Anda di halaman 1dari 102

P a g e |1

BAB I
PENDAHULUAN

Sistem pernafasan pada manuisia adalah salah


satu sistem organ yang sangat penting. Karena jika
manusia tidak dapat bernapas selama beberapa menit,
maka dia akan mati. Penyakit saluran pernapasan ada
banyak misalnya
bronchitis,

faringitis, influenza, emfisema,

asbestosis,

sinusitis,

tuberculosis,

pneumonia, dipteri, renitis, ISPA, kanker paru-paru,

P a g e |2

SARS, rhinitis, laryngitis,legionnaries, dll termasuk


asam.
Asma adalah salah satu penyakit saluran nafas
yang banyak dijumpai, baik pada anak-anak maupun
dewasa. Kata asma (asthma) berasal dari bahasa yunani
yang berarti terengah-engah.

Asma merupakan

peradangan kronis pada jalan napas yang berhubungan


dengan obstruksi aliran udara yang reversible yang
bercirikan dengan sesak nafas, mudah tersengal-sengal
disertai batuk dan hipersekresi dahak. Serangan

P a g e |3

biasanya berlangsung beberapa menit sampai beberapa


jam (Tjay dan Rahardja, 2002: 600). Otot dinding
saluran

udara

berkontraksi

seperti

kejang,

menyebabkan saluran udara menyempit, sehingga


terjadi serangan sesak napas. Penyempitan diperburuk
oleh sekresi lendir yang berlebihan. Sebagian besar
kasus terjadi di masa anak-anak dan biasanya berkaitan
dengan penyakit yang didasari oleh alergi seperti
eksema dan keduanya mempunyai faktor penyakit
turunan.

P a g e |4

Peran seorang apoteker adalah memberikan


pengobatan yang tepat terhadap penyakit, memberikan
informasi dan konseling terhadap pasien, memotifasi
pasien untuk patuh dalam pengobatan serta membantu
dalam pencatatan untuk pengobatan. Dari materi
Farmokoterapi

dan

Terminologi

Medik

kami

mempelajari tentang berbagai penyakit misalnya adalah


asma. Pada kasus ini kami mempelajari tentang
pengobatan asma, member informasi dan konseling
pada pasien, memberi motivasi untuk patuh terhadap
penggunaan obat.

P a g e |5

BAB II
ISI

A. Definisi

P a g e |6

Asma adalah Penyakit inflamasi kronik pada saluran


pernafasan dimana berbagai sel terlibat, terutama mast
cells, eosinofil, dan limfosit T, yang dikarakterisir
oleh :
1. obstruksi saluran nafas yang bersifat reversibel,
baik secara spontan maupun dengan pengobatan,
2. inflamasi jalan nafas, dan
3. hiperresponsivitas jalan nafas terhadapberbagai
stimuli
(NAEPP, 1997)
NAEPP 2007:

P a g e |7

a. menekankan adanya keterlibatan interaksi antara


ekspresi gen dengan lingkungan, infeksi virus
sebagai

penyebab

utama

kejadian

dan

perkembangan asma
b. airway remodeling terlibat dalam asma kronis
pada sebagian pasien
B. Patofisiologi
Serangan asma yang mendadak disebabkan oleh
faktor yang tidak diketahui maupun yang diketahui
seperti paparan terhadap alergen, virus atau polutan
dalam maupun luar rumah, dan masing-masing faktor

P a g e |8

ini dapat menginduksi respon inflamasi. Asma terjadi


melalui jalur imunologis yang didominasi oleh antibodi
immunoglobulin E (IgE), yang merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe I (tipe alergi). Reaksi alergi timbul
pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar,
golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi
IgE terutama melekat pada permukaan sel mast pada
interstisial paru, yang berhubungan erat dengan
bronkiolus

dan

bronkus

kecil.

Bila

seseorang

menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi yang

P a g e |9

mengakibatkan antibodi IgE orang tersebut meningkat.


Alergen kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang
melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini
berdegranulasi

mengeluarkan

berbagai

macam

mediator. Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah


histamin, leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan
bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal
pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang
kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos
bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran
napas (Eapen, 2002).

P a g e | 10

Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik


pada

asma

Inflamasi
hiperesponsif

intermiten
kronik

maupun

asma

menyebabkan

(hipereaktifitas)

jalan

persisten.

peningkatan
napas

yang

menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi,


sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama
pada malam dan atau dini hari. Episodik tersebut
berkaitan dengan sumbatan saluran napas yang luas,
bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau
tanpa pengobatan. Berbagai sel inflamasi berperan
dalam penyakit asma, terutama sel mast, eosinofil, sel

P a g e | 11

limfosit T, makrofag, netrofil dan sel epitel. (Depkes


RI, 2007 : 9).
Eosinofil bermigrasi kedalam jalan udara dan
membebaskan mediator inflamasi (leukotrine dan
protein granul), mediator sitotoksik dan sitokin.
Aktivasi limfosit T menyebabkan pembebasan sitokin
dari sel T-helper tipe 2 (TH 2) yang memperantai
inflamasi alergik (interleukin [IL]-4, IL-5, IL-6, IL-9,
dan IL-13). Sebaliknya sel T helper tipe 1 (TH1)
menghasilkan IL-2 dan interferon gamma yang penting
untuk mekanisme pertahanan seluler. Inflamasi asmatik

P a g e | 12

alergik dapat ditimbulkan oleh ketidakseimbangan


antara sel TH1 dan TH2. Degranulasi sel mast sebagai
respon terhadap alergen mengakibatkan pembebasan
mediator seperti histamin; faktor kemotaksis seperti
eosinofil dan neutrofil; leukotrin C4, D4 dan E4;
prostaglandin dan faktor pengaktivasi platelet (PAF).
Histamin mampu menginduksi konstriksi otot polos
dan bronkospasme dan berperan dalam edema mukosa
serta sekresi mukus. Makrofag alveolar membebaskan
sejumlah mediator inflamasi, termasuk PAF dan

P a g e | 13

leukotrin B4, C4 dan D4. Produksi faktor kemotaktik


neutrofil dan eosinofil memperkuat proses inflamasi.

Gambar 1. Bronkiolus Asma dan Normal (Sumber : Depkes RI, 2007 : 1)

Netrofil juga merupakan sumber mediator (PAF,


prostaglandin,

tromboksan

dan

leukotrin)

yang

berkonstribusi pada BHR dan inflamasi jalan udara. Sel


epitel bronkial juga berpartisipasi dalam inflamasi

P a g e | 14

dengan membebaskan eikasanoid, peptidase, protein


matriks, sitokin dan nitrit oksida. Pengikisan epitel
menyebabkan peningkatan responsifitas dan perubahan
permeabilitas mukosa jalan udara, pengurangan faktor
relaksan yang berasal dari mukosa dan kehilangan
enzim yang bertanggung jawab untuk penguraian
neuropeptida inflamasi. Proses inflamasi eksudatif dan
pengikisan sel epitel kedalam lumen jalur udara
merusak

transport

mukosiliar.

Kelenjar

bronkus

menjadi berukuran besar dan sel goblet meningkat baik


ukuran maupun jumlahnya, yang menunjukkan suatu

P a g e | 15

peningkatan produksi mukus. Mukus yang dikeluarkan


oleh penderita asma cenderung memiliki viskositas
tinggi (Kelly dan Sorkness, 2008 : 465).

C. Etiologi
Etiologi asma, meliputi:
1.

Genetik
Faktor genetik juga dapat berpengaruh terhadap

perkembangan penyakit asma, kemungkinan akibat dari


poligenik warisan (kelompok etnik yang berbeda) atau
kombinasi gen yang berbeda (Kelly dan Sorkness, 2008

P a g e | 16

: 464). Faktor genetik yang dapat menjadi penyebab


perkembangan penyakit asma antara lain produksi
alergen spesifik antibodi imunoglobulin E (IgE),
mediator

inflamasi

seperti

sitokin,

serta

faktor

pertumbuhan dan penentuan rasio antara T-helper


limfosit respon imun TH1 dan TH2. Selain gen yang
mempengaruhi asma ada gen yang terkait dengan
respon terhadap pengobatan asma. Misalnya variasi gen
yang mengkode beta2-adrenoreseptor, kortikosteroid
dan antagonis reseptor leukotrien. Penanda genetik
kemungkinan menjadi faktor penting yang tidak hanya

P a g e | 17

sebagai faktor risiko dalam patogenesis asma, tetapi


juga sebagai penentu respon terhadap pengobatan yang
diberikan (GINA, 2014 : 14).
2. Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat menjadi pencetus
penyakit asma, yaitu :
a. Yang

mempengaruhi

kecenderungan

individu

/predisposisi

asma

dengan
untuk

berkembang menjadi asma : alergen binatang,


spora jamur, tepung sari bunga, asap rokok
polusi udara di luar maupun di dalam ruangan

P a g e | 18

infeksi

pernapasan

(virus)

diet

status

sosioekonomi besarnya keluarga obesitas


b. Yang menyebabkan

eksaserbasi

(serangan)

dan/atau menyebabkan gejala asma menetap :


polusi udara di luar maupun di dalam ruangan,
infeksi

pernapasan

olah

raga

dan

hiperventilasi, perubahan cuaca, makanan, zat


additif

(pengawet,

penyedap,

pewarna

makanan) (Depkes RI, 2007 : 12), serta obatobatan seperti aspirin, NSAID (siklooksigenase

P a g e | 19

inhibitor), benzalkonium klorid (Kelly dan


Sorkness, 2008 : 464).
D. Klasifikasi Asma

P a g e | 20
Komponen
Keparahan

Intermiten

Klasifikasi Keparahan
Persisten
Ringan
Sedang
> 2 hari/ minggu, Setiap hari
tidak setiap hari

Gejala

2 hari/ minggu

Terbangun
malam hari
Penggunaan
-agonis
untuk
mengatasi
gejala

2 hari/ bulan

3-4 x / bulan

Setiap hari

2 hari/ minggu

> 2 hari/ minggu,


tidak > 1x sehari

Setiap hari

Ada sedikit
keterbatasan
aktivitas

Lebih banyak
keterbatasan
aktivitas

Pengaruh
Tidak ada
terhadap
aktivitas
normal
Fungsi Paru Normal diantara
Umur
>
serangan
12tahun s/d FEV1 >80%
dewasa
FEV1/FVC
normal
Umur 5-11 Normal diantara
tahun
serangan
FEV1 >80%
FEV1/FVC >85%
Step
terapi

wise

Step 1

Berat
Sepanjang
hari
Beberapa
kali sehari
Beberapa
kali sehari

Aktivitas
sangat
terbatas

FEV1 >80%
FEV1/FVC normal

FEV1 60-80%
FEV1/FVC
berkurang

FEV1 <60%
FEV1/FVC
berkurang
sampai >
5%

FEV1 >80%
FEV1/FVC >80%

FEV1 60-80%
FEV1/FVC
75-80%

FEV1 <60%
FEV1/FVC
<75%

Step 3 atau 4

Step 5 atau
6

Step 2

P a g e | 21

E. Diagnosis
Diagnosis asma berdasarkan gejala yang bersifat
episodik, pemeriksaan fisiknya berupa napas menjadi
cepat dan dangkal serta terdengar bunyi mengi pada
pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya
tidak lagi terdengar mengi, karena pasien sudah lelah
untuk bernapas). Penting dilakukan yaitu pemeriksaan
fungsi paru, yang dapat diperiksa dengan alat
spirometri atau peak expiratory flow meter.
1.

Spirometri

P a g e | 22

Spirometri

adalah mesin yang

dapat mengukur

kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi


paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan ini sangat
tergantung

kepada

kemampuan

pasien

sehingga

diperlukan instruksi operator yang jelas dan kooperasi


pasien. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil
nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa. Sumbatan
jalan napas diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai
prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75%. Selain itu,
dengan spirometri dapat mengetahui reversibiliti asma,
yaitu adanya perbaikan VEP1 > 15 % secara spontan,

P a g e | 23

atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator),


atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari,
atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2
minggu (Depkes RI, 2007 : 12-14).

2.

Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter)

P a g e | 24

Gambar 2. Macam Macam PEF Meter (Sumber : Depkes RI,


2007 : 13)

Nilai VEP1/KVP biasanya lebih besar dari 0,750,80 pada dewasa dan lebih besar dari 0,90 pada anakanak. Setiap nilai yang kurang dari ini menunjukkan
adanya keterbatasan aliran udara. Keterbatasan istilah
aliran udara dan obstruksi jalan napas sering digunakan
ketika hasil tes fungsi paru-paru sedang dijelaskan
(GINA, 2014 : 25). Alat ini adalah alat yang paling

P a g e | 25

sederhana untuk memeriksa gangguan sumbatan jalan


napas, yang relatif sangat murah dan mudah dibawa.
Dengan PEF meter fungsi paru yang dapat diukur
adalah arus puncak ekspirasi (APE). Sumbatan jalan
napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi.
Selain itu juga dapat memeriksa reversibiliti, yang
ditandai dengan perbaikan nilai APE > 15 % setelah
inhalasi

bronkodilator,

atau

setelah

pemberian

bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian


kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu. Variabilitas
APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan

P a g e | 26

malam yang berbeda nilainya), dan nilai normal


variabilitas ini < 20% (Depkes RI, 2007 : 12-14).

F. Gejala
Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel
dengan atau tanpa pengobatan.
1. Gejala awal berupa : batuk terutama pada malam
atau dini hari, sesak napas, napas berbunyi (mengi)
yang

terdengar

jika

pasien

menghembuskan

P a g e | 27

napasnya,

rasa berat di dada, dan dahak sulit

keluar.
2. Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat
yang mengancam jiwa. Yang termasuk gejala yang
berat adalah: serangan batuk yang hebat, sesak
napas yang berat dan tersengal-sengal, sianosis
(kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut),
sulit tidur, dan kesadaran menurun (Depkes RI,
2007 : 12)
G. Penatalaksanaan Asma
1. Tujuan Tatalaksana

P a g e | 28

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah


meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar
pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.
Tujuan penatalaksanaan asma :
a) Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
b) Mencegah eksaserbasi akut
c) Meningkatkan dan mempertahankan faal paru
seoptimal mungkin
d) Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
e) Menghindari efek samping obat

P a g e | 29

f) Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara


(airflow limitation) ireversibel
g) Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol


penyakit. Asma dikatakan terkontrol bila :
a) Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk
gejala malam
b) Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise
c) Kebutuhan bronkodilator (agonis 2 kerja singkat)
minimal (idealnya tidak diperlukan)

P a g e | 30

d) Variasi harian APE kurang dari 20 %


e) Nilai APE normal atau mendekati normal
f) Efek samping obat minimal (tidak ada)
g) Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat

H. Terapi Non Farmakologi


a) Edukasi pasien

P a g e | 31

Edukasi pasien dan keluarga, untuk


menjadi mitra dokter dalam penatalaksanaan
asma. Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan
untuk meningkatkan pemahaman (mengenai
penyakit asma secara umum dan pola penyakit
asma

sendiri),

(kemampuan

meningkatkan
dalam

keterampilan

penanganan

asma

sendiri/asma mandiri), meningkatkan kepuasan,


meningkatkan rasa percaya diri, meningkatkan
kepatuhan

(compliance)

dan

penanganan

mandiri, dan membantu pasien agar dapat

P a g e | 32

melakukan penatalaksanaan dan mengontrol


asma
b) Pengukuran peak flow meter
Perlu dilakukan pada pasien dengan
asma sedang sampai berat. Pengukuran Arus
Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow
Meter ini dianjurkan pada :
Penanganan serangan akut di gawat darurat,
klinik, praktek dokter dan oleh pasien di
rumah.

P a g e | 33

Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan


praktek dokter.
Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya
dilakukan pada asma persisten usia di atas > 5
tahun, terutama bagi pasien setelah perawatan
di rumah sakit, pasien yang sulit/tidak
mengenal perburukan melalui gejala padahal
berisiko tinggi untuk mendapat serangan yang
mengancam jiwa.

P a g e | 34

Pada asma mandiri pengukuran APE


dapat digunakan untuk membantu pengobatan
seperti :
Mengetahui apa yang membuat asma
memburuk
Memutuskan apa yang akan dilakukan bila
rencana pengobatan berjalan baik
Memutuskan apa yang akan dilakukan jika
dibutuhkan penambahan atau penghentian
obat

P a g e | 35

Memutuskan kapan pasien meminta bantuan


medis/dokter/IGD
c) Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
d) Pemberian oksigen
e) Banyak minum untuk menghindari dehidrasi
terutama pada anak-anak
f) Kontrol secara teratur
g) Pola hidup sehat
Dapat dilakukan dengan :
Penghentian merokok
Menghindari kegemukan
Kegiatan fisik misalnya senam asma

P a g e | 36

a. Asma kronik
Tujuan penanganan asma kronik yaitu:
1. Mempertahankan

tingkat

aktivitas

normal

(termasuk latihan fisik)


2. Mempertahankan

fungsi

paru-paru

mendekati

normal
3. Mencegah gejala kronis dan yang mengganggu
(contoh: batuk atau kesulitan bernafas pada malam
hari, pagi hari atau setelah latihan berat)

P a g e | 37

4. Mencegah memburuknya asmasecara berulang dan


meminimalisasi kebutuhan untuk masuk ICU atau
rawat inap
5. Menyediakan farmakoterapi optimum dengan tidak
ada atau sedikit efek samping
6. Memenuhi keinginan pelayanan terhadap pasien
dan keluarga
b. Asma akut
Tujuan penanganan asma akut yaitu:
1. Perbaikan hipoksemia signifikan

P a g e | 38

2. Pembalikan cepat penutupan jalan udara (dalam


hitungan menit)
3. Pengurangan

kecenderungan

penutupan

aliran

udara yang parah timbul kembali


4. Pengembangan rencana aksi tertulis jika keadaan
memburuk (Sukandar et al., 2009 : 448).

P a g e | 39

2.

Terapi farmakologi
Berdasarkan penggunaannya, pengobatan asma

ada

dua

macam,

yaitu

pengobatan

saat

serangan/kambuh (obat pelega) dan pengobatan jangka


panjang (obat pencegah atau pengontrol serangan).
Obat pengontrol harus dipakai setiap hari untuk
mencegah kekambuhan, dan biasanya diperlukan oleh

P a g e | 40

pasien asma yang berat dimana kekambuhan terjadi


hampir setiap hari.
Obat pelega saluran nafas biasanya memiliki
aksi yang cepat untuk melonggarkan saluran nafas.
Contohnya

adalah salbutamol, terbutalin, ipratropium

bromide dan teofilin/aminofillin.


Salbutamol merupakan golongan obat beta
agonis yang aksinya cepat, dan banyak dijumpai dalam
berbagai bentuk sediaan. Ada yang berbentuk tablet,
sirup, atau inhalasi. Untuk mengatasi serangan asma,
obat ini merupakan pilihan pertama. Dalam bentuk

P a g e | 41

inhalasi, salbutamol tersedia dalam bentuk tunggal


(contoh: Ventolin), atau dalam bentuk kombinasi
dengan ipratriopium bromid (contoh: Combivent).
Dalam bentuk sirup, salbutamol sering dikombinasikan
dengan obat pengencer dahak. Terbutalin hanya
dijumpai dalam bentuk sediaan obat minum (sediaan
oral), sedangkan aminofilin dijumpai dalam bentuk
injeksi. Teofilin tersedia dalam bentuk tablet atau sirup,
biasanya dikombinasi dengan obat lain seperti efedrin
(contoh: Neo Napacin, Asma Soho) atau salbutamol
(Teosal). Semua obat-obat di atas harus diperoleh

P a g e | 42

dengan resep dokter, kecuali untuk obat kombinasi


teofilin dan efedrin, dapat diperoleh tanpa resep.
Obat-obat pengontrol yang digunakan untuk
pengobatan

jangka

steroid, b2-agonis

panjang
aksi

kromoglikat atau kromolin,

meliputiinhalasi

panjang,
nedokromil,

sodium
modifier

leukotrien, dan golongan metilksantin.


Obat-obat untuk penggunaan jangka panjang
sebaiknya menggunakan bentuk inhalasi, karena efek
samping sistemiknya lebih kecil daripada jika diberikan
dalam bentuk oral/obat minum. Contoh obat yang

P a g e | 43

digunakan untuk terapi jangka panjang adalah inhalasi


kombinasibudesonide dan formoterol (contoh:
Symbicort)

dan

kombinasi salmeterol danflutikason (contoh:Seretide).


Bentuknya bermacam-macam, ada yang disebut
inhaler, diskhaler, turbuhaler, yang dibedakan dari cari
penggunaannya. Obat ini relatif aman dipakai jangka
panjang untuk mengontrol asma yang berat. Obat lain
yang diindikasikanuntuk pencegahan asma adalah
ketotifen (suatu anti alergi), teofilin lepas lambat, dan
sodium

kromoglikat/nedokromil. Namun

obat-obat

P a g e | 44

yang terakhir ini adalah pilihan kedua jika pilihan


pertama tidak ada atau tidak berefek. Obat ketotifen
(contoh: sirup Profilas) kurang direkomendasikan
dalam pencegahan asma karena bukti klinisnya belum
cukup kuat, sementara teofilin juga perlu hati-hati
dalam penggunaannya karena efek sampingnya cukup
banyak (jantung berdebar, insomia, mual muntah, dll)
dan mudah mencapai dosis toksiknya.Medikasi asma
ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala
obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol (long term
relief) dan pelega (quick term relief).

P a g e | 45

Pemilihan terapi asma bedasakan algoritma beikut:


3.

Algoritma Terapi
1. Asma Akut

P a g e | 46

P a g e | 47

Gambar 4. Algoritma Penanganan Lanjut Asma Akut (Sumber : Kelly dan


Sorkness, 2008 : 476

2. Asma Kronik

P a g e | 48

Gambar 5. Algoritma Terapi Penanganan Asma Kronik Usia 0-4 Tahun


(Sumber : Kelly dan Sarkness, 2008 : 483)

P a g e | 49

Gambar 6. Algoritma Terapi Penanganan Asma Kronik Usia 5-11 Tahun


(Sumber : Kelly dan Sarkness, 2008 : 483)

P a g e | 50

Gambar 7. Algoritma Terapi Penanganan Asma Kronik Dewasa (Sumber :


Kelly dan Sarkness, 2008 : 484)

a.

Pengontrol (Controllers)

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk


mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai
dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada
asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah,
yang

termasuk

obat

pengontrol

antaralain:

kortikosteroid inhalasi, kortikosteroid sistemik, sodium

P a g e | 51

kromoglikat, nedokromil sodium, metilsantin, agonis


beta-2 kerja lama maupun inhalasi, agonis beta-2 kerja
lama maupun oral , leukotrien modifiers.
b.

Pelega (Reliever)

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi


otot polos, memperbaiki dan atau menghambat
bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti
mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki
inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif
jalan napas, yang termasuk obat pelega antaralain:
agonis beta2 kerja singkat, kortikosteroid sistemik

P a g e | 52

(steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila


penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal
tetapi

hasil

dikombinasikan

belum

tercapai,

dengan

penggunaannya

bronkodilator

lain),

antikolinergik, aminofillin, dan adrenalin.


Golongan obat-obat asma :
a.

Simpatomimetik

Mekanisme Kerja
1) Stimulasi

reseptor

mengakibatkan

terjadinya

adrenergik

yang

vasokonstriksi,

P a g e | 53

dekongestan nasal dan peningkatan tekanan


darah (efedrin).
2) Stimulasi reseptor 1 adrenergik sehingga
terjadi peningkatan kontraktilitas dan irama
jantung.
3) Stimulasi reseptor 2 yang menyebabkan
bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosiliari,
stabilisasi sel mast dan menstimulasi otot skelet.
Obat simpatomimetik selektif 2 memiliki manfaat
yang besar dan bronkodilator yang paling efektif
dengan efek samping yang minimal pada terapi asma.

P a g e | 54

Terdapat dua macam obat simpatomimetik selektif


golongan 2, diantaranya yaitu :
Indikasi
1) Agonis 2 diperlama (seperti salmeterol dan
furmoterol) digunakan, bersamaan dengan obat
antiinflamasi,

untuk

kontrol

jangka

panjang

terhadap gejala yang timbul pada malam hari. Obat


golongan ini juga dipergunakan untuk mencegah
bronkospasmus karena latihan fisik.
2) Agonis

(salbutamol),

kerja

singkat

bitolterol,

(seperti

pirbuterol,

albuterol
terbutalin,

P a g e | 55

fenoterol) adalah terapi pilihan untuk untuk


menghilangkan

gejala

asma

akut

dan

bronkospasmus

karena

latihan

fisik.

Obat

simpatomimetik selektif 2 memiliki manfaat yang


besar dan bronkodilator yang paling efektif dengan
efek samping yang minimal pada terapi asma.

Efek Samping
Efek samping umumnya berlangsung dalam waktu
singkat dan tidak ada efek kumulatif yang dilaporkan.

P a g e | 56

Akan tetapi, tidak berarti pengobatan dihentikan, pada


beberapa kasus, perlu dilakukan penurunan dosis untuk
sementara waktu.
b. Kortikosteroid
Mekanisme Kerja
Obat-obat ini mempunyai kerja dan efek yang sama
dengan

glukokortikoid.

Glukokortikoid

dapat

menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel yang


terinflamasi

dan

meningkatkan

efek

obat

beta

adrenergic dengan memproduksi AMP siklik, inhibisi


mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot

P a g e | 57

polos secara langsung. Penggunaan inhaler akan


menghasilkan efek lokal steroid secara efektif dengan
efek sistemik minimal.
Indikasi
Terapi pemeliharaan dan profilaksis asma, termasuk
pasien yang memerlukan kortikosteroid sistemik,
pasien yang mendapatkan keuntungan dari penggunaan
dosis sistemik, tetapi pemeliharaan asma dan terapi
profilaksis pada anak usia 12 bulan sampai 8 tahun.
Efek Samping

P a g e | 58

Lokal : iritasi tenggorokan, suara serak, batuk, mulut


kering, ruam, pernafasan berbunyi, edema wajah dan
sindrom flu.
Sistemik : depresi fungsi Hypothalamic-PituitaryAdrenal (HPA). Terjadinya kematian yang disebabkan
oleh insufisiensi adrenal

dan setelah terjadinya

peralihan dari kortikosteroid sistemik ke aerosol.


c.

Metilxantin

Mekanisme Kerja
Metilxantin (teofilin, garamnya yang mudah larut dan
turunannya) akan merelaksasi secara langsung otot

P a g e | 59

polos

bronki

dan

pembuluh

darah

pulmonal,

merangsang SSP, menginduksi dieresis, meningkatkan


sekresi asam lambung, menurunkan tekanan sfinkter
esofagenal bawah dan menghambat kontraksi uterus.
Teofilin juga merupakan stimulant pusat pernafasan.
Aminofilin mempunyai efek kuat pada konstraktilitas
diafragma pada orang sehat dan dengan demikian
mampu menurunkan kelelahan serta memperbaiki
kontraktilitas pada pasien dengan penyakit obstruksi
saluran pernafasan kronik.
Indikasi

P a g e | 60

Untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma


bronchial dan bronkospasme reversible yang berkaitan
dengan bronchitis kronik dan efisema.
Efek samping
Reaksi efek samping jarang terjadi pada level serum
teofilin yang < 20 mcg/mL. Pada level lebih dari 20
mcg/mL : mual, muntah, diare, sakit kepala, insomnia,
iritabilitas. Pada level yang lebih dari 35 mcg/mL :
hiperglisemia, hipotensi, aritmia jantung, takikardia
(lebih besar dari 10 mcg/mL pada bayi prematur),
seizure, kerusakan otak dan kematian. Efek samping

P a g e | 61

lainnya

yaitu

demam,

wajah

kemerah-merahan,

hiperglikemia, sindrom ketidaksesuaian dengan hormon


antiduretik, ruam, kerontokan pada rambut.
d. Antikolinergik
Ipratropium Bromida
Mekanisme Kerja
Ipratropium

untuk

antikolinergik

inhalasi

oral

(parasimpatolitik)

adalah

suatu

yang

akan

menghambat reflex vagal dengan cara mengantagonis


kerja

asetilkolin.

Bronkodilatasi

yang

dihasilkan

bersifat local, pada tempat tertentu dan tidak bersifat

P a g e | 62

sistemik. Ipratropium Bromida (semprot hidung)


mempunyai sifat antisekresi dan penggunaan local
dapat

menghambat

sekresi

kelenjar

serosa

dan

seromukus mukosa hidung.


Indikasi
Digunakan dalam bentuk atau kombinasi dengan
bronkodilator lain (terutama beta adrenergik) sebagai
bronkodilator dalam pengobatan bronkospasmus yang
berhubungan dengan penyakit paru-paru obstruksi
kronik, termasuk bronchitis kronik dan emfisema.
Efek Samping

P a g e | 63

Sakit punggung, sakit dada, bronkhitis, batuk, penyakit


paru obstruksi kronik yang semakin parah, rasa lelah
berlebihan, mulut kering, dispepsia, dipsnea, epistaksis,
gangguan pada saluran pencernaan, sakit kepala, gejala
seperti influenza, mual, cemas, faringitis, rinitis,
sinusitis, infeksi saluran pernapasan atas dan infeksi
saluran urin.
Tiotropuim Bromida
Mekanisme Kerja
Tiotropuim adalah obat muskarinik kerja diperlama
yang biasanya digunakan sebagai antikolinergik. Pada

P a g e | 64

saluran pernafasan, Tiotropuim menunjukkan efek


bronkodilatasi.
Indikasi
Tiotropuim

digunakan

sebagai

perawatan

bronkospasmus yang berhubungan dengan penyakit


paru obstruksi kronis termasuk bronchitis kronik dan
emfisema.

Efek Samping
Efek samping terjadi pada 3% pasien atau lebih, terdiri
dari sakit perut, nyeri dada (tidak spesifik), konstipasi,

P a g e | 65

mulut kering, dispepsia, edema, epistaksis, infeksi,


moniliasis, myalgia, faringitis, ruam, rhinitis, sinusitis,
infeksi pada saluran pernapasan atas, infeksi saluran
urin dan muntah.
e.

Kromolin Sodium dan Nedokromil

Kromolin Natrium
Mekanisme Kerja
Kromolin merupakan obat antiinflamasi. Kromolin
tidak mempunyai aktivitas instrinsik bronkodilator,
antikolinergik,

vasokonstriksi

atau

aktifitas

glukokortikoid. Obat-obat ini menghambat pelepasan

P a g e | 66

mediator, histamin

dan

SRS-A (Slow

Reacting

Substance Anaphylaxis, leukotrien) dari sel mast.


Kromolin bekerja local pada paru-paru tempat obat
diberikan.
Indikasi
Asma bronchial (inhalasi, larutan dan aerosol): sebagai
pengobatan profilaksis pada asma bronchial. Kromolin
diberikan teratur, harian pada pasien dengan gejala
berulang yang memerlukan pengobatan secara regular.
Pencegahan bronkospasme akut akan diinduksi oleh

P a g e | 67

latihan fisik, toluene diisosinat, polutan dari lingkungan


dan antigen yang diketahui.
Efek Samping
Efek samping yang paling sering terjadi berhubungan
dengan penggunaan kromolin (pada penggunaan
berulang) meliputi saluran pernapasan: bronkospasme
(biasanya bronkospasma parah yang berhubungan
dengan penurunan fungsi paru-paru/FEV1), batuk,
edema laringeal (jarang), iritasi faringeal dan napas
berbunyi.

P a g e | 68

Efek samping yang berhubungan dengan penggunaan


aerosol adalah iritasi tenggorokan atau tenggorokan
kering, rasa tidak enak pada mulut, batuk, napas
berbunyi dan mual.

Nedokromil Natrium
Mekanisme Kerja
Nedokromil merupakan anti-inflamasi inhalasi untuk
pencegahan asma. Obat ini akan menghambat aktivasi
secara in vitro dan pembebasan mediator dari berbagai
tipe sel berhubungan dengan asma termasuk eosinofil,

P a g e | 69

neutrofil, makrofag, sel mast monosit dan platelet.


Nedokromil

menghambat

perkembangan

respon

broncho konstriksi baik awal dan maupun lanjut


terhadap antigen inhalasi.
Indikasi
Nedokromil diindikasikan untuk asma. Digunakan
sebagai terapi pemeliharaan untuk pasien dewasa da
anak-anak usia 6 tahun atau lebih pada asma ringan
sampai sedang.
Efek Samping

P a g e | 70

Efek

samping

yang

terjadi

pada

penggunaan

nedokromil bisa berupa batuk, faringitis, rinitis, infeksi


saluran pernapasan atas, bronkospasma, mual, sakit
kepala, nyeri pada dada dan pengecapan tidak enak.
f.

Modifikator Leukotrien

Zafirlukast
Mekanisme Kerja
Zafirlukast adalah antagonis reseptor leukotrien D4 dan
E4 yang selektif dan kompetitif, komponen anafilaksis
reaksi lambat (SRSA slow reacting substances of
anaphylaxis), produksi leukotrien dan okupasi reseptor

P a g e | 71

berhubungan

dengan

edema

saluran

pernapasan,

konstriksi otot polos dan perubahan aktifitas selular


yang berhubungan dengan proses inflamasi, yang
menimbulkan tanda dan gejala asma.
Indikasi
Profilaksis dan perawatan asma kronik pada dewasa
dan anak di atas 5 tahun.
Montelukast Sodium
Mekanisme Kerja
Montelukast adalah antagonis reseptor leukotrien
selektif dan aktif pada penggunaan oral, yang

P a g e | 72

menghambat reseptor lekotrien sisteinil (CysLT1).


Leukotrien adalah produk metabolism asma arakidonat
dan dilepaskan dari sel mast dan eosinofil. Produksi
leukotrien dan okupasi reseptor berhubungan dengan
edema saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan
perubahan aktifitas selular yang berhubungan dengan
proses inflamasi yang menimbulkan tanda dan gejala
asma.
Indikasi
Profilaksis dan terapi asma kronik pada dewasa dan
anak-anak 12 bulan.

P a g e | 73

Zilueton
Mekanisme Kerja
Zilueton adalah inhibitor spesifik 5-lipoksigenasi dan
selanjutnya menghambat pembentukan (LTBI, LTCI,
LTDI, LteI).
Indikasi
Profilaksis dan terapi asma kronik pada dewasa dan
anak-anak 12 tahun (Depkes RI, 2007 : 19-54).

P a g e | 74

Pemilihan
Sediaan

oral

atau
inhalasi
untuk asma:

Idealnya, obat-obat untuk asma diberikan secara


inhalasi, artinya dihirup melalui mulut. Bentuknya bisa

P a g e | 75

suatu aerosol atau serbuk kering. Keuntungan sediaan


inhalasi adalah lebih cepat mencapai sasaran (yaitu di
saluran nafas) dibandingkan obat minum yang harus
jalan-jalan dulu melalui lambung, usus, pembuluh
darah dan baru mencapai targetnya di bronkus/saluran
nafas. Dengan demikian efeknya lebih cepat diperoleh
dan dosis yang digunakan jauh lebih kecil daripada
bentuk obat minum. Ini sangat penting terutama pada
serangan akut yang membutuhkan efek pelega yang
cepat.

P a g e | 76

Selain itu, keuntungan lainnya adalah efek


sampingnya yang relatif kecil. Karena digunakan
secara lokal di saluran nafas dan sedikit sekali yang
masuk ke peredaran darah, maka efek sampingnya ke
organ lain menjadi lebih kecil. Hal ini penting terutama
untuk obat-obat yang harus dipakai jangka panjang
sebagai pencegah kekambuhan asma. Apalagi jika
obatnya jenis steroid, jika diberikan secara oral/obat
minum dalam jangka panjang, maka banyak efek
samping yang bisa muncul seperti moon face, diabetes,
osteoporosis, hipertensi, mudah infeksi, dll. Demikian

P a g e | 77

pula obat asma lain, jika diberikan dalam bentuk obat


minum, efek sampingnya lebih besar daripada bentuk
inhalasi.
Namun demikian, kelemahan obat inhalasi
adalah harganya yang masih mahal bagi sebagian
kalangan

masyarakat

dan

memerlukan

teknik

penggunaan tersendiri yang harus dikuasai oleh pasien.


Penggunaan meter-dose inhaler (MDI) misalnya,
memerlukan koordinasi yang pas antara menghirup dan
menekan obatnya. Bagi anak-anak atau orang usia

P a g e | 78

lanjut yang sudah gemetaran sering kali mengalami


kesulitan menggunakan MDI. Untuk itu, jika Anda
mendapatkan obat bentuk ini, pastikan Anda benar
menggunakannya. Tanyakan apoteker untuk cara
penggunaan yang benar dan berlatihlah. Kalau salah
menggunakan, maka tujuan terapi mungkin tidak
tercapai alias asmanya tidak terkontrol. Bentuk lain dari
inhaler adalah bentuk nebulizer, yang lebih mudah
penggunaannya, namun memerlukan alat tertentu yang
masih mahal juga harganya.

P a g e | 79

Karena harga bentuk sediaan inhaler yang


masih relatif mahal bagi kalangan tertentu, banyak
masyarakat yang memilih sediaan obat yang diminum.
Ada beberapa merk obat bebas terbatas yang ditujukan
untuk

asma.

Umumnya

mereka

berisi

kombinasi teofilindan efedrin. Secara teori dari banyak


penelitian, kombinasi teofilin dan efedrin bukanlah
pilihan pertama untuk melegakan asma. Tetapi boleh
saja digunakan selama Anda memang mendapatkan
manfaat dari obat ini. Tetapi waspadalah terhadap efek
samping yang bisa terjadi, apalagi jika penggunaannya

P a g e | 80

tidak dibatasi. Sebaiknya pastikan dahulu keparahan


asma anda melalui pemeriksaan dokter, agar bisa
diberikan obat yang paling tepat.

J. Komunikasi Infomasi dan Edukasi


1) Menjelaskan kepada pasien dan orangtuanya
mengenai penyakit yang diderita pasien, yakni
asma persisten sedang, serta memberitahukan
gejala-gejala yang muncul apabila pasien
kambuh

P a g e | 81

2) Memberi informasi kepada pasien dan orangtua


mengenai faktor-faktor pencetus asma asma
diantaranya : debu, asap rokok, dan bulu
binatang. Kemudian bersama-sama menelusur
ke belakang guna mencari tahu faktor mana
yang paling dominan terhadap pasien, serta
menegaskan untuk sebisa mungkin menghindari
faktor tersebut
3) Memberitahu orang tua pasien bagaimana
mengenali serangan asma pada saat terjadi
kekambuhan dan tingkat keparahannya, serta
hal-hal yang harus dilakukan apabila terjadi
serangan termasuk mencari pertolongan apabila
diperlukan.

P a g e | 82

4) Memberitahukan

kepada

pasien

dan

orangtuanya mengenai obat-obat yang diberikan


tujuan pemberian obat-obat tersebut, cara
pemakaiannya, dosis, interval waktu pemberian,
dan efek samping yang mungkin muncul.
5) Memberitahukan
kepada
pasien

dan

orangtuanya mengenai terapi non farmakologi


yang harus dijalankan oleh pasien;
6) Menjelaskan pada pasien dan orangtuanya
bahwa pengobatan asma adalah pengobatan
jangka panjang dan kepatuhan dalam berobat
dan pengobatan sangat diharapkan;
7) Menasehati pasien dan orangtuanya bahwa
apabila ada keluhan pasien dalam menggunakan
obat segera laporkan ke dokter atau apoteker.

P a g e | 83

K. Monitoring dan Evaluasi


1. Monitoring hasil uji fungsi paru (FEV1/FVC dan
PEF) pasien dengan spirometer atau peak flow
meter.
2. Pasien harus dipantau dalam 1-2 minggu,
selanjutnya setiap 1-6 bulan untuk melihat
apakah asmanya terkontrol dengan baik.
3. Jika gejala asma terkontrol dengan

baik

pengobatan dapat diturunkan (step down)


4. Jika gejala asma tidak terkontrol dengan baik
pengobatan dapat ditingkatkan (step up). Namun
sebelum memutuskan untuk meningkatkan terapi
pastikan apakah pasien sudah menggunaan

P a g e | 84

inhaler dengan benar dan tidak terpapar oleh


faktor

pemicu

seperti

allergen.

Cara Penggunaan Inhaler yang benar:


1. Duduk

tegak

terangkat.

atau

berdiri

dengan

dagu

P a g e | 85

2. Buka tutup inhaler dan kocok inhaler dengan


teratur.
3. Jika baru pertama kali menggunakan inhaler
selama seminggu atau lebih, maka untuk
penggunaan

pertama

sebelum

digunakan,

semprotkan inhaler ke udara untuk mengecek


apakah inhaler berfungsi dengan baik.
4. Tarik nafas dalam-dalam dan buang perlahan.
Lalu letakkan bagian mulut inhaler pada mulut
(diantara gigi atas dan bawah), kemudian tutup
mulut dengan merapatkan bibir (jangan digigit).

P a g e | 86

5. Mulai dengan bernapas perlahan dan dalam


melalui mulut inhaler, sambil bernapas secara
berbarengan tekan bagian tombol inhaler untuk
melepaskan obatnya. Satu kali tekan merupakan
satu kali semprotan obat.
6. Lanjutkan

untuk

bernapas

dalam

untuk

memastikan obat dapat mencapai paru-paru.


7. Tahan napas selama kurang lebih 10 detik (atau
selama kondisi senyaman yang terasa) lalu
buang napas perlahan.

P a g e | 87

8. Jika

membutuhkan

semprotan

berikutnya,

tunggu sampai 30 detik, dan kocok kembali


inhaler, ulangi langkah 4 sampai 7.
9. Tutup kembali mulut inhaler dan simpan inhaler
di tempat yang kering.
10. Setelah selesai, berkumur-kumur, dan catat
dosis yang sudah terpakai.
Cara penggunahan Inhaler dengan spacer sebagai
berikut:

P a g e | 88

1. Buka penutup inhaler dan pastikan alat penghisap


di bagian ujungnya bersih dan debu dan kuman
2. Kocok inhaler
3. Letakkan bagian ujung inhaler ke bagian alat
4.
5.
6.
7.

penyambung (spacer)
Keluarkan / buang nafas
Masukkan spacer ke dalam mulut
Tekan bagian atas dari inhaler
Lakukan inspirasi perlahan sampai maksimal,
kemdian tahan 10 detik
agar obat mencapai

targetnya
8. Jika terdengar bunyi
seperti pluit, yang

P a g e | 89

berarti menarik nafas terlalu cepat, tarik nafas lebih


perlahan
9. Kemudian nafas biasa selama 3-5 menit
10. Namun, untuk penggunaan lebih dari 1 hirupan,
tunggu 30 detik, dan ulangi langkah tersebut.
11. Setelah selesai menggunakan inhaler sebaiknya
berkumur untuk mencegah terjadinya efek samping
yang tidak diinginkan.
Cara Membersihkan
a. Pisahkan inhaler dari spacer.
b. Bilas spacer dengan air hangat (seminggu sekali).
c. Biarkan mengering dengan sendirinya
d. Pastikan saluran tidak terhambat dengan meniup
spacer.

P a g e | 90

Jika muncul efek samping seperti sakit kepala,


kram otot, suara serak, dan tenggorokan segera
hubungi dokter atau apoteker terdekat.

Cara Menggunakan Nebulizer

P a g e | 91

Untuk menggunakan nebulizer, harus mempersipkan:

Obat asma yang diberikan oleh dokter dengan


dosis yang jelas

Nebulizer

cup

memasukkan obat)

(cangkir

tempat

anda

P a g e | 92

Masker atau corong mulut

Kompresor udara

Berikut

adalah

langkah-langkah

dasar

untuk

mempersipkan dan menggunakan nebulizer:


1. Bersihkan tangan anda sebelum menggunakan
nebulizer
2. Isi nebulizer cup dengan obat yang telah
diresepkan oleh dokter

P a g e | 93

3. Hubungkan corong atau masker ke nebulizer


cup
4. Hubungkan selang dari kompresor ke nebulizer
cup
5. Letakkan corong atau masker ke mulut, lalu
bernapaslah dengan mulut (jika menggunakan
corong) hingga obat dalam nebulizer cup habis.
Biasanya obat dalam cup akan habis setelah 510 menit.

P a g e | 94

6. Setelah obat habis, bersihkan nebulizer cup dan


corong atau masker dengan air, lalu keringkan
untuk digunakan pada pengobatan berikutnya.
Tips:

Sebelum menghirup obat, posisikan duduk


dengan dengan tegak di kursi yang cukup
nyaman.

Bernapaslah dengan pelan dan dalam. Jika bisa,


berikan jeda (menahan napas) 2-3 detik sebelum
menghembuskan napas.

P a g e | 95

Selama proses berlangsung, jika obat menempel


pada sisi nebulizer cup, anda bisa sedikit
mengguncang pelan (menggunakan jari) cup
agar obat (cairan) mengalir turun.

Anak kecil biasanya akan lebih nyaman jika


menggunakan

masker

daripada

corong.

Menggunakan masker membuat pasien dapat


bernapas

dengan

ataupun mulut.

normal

melalui

hidung

P a g e | 96

Menggunakan nebulizer jenis portable kurang lebih


sama dengan cara di atas, hanya saja anda tidak perlu
mencolok nebulizer ke listrik untuk menjalankannya,
karena alat portable menggunakan baterai. Model
portable umumnya cukup kecil sehingga bisa dipegang
selama penggunaan/pengobatan berlangsung.
Konsultasikan dengan dokter anda mengenai obat,
dosis ataupun cara penggunaan nebulizer yang tepat,
khususnya pada saat pertama kali menggunakan alat
tersebut.

P a g e | 97

Penggunaan Dry Powder Inhaler (DPI)


Penggunaan obat dry powder (serbuk kering) pada DPI
memerlukan hirupan yang cukup kuat. Pada anak yang
kecil, hal ini sulit dilakukan. Pada anak yang lebih
besar, penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah,

P a g e | 98

karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan


MDI. Deposisi (penyimpanan) obat pada paru lebih
tinggi dibandingkan MDI dan lebih konstan. Sehingga
dianjurkan diberikan pada anak di atas 5 tahun.

P a g e | 99

BAB III
PENUTUP
Penulis

menyadari

sepenuhnya

akan

keterbatasan dan kekurangan yang ada dalam buku


saku ini. Saran dan kritik yang membangun sangat
penulis

harapkan

dari

berbagai

pihak

demi

sempurnanya buku saku ini. Semoga Allah SWT


berkenan membalas semua kabaikan semua pihak,
semoga buku saku ini bermanfaat bagi penulis serta
pihak-pihak yang berkenan.

Penulis

P a g e | 100

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2007. Pharmaceutical Care
Untuk Penyakit Asma. Jakarta : 1, 8, 9, 12-16, 1954
Eapen SS, Busse WW. 2002. Asthma in Inflammatory
Mechanisms in Allergic Diseases. In: Zweiman B,
Schwartz LB.editors.USA: Marcel Dekker;
2002.p.325-54.
Gina. 2014. Global Strategy for Asthma Management
and Prevention. Global Initiate for Asthma : 42 dan
43
Kelly dan Sorkness. 2008. Asthma. Pharmacotherapy
A Pathophysiologic Approach 7th Edition. New

P a g e | 101

York : Mc Graw Hill Inc : 464, 465, 468, 469, 475,


476, 483, 484
Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Andayana,
I.K., Setiadi, A.P., dan Kusnandar. 2009. Asma. Iso
Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI : 448
Tjay, Tan Hoan. 2007. Obat Obat Penting Edisi VI.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo
www.md-health/Normal-Blood-Pressure-ForChildren.html

BUKU SAKU
FARMAKOTERAPI ASMA

P a g e | 102

Disusun Oleh :
Halimatus Sadiyyah Zein
1061421077
PROGRAM KERJA PROFESI APOTEKER
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI YAYASAN
PHARMASI SEMARANG
2015

Anda mungkin juga menyukai