Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI SISTEM PENCERNAAN DAN PERNAFASAN

Praktikum ke-1 Rinitis Alergi dan Batuk

Oleh : Oktarina Heni Puspitowati (105010621)

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG


2011

PRAKTIKUM 1 FARMAKOTERAPI PADA RINITIS ALERGI DAN BATUK

A. TUJUAN Mahasiswa dapat mengevaluasi tatalaksana terapi pada penyakit rhinitis alergi dan batuk.

B. DASAR TEORI 1. Rinitis Alergi a. Definisi Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986). Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE. b. Patofisiologi 1) Sensitisasi Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang diawali oleh adanya proses sensitisasi terhadap alergen sebelumnya. Melalui inhalasi, partikel alergen akan tertumpuk di mukosa hidung yang kemudian berdifusi pada jaringan hidung. Hal ini menyebabkan sel Antigen Presenting Cell (APC) akan menangkap alergen yang menempel tersebut. Kemudian antigen tersebut akan bergabung dengan HLA kelas II membentuk suatu kompleks molekul MHC (Major Histocompability Complex) kelas II. Kompleks molekul ini akan dipresentasikan terhadap sel T helper (Th 0). Th 0 ini akan diaktifkan oleh sitokin yang dilepaskan oleh APC menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5, IL9, IL10, IL13 dan lainnya. IL4 dan IL13 dapat diikat reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel B menjadi aktif dan memproduksi IgE. IgE yang bersirkulasi dalam darah ini akan terikat dengan sel mast dan basofil yang mana kedua sel ini merupakan sel mediator. Adanya IgE yang terikat ini menyebabkan teraktifasinya kedua sel tersebut. 2) Reaksi Alergi Fase Cepat
Reaksi cepat terjadi dalam beberapa menit, dapat berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya. Mediator yang berperan pada fase ini yaitu histamin, tiptase dan mediator lain seperti leukotrien,

prostaglandin

(PGD2)

dan

bradikinin.

Mediator-mediator

tersebut

menyebabkan keluarnya plasma dari pembuluh darah dan dilatasi dari anastomosis arteriovenula hidung yang menyebabkan terjadinya edema, berkumpulnya darah pada kavernosus sinusoid dengan gejala klinis berupa hidung tersumbat dan oklusi dari saluran hidung. Rangsangan terhadap kelenjar mukosa dan sel goblet menyebabkan hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Rangsangan pada ujung saraf sensoris (vidianus) menyebabkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin.

3) Reaksi Alergi Fase Lambat Reaksi alergi fase lambat terjadi setelah 4 8 jam setelah fase cepat. Reaksi ini disebabkan oleh mediator yang dihasilkan oleh fase cepat beraksi terhadap sel endotel postkapiler yang akan menghasilkan suatu Vascular Cell Adhesion Mollecule (VCAM) dimana molekul ini menyebabkan sel leukosit seperti eosinofil menempel pada sel endotel. Faktor kemotaktik seperti IL5 menyebabkan infiltrasi sel-sel eosinofil, sel mast, limfosit, basofil, neutrofil dan makrofag ke dalam mukosa hidung. Sel-sel ini kemudian menjadi teraktivasi dan menghasilkan mediator lain seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosinophilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP) dan Eosinophilic Peroxidase (EPO) yang menyebabkan gejala hiperreaktivitas dan hiperresponsif hidung. Gejala klinis yang ditimbulkan pada fase ini lebih didominasi oleh sumbatan hidung. c. Etiologi Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki peran penting. Pada 20 30 % semua populasi dan pada 10 15 % anak semuanya atopi. Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50 %. Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki kecenderungan alergi. Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang masuk bersama udara pernapasan yaitu debu rumah, tungau, kotoran serangga, kutu binatang, jamur, serbuk sari, dan lain-lain. d. Klasifikasi Berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA tahun 2000, menurut sifat berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi: 1) Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.

2) Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan/atau lebih dari 4 minggu. Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi: 1) Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu. 2) Sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut di atas 2. Batuk a. Definisi Batuk dalam bahasa latin disebut tussis adalah refleks yang dapat terjadi secara tiba-tiba dan sering berulang-ulang yang bertujuan untuk membantu membersihkan saluran pernapasan dari lendir besar, iritasi, partikel asing dan mikroba. Batuk dapat terjadi secara sukarela maupun tanpa disengaja. Batuk merupakan suatu tindakan refleks pada saluran pernafasan yang digunakan untuk membersihkan saluran udara atas. Batuk kronis berlangsung lebih dari 8 minggu yang umum di masyarakat. Penyebab termasuk merokok, paparan asap rokok, dan paparan polusi lingkungan, terutama partikulat. b. Patofisiologi Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi. Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu. Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah. Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50 - 100 mmHg. Tertutupnya glotis

merupakan ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis. Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 3050 detik setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80%. c. Etiologi Batuk dapat terjadi akibat berbagai penyakit/proses yang merangsang reseptor batuk. Selain itu, batuk juga dapat terjadi pada keadaan-keadaan psikogenik tertentu. Tentunya diperlukan pemeriksaan yang seksama untuk mendeteksi keadaan-keadaan tersebut. Dalam hal ini perlu dilakukan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik, dan mungkin juga pemeriksaan lain seperti laboratorium darah dan sputum, rontgen toraks, tes fungsi paru dan lain-lain. Beberapa penyebab batuk : 1) Iritan :

Rokok Asap SO2 Gas di tempat kerja

2) Penyakit paru restriktif : Pnemokoniosis Penyakit kolagen Penyakit granulomatosa

3) Mekanik : Retensi sekret bronkopulmoner Benda asing dalam saluran nafas Postnasal drip Aspirasi

4) Infeksi : Laringitis akut Bronkitis akut

Pneumonia Pleuritis Perikarditis

5) Penyakit paru obstruktif : Bronkitis kronis Asma Emfisema Fibrosis kistik Bronkiektasis

6) Tumor : Tumor laring Tumor paru

7) Psikogenik

Anda mungkin juga menyukai