Oleh :
Kelompok 3
Kelas : B
Dosen Pembimbing: Utari Christya Wardhani, Ns. M. Kep
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nyalah kami dapat
menyelesaikan makalah Sistem Reproduksi II (Maternitas: Haemoragic Post Partum).
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dari dari beberapa
pihak. Untuk itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini sehingga berhasil terutama
kepada dosen pembimbing.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak mengandung kekurangan karena
keterbatasan buku pegangan dan ilmu yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kepentingan makalah penulis dimasa
mendatang.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada pembaca pada umumnya dan khususnya pada penulis sendiri.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor determinan yang dapat menyebabkan kejadian perdarahan
postpartum.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Memperoleh data prevalensi perdarahan postpartum
2. Memperoleh data paritas pada ibu yang mengalami perdarahan postpartum
3. Memperoleh data usia ibu yang mengalami perdarahan postpartum
4. Memperoleh data pendidikan ibu yang mengalami perdarahan postpartum
5. Memperoleh data pekerjaan ibu yang mengalami perdarahan postpartum
6. Mengetahui penyebab terbanyak perdarahan postpartum
7. Mengetahui seberapa besar pengaruh faktor resiko terhadap kejadian perdarahan
postpartum.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Klinis
1. Memberi pengetahuan kepada penulis dan pembaca mengenai penyebab dari
perdarahan postpartum
2. Menjadi bahan informasi bagi tenaga medis dalam memberikan konseling untuk
mencegah berbagai komplikasi dalam persalinan.
1.4.2 Manfaat Akademis
1. Memberikan masukan dan pengembangan untuk penelitian lebih lanjut.
2. Menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang penelitian kesehatan terutama
dibidang kandungan.
1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat
Memberikan informasi tentang perdarahan postpartum yang disebabkan oleh
banyaknya paritas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3) Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir hingga atau melebihi waktu 30 menit
setelah bayi lahir. Hal ini disebabkan karena plasenta belum lepas dari dinding
uterus atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Retensio plasenta
merupakan etiologi tersering kedua dari perdarahan postpartum (20% - 30% kasus).
Kejadian ini harus didiagnosis secara dini karena retensio plasenta sering dikaitkan
dengan atonia uteri untuk diagnosis utama sehingga dapat membuat kesalahan
diagnosis. Pada retensio plasenta, resiko untuk mengalami PPP 6 kali lipat pada
persalinan normal (Ramadhani, 2011).
Terdapat jenis retensio plasenta antara lain (Saifuddin, 2002) :
a. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan mekanisme separasi fisiologis.
b. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
sebagian lapisan miometrium.
c. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan
serosa dinding uterus.
d. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus serosa
dinding uterus.
e. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan
oleh konstriksi ostium uteri.
4) Koagulopati
Perdarahan postpartum juga dapat terjadi karena kelainan pada pembekuan darah.
Penyebab tersering PPP adalah atonia uteri, yang disusul dengan tertinggalnya
sebagian plasenta. Namun, gangguan pembekuan darah dapat pula menyebabkan
PPP. Hal ini disebabkan karena defisiensi faktor pembekuan dan penghancuran
fibrin yang berlebihan. Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa
penyakit keturunan ataupun didapat. Kelainan pembekuan darah dapat berupa
hipofibrinogenemia, trombositopenia, Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP),
HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count),
Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC), dan Dilutional coagulopathy
(Wiknjosastro, 2006; Prawirohardjo, 2010).
Kejadian gangguan koagulasi ini berkaitan dengan beberapa kondisi kehamilan lain
seperti solusio plasenta, preeklampsia, septikemia dan sepsis intrauteri, kematian
janin lama, emboli air ketuban, transfusi darah inkompatibel, aborsi dengan NaCl
hipertonik dan gangguan koagulasi yang sudah diderita sebelumnya. Penyebab yang
potensial menimbulkan gangguan koagulasi sudah dapat diantisipasi sebelumnya
sehingga persiapan untuk mencegah terjadinya PPP dapat dilakukan sebelumnya
(Anderson, 2008).
2.1.7 Penatalaksanaan
Penanganan pasien dengan PPP memiliki dua komponen utama yaitu resusitasi
dan pengelolaan perdarahan obstetri yang mungkin disertai syok hipovolemik dan
identifikasi serta pengelolaan penyebab dari perdarahan. Keberhasilan pengelolaan
perdarahan postpartum mengharuskan kedua komponen secara simultan dan sistematis
ditangani (Edhi, 2013).
Penggunaan uterotonika (oksitosin saja sebagai pilihan pertama) memainkan
peran sentral dalam penatalaksanaan perdarahan postpartum. Pijat rahim disarankan
segera setelah diagnosis dan resusitasi cairan kristaloid isotonik juga dianjurkan.
Penggunaan asam traneksamat disarankan pada kasus perdarahan yang sulit diatasi atau
perdarahan tetap terkait trauma. Jika terdapat perdarahan yang terus-menerus dan
sumber perdarahan diketahui, embolisasi arteri uterus harus dipertimbangkan. Jika kala
tiga berlangsung lebih dari 30 menit, peregangan tali pusat terkendali dan pemberian
oksitosin (10 IU) IV/IM dapat digunakan untuk menangani retensio plasenta. Jika
perdarahan berlanjut, meskipun penanganan dengan uterotonika dan intervensi
konservatif lainnya telah dilakukan, intervensi bedah harus dilakukan tanpa penundaan
lebih lanjut (WHO, 2012).
2.1.8 Pencegahan
Klasifikasi kehamilan risiko rendah dan risiko tinggi akan memudahkan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat
perawatan antenatal dan melahirkan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua
kehamilan mempunyai risiko untuk terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah
PPP (Prawirohardjo, 2010).
Pencegahan PPP dapat dilakukan dengan manajemen aktif kala III. Manajemen aktif
kala III adalah kombinasi dari pemberian uterotonika segera setelah bayi lahir,
peregangan tali pusat terkendali, dan melahirkan plasenta. Setiap komponen dalam
manajemen aktif kala III mempunyai peran dalam pencegahan perdarahan postpartum
(Edhi, 2013).
Semua wanita melahirkan harus diberikan uterotonika selama kala III persalinan
untuk mencegah perdarahan postpartum. Oksitosin (IM/IV 10 IU) direkomendasikan
sebagai uterotonika pilihan. Uterotonika injeksi lainnya dan misoprostol
direkomendasikan sebagai alternatif untuk pencegahan perdarahan postpartum ketika
oksitosin tidak tersedia. Peregangan tali pusat terkendali harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang terlatih dalam menangani persalinan. Penarikan tali pusat lebih awal
yaitu kurang dari satu menit setelah bayi lahir tidak disarankan (WHO, 2012).
2.1.10 Penatalaksanaan
Pada perdarahan akibat robekan jalan lahir penanganannya adalah :
1. Lakukan eksplorasi untul mengidentifikasilokasi laserasi dan sumber perdarahan
2. Lakukan irigasi pada tempat luka dan berikan laruta antiseptik.
3. Jepit dengan klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat
diserap.
4. Lakukan penjahitan
a. Pada ruptura perineal tingkat I (robekan pada mkosa vagina dan kulit), robekan
dijahit dengan benang catgut dan memekai jarum bundar.
b. Pada roptura perineal tingkat II (ruptura perinei sub totalis) ikut robek pula dasar
panggul seperti : luka jahit dua lapis dengan benang catguthalus secara simpul
atau jelujur dengan jarum bundar, kulit dijahit dengan benang sutera dan
memakai jarum yang tajam
c. Pada ruptur perineal tingkat III (ruptur perinei totalis) yang robek selain spingter
ani externa. Sebelum memulai menjahit harus ditemukan dulu kedua pangkal
m.stingter ani externa yang terpotong.
Otot ini dijahit dengan benang cromiksecara simpul, penjahitan harus dilakukan
secara cermat agar otot tersebut tersambung dengan baik.
Kemudian dijahit seperti menjahit ruptura perinei II. Bila mucosa rectum ikut robek
maka harus dijahit terlebih dahulu dengan benang catgut halus secara simpul.
Bila ada plasenta dilakukan sebagai berikut
1) Memeriksa kelenhkapan plasenta setelah dilahirkan
2) Berikan antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
3) Lakukan eksplorasi digital atau bila servik terbuka dan mengeluarkan bekuan
darah atau jaringan
4) Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta
dengan dilatasi dan kuret
5) Bila Hb 8 gr % berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600 mg per hari selama
10 hari
2.1.11 Komplikasi
Komplikasi perdarahan post partum primer yang paling berat yaitu syok. Bila terjadi
syok yang berat dan pasien selamat, dapat terjadi komplikasi lanjutan yaitu anemia
dan infeksi dalam masa nifas. Infeksi dalam keadaan anemia bisa berlangsung berat
sampai sepsis. Pada perdarahan yang disertai oleh pembekuan intravaskuler merata
dapat terjadi kegagalan fungsi organ-organ seperti gagal ginjal mendadak (Chalik,
2000).
2. 2 Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian fokus
Pengkajian fokus pada perdarahan post portum meurut Dongoes dan Marylin E,
(2001) sebagai berikut :
a. Alasan dan keluhan pertama masuk Rumah Sakit
Apa yang dirasakan saat itu ditujukan untuj mengenali tanda atau gajala yng
berkaitan dengan perdarahan post portum misalnya antonio uteri, retensio plasenta
robekan jalan lahir, vagina, perineum, adanya sisa selaput plsenta dan biasanya ibu
nampak perdarahan banyak > 500 CC
b. Riwayat kesehatan sekarang
Dikaji untuk mengetahui apakah seorang ibu menderita penyakit yang bisa
menyebabkan perdarahan post portum seperti aspek fisiologis dan psikososialnya.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Dikaji untuk mengrtahui apakah seorang ibu perah menderita penyakit yang lain
yang menyertai dan bisa memperburuk keadaan atau mempersulit penyambuhan.
Seperti penyakit diabetus mellitus dan jantung
d. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada yang
mempunyai riwayat yang sama
Perubahan
Perfusi jaingan
3.1 Kesimpulan
1. Ada hubungan atonia uteri dengan terjadinya perdarahan post partum pada ibu bersalin
2. Ada hubungan retensio plasenta dengan terjadinya perdarahan post partum pada ibu
bersalin
3. Ada hubungan laserasi jalan lahir dengan kejadian perdarahan post partum pada ibu
bersalin
4. Ada hubungan plasenta res dengan terjadinya perdarahan post partum, pada ibu bersalin
3.2 Saran
1. Diharapkan agar dapat memberikan penyuluhan kesehatan kepada ibu bersalin terutama
tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perdarahan post partum dan agar
datanya lebih di lengkapi
2. Disarankan bagi institusi untuk lebih melengakapi bahan bacaan untuk menembah
pengetahuan khususnya yang berhubungan dengan patologi kebidanan
3. Diharapkan kepada calon ibu bersalin agar lebih rajin memeriksakan kehamilannya,
mengikuti setiap anjuran dari tenaga kesehatan untuk mencegah terjadinya perdarahan
post partum, dan kepada tenaga kesehatan, diharapkan dapat memberikan informasi
kepada calon ibu bersalin mengenai komplikasi yang terjadi pada kehamilan dan
persalinan yang menyebabkan perdarahan post partum.