Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEGAWATDARURATAN PADA ASMATIKUS

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kegawatdaruratan Anak
Dosen Pembimbing : Nana Rohana, SKM, M.Kep

Disusun oleh :
1. Agis Cahyani

(10.7.001)

2. Agustina Bengan

(10.7.002)

3. Agil Primastuti

(10.7.003)

4. Ahmad Jupri

(10.7.004)

5. Andi Putra. E

(10.7.005)

6. Arif Setiadi

(10.7.006)

7. Cicilia

(10.7.007)

8. Diah Fatmawati

(10.7.008)

9. Didik Suprianto

(10.7.009)

10. Dwi Ruli. P

(10.7.011)

11. Erwin Atma .P

(10.7.012)

12. Faika Hikmayanti (10.7.013)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIDYA HUSADA SEMARANG
2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah kegawatdaruratan anak. Penyusun mengambil judul
Asuhan Kegawatdaruratan asmatikus pada anak.
Dalam penyusunan makalah ini kami banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ns. Dwi Nur Aini, S.Kep sebagai koordinator mata kuliah kegawatdaruratan anak.
2. Nana Rohana, SKM, M.Kep sebagai pembimbing makalah ini.
3. Teman-teman S1 Keperawatan yang telah banyak membantu terselesaikannya
makalah ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini kurang dari sempurna dan belum dapat memenuhi
harapan dari semua pihak namun penulis telah berusaha agar dapat menyelesaikan makalah
ini sebaik baiknya dan kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar
makalah ini dapat bermanfaat.

Semarang, Desember 2013

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul ...................................................................................................

Kata pengantar ...................................................................................................

ii

Daftar isi ..............................................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................
B. Tujuan Penulisan ..................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep teori
1. Definisi Asmatikus.....................................................................
2. Etiologi ......................................................................................
3. Manifestasi klinik ......................................................................
4. Patofisiologi ..............................................................................
5. Pathways ...................................................................................
6. Komplikasi .................................................................................
7. Pemeriksaan Diagnostik.............................................................
8. Penatalaksanaan Medis ..............................................................
B. Konsep keperawatan
1. Pengkajian keperawatan.............................................................
2. Diagnosa Keperawatan ..............................................................
3. Intervensi keperawatan ..............................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...........................................................................................
B. Saran .....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara umum Status Asmatikus adalah penyakit asma yang berat


disebabkan oleh peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacammacam stimuli yang ditandai dengan penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan
sekresi yang berlebih-lebihan dari kelenjar-kelenjar di mukosa bronchus. Hal tersebut
dikarenakan adanya faktor yang mempengaruhi, baik dari faktor ekstrinsik dan
instrinsik.

Di dalam Faktor Ekstrinsik memperlihatkan Asma yang timbul karena reaksi


hipersensitivitas yang disebabkan oleh adanya IgE yang bereaksi terhadap antigen
yang terdapat di udara (antigen-inhalasi), seperti debu rumah, serbuk-serbuk dan bulu
binatang, sedangkan pada faktor instrinsik nya memperlihatkan bahwa asma timbul
akibat infeksi baik itu virus, bakteri dan jamur, cuaca iritan, bahan kimia, emosional,
dan aktifitas yang berlebihan. Penyakit asma ini berlangsung dalam beberapa jam
sampai beberapa hari, yang tidak memberikan perbaikan pada pengobatan yang lazim.
Status asmatikus merupakan kedaruratan yang dapat berakibat kematian.

Asma diklasifikasikan sebagai penyakit, intermiten reversibel, obstruktif dari


paru-paru. Ini adalah berkembang masalah kesehatan di Amerika Serikat, dengan
sekitar 20 juta orang terkena dampak. Dalam 20 tahun terakhir, jumlah anak dengan
asma telah meningkat nyata, dan tidak terkemuka serius penyakit kronis pada anakanak. Sayangnya, sekitar 75% anak dengan asma terus memiliki masalah kronis di
masa dewasa. Jumlah kematian setiap tahunnya dari asma telah meningkat lebih dari
100% sejak tahun 1979 di Amerika Serikat.

Asma adalah penyakit saluran udara yang ditandai oleh peradangan saluran
napas dan hyperreactivity (Meningkat tanggap terhadap berbagai pemicu). Hyperreaktivitas mengarah ke saluran napas karena onset akut kejang otot pada otot polos
dari tracheobronchial obstruksi pohon, sehingga mengarah ke lumen menyempit.
Selain kejang otot, terdapat pembengkakan mukosa, yang menyebabkan edema.

Terakhir, kelenjar lendir peningkatan jumlah, hipertrofi, dan mengeluarkan lendir


tebal.

Pada asma, kapasitas total paru (TLC), kapasitas residu fungsional (FRC),
dan sisa volume (RV) meningkat, tetapi tanda penyumbatan saluran napas adalah
pengurangan rasio paksa expiratory volume dalam 1 detik (FEV1) dan FEV1 dengan
kapasitas vital paksa (FVC). Meskipun asma dapat disebabkan oleh infeksi
(khususnya

virus)

dan

iritasi

dihirup,

hal

itu

sering

terjadi

hasil reaksi alergi.

Sebuah alergen (antigen) diperkenalkan untuk tubuh, dan kepekaan seperti


antibodi imunoglobulin E (IgE) terbentuk. LgE antibodi mengikat untuk sel mast
jaringan dan basofil di mukosa bronkiolus, jaringan paru-paru, dan nasofaring.
Antigen-antibodi reaksi melepaskan zat mediator primer seperti histamin dan zat
bereaksi lambat dari anaphylaxis (SRS-A) dan lain-lain. Ini menyebabkan mediator
kontraksi kelancaran otot dan edema jaringan. Selain itu, sel goblet mengeluarkan
lendir tebal ke saluran udara yang menyebabkan obstruksi. Asma intrinsik hasil dari
semua penyebab lain kecuali alergi, seperti infeksi (Khususnya virus), menghirup
iritasi, dan penyebab lainnya atau etiologi. The parasimpatis sistem saraf menjadi
terangsang, yang meningkatkan nada bronchomotor, mengakibatkan bronkokonstriksi.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan tentang
kegawatdaruratan anak pada penyakit Asmatikus.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui definisi penyakit asmatikus
b. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi penyakit asmatikus
c. Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala penyakit asmatikus
d. Mahasiswa mampu mengetahui pathway penyakit asmatikus

e. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi penyakit asmatikus


f. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit asmatitis
g. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi penyakit asmatitis
h. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan penyakit asmatikus
i.Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan penyakit asmatikus

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Asthma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang
dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan
nafas). (Polaski : 2007)
Asthma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan
bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 2005)
Asthma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smeltzer
Suzanne : 2001)
Asmatikus adalah suatu serangan asma yang berat, berlangsung dalam
beberapa jam sampai beberapa hari, yang tidak memberikan perbaikan pada
pengobatan yang lazim.
Status asmatikus merupakan kedaruratan yang dapat berakibat kematian, oleh
karena itu :
a. Apabila terjadi serangan, harus ditanggulangi secara tepat dan diutamakan terhadap
usaha menanggulangi sumbatan saluran pernapasan.
b. Keadaan tersebut harus dicegah dengan memperhatikan faktor-faktor yang
merangsang timbulnya serangan (debu, serbuk, makanan tertentu, infeksi saluran
napas, stress emosi, obat-obatan tertentu seperti aspirin dll).
Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespons
terhadap terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Infeksi,
ansietas, penggunaan tranquiliser berlebihan, penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi,
peningkatan blok adrenergic, dan iritan nonspesifik dapat menunjang episode ini.
Epidsode akut mungkin dicetuskan oleh hipersensitivitas terhadap penisilin.
Status asmatikus adalah suatu keadaan darurat medic berupa seranganasam
berat kemudian bertambah berat yang refrakter bila serangan 1 2 jam pemberian
obat untuk serangan asma akut seperti adrenalin subkutan, aminofilin intravena, atau
antagonis tidak ada perbaikan atau malah memburuk.

B. ETIOLOGI
1. Faktor Ekstrinsik
Asma yang timbul karena reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh
adanya IgE yang bereaksi terhadap antigen yang terdapat di udara (antigeninhalasi ), seperti debu rumah, serbuk-serbuk dan bulu binatang.
2. Faktor Intrinsik
a. Alergen
Faktor alergi dianggap mempunyai peranan penting pada sebagian
besar anak dengan asma (William dkk 1958, Ford 1969). Disamping itu
hiperreaktivitas saluran napas juga merupakan factor yang penting.
Sensitisasi tergantung pada lama dan intensitas hubungan dengan bahan
alergenik sehingga dengan berhubungan dengan umur. Pada bayi dan anak
kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah. Dengan bertambahnya
umur makin banyak jenis alergen pencetusnya. Asma karena makanan
biasanya terjadi pada bayi dan anak kecil.
b. Infeksi
Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak kecil. Virus
penyebab biasanya respiratory syncytial virus (RSV) dan virus
parainfluenza. Kadang-kadang juga dapat disebabkan oleh bakteri, jamur dan
parasit.
c. Cuaca
Perubahan tekanan udara (Sultz dkk 1972), suhu udara, angin dan
kelembaban (Lopez dan Salvagio 1980) dihubungkan dengan percepatan dan
terjadinya serangan asma.
d. Iritan
Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari
cat, SO2, dan polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan
air dingin.Iritasi hidung dan batuk dapat menimbulkan refleks
bronkokonstriksi (Mc. Fadden 1980). Udara kering mungkin juga merupakan
pencetus hiperventilasi dan kegiatan jasmani (strauss dkk 1978, Zebailos dkk
1978).

e. Kegiatan jasmani
Kegiatan jasmani yang berat dapat menimbulkan serangan pada anak
dengan asma (Goldfrey 1978, Eggleston 1980). Tertawa dan menangis dapat
merupakan pencetus. Pada anak dengan faal paru di bawah normal sangat
rentan terhadap kegiatan jasmani.
f. Infeksi saluran napas bagian atas
Disamping infeksi virus saluran napas bagian atas, sinusitis akut dan
kronik dapat mempermudah terjadinya asma pada anak (Rachelesfsky dkk
1978). Rinitis alergi dapat memperberat asma melalui mekanisme iritasi atau
refleks.
g. Refluks gastroesofagitis
Iritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan asma
pada anak dan orang dewasa (Dess 1974).
h. Psikis
Tidak adanya perhatian dan tidak mau mengakui persoalan yang
berhubungan dengan asma oleh anak sendiri atau keluarganya akan
memperlambat atau menggagalkan usaha-usaha pencegahan. Dan sebaliknya
jika terlalu takut terhadap serangan asma atau hari depan anak juga tidak
baik, karena dapat memperberat serangan asma. Membatasi aktivitas anak,
anak sering tidak masuk sekolah, sering bangun malam, terganggunya irama
kehidupan keluarga karena anak sering mendapat serangan asma,
pengeluaran uang untuk biaya pengobatan dan rasa khawatir, dapat
mempengaruhi anak asma dan keluarganya.
Serangan asma sering timbul karena kerja sama berbagai pencetus.
Dengan anak pencetus alergen sering disertai pencetus non alergen yang
dapat mempercepat dan memperburuk serangan asma. Pada 38% kasus
William dkk (1958) Faktor pencetusnya adalah alergen dan infeksi. Diduga
infeksi virus memperkuat reaksi terhadap pencetus alergenik maupun
nonalergenik
Berbagai pencetus serangan asma dan cara menghindarinya perlu
diketahui dan diajarkan pada si anak dan keluarganya, debu rumah dan unsur
di dalamnya merupakan pencetus yang sering dijumpai pada anak. Pada
76,5% anak dengan asma yang berobat di poliklinik Subbagian Pulmonologi
Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM Jakarta, debu rumah
diduga sebagai pencetusnya.

Serangan asma setelah makan atau minum zat yang tidak tahan, dapat
terjadi tidak lama setelah makan, tetapi dapat juga terjadi beberapa waktu
setelahnya.
Anggota keluarga yang sedang menderita flu tidak boleh mendekati
anak yang asma atau kalau dekat anak yang asma lebih-lebih bila bicara,
batuk atau bersin perlu menutup mulut dan hidungnya. Hindarkan anak dari
perubahan cuaca atau udara yang mendadak, lebih-lebih perubahan ke arah
dingin.
Aktivitas fisik tidak dilarang bahkan dianjurkan tetapi diatur. Jalan
yang dapat ditempuh supaya anakdapat tetap beraktivitas adalah :
1) Menambah toleransi secara bertahap, menghindari percepatan gerak
yang mendadak, Mengalihkan macam kegiatan, misalnya lari, naik ke
sepeda, berenang.
2) Bila mulai batuk-batuk istirahat dahulu sebentar, minum air dan
kemudian bila batuk-batuk sudah mereda kegiatan dapat dimulai
kembali.
3) Ada beberapa anak yang memerlukan makan obat atau menghirup obat
aerosol dahulu beberapa waktu sebelum kegiatan olahraga.

C. MANIFESTASI KLINIK
1. Wheezing
2. Dyspnea dengan lama ekspirasi, penggunaan otot- otot asesori pernapasan
3. Pernapasan cuping hidung
4. Batuk kering karena secret kental dan lumen jalan napas sempit
5. Diaphoresis
6. Sianosis
7. Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernapasan
8. Kecemasan, labil dan penurunan tingkat kesadaran
9. Tidak toleran terhadap aktifitas : makan, bermain, berjalan, bahkan bicara

D. PATHOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal
dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. (Tanjung, 2003)
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila
seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat,
alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya
histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor
kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor - faktor ini akan menghasilkan edema lokal
pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen
bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan
saluran napas menjadi sangat meningkat. (Tanjung, 2003)
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa
menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian,
maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang
menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma
biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional
dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat
kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan
barrel chest. (Tanjung, 2003)
a. Pencetus serangan (alergen, emosi/stress, obat-obatan, infeksi)
b. Kontraksi otot polos

c. Edema mukusa
d. Hipersekresi
e. Penyempitan saluran pernapasan (obstruksi)
f. Hipoventilasi
g. Distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru
h. Gangguan difusi gas di alveoli
i. Hipoksemia
j. Hiperkarpea

E. PATHWAY
F. Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif
berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami
degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil
akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran
udara.
G.

H.

Allergen masuk ke dalam tubuh

Merangsang sel plasma

Ig E

Sejumlah mediator (histamine, neokotrien, factor pengaktifasi platelet, bradikinin dll)

Permeabilitas kapiler meningkat

Produksi mucus meningkat (pembengkakan mukosa bronchial dan pengentalan sekresi)

Diameter bronchial menurun

Abnormalitas ventilasi perfusi

Hipoksemia dan respirasi alkalosis

Respirasi asidosis

Sumber: (Brunner & Suddart. 2002. hal 614)

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
1. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristal
eosinopil.
2. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus.

3. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.


4. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan darah
1. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
3. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
4. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
2. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah
sebagai berikut:
a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,
maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
3. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang


dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
4. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu :
a. perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation.
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
(Right bundle branch block).
c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
5. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
6. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan
dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis
asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang ditimbulkan oleh status asmatikus adalah
a. Atelaktasis

b. Hipoksemia
c. Pneumothoraks Ventil
d. Emfisema
e. Gagal jantung
f. Gagal napas

K. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penanggulangan serangan asmatikus pada anak sekarang yang lebih penting
ditujukan untuk mencegah serangan asma bukan untuk mengatasi serangan asmatikus.
Pencegahan serangan asmatikus terdiri atas :

Menghindari faktor-faktor pencetus


Obat-obatan dan terapi imunologi

Penggunaan obat-obatan atau tindakan untuk mencegah dan meredakan atau


reaksi-reaksi yang akan atau sudah timbul oleh pencetus.

Prinsip-prinsip penatalaksanaan status asmatikus adalah :


1. Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan : Saatnya
serangan Obat-obatan yang telah diberikan (macam obatnya dan dosisnya).
2. Pemberian obat bronchodilator.
3. Penilaian terhadap perbaikan serangan
4. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid
5. Setelah serangan mereda : Cari faktor penyebab modifikasi pengobatan
penunjang selanjutnya.
6. Oksigen dosis 2-4 liter/ menit
L. PROGNOSIS DAN PERJALANAN KLINIS
Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang
jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di
pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.

Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik


ditemukan pada 5080% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan
timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 710 tahun
setelah diagnosis pertama bervariasi dari 2678% dengan nilai rata-rata 46%, akan
tetapi persentase anak yang menderitaringan dan timbul pada masa kanak-kanak.
Jumlah anak yang menderita asma penyakit yang berat relatif berat (6 19%). Secara
keseluruhan dapat dikatakan 7080% asma anak bila diikuti sampai dengan umur 21
tahun asmanya sudah menghilang.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian Fokus
a) Pengkajian Primer
2. Airway (jalan napas)

Kaji adanya penumpukan sputum pada jalan nafas.

Kaji akan kebutuhan oksigen.

3. Breathing

Kaji frekuensi pernapasan

Kaji adanya sesak atau tidak

Kaji bunyi napas (adanya bising, mengi)

Kaji irama pernapasan

4. Circulation

Kaji frekunsi nadi

Kaji tekanan darah(TD)

5. Disability

Kaji keadaan umum(GCS,kesadaran)

Riwayat penyakit dahulu/sekarang

Kaji Riwayat pengobatan

6. Exposure
Menciptakan

lingkungan

yang nyaman

supaya

tidak

tambah

memperburuk keadaan

b) Pengkajian Sekunder
1). Riwayat Keluarga

Kaji adanya alergi,gangguan genetic

Kaji adanya infeksi

Kaji adanya alergi, iritasi,trauma

Kaji riwayat nyeri dada

2). Pemeriksaan fisik

Frekuensi: cepat ( takipnea ), normal atau lambat

Kedalaman nafas: kedalaman normal, terlalu dangkal ( hipopnea ),


terlalu dalam (hiperpnea), biasanya diperkirakan dari amplitude
torakal dan pegembangan abdomen.

Kemudahan: kurang upaya, sulit (dispnea), ortopnea, dihubungkan


dengan retraksi enterkosta dan atau substrenal (inspirasi tenggelam
dari jaringan lunak dalam hubungannya dengan kartilaginosa dan

tulang toraks), pulsus paradoksus (tekanan darah turun dengan


inspirasi dan menigkat karena ekspirasi), pernafasan cuping hidung
dan mengi.

Pernafasan sulit: kontinu, intermiten menjadi makin buruk dan


menetap, awitan tiba- tiba pada saat istirahat atau kerja, dihubungkan
dengan mengi, menggorok, dihubungkan dengan nyeri.

Irama: variasi dalam frekuesi dan kedalaman pernafasan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan
sputum
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan kemampuan
bernapas
c. perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kekurangan oksigen

3. Intervensi Keperawatan
a. ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sputum

Intervensi:
1) Amankan pasien ke tempat yang aman
R/lokasi yang luas memungkinkan sirkulasi udara yang lebih banyak
untuk pasien
2) Kaji tingkat kesadaran pasien
R/dengan melihat, mendengar, dan merasakan dapat dilakukan untuk
mengetahui

tingkat kesadaran pasien

3) Segera minta pertolongan


R/ bantuan segera dari rumah sakit memungkinkan pertolongan yang
lebih intensif
4) Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasien
R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya
penumpukan secret
5) Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan pasien
setengah telungkup dan membuka mulutnya

R/ memudahkan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas


b. ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas

Intervensi:
1) Kaji usaha dan frekuensi napas pasien
R/ mengetahui tingkat usaha napas pasien
2) Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung
pasien serta pipi ke mulut pasien
R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasien
3) Pantau ekspansi dada pasien
R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien

c. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kekurangan oksigen

Intervensi:
1) pantau tanda tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh nadi
jugularis
R/ mengetahui masih adanya denyut nadi yang teraba

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asma adalah penyakit jalan napas yang tak dapat pulih yang terjadi karena
spasme brongkus yang disebabkan oleh berbagai penyebab seperti allergen, infeksi
dan latihan (Hudak & Gallo. 1997. hal, 565).
Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespon
terhadap terapi konvensional ( Brunner & suddart. 2001. hal 614).

Statatus asmatikus adalah keadaan spsme bronkeolus berkepanjangan yang


mengancam nyawa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan (Corwin.
2001.hal, 432).
Status asmatikus adalah serangan asma akut yang refraktori dan keadaan ini
tidak berespon terhadap terapi dengan beta adrenergic atau tiofilin intravena (Hudak
& Gallo. 1997. hal, 566).
Dalam penanganan keperawatan gawat darurat status asmatikus dapat
disesuaikan dengan etiologi atau faktor pencetusnya.

B. Saran
Diharapkan setelah mempelajari makalah seminar asuhan keperawatan gawat
darurat sistem pernafasan pada anak: status asmatikus pembaca khususnya
mahasiswa keperawatan dapat mengerti dan mampu mengaplikasikan asuhan
keperawatan sesuai rencana keperawatan secara komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA

Barbara Engram (2007), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Jilid I,


Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Barbara C. Long (2009), Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA.

Hudak & Gallo (2006), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik Volume I, Penerbit
Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
Jan Tambayonmg (2000), Patofisiologi Unutk Keperawatan, Penerbit Buku Kedoketran
EGC, Jakarta.
Marylin E. Doenges (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku
Kedoketran EGC, Jakarta.
Sylvia A. Price (2006), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4 Buku
2, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
Guyton & Hall (2005), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku
Kedoketran EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai