Anda di halaman 1dari 24

SISTEM REPRODUKSI II

“MATERNITAS: HAEMORAGIC POST PARTUM”

Oleh :
Kelompok 3

Fauzia Sofiana (00117044)


Muhammad Rabi (00117037)
M. Yusuf H. A (00117016)
Ratnasari Sri M. N (00117021)
Siska Afri Nofita (00117025)

Kelas : B
Dosen Pembimbing: Utari Christya Wardhani, Ns. M. Kep

STIKES AWAL BROS BATAM


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK
2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nyalah kami dapat
menyelesaikan makalah Sistem Reproduksi II (Maternitas: Haemoragic Post Partum).
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dari dari beberapa
pihak. Untuk itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini sehingga berhasil terutama
kepada dosen pembimbing.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak mengandung kekurangan karena
keterbatasan buku pegangan dan ilmu yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kepentingan makalah penulis dimasa
mendatang.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada pembaca pada umumnya dan khususnya pada penulis sendiri.

Batam, 24 April 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perdarahan postpartum adalah perdarahan 500 cc atau lebih setelah kala III selesai
(setelah plasenta lahir). Pengukuran darah yang keluar sukar untuk dilakukan secara tepat.
Jenis perdarahan dibagi dalam perdarahan postpartum dini bila perdarahan terjadi dalam 24
jam pertama dan perdarahan postpartum lambat bila perdarahan terjadi setelah 24 jam
pertama. Penyebab utama perdarahan postpartum dini antara lain atonia uteri, laserasi jalan
lahir, hematoma, sisa plasenta, ruptura uteri dan inversio uteri. Sedangkan penyebab utama
dari perdarahan potpartum lambat adalah tertinggalnya sebagian besar plasenta, subinvolusi
di daerah insersi plasenta, dan dari luka bekas seksio sesaria (Wiknjosastro, 2005, p.188).
Komplikasi perdarahan pascapartum adalah Syok hemoragi (Hipovolemik) dan kematian
dapat terjadi akibat perdarahan yang tiba-tiba dan perdarahan yang berlebihan (Bobak, 2002,
p.664).
Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang masif dan berasal dari tempat
implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan sekitarnya juga merupakan salah
satu penyebab kematian ibu di samping perdarahan karena hamil ektopik dan abortus
(Prawirohardjo, 2012). Faktor resiko terjadinya perdarahan postpartum yaitu: usia, paritas,
janin besar, riwayat buruk persalinan sebelumnya, anemia berat, kehamilan ganda,
hidramnion, partus lama, partus presipitatus, penanganan yang salah pada kala III, hipertensi
dalam kehamilan, kelainan uterus, infeksi uterus, tindakan operatif dengan anastesi yang
terlalu dalam (Lestrina, 2012).
Sebagian besar penyebab kematian ibu di seluruh dunia muncul selama dan setelah
persalinan yaitu perdarahan (25%), infeksi (15%), eklampsia (12%), unsafe abortion (13%),
obstruksi (8%), penyebab lainya (27%). Oleh karena itu mencegah kematian dan kesakitan
maternal-neonatal adalah prioritas utama dalam meningkatkan derajat kesehatan ibu dan
anak (WHO, 2006).
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator utama derajat kesehatan masyarakat
dan ditetapkan sebagai salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs). AKI
Indonesia diperkirakan tidak akan dapat mencapai target MDG yang ditetapkan yaitu 102 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Pada Oktober yang lalu kita dikejutkan dengan
perhitungan AKI menurut SDKI 2012 yang menunjukan peningkatan (dari 228 per 100.000
kelahiran hidup menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup). (AbouZahr, 2010; Abouzahr,
2011)
Menurut profil kesehatan di Jawa Timur, capaian Angka Kematian Ibu (AKI)
cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir. Capaian AKI dapat digambarkan sebagai
berikut: pada tahun 2008 sebesar 83 per 100.000 kelahiran hidup; tahun 2009 sebesar 90.7
per 100.000 kelahiran hidup; tahun 2010 sebesar 101.4 per 100.000 kelahiran hidup; tahun
2011 sebesar 104,3 per 100.000 kelahiran hidup; dan di tahun 2012 mencapai 97,43 per
100.000 kelahiran hidup.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah faktor determinan kejadian perdarahan postpartum?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor determinan yang dapat menyebabkan kejadian perdarahan
postpartum.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Memperoleh data prevalensi perdarahan postpartum
2. Memperoleh data paritas pada ibu yang mengalami perdarahan postpartum
3. Memperoleh data usia ibu yang mengalami perdarahan postpartum
4. Memperoleh data pendidikan ibu yang mengalami perdarahan postpartum
5. Memperoleh data pekerjaan ibu yang mengalami perdarahan postpartum
6. Mengetahui penyebab terbanyak perdarahan postpartum
7. Mengetahui seberapa besar pengaruh faktor resiko terhadap kejadian perdarahan
postpartum.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Klinis
1. Memberi pengetahuan kepada penulis dan pembaca mengenai penyebab dari
perdarahan postpartum
2. Menjadi bahan informasi bagi tenaga medis dalam memberikan konseling untuk
mencegah berbagai komplikasi dalam persalinan.
1.4.2 Manfaat Akademis
1. Memberikan masukan dan pengembangan untuk penelitian lebih lanjut.
2. Menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang penelitian kesehatan terutama
dibidang kandungan.
1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat
Memberikan informasi tentang perdarahan postpartum yang disebabkan oleh
banyaknya paritas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perdarahan Postpartum


2.1.1 Pengertian Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum (PPP) didefinisikan sebagai kehilangan 500 ml atau lebih darah
setelah persalinan pervaginam atau 1000 ml atau lebih setelah seksio sesaria (Leveno,
2009; WHO, 2012).
Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang masif dan berasal dari tempat
implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan sekitarnya juga merupakan
salah satu penyebab kematian ibu di samping perdarahan karena hamil ektopik dan
abortus (Prawirohardjo, 2012).

2.1.2 Etiologi Perdarahan Postpartum


Faktor presdisposisi terjadinya antonia uteri adalah:
1) Persalinan yang terlalu cepat (partus precipitatus).
Kontrak uterus yang terlalu kuat dan terus menerus selama kala I dan kala II
persalinan (kontraksi yang hiperernik), maka otot-otot uterus akan kekurangan
kemampuannya untuk beretraksi setelah bayi lahir.
2) Umur telalu muda atau terlalu tua (kurang dari 20 tahun atau lebi dari 35tahun)
3) Perietas sering terjadi atau dijumpai pada grande multipara dan multipara
4) Partus lama
Dapat menyebabkan terjadinya inersia uteri karena kelelahan pada otot-otot uterus
(Dep Kes RI,1999).
5) Uterus terlalu tegang dan besar misalnya pada (gemeli, hidramnion, atau janin
besar). Pada kondisi ini miometrium teregang dengan hebat sehingga kontraksinya
setelah kelahiran bayi menjadi tidak efisien.(Varley, 2000)
6) Riwayat perdarahan post partum atau retensio plasenta pada persalinan terdahulu.
pada kondisi ini akan timbul resiko terjadinya hal yang sama pada persalinan yang
sekarang.
7) Stimulasi dengan oksitoksin atau protaklandin. Dapat menyebabkan terjadinya
inersia sekunder karena kelelahan pada otot-otot uterus (Cunningham, 2000).
8) Perut bekas seksio sesaria , miomektomi atau histerorafia. Keadaan tersebut akan
mengganggu kontraksi rahim(Arias,1999).
9) Anemia.
10) Wanita yang mengalami anemia dalam persalinan dengan kadar hemoglobin
10g/dl,akan dengan cepat terganggu kondisinya bila terjadi kehilangan darah
meskipun hanya sedikit. Anemia dihubungkan dengan kelemahan yang dapat
dianggap sebagai penyebab langsung atonia uteri (Dep Kes RI, 1999). Sedangkan
penyebab anemia dalam kehamilan adalah:
a) Kurang gizi(malnutrisi).
b) Kurang zat besi.
c) Malabsorbsi.
d) Kehilangan darah yang banyak pada persalinan yang lalu, dan haid.
Sosial ekonomi yaitu mal nutrisi
11) Sisa ketuban dan selaput ketuban
12) Jalan lahir seperti robekan perineum, robekan vagina, robekan serviks, forniks dan
rahim
13) Penyakit darah, kelainan pembekuan darah atau hipofibrinogenia dan sering
dijumpai pada:
a. Sclusio plasenta
b. Kematian janin yang lama dalam kandungan
c. Pre eklamasi dan eklamasi
d. Infeksi, hepatitis, dan septik syok.

Perdarahan postpartum bisa disebabkan karena:


1) Atonia Uteri
Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya miometrium untuk
berkontraksi setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol
oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama yang berada di sekitar pembuluh
darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta (Wiknjosastro,
2006).
Kegagalan kontraksi dan retraksi dari serat miometrium dapat menyebabkan
perdarahan yang cepat dan parah serta syok hipovolemik. Kontraksi miometrium
yang lemah dapat diakibatkan oleh kelelahan karena persalinan lama atau persalinan
yang terlalu cepat, terutama jika dirangsang. Selain itu, obat-obatan seperti obat anti-
inflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik, dan nifedipin juga
dapat menghambat kontraksi miometrium. Penyebab lain adalah situs implantasi
plasenta di segmen bawah rahim, korioamnionitis, endomiometritis, septikemia,
hipoksia pada solusio plasenta, dan hipotermia karena resusitasi masif (Rueda et al.,
2013).
Atonia uteri merupakan penyebab paling banyak PPP, hingga sekitar 70% kasus.
Atonia dapat terjadi setelah persalinan vaginal, persalinan operatif ataupun
persalinan abdominal. Penelitian sejauh ini membuktikan bahwa atonia uteri lebih
tinggi pada persalinan abdominal dibandingkan dengan persalinan vaginal (Edhi,
2013).

2) Laserasi jalan lahir


Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma.
Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan memudahkan
robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat
pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi,
robekan spontan perineum, trauma forsep atau vakum ekstraksi, atau karena versi
ekstraksi (Prawirohardjo, 2010).
Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan yaitu (Rohani, Saswita dan
Marisah, 2011):
a. Derajat satu: Robekan mengenai mukosa vagina dan kulit perineum.
b. Derajat dua: Robekan mengenai mukosa vagina, kulit, dan otot perineum.
c. Derajat tiga: Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum,
dan otot sfingter ani eksternal.
d. Derajat empat: Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum,
otot sfingter ani eksternal, dan mukosa rektum.

3) Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir hingga atau melebihi waktu 30 menit
setelah bayi lahir. Hal ini disebabkan karena plasenta belum lepas dari dinding
uterus atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Retensio plasenta
merupakan etiologi tersering kedua dari perdarahan postpartum (20% - 30% kasus).
Kejadian ini harus didiagnosis secara dini karena retensio plasenta sering dikaitkan
dengan atonia uteri untuk diagnosis utama sehingga dapat membuat kesalahan
diagnosis. Pada retensio plasenta, resiko untuk mengalami PPP 6 kali lipat pada
persalinan normal (Ramadhani, 2011).
Terdapat jenis retensio plasenta antara lain (Saifuddin, 2002) :
a. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan mekanisme separasi fisiologis.
b. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
sebagian lapisan miometrium.
c. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan
serosa dinding uterus.
d. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus serosa
dinding uterus.
e. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan
oleh konstriksi ostium uteri.

4) Koagulopati
Perdarahan postpartum juga dapat terjadi karena kelainan pada pembekuan darah.
Penyebab tersering PPP adalah atonia uteri, yang disusul dengan tertinggalnya
sebagian plasenta. Namun, gangguan pembekuan darah dapat pula menyebabkan
PPP. Hal ini disebabkan karena defisiensi faktor pembekuan dan penghancuran
fibrin yang berlebihan. Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa
penyakit keturunan ataupun didapat. Kelainan pembekuan darah dapat berupa
hipofibrinogenemia, trombositopenia, Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP),
HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count),
Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC), dan Dilutional coagulopathy
(Wiknjosastro, 2006; Prawirohardjo, 2010).
Kejadian gangguan koagulasi ini berkaitan dengan beberapa kondisi kehamilan lain
seperti solusio plasenta, preeklampsia, septikemia dan sepsis intrauteri, kematian
janin lama, emboli air ketuban, transfusi darah inkompatibel, aborsi dengan NaCl
hipertonik dan gangguan koagulasi yang sudah diderita sebelumnya. Penyebab yang
potensial menimbulkan gangguan koagulasi sudah dapat diantisipasi sebelumnya
sehingga persiapan untuk mencegah terjadinya PPP dapat dilakukan sebelumnya
(Anderson, 2008).

2.1.3 Klasifikasi Perdarahan Postpartum


Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 2008) :
1. Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan postpartum yang terjadi dalam 24
jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah
atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri.
2. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan postpartum yang terjadi setelah
24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi,
penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

2.1.4 Faktor Risiko


Faktor risiko PPP dapat ada saat sebelum kehamilan, saat kehamilan, dan saat
persalinan. Faktor risiko sebelum kehamilan meliputi usia, indeks massa tubuh, dan
riwayat perdarahan postpartum. Faktor risiko selama kehamilan meliputi usia, indeks
massa tubuh, riwayat perdarahan postpartum, kehamilan ganda, plasenta previa,
preeklampsia, dan penggunaan antibiotik. Sedangkan untuk faktor risiko saat persalinan
meliputi plasenta previa anterior, plasenta previa mayor, peningkatan suhu tubuh >37⁰,
korioamnionitis, dan retensio plasenta (Briley et al., 2014).
Meningkatnya usia ibu merupakan faktor independen terjadinya PPP. Pada usia lebih
tua jumlah perdarahan lebih besar pada persalinan sesar dibanding persalinan vaginal.
Secara konsisten penelitian menunjukkan bahwa ibu yang hamil kembar memiliki 3-4
kali kemungkinan untuk mengalami PPP (Anderson, 2008).
Perdarahan postpartum juga berhubungan dengan obesitas. Risiko perdarahan
akan meningkat dengan meningkatnya indeks massa tubuh. Pada wanita dengan indeks
massa tubuh lebih dari 40 memiliki resiko sebesar 5,2% dengan persalinan normal
(Blomberg, 2011).

2.1.5 Gejala Klinik Perdarahan Postpartum


Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah sebelum hamil, derajat
hipervolemia-terinduksi kehamilan, dan derajat anemia saat persalinan. Gambaran PPP
yang dapat mengecohkan adalah kegagalan nadi dan tekanan darah untuk mengalami
perubahan besar sampai terjadi kehilangan darah sangat banyak. Kehilangan banyak
darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah
rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain (Wiknjosastro,
2006; Cunningham, 2005).
Gambaran klinis pada hipovolemia dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Gambaran klinis perdarahan obstetri
Volume darah yang Tekanan darah Tanda dan gejala Derajat syok
hilang (sistolik)
500-1000 mL (<15- Normal Tidak ditemukan -
20%)
1000-1500 mL (20- 80-100 mmHg Takikardi (<100 Ringan
25%) kali/menit)
Berkeringat
Lemah
1500-2000 mL (25- 70-80 mmHg Takikardi (100-120 Sedang
35%) kali/menit)
Oliguria
Gelisah
2000-3000 mL (35- 50-70 mmHg Takikardi (>120 Berat
50%) kali/menit)
Anuria
Sumber: B-L-ynch (2006)
2.1.6 Diagnosis Perdarahan Postpartum
Diagnosis perdarahan postpartum dapat digolongkan berdasarkan tabel berikut ini:
Tabel 2. Diagnosis Perdarahan Postpartum
No. Gejala dan tanda yang Gejala dan tanda yang Diagnosis
selalu ada kadang-kadang ada kemungkinan
1. - Uterus tidak berkontraksi - Syok - Atonia Uteri
dan lembek
-Perdarahan segera setelah
anak lahir (Perdarahan Pasca
persalinan Primer atau P3)
2. - Perdarahan segera (P3) - Pucat -Robekan jalan
- Darah segar yang mengalir - Lemah lahir
segera setelah bayi lahir (P3) - Menggigil
- Uterus kontraksi baik
- Plasenta lengkap
3. - Plasenta belum lahir -Tali pusat putus akibat -Retensio Plasenta
setelah 30 menit traksi berlebihan
- Perdarahan segera (P3) -Inversio uteri akibat
- Uterus kontraksi baik tarikan
-Perdarahan lanjutan
4. - Plasenta atau sebagian - Uterus berkontraksi -Tertinggalnya
selaput tidak lengkap tetapi tinggi fundus tidak sebagian plasenta
- Perdarahan segera (P3) berkurang
5. - Uterus tidak teraba - Syok neurogenik - Inversio uteri
- Lumen vagina terisi massa - Pucat dan limbung
-Tampak tali pusat (jika
plasenta belum lahir)
- Perdarahan segera (P3)
- Nyeri sedikit atau berat
6. - Sub-involusi uterus - Anemia -Perdarahan
- Nyeri tekan perut bawah - Demam terlambat
- Perdarahan lebih dari 24 -Endometritis atau
jam setelah persalinan. sisa plasenta
Perdarahan sekunder atau (terinfeksi atau
P2S. tidak)
- Perdarahan bervariasi
(ringan atau berat, terus
menerus atau tidak teratur)
dan berbau (jika disertai
infeksi)
7. -Perdarahan segera (P3) - Syok -Robekan dinding
(Perdarahan intraabdominal - Nyeri tekan perut uterus (ruptura
dan atau vaginum) -Denyut nadi ibu cepat uteri)
- Nyeri perut berat

Sumber : Saifuddin (2002)

2.1.7 Penatalaksanaan
Penanganan pasien dengan PPP memiliki dua komponen utama yaitu resusitasi
dan pengelolaan perdarahan obstetri yang mungkin disertai syok hipovolemik dan
identifikasi serta pengelolaan penyebab dari perdarahan. Keberhasilan pengelolaan
perdarahan postpartum mengharuskan kedua komponen secara simultan dan sistematis
ditangani (Edhi, 2013).
Penggunaan uterotonika (oksitosin saja sebagai pilihan pertama) memainkan
peran sentral dalam penatalaksanaan perdarahan postpartum. Pijat rahim disarankan
segera setelah diagnosis dan resusitasi cairan kristaloid isotonik juga dianjurkan.
Penggunaan asam traneksamat disarankan pada kasus perdarahan yang sulit diatasi atau
perdarahan tetap terkait trauma. Jika terdapat perdarahan yang terus-menerus dan
sumber perdarahan diketahui, embolisasi arteri uterus harus dipertimbangkan. Jika kala
tiga berlangsung lebih dari 30 menit, peregangan tali pusat terkendali dan pemberian
oksitosin (10 IU) IV/IM dapat digunakan untuk menangani retensio plasenta. Jika
perdarahan berlanjut, meskipun penanganan dengan uterotonika dan intervensi
konservatif lainnya telah dilakukan, intervensi bedah harus dilakukan tanpa penundaan
lebih lanjut (WHO, 2012).
2.1.8 Pencegahan
Klasifikasi kehamilan risiko rendah dan risiko tinggi akan memudahkan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat
perawatan antenatal dan melahirkan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua
kehamilan mempunyai risiko untuk terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah
PPP (Prawirohardjo, 2010).
Pencegahan PPP dapat dilakukan dengan manajemen aktif kala III. Manajemen aktif
kala III adalah kombinasi dari pemberian uterotonika segera setelah bayi lahir,
peregangan tali pusat terkendali, dan melahirkan plasenta. Setiap komponen dalam
manajemen aktif kala III mempunyai peran dalam pencegahan perdarahan postpartum
(Edhi, 2013).
Semua wanita melahirkan harus diberikan uterotonika selama kala III persalinan
untuk mencegah perdarahan postpartum. Oksitosin (IM/IV 10 IU) direkomendasikan
sebagai uterotonika pilihan. Uterotonika injeksi lainnya dan misoprostol
direkomendasikan sebagai alternatif untuk pencegahan perdarahan postpartum ketika
oksitosin tidak tersedia. Peregangan tali pusat terkendali harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang terlatih dalam menangani persalinan. Penarikan tali pusat lebih awal
yaitu kurang dari satu menit setelah bayi lahir tidak disarankan (WHO, 2012).

2.1.9 Manifestasi Klinis


Gejala klinis yang mungkin terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah banyak (500
ml), nadi lemah, haus, pucat, lochea warna merah, gelisah, letih, tekanan darah rendah
ekstremitas dingin, dapat pula terjadi syok hemorogik
1. Menurut Mochtar (2001) gejala klinik berdasarkan penyebab ada lima yaitu :
a) Antonia Uteri
Uterus berkontraksi lembek , terjadi perdarahan segera setelah lahir
b) Robekan jalan lahir
Terjadi perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir,
konterksi uterus baik, plasenta baik. Gejala yang kadang-kadang timbul pucat,
lemah, menggigil.
c) Retensio plasenta
Plasenta belum lahir selama 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik.
d) Tertinggalnya sisa plasenta
selaput yang mengandung pembuluh darah ada yang tertinggal, perdarahan
segera. Gejala yang kadang-kadang timbul uterus berkontraksi baik tetapi tinggi
fundus tidak berkurang.
e) Inversio uterus
Uterus tidak teraba, lumen vagina berisi massa, perdarahan segera, nyeri berat.

2. Tanda dan Gejala


Terjadi perdarahan rembes atau mengucur, saat kontraksi uterus keras, darah
berwarna merah muda, bila perdarahan hebat timbul syok, pada pemeriksaan
inspekulo terdapat ronekan pada vagina, serviks atau varises pecah dan sisa plasenta
tertinggal. (purwadianto, dkk, 2000).

2.1.10 Penatalaksanaan
Pada perdarahan akibat robekan jalan lahir penanganannya adalah :
1. Lakukan eksplorasi untul mengidentifikasilokasi laserasi dan sumber perdarahan
2. Lakukan irigasi pada tempat luka dan berikan laruta antiseptik.
3. Jepit dengan klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat
diserap.
4. Lakukan penjahitan
a. Pada ruptura perineal tingkat I (robekan pada mkosa vagina dan kulit), robekan
dijahit dengan benang catgut dan memekai jarum bundar.
b. Pada roptura perineal tingkat II (ruptura perinei sub totalis) ikut robek pula dasar
panggul seperti : luka jahit dua lapis dengan benang catguthalus secara simpul
atau jelujur dengan jarum bundar, kulit dijahit dengan benang sutera dan
memakai jarum yang tajam
c. Pada ruptur perineal tingkat III (ruptur perinei totalis) yang robek selain spingter
ani externa. Sebelum memulai menjahit harus ditemukan dulu kedua pangkal
m.stingter ani externa yang terpotong.
Otot ini dijahit dengan benang cromiksecara simpul, penjahitan harus dilakukan
secara cermat agar otot tersebut tersambung dengan baik.
Kemudian dijahit seperti menjahit ruptura perinei II. Bila mucosa rectum ikut robek
maka harus dijahit terlebih dahulu dengan benang catgut halus secara simpul.
Bila ada plasenta dilakukan sebagai berikut
1) Memeriksa kelenhkapan plasenta setelah dilahirkan
2) Berikan antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
3) Lakukan eksplorasi digital atau bila servik terbuka dan mengeluarkan bekuan
darah atau jaringan
4) Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta
dengan dilatasi dan kuret
5) Bila Hb 8 gr % berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600 mg per hari selama
10 hari

2.1.11 Komplikasi
Komplikasi perdarahan post partum primer yang paling berat yaitu syok. Bila terjadi
syok yang berat dan pasien selamat, dapat terjadi komplikasi lanjutan yaitu anemia
dan infeksi dalam masa nifas. Infeksi dalam keadaan anemia bisa berlangsung berat
sampai sepsis. Pada perdarahan yang disertai oleh pembekuan intravaskuler merata
dapat terjadi kegagalan fungsi organ-organ seperti gagal ginjal mendadak (Chalik,
2000).
2. 2 Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian fokus
Pengkajian fokus pada perdarahan post portum meurut Dongoes dan Marylin E,
(2001) sebagai berikut :
a. Alasan dan keluhan pertama masuk Rumah Sakit
Apa yang dirasakan saat itu ditujukan untuj mengenali tanda atau gajala yng
berkaitan dengan perdarahan post portum misalnya antonio uteri, retensio plasenta
robekan jalan lahir, vagina, perineum, adanya sisa selaput plsenta dan biasanya ibu
nampak perdarahan banyak > 500 CC
b. Riwayat kesehatan sekarang
Dikaji untuk mengetahui apakah seorang ibu menderita penyakit yang bisa
menyebabkan perdarahan post portum seperti aspek fisiologis dan psikososialnya.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Dikaji untuk mengrtahui apakah seorang ibu perah menderita penyakit yang lain
yang menyertai dan bisa memperburuk keadaan atau mempersulit penyambuhan.
Seperti penyakit diabetus mellitus dan jantung
d. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada yang
mempunyai riwayat yang sama

Pola pengkajian kesehatan menurut (Dongoes dan Marilyn E, 2001)


Sebagai berikut :
1) Aktivitas istirahat
Insomia mungkin teramat.
2) Sirkulasi
kehilangan darah selama proses post portum
3) Integritas ego
Peka rangsang, takut atau menangis sering terlihat kira-kira 3hari setelah melahirkan
“post portum blues”
4) Eliminasi
BAK tidak teratur sampai hari ke 2dan ke 5
5) Makan dan cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira sampai hari ke 5
6) Persepsi sensori
Tidak ada gerakan dan sensori
7) Nyeri dan ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara dan pembesaran dapat terjadi diantara hari ke 3 sampai hari ke 5
post partum
8) Seksualitas
a. Uterus diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran menurun satu jari setiap
harinya
b. Lochea rubra berlanjut sampai hari ke 2
c. Payudara produksi kolostrum 24 jam pertama
9) Pengkajian Psikologis
a. Apakah pasien dalam keadaan stabil
b. Apakah pasien biasanya cemas sebelum persalinan dan masa penyembuhan
10) Data pemeriksaan Penunjang, meliputi : pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit
darah, leukosit.

2. 2. 2 Pengkajian Dasar Data Klien


a. Sirkulasi : Rembesan kontinu atau perdarahan tiba-tiba.
Dapat tampak pucat, anemik.
b. Ketidaknyamanan : Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan)
Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma)
c. Keamanan : Pecah ketuban dini
d. Seksuaitas : Tinggi fundus atau baan uterus gagal kembali pada ukuran dan fungsi
kehamilan (Subinvorusi) Leukorea mungkin ada terus terlepasnya jaringan

2.2.3 Pemeriksaan Diagnostik


a. Golongan darah: Menentukan Rh, golongan ABO dan pencocokan silang
b. Jumlah darah lengkap
c. Kultur uterus dan vaginal: Mengesampingkan infeksi pasca partum
d. Urinalisis: Memastikan kerusakan kandung kemih
e. Profil koagulasi: Peningkatan degeradasi kadar produk fibrin/ produk spilit fibrin
(SDP/FSP)
f. Sonografi: Menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.

2. 2. 4 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler berlebihan.
Intervensi :
a. Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan/kelahiran.
b. Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus.
c. Perhatikan hipotensi/takikardia perlambatan pengisian kapiler, synopsis dasar
kuku membran mukosa dan bibir.
d. Lakukan tirah baring dengan kaki di tinggikan 200-300 dan tubuh horisontal.
e. Kolaborasi : - Pemberian infus, pemberian darah lengkap/ produk darah
- Pemberian obat sesuai indikasi

2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia


Intervensi :
a. Perhatikan Hb/Ht sebelum dan setelah kehilangan darah
b. Pantau tanda vital; catat derajat dan durasi episode hipovolemik
c. Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahn perilaku
d. Kaji payudara setiap hari, perhtikan ada atau tidaknya laktasi dan perubahan
pada ukuran payudara
e. Kolaborasi: - Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
- Pantau GDA dan Kadar pH

3. Ansietas berhubungan dengan ancaman perubahan pada status kesehatan atau


kematian
Intervensi:
a. Evaluasi respon psikologis serta persepsi klien terhadap kejadian hemoragi
pasca partum.
b. Sampaikan sikap tenang, empati dan mendukung.
c. Berikan informasi tentang modalitas tindakan dan keefektifan intervensi
d. Bantu klien dalam mengidentifikasi perasaan ansietas; berikan kesempatan pada
klien untuk mengungkapkan perasaan.
e. Rujuk klien/pasang untuk konseling atau ke kelompok pendukung komunitas.
(Doenges, 2001 : 488 – 484)

2. 2. 4 Fokus intervensi dan rasional


Rencana keperawatan McCloskey, J.C, Buluechek, G.M (2000)
Nursing intervention Classification (NIC).
a. Defisit volume cairan b/d kehilangan aktif voluma cairan
Tujuan: Tidak terjadi perdarahan
Kriteria hasil:
1) Perdarahan berhenti
2) Hb diatas normal
3) Tanda vital diatas normal
Rencana tindakan keperawatan
1) Monitor jumlah pendarahan pasien
Rasional: kehilangan darah akibat perdarahan bisa berakibat syok.
2) Monitor hasil laboratorium pasien
Rasional: Anemi akibat kehilangan darah dapat terjadi. Terapi pengantian darah
mungkin diperlukan.
3) Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedang badannya tetap
terlentang.
Rasional: dengan kaki lebih tinggi akan meningkatan aliran darah ke otak dan
organ lain.
4) Monitor tanda vital
Rasional: perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin berat
5) Monitor intake dan output setiap 1 jam
Rasional: Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan sirkulasi darah.
6) Lakukan message uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakkan
diatas simpisis.
Rasional: Message uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu
pelepasan plasenta, satu tangan diatas simpisis mencegah terjadinya
inversio uteri.
7) Batasi pemeriksaan vagina dan rektum
Rasional: Trauma yang terjadi di daerah vagina dan rectum meningkatkan
terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada
serviks /perineum
8) Berikan infus atau cairan intravana
Rasional: cairan intravana dapat meningkatkan volume intravasculer
9) Kolaborasi dengan tim medis dengan pemberian anti perdarahan
Rasional: Anti perdarahan mencegah perdarahan yang lebih hebat dan
mengetahui intervensi selanjutnya
10) Berikan tranfusi whole blood (bila perlu)
Rasional: whole blood membentu menormalkan volume cairan tubuh akibat
perdarahan

b. Resiko infeksi sehubungan dengan prosedur invasif


Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil:
1) Lochea tidak berbau dan
2) Tanda vital dalam batas vital
Rencana tindakan keperawatan
1) Catat perubahan tanda vital
Rasional: Perubahan tanda vital (suhu) merupakan indikasi terjadinya infeksi.
2) Obsevasi luka dan jahitan perineum tiap ganti balut.
Rasional: mengetahui seberapa besar resiko untuk infeksi dan menentuakan
intervensi selanjutnya.
3) Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea
Rasional: infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lochea
yang berkepanjangan
4) Perhatikan kemungkinan infeksi ditempat lain, misalnya infeksi di saluran nafas,
mastitis dan saluran kencing
Rasional: Infeksi ditempat lain memperburuk keadaan
5) Berikan perawatan perineal, dan pertahankan agar pembalut jangan sampai
terlalu basah
Rasional: pembalut yang terlalu basah bisa menyebabkan iritasi dan dapat
menjadi media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi
6) Kolaborasi dengan tim medis dengan pemberian zat besi dan antibuotika.
Rasional: Anemi memperberat keadaan dan antibiotika yang tepat diperlukan
untuk keadaan infeksi

c. Cemas berhubungan dengan krisis situasional


Tujuan : Cemas hilang atau brkurang
Kriteria hasil :
1) Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya
2) Pasien mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang
Rencana tindakan keperawatan
1) Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
Rasional: Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
2) Kaji respon fisiologis klien (takikardia, takipnea, gemetar)
Rasional: Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
3) Perlakukan pasien secara empati serta sikap mendukung
Rasional: Memberikan dukungan emosi
4) Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
Rasional: Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak
diketahui
5) Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
Rasional: Ungkapan perasaan dapat mengurangi rasa cemas
6) Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
Rasional: cemas yang berkepanjangan dapat dicagah dengan mekanisme koping
yang tepat
Pathway

Penyakit darah Antonia uteri Sisa plasenta dan Robekan jalan


Selaput ketuban lahir/servik

Kelainan Uterus gagal Menghalangi


Pembekuan darah Berkontraksi dengan kontraksi uterus
Baik setelah persalinan

Uterus tidak dapat


Berkontraksi secara
efektif

Masih ada pembekuan


Darah yang tetap
terbuka

Perdarahan post partum

Perdarahan hebat Kehilangan vaskuler Ancaman perubahan pada


berlebihan status kesehatan/kematian

Syok Kekurangan Hipovolemia


Ansietas
volume cairan

Perubahan
Perfusi jaingan

Sumber : - Mochtar, 1998 : 300


- Saiffudin, 2002 : 25 - 31
- Doenges, 2001 : 488 – 494
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
1. Ada hubungan atonia uteri dengan terjadinya perdarahan post partum pada ibu bersalin
2. Ada hubungan retensio plasenta dengan terjadinya perdarahan post partum pada ibu
bersalin
3. Ada hubungan laserasi jalan lahir dengan kejadian perdarahan post partum pada ibu
bersalin
4. Ada hubungan plasenta res dengan terjadinya perdarahan post partum, pada ibu bersalin

3.2 Saran
1. Diharapkan agar dapat memberikan penyuluhan kesehatan kepada ibu bersalin terutama
tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perdarahan post partum dan agar
datanya lebih di lengkapi
2. Disarankan bagi institusi untuk lebih melengakapi bahan bacaan untuk menembah
pengetahuan khususnya yang berhubungan dengan patologi kebidanan
3. Diharapkan kepada calon ibu bersalin agar lebih rajin memeriksakan kehamilannya,
mengikuti setiap anjuran dari tenaga kesehatan untuk mencegah terjadinya perdarahan
post partum, dan kepada tenaga kesehatan, diharapkan dapat memberikan informasi
kepada calon ibu bersalin mengenai komplikasi yang terjadi pada kehamilan dan
persalinan yang menyebabkan perdarahan post partum.

Anda mungkin juga menyukai