensial pada lansia. Semakin muda seseorang terdiagnosis hipertensi pertama kali, maka semakin buruk perjalanan penyakitnya apalagi bila tidak ditangani (5). Di Amerika serikat, ras kulit hitam mempunyai angka morbiditas dan mortalitas empat kali lebih besar dari pada ras kulit putih. Prevalensi hipertensi pada wanita premenopause tampaknya lebih sedikit dari pada laki-laki dan wanita yang telah menopause. Adanya faktor resiko independen (seperti hiperkolesterolemia, intoleransi glukosa dan

kebiasaan merokok) yang mempercepat proses aterosklerosis meningkatkan angka mortalitas hipertensi dengan tidak memperhatikan usia, ras dan jenis kelamin (1,6).

BAB III LAPORAN KASUS

I.

Identitas Pasien : Tn. S : Laki-Laki : Petani : SD : 70 tahun : Karang Kuripan

Nama Pasien Jenis Kelamin Pekerjaan Pedidikan Umur Alamat

Kunjungan ke Pusk. : 08 Januari 2013

II.

Anamnesis : Sakit Kepala

Keluhan utama

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan sakit kepala yang dirasakan sejak dua hari yang lalu. Sakit kepala dirasakan berdenyut pada semua bagian kepala, dirasakan terus menerus, dan disertai kaku dan tegang pada tengkuknya. Keluhan kadang disertai dengan mata berkunang-kunang. Keluhan dirasakan memberat jika pasien melakukan aktifitas dan berkurang bila istirahat, sehingga selama dua hari terakhir pasien hanya beristirahat dan tidak bekerja. Pasien sering mengalami keluhan seperti ini sejak 5 tahun yang lalu. Keluhan dirasakan hilang timbul dan muncul terutama saat pasien banyak beraktifitas atau sedang banyak pikiran. Kemudian bila dalam keadaan tidak kambuh, pasien merasa biasa dan dapat melakukan aktifitas sehari-hari. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat penyakit jantung (-), hipertensi (+), DM (-), riwayat operasi (-). Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien. Riwayat Pengobatan Bila keluhan sakit kepala kambuh, pasien biasanya berobat di puskesmas. Pasien mengaku diberikan yang diminum 2 kali sehari. Keluhan biasanya membaik dengan meminum obat sehingga pasien tidak pernah kontrol kembali ke puskesmas. Pasien biasanya kembali ke puskesmas bila keluhan tidak membaik.

Riwayat Sosial, ekonomi dan Lingkungan : Pasien merupakan kepala keluarga. Istri pasien telah meninggal sekitar 5 tahun yang lalu karena sakit (pasien tidak mengetahui sakit istrinya). Pasien memiliki 4 orang anak, 3 orang diantaranya telah berkeluarga. Pasien saat ini tinggal di rumah berlima dengan dua orang anaknya (anak kedua dan keempat), serta dua orang cucu (cucu dari anak pertama dan anak keempat). Rumah yang dihuni saat ini terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang tamu, dan 1 dapur. Luas rumah pasien 8 x 6 meter, dengan teras dan kamar mandi yang letaknya di sebelah utara rumah. Jarak rumah pasien dengan rumah tetangga berjarak 3 meter di sebelah utara, 6 meter di sebelah barat, dan 3 meter di sebelah selatan. Tempat jemuran terletak di sebelah barat rumah. Tempat pembuangan sampah berada depan gudang yang bersebelahan dengan kamar mandi. Tembok rumah tidak menyatu dengan tembok tetangga. Ventilasi cukup baik, terdapat 3 jendela yang sering dibuka. Lantai rumah terbuat dari semen, dinding rumah berupa tembok, plafon terbuat dari triplek, atap rumah terbuat dari genteng. Sumber air minum berasal dari air sumur keluarga yang berada di dekat kamar mandi, berjarak 3 meter dari rumah, dan air sumur biasanya dimasak terlebih dahulu sebelum diminum. Keluarga pasien memiliki jamban dengan sebuah kamar mandi yang terletak di sebelah utara rumah pasien dengan jarak sekitar 2 meter dari rumah. Pembuangan sampah di kali yang berjarak 200 meter dari rumah. Sistem pembuangan sampah keluarga yaitu sampah dikumpulkan dibelakang rumah kemudian sampah sampah yang dikumpulkan dibawa ke kali. Pendapatan keluarga berasal dari penghasilan anak dan cucu pasien yang bekerja sebagai pengecer makanan ringan. Kira-kira perbulan mencapai Rp.300.000 Rp. 600.000 per bulan. Pasien memiliki sawah seluas 25 are, namun karena keterbatasan biaya dalam pengolahan, saat ini sawah pasien tidak ditanami apa-apa sehingga pasien tidak memiliki penghasilan sendiri. Pasien mengakui sudah merokok sedari remaja. Rokok yang dikonsumsi oleh pasien berupa rokok tembakau hitam pilitan tanpa filter. Dalam satu hari pasien mengkonsumsi 58 batang rokok pilitan dengan ukuran 2x besar rokok filter. Menurut pasien semenjak diketahui menderita tekanan darah tinggi, pasien mulai mengurangi rokok dan saat ini pasien sudah tidak merokok lagi.

Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi garam yang cukup tinggi. Pada saat pasien makan, selain nasi dan lauknya, pasien juga menyediakan satu piring kecil garam yang digunakan untuk menambah rasa pada makanan. Semenjak diketahui menderita darah tinggi, pasien sudah meninggalkan kebiasaan tersebut. Pasien juga memiliki kebiasaan mengopi sedari remaja. Dalam satu hari pasien menghabiskan 3-4 gelas besar kopi hitam. Namun sejak sakit pasien mengakui mengurangi konsumsi kopi menjadi 1-2 gelas perhari. Pasien mengakui beberapa tahun terakhir sering mengalami susah tidur karena banyak pikiran. Hal ini terutama dirasakan semenjak istrinya meninggal dunia. Pasien juga mengatakan bahwa hubungannya dengan anak kedua kurang harmonis dan sering cekcok sehingga membuat pasien sering stres.

Ikhtisar Keluarga
70

55

50

47

43

38

39

40

18

15

30

26

22

Keterangan: : Laki laki : Perempuan : Pasien

III. Pemeriksaan Fisik Keadaaan umum Kesadaran Tekanan darah Frek. Nadi Frek. Nafas Suhu Berat Badan Tinggi Badan Status Gizi : sedang : compos mentis : 160/100 mmHg : 88 x/menit : 18 x/menit : 36,8 C : 55 kg : 165 cm : Baik

Status Generalis Kepala Rambut Mata Telinga Hidung Tenggorok : Deformitas (-) : Hitam beruban, lurus, lebat : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung (-) : Liang telinga lapang, serumen (+/+) : Deformitas (-), sekret (-) : Uvula di tengah, arkus faring simetris, tonsil T1-T1, detritus (-)

Gigi dan mulut: Karies dentis (+), sianosis (-) Leher Paru: Inspeksi : bentuk ukuran dada normal, otot bantu nafas (-), venektasi (-), retraksi (-), iga dan sela iga normal, fossa jugularis normal, fossa supra et infra clavicula normal. Palpasi Perkusi Auskultasi : gerakan dinding dada simetris, fremitus kiri = fremitus kanan, nyeri dada (-) : sonor (+/+), batas paru organ dalam batas normal : vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-) : Tidak teraba pembesaran KGB

Jantung: Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : iktus kordis tidak terlihat : iktus kordis teraba pada sela iga ke-5 sinistra : redup : bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen: Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi

: hiperemi (-), distensi (-) : bising usus (+) normal : turgor baik, nyeri tekan (-), hati dan limpa tidak teraba : timpani : akral hangat, CRT < 2, turgor baik, pembengkakan sendi ( -), edema tungkai

Ekstremitas (-)

Inguinal-genitalia-anus : tidak diperiksa

IV. Pemeriksaan Penunjang (-)

V.

Diagnosis Kerja Hipertensi Grade II

VI. Diagnosis Holistik Aspek personal Pasien datang dengan keluhan sakit kepala berdenyut, kaku pada tengkuk dan badan lemas-lemas. Kekhawatiran pasien adalah kondisi pasien membutuhkan perawatan inap di puskesmas. Harapan pasien adalah pasien dapat kembali sembuh dan beraktivitas seperti biasa. Aspek klinik Hipertensi grade II Aspek psikososial keluarga Kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga mengenai hipertensi berupa pengetahuan tentang hal-hal yang menjadi faktor resiko dan gaya hidup yang dapat memicu terjadinya hipertensi.

VII. Rencana Terapi rawat jalan : Captopril Vitamin B kompleks

VIII. Prognosis Bonam

IX. Konseling Edukasi kepada pasien untuk merubah gaya hidup diantaranya untuk mengurangi rokok dan meminum kopi, jika perlu berhenti mengkonsumsi. Pasien juga dianjurkan untuk menghindari stres karena stres dapat memicu timbulnya hipertensi. Selain itu menganjurkan pasien untuk rutin kontrol dan segera ke pusat kesehatan terdekat jika obat habis. Menjelaskan kepada pasien tentang komplikasi dari penyakit hipertensi Menganjurkan pasien membatasi konsumsi garam dan makanan yang asin karena dapat memicu peningkatan tekanan darah.

BAB IV PENELUSURAN (HOME VISITE)

4.1 Dasar Pemilihan Kasus Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang prevalensinya cenderung meningkat tiap tahun baik di Indonesia maupun di dunia. Di Puskesmas Kediri sendiri, pada tahun 2012 didapatkan penyakit hipertensi menempati urutan keempat pada data 10 penyakit terbanyak pasien rawat jalan tahun 2012 dengan jumlah kasus sebanyak 3414 kasus. Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Kediri, dalam 5 tahun terakhir jumlah kasus hipertensi ini pada tahun 2012 meningkat lebih dari 200%

dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sementara itu pada data 10 penyakit terbanyak rawat inap di Puskesmas Kediri, hipertensi menduduki peringkat kedelapan pada tahun 2011 dengan jumlah kasus sebanyak 47 kasus dan mengalami penurunan menjadi 39 kasus pada tahun 2012. Berdasarkan data tersebut, kasus penyakit hipertensi merupakan kasus yang harus dicari tahu mengapa kejadian kasus penyakit ini banyak terdapat di masyarakat wilayah Kediri dan cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya.

4.2 Tujuan Mengetahui faktor resiko yang menjadi penyebab penyakit hipertensi yang diderita oleh pasien.

4.3 Metodologi Metodologi yang dipakai adalah wawancara dan pengamatan lingkungan tempat tinggal pasien. Variabel yang dipakai adalah faktor risiko hipertensi, tanda, dan gejala hipertensi.

4.4 Hasil Penelusuran Pasien merupakan kepala keluarga. Istri pasien telah meninggal sekitar 5 tahun yang lalu karena sakit (pasien tidak mengetahui sakit istrinya). Pasien memiliki 4 orang anak, 3 orang diantaranya telah berkeluarga. Pasien saat ini tinggal di rumah berlima dengan dua orang anaknya (anak kedua dan keempat), serta dua orang cucu (cucu dari anak pertama dan anak keempat).

Rumah yang dihuni saat ini terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang tamu, dan 1 dapur. Luas rumah pasien 8 x 6 meter, dengan teras dan kamar mandi yang letaknya di sebelah utara rumah. Jarak rumah pasien dengan rumah tetangga berjarak 3 meter di sebelah utara, 6 meter di sebelah barat, dan 3 meter di sebelah selatan. Tempat jemuran terletak di sebelah barat rumah. Tempat pembuangan sampah berada depan gudang yang bersebelahan dengan kamar mandi. Tembok rumah tidak menyatu dengan tembok tetangga. Ventilasi cukup baik, terdapat 3 jendela yang sering dibuka. Lantai rumah terbuat dari semen, dinding rumah berupa tembok, plafon terbuat dari triplek, atap rumah terbuat dari genteng. Sumber air minum berasal dari air sumur keluarga yang berada di dekat kamar mandi, berjarak 3 meter dari rumah, dan air sumur biasanya dimasak terlebih dahulu sebelum diminum. Keluarga pasien memiliki jamban dengan sebuah kamar mandi yang terletak di sebelah utara rumah pasien dengan jarak sekitar 2 meter dari rumah. Pembuangan sampah di kali yang berjarak 200 meter dari rumah. Sistem pembuangan sampah keluarga yaitu sampah dikumpulkan dibelakang rumah kemudian sampah sampah yang dikumpulkan dibawa ke kali. Pendapatan keluarga berasal dari penghasilan anak dan cucu pasien yang bekerja sebagai pengecer makanan ringan. Kira-kira perbulan mencapai Rp.300.000 Rp. 600.000 per bulan. Pasien memiliki sawah seluas 25 are, namun karena keterbatasan biaya dalam pengolahan, saat ini sawah pasien tidak ditanami apa-apa sehingga pasien tidak memiliki penghasilan sendiri. Pasien mengakui sudah merokok sedari remaja. Rokok yang dikonsumsi oleh pasien berupa rokok tembakau hitam pilitan tanpa filter. Dalam satu hari pasien mengkonsumsi 5-8 batang rokok pilitan dengan ukuran 2x besar rokok filter. Menurut pasien semenjak diketahui menderita tekanan darah tinggi, pasien mulai mengurangi rokok dan saat ini pasien sudah tidak merokok lagi. Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi garam yang cukup tinggi. Pada saat pasien makan, selain nasi dan lauknya, pasien juga menyediakan satu piring kecil garam yang digunakan untuk menambah rasa pada makanan. Semenjak diketahui menderita darah tinggi, pasien sudah meninggalkan kebiasaan tersebut.

Pasien juga memiliki kebiasaan mengopi sedari remaja. Dalam satu hari pasien menghabiskan 3-4 gelas besar kopi hitam. Namun sejak sakit pasien mengakui mengurangi konsumsi kopi menjadi 1-2 gelas perhari. Pasien mengakui beberapa tahun terakhir sering mengalami susah tidur karena banyak pikiran. Hal ini terutama dirasakan semenjak istrinya meninggal dunia. Pasien juga mengatakan bahwa hubungannya dengan anak kedua kurang harmonis dan sering cekcok sehingga membuat pasien sering stres.

4.5 Sketsa Denah Rumah

Kamar mandi

Dapur

teras

ruang keluarga

kamar tidur I

kamar tidur II

Keterangan: : pintu : jendela

4.6 Pengkajian Masalah Kesehatan Pasien

Genetik: Usia usia pasien 70 thn, merupakan faktor resiko teterjadinya hipertensi Jenis kelamin pria > wanita

Perilaku: Pengetahuan mengenai faktor penyebab hipertensi kurang: Asupan garam yang tinggi Kebiasaan merokok sejak muda Kebiasaan mengkonsumsi kopi sejak muda stress

hipertensi

Yankes: Informasi mengenai penyakit hipertensi masih kurang diantaranya termasuk tindakan preventif dan penatalaksanaan hipertensi

BAB V PEMBAHASAN

A. Aspek Klinik Pembahasan Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik Pada kasus ini, pasien adalah seorang laki-laki berusia 70 tahun yang datang dengan keluhan sakit kepala yang dirasakan sejak dua hari yang lalu. Sakit kepala dirasakan berdenyut pada semua bagian kepala, dirasakan terus menerus, dan disertai kaku dan tegang pada tengkuknya. Keluhan kadang disertai dengan mata berkunang-kunang. Keluhan dirasakan memberat jika pasien melakukan aktifitas dan berkurang bila istirahat, sehingga selama dua hari terakhir pasien hanya beristirahat dan tidak bekerja. Pasien sering mengalami keluhan seperti ini sejak 5 tahun yang lalu. Keluhan dirasakan hilang timbul dan muncul terutama saat pasien banyak beraktifitas atau sedang banyak pikiran. Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak remaja dan sering mengkonsumsi garam dalam jumlah yang tinggi. Berdasarkan anamnesa kemungkinan diagnosa mengarah pada penyakit hipertensi yang ditandai dengan keluhan sakit kepala yang dirasakan berdenyut dan rasa berat dan kaku pada tengkuk yang terkadang disertai dengan mata berkunang. Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi pada pasien ini diantaranya usia tua, jenis kelamin, kebiasaan merokok dan asupan garam tinggi serta faktor stres. Diagnosa tersebut diperkuat dengan hasil pemeriksaan fisik dimana saat dilakukan pengukuran, didapatkan tekanan darah pasien mencapai 160/100 mmHg. Sementara itu hasil pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal.

Pembahasan diagnosis Diagnosa hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik yaitu pengukuran tekanan darah. Anamnesa yang lengkap dapat membantu menegakkan diagnosa dan mencari kemungkinan faktor penyebab timbulnya hipertensi. Pada anamnesa perlu digali mengenai faktor genetik yaitu menanyakan pada pasien apakah orangtua atau saudaranya memiliki penyakit serupa. Selain itu

yang perlu digali adalah kebiasaan atau gaya hidup yang meliputi aktivitas fisik, asupan garam, merokok, alkohol, dan sebagainya.

Pembahasan terapi Terapi yang diberikan kepada pasien yaitu obat antihipertensi golongan ACE Inhibitor. Hal yang penting dilakukan dalam memanajemen pasien hipertensi yaitu edukasi untuk modifikasi gaya hidup. Pada pasien ini diantaranya yaitu mengurangi bahkan berhenti merokok, mengurangi asupan garam, menghindari stres dan melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit perhari. Pasien juga disarankan untuk memperbanyak konsumsi sayur dan buah-buahan. Selain itu pasien disarankan untuk rutin mengontrol tekanan darah ke pelayanan kesehatan terdekat untuk menjaga tekanan darah tetap stabil dan mencegah timbulnya komplikasi yang tidak diinginkan.

B. Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat Pada tahun 2007 didapatkan penyakit hipertensi menempati urutan kedelapan pada data sepuluh penyakit terbanyak tahun 2007 puskesmas Kediri dengan jumlah kasus sebanyak 1702 kasus. Dilihat dari grafik 10 penyakit terbanyak tahun 2009, penyakit hipertensi menempati urutan kesepuluh dari sepuluh pernyakit terbanyak pasien rawat jalan dengan jumlah kasus sebanyak 696 kasus. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan dari tahun 2007. Pada tahun 2010, penyakit hipertensi berada pada urutan kesepuluh dari daftar 10 penyakit terbanyak rawat jalan di wilayah Puskesmas Kediri dengan jumlah kasus sebanyak 670 kasus. Pada tahun 2012 didapatkan penyakit hipertensi menempati urutan keempat pada data sepuluh penyakit terbanyak pasien rawat jalan tahun 2012 dengan jumlah kasus sebanyak 3414 kasus. Jika jumlah kasus penyakit hipertensi tahun 2007, tahun 2009, tahun 2010, dan tahun 2012 dibandingkan maka tampak penurunan kasus dari tahun 2007 ke tahun 2009 yaitu sebanyak 1702 kasus menjadi 696 kasus, dari tahun 2009 ke tahun 2010 yaitu sebanyak 696 menjadi 670. Namun terjadi peningkatan kasus dari tahun 2010 ke tahun 2012, yaitu sebanyak 670 kasus menjadi 3414 kasus.

Sementara itu pada data 10 penyakit terbanyak rawat inap di Puskesmas Kediri, hipertensi menduduki peringkat kedelapan pada tahun 2011 dengan jumlah kasus sebanyak 47 kasus dan mengalami penurunan menjadi 39 kasus pada tahun 2012. Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktorfaktor utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu faktor genetik (keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya). Hipertensi juga menjadi masalah di masyarakat disebabkan oleh karena faktor-faktor berikut : 1. Faktor Genetika Pada pasien ini, peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi tidak dapat dihindari. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tenyata prevalensi (angka kejadian) hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia. Dari berbagai penelitian epidemiologis yang dilakukan di Indonesia menunjukan 1,8-28,6% penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi. Hal ini dikarenakan seiring bertambahnya usia, tekanan darah cenderung meningkat. Penyakit hipertensi umumnya berkembang pada saat umur seseorang mencapaui paruh baya yakni cenderung meningkat khususnya yang berusia lebih dari 40 tahun bahkan pada usia lebih dari 60 tahun keatas. Jenis kelamin pasien yang merupakan seorang laki-laki juga menjadi salah satu faktor genetik yang tidak dapat dikendalikan. Penyakit hipertensi cenderung lebih tinggi pada pria daripada wanita. Hipertensi berdasarkan gender ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada wanita seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada pria lebih berhubungan dengan pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran. Pada usia >60 tahun, hipertensi cenderung lebih banyak pada wanita saat memasuki menopause. Wanita cenderung memiliki tekanan darah lebih tinggi daripada laki-laki setelah menopause karena sebelum menopause, wanita relatif terlindungi dari penyakit kardiovaskuler oleh hormon estrogen. 2. Faktor Perilaku

Faktor perilaku yang berkaitan dengan gaya hidup merupakan faktor resiko yang dapat dicegah atau dikendalikan. Pada pasien ini kebiasaan merokok sejak muda telah menjadi faktor resiko yang menyebabkan pasien terkena penyakit hipertensi. Konsumsi nikotin, suatu bahan kimia yang terdapat di dalam rokok dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dengan menurunkan oksigen ke jantung, meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung, meningkatkan pembekuan darah dan merusak sel-sel pada pembuluh darah. Selain merokok, pasien juga memiliki kebiasaan mengkonsumsi kopi sebanyak 3-4 gelas besar perhari. Kopi yang dikonsumsi berupa kopi hitam. Dari penelitian yang dilakukan, didapati bahwa individu yang mengkonsumsi kafein mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi. Hal ini karena kafein yang terkandung dalam kopi maupun teh. Dari studi kontrol placebo

menunjukkan bahwa kafein dapat menurunkan denyut jantung, meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan katekolamin dan asam lemak bebas dalam plasma. Pasien juga memiliki kebiasaan mengkonsumsi garam tiap harinya. Keluarga pasien mengatakan bahwa tiap kali makan pasien selalu minta disediakan satu piring kecil garam yang digunakan untuk menambah rasa dan dikonsumsi bersamaan saat pasien sedang makan. Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan

garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi (pengeluaran) kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang berpengaruh. Selain beberapa faktor yang telah disebutkan, faktor stres menjadi salah satu pemicu timbulnya hipertensi. Pasien mengakui bahwa selama 5 tahun terakhir semenjak istrinya meninggal seringkali mengalami stres karena memikirkan anakanaknya selain itu pasien memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan anak keduanya. Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Hal

ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan yang diberikan pemaparan tehadap stress ternyata membuat binatang tersebut menjadi hipertensi. 3. Faktor Layanan Kesehatan Kurangnya pengetahuan pasien mengenai penyakit yang dideritanya termasuk didalamnya yaitu tentang hal-hal yang dapat mencegah atau mengendalikan penyakit hipertensi yang dideritanya menjadi salah satu hal yang patut dipertimbangkan oleh pusat kesehatan untuk dipikirkan jalan keluarnya. Upaya pencegahan dan penanggulangan hipertensi dimulai dengan

meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup ke arah yang lebih sehat. Untuk itu Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dasar perlu melakukan pencegahan primer yaitu kegiatan untuk menghentikan atau mengurangi faktor risiko hipertensi sebelum penyakit hipertensi terjadi, melalui promosi kesehatan seperti diet yang sehat dengan cara makan cukup sayur-buah, rendah garam dan lemak, rajin melakukan aktifitas dan tidak merokok. Puskesmas juga perlu melakukan pencegahan sekunder yang lebih ditujukan pada kegiatan deteksi dini untuk menemukan penyakit. Bila ditemukan kasus, maka dapat dilakukan pengobatan secara dini. Sementara pencegahan tertier difokuskan pada upaya mempertahankan kualitas hidup penderita. Pencegahan tertier dilaksanakan melalui tindak lanjut dini dan pengelolaan hipertensi yang tepat serta minum obat teratur agar tekanan darah dapat terkontrol dan tidak memberikan komplikasi seperti penyakit ginjal kronik, stroke dan jantung. Penanganan respon cepat juga menjadi hal yang utama agar kecacatan dan kematian dini akibat penyakit hipertensi dapat terkendali dengan baik. Pencegahan tertier dilaksanakan agar penderita hipertensi terhindar dari komplikasi yang lebih lanjut serta untuk meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang lama ketahanan hidup.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 faktor utama yang mempengaruhi hipertensi pada pasien ini yaitu faktor genetik, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, dari faktor genetik yaitu usia dan jenis kelamin pasien, faktor perilaku terkait kebiasaan pasien diantaranya kebiasaan merokok sejak usia remaja, kebiasaan mengkonsumsi kopi sejak muda, asupan garam yang tinggi, dan stres psikis, serta faktor yankes mengenai kurangnya informasi pasien mengenai penyakit hipertensi dan kurangnya kegiatan dari pusat kesehatan dalam memberi informasi kepada pasien mengenai hipertensi. Jika jumlah kasus penyakit hipertensi tahun 2007, tahun 2009, tahun 2010, dan tahun 2012 dibandingkan maka tampak penurunan kasus dari tahun 2007 ke tahun 2009 yaitu sebanyak 1702 kasus menjadi 696 kasus, dari tahun 2009 ke tahun 2010 yaitu sebanyak 696 menjadi 670. Namun terjadi peningkatan kasus dari tahun 2010 ke tahun 2012, yaitu sebanyak 670 kasus menjadi 3414 kasus.

Saran Melakukan promosi kesehatan mengenai tindakan pencegahan dengan mengetahui faktor resiko dan menerapkan pola hidup sehat dengan cara makan cukup sayurbuah, rendah garam dan lemak, rajin melakukan aktifitas dan tidak merokok. Bagi pasien yang telah menderita hipertensi disarankan untuk rutin memeriksakan tekanan darah dan berobat di pusat kesehatan terdekat. Selain faktor resiko, petugas juga memberikan informasi mengenai komplikasi yang mungkin ditimbulkan oleh penyakit hipertensi. Sebaiknya diadakan pengumpulan data sebaran penyakit hipertensi di desa-desa wilayah Kediri sehingga dapat menentukan daerah sasaran utama penyuluhan hipertensi.

Daftar Pustaka 1. Sudoyo, AW et al. 2000. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam. Balai Penerbit FKUI : Jakarta. 2. World Health Organization (WHO), 2003, International Society of Hypertension Statement on Management of Hypertension, Australia: Lippincott Wiliam & Wilkins. 3. US Departement of Health and Human Services. The seventh report of the jointnational committee on prevention, detection, evaluation, and treatment of high bloodpressure. 2004 4. Depkes RI, 2012. Ditjen PPM dan PL.Jakarta. 5. Diagnosis and Initial Evaluation of Hypertension. Dalam: Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwalds heart disease, a textbook of cardiovascular medicine. Edisi 8. 2007. USA: Saunders. 6. Price, Sylvia Anderson & Lorraine McCarty Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 1, Edisi 6. EGC: Jakarta. 7. Armilawaty, Amalia H., Amiruddin R. Hipertensi dan Faktor RisikonyaDalam Kajian Epidemiologi. New Paradigm Public Health. Posted 08 Dec2007. Available at: http://ridwanamiruddin.wordpress.com 8. Tim Penyusun, 2012. Profil Puskesmas Kediri 2012. Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat 9. Tim Penyusun, 2011. Profil Puskesmas Kediri 2010. Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat 10. Tim Penyusun, 2010. Profil Puskesmas Kediri 2009. Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat. 11. Tim Penyusun, 2008. Profil Puskesmas Kediri 2007. Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat.

Anda mungkin juga menyukai