Anda di halaman 1dari 74

2013

i






LAPORAN AKHIR














TAHUN ANGGARAN 2013












2434.001.107.B

KAJIAN EFEKTIFITAS PROGRAM
PENGEMBANGAN KOTA HIJAU MENDUKUNG
PEMBANGUNAN KOTA




2013

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
mengamanatkan perwujudan kualitas penataan ruang wilayah nasional,
provinsi, dan kabupaten/ yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan
untuk kesejahteraan masyarakat, melalui penyediaan Ruang Terbuka Hijau
(RTH) 30%. Terkait dengan amanat Undang-undang tersebut Kementerian
Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Penataan Ruang menginisiasi
Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) yang merupakan program untuk
meningkatkan dan memberikan jaminan keberlanjutan kualitas ruang kota yang
baik, serta tanggap perubahan iklim.
Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) meliputi 8 atribut Kota Hijau,
yang meliputi Green Community terkait peningkatan kepekaan, kepedulian dan
peran aktif masyarakat dalam pengembangan atribut-atribut Kota Hijau, Green
Planning and Design terkait perencanaan dan perancangan yang sensitif
terhadap agenda hijau, Green Open Space terkait perwujudan kualitas dan
kuantitas jejaring RTH Perkotaan, Green Waste terkait penerapan prinsip 3R
yaitu mengurangi sampah/limbah, mengembangkan proses daur ulang dan
meningkatkan nilai tambah, Green Transportation terkait pengembangan sistem
transportasi yang berkelanjutan, Green Water terkait peningkatan efisiensi
pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya air, Green Energy terkait
pemanfaatan sumber energi yang efisien dan ramah lingkungan, dan Green
Building terkait penerapan bangunan ramah lingkungan (hemat air, energi,
struktur).
Pelaksanaan P2KH dilakukan dengan mekanisme yaitu Pemerintah Pusat
melalu Direktorat Jenderal Penataan Ruang memfasilitasi Pemerintah Daerah
yang sudah menyusun RAKH, dalam bentuk kegiatan non fisik meliputi kegiatan
sosialisasi P2KH, menyiapkan peta hijau kota, serta penyusunan master plan
RTH Kota/Kabupaten.

2013

iii

Keberhasilan penerapan Program Pengembangan Kota Hijau, dapat mulai
diketahui dari tahap awal motivasi Kota/Kabupaten dalam melakukan inisiasi
program. Hal ini dapat ditandai dengan adanya komitmen, sinkronisasi program,
penataan kelembagaan dan hal lain yang menunjukkan motivasi yang benar
dalam pengejawantahan program. Keberhasilan program juga perlu ditelusur
dengan menggunakan indikator yang dapat terukur, valid, terpercaya, dan dapat
diterapkan diberbagai tempat dan situasi. Ukuran keberhasilan kota hijau sudah
ada di negara lain, namun ukuran tersebut belum tentu pas jika dipakai di
Indonesia.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui motivasi dan ukuran keberhasilan
penerapan RAKH, misalnya terhadap penurunan angka kriminalitas, penurunan
angka orang sakit, kenaikkan angka kesehatan, kenaikkan produktivitas dan hal
lain terkait program pemerintah pro poor, pro job, pro growth dan pro
environment.
B. PERTANYAAN PENELITIAN
Bagaimana efektifitas penerapan Program Pengembangan Kota Hijau
(P2KH) dalam pembangunan perkotaan?
C. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud Umum:
Untuk mengetahui efektifitas keberhasilan penerapan dan pelaksanaan Program
Pengembangan Kota Hijau dalam pembangunan perkotaan.
Maksud Khusus:
1. Mendeskripsikan capaian kegiatan P2KH yang tercantum dalam RAKH
tiap kota/kabupaten berdasarkan atribut kota hijau yang meliputi Green
Planning and Design, Green Open Space, dan Green Community.
2. Mendeskripsikan presepsi masyarakat sebelum dan sesudah adanya
program P2KH melalui uji statistic
3. Mendeskripsikan manfaat yang didapatkan dari program P2KH melalui
valuasi ekonomi

2013

iv

4. Mengukur motivasi pemerintah daerah terhadap adanya program P2KH
Tujuan penelitian adalah tersusunnya Naskah Ilmiah Kajian Efektifitas Program
Pengembangan Kota Hijau Mendukung Pembangunan Kota
D. KELUARAN
Indikator Keluaran
Indikator Keluaran dari penelitian ini adalah berupa 1 (satu) naskah ilmiah
tentang Efektifitas Program Pengembangan Kota Hijau Mendukung
pembangunan Kota.
E. LOKASI
Penelitian ini mengambil lokasi di kota Tasikmalaya (Prop. Jawa Barat),
kota Bukit Tinggi (Prop. Sumatera Barat), Kota Jogjakarta (DIY) dan
kota Badung (Prop. Bali).

Gambar I.1. Lokasi Penelitian Kota Hijau
Tabel I.1. Justifikasi Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian Justifikasi Lokasi
Tasikmalaya (Prop.Jawa Barat) Sebelum pelaksanaan P2KH minim RTH,
kemudian Pemkab berkomitmen
menambah RTH

2013

v

Bukittinggi (Prop. Sumatera Barat) Pemkot berkomitmen menyediakan RTH
30%
Badung (Prop. Bali) Pemkab berkomitmen menyediakan RTH
sd.59%
Yogyakarta (Daerah Istimewa
Yogyakarta)
Peringkat baik dalam pelaksanaan
program
F. MANFAAT
Manfaat penelitian ini adalah diperolehnya informasi dari efektifitas
penerapan dan pelaksanaan Program Pengembangan Kota Hijau terhadap
penataan ruang suatu daerah dalam lingkup perkotaan.
Selain itu dari hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi
Direktorat Jenderal Penataan Ruang dan Pemerintah Daerah untuk mengetahui
efektifitas pelaksanaan Rencana Aksi Kota Hijau terhadap penataan ruang suatu
daerah dalam lingkup perkotaan.
BAB III METODE PENELITIAN
A. PENDEKATAN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
menggunakan metode campuran (kuantitatif dan kualitatif). Dimana pendekatan
kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan efektifitas implementasi P2KH
dalam pembangunan perkotaan yang didukung dengan data-data kuantitatif
untuk mengetahui indikator tingkat efektifitas P2KH.
Untuk melihat implementasi dari program maka digunakan checklist
index. Sedangkan untuk membuktikan efektifitas penerapan Program
Pengembangan Kota Hijau (P2KH) terhadap pembangunan perkotaan, maka
dilakukan uji normalisitas dengan uji t data berpasangan untuk melihat
persepsi masyarakat yang mendapat program dan yang tidak mendapat
program dan kondisi masyarakat sebelum dan sesudah adanya program. Selain
hal tersebut, maka juga dilakukan valuasi sosekling manfaat dengan adanya
program tersebut.
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian penulusuran, yaitu
untuk menelusuri jejak dari alokasi anggaran yang diberikan sebagai stimulasi

2013

vi

P2KH ke Kota/Kabupaten. Program memberikan dana 1,5 milyar yang dapat
dicari ke arah mana saja alokasi program kota hijau diterapkan dalam
pembangunan kota.
Jika digambarkan alur, dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.






Gambar III.1. Alur Program

B. OPERASIONALISASI KONSEP
Operasionalisasi konsep pengukuran kinerja sebagaimana diuraikan
dalam bagian sebelumnya dilakukan dengan menetapkan indicator-indikator
yang mampu mengidentifikasi besaran Input, Output, Outcome, Benefit dan
Impact.
Penetapan indicator dilakukan dengan memperhatikan cakupan P2KH
yang meliputi green planning and design, open space, waste, transportation,
water, energy, building, community dengan indikator kesejahteraan kota
sebagaimana ditetapkan dalam UN Habitat. Dokumen-dokumen tersebut telah
diimplementasikan dalam berbagai rencana kebijakan pemerintah yang
tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), Rencana Anggaran Pembangunan dan
Belanja Daerah (RAPBD), Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK), Rencana
Umum Tata Ruang Kota (RUTRK), serta dokumen yang khusus mengatur
mengenai rencana implementasi P2KH seperti Peraturan Daerah mengenai
Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau. Keseluruhan dokumen kebijakan tersebut
Manfaat
program
Proses
penyesuaian
dengan APBD
Hasil
implementasi
program
DAK
kota hijau
Sumber daya: 6M, yaitu men,
money, materials, machines,
method, dan markets

2013

vii

diharapkan akan mencapai sasaran yaitu kebijakan yang pro poor, pro job, pro
growth dan pro environment.
Dalam kajian ini, cakupan P2KH dibatasi pada capaian pada green
planning and design, green open space dan green community. Indikator-indikator
yang diusulkan untuk setiap tahapan program meliputi:
1) Indikator Input, meliputi: anggaran dalam APBD, pihak yang dilibatkan
(SDM),
2) Indikator Proses, meliputi:
Indikator Proses
Inisiasi
a. Sosialisasi/ Kampanye Kota Hijau
b. Fasilitasi Penyusunan RAKH
c. Penandatangan Komitmen terhadap RAKH
Implementasi
a. Fasilitasi Penyusunan Masterplan RTH
b. Fasilitasi Penyusunan Peta Komunikasi Hijau
c. Fasilitasi Pembentukan Green Community
d. Fasilitasi Penyusunan DED percontohan Taman Kota Hijau
e. Fasilitasi Percontohan Taman Kota Hijau
Replikasi/ Up-Scaling
a. Fasilitasi Penyempurnaan RAKH
b. Fasilitasi Green Community
c. Fasilitasi Penyusunan DED
d. Fasilitasi Percontohan Taman Kota Hijau
Institusionalisasi Lintas Sektor
a. Urban Climate Plan
b. Pemantapan Perwujudan Kota Hijau pada KSN
o KSN Perkotaan,
o Kebun Raya/ RTH Perkotaan Strategis,
o Bantaran Sungai Nasional
Sumber: Presentasi Ditjen Tata Ruang, 2013

3) Indikator Output, meliputi: Keberadaan Dokumen Tata Ruang/ Masterplan
Kota Hijau, Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) , Keberadaan Green
Community.
1) Keberadaan Dokumen/Masterplan Kota Hijau,
No Jenis Dokumen Tata Ruang/ Masterplan Kota Hijau
1. Rencana Tata Ruang

2013

viii

a. RTRWK
b. RUTRK
c. RDTRK
2. Rencana Pembangunan Berjangka
a. RPJP
b. RPJM
3. Peraturan Daerah
a. Perda tentang air
b. Perda tentang RTH
c. Perda tentang pengelolaan sampah/limbah
d. Perda tentang green building
e. Perda tentang lahan
f. Perda tentang pengadaan transportasi ramah lingkungan
g. Perda tentang pembentukkan komunitas hijau

2) Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
No Jenis RTH Publik RTH Privat
1. RTH Pekarangan
a. Pekarangan Rumah Tinggal V
b. Halaman Perkantoran, pertokoan,
dan tempat usaha
V
c. Taman atap bangunan V
2. RTH Taman dan Hutan Kota
a. Taman RT V V
b. Taman RW V V
c. Taman Kelurahan V V
d. Taman Kecamatan V V
e. Taman Kota V V
f. Hutan Kota V V
g. Sabuk Hijau (Green belt) V V
3. RTH Jalur Hijau Jalan
a. Pulau jalan dan median jalan V V
b. Jalur pejalan kaki V V
c. Ruang dibawah jalan layang V
4. RTH Fungsi Tertentu
a. RTH sempadan rel kereta api V
b. Jalur hijau jaringan listrik tegangan
tinggi
V
c. RTH sempadan sungai V
d. RTH sempdadan pantai V
e. RTH pengamanan sumber air baku/
mata air
V
f. Pemakaman V



3) Keberadaan Green Community
No Komunitas Hijau (Green Community)
1. Komunitas yang diinisasi Pemerintah

2013

ix

Lingkup RT/RW
Lingkup Desa/ Kelurahan
Lingkup Kecamatan
Lingkup Kota/ Daerah
2. Komunitas yang diinisasi Masyarakat/ Swadaya
Lingkup RT/RW
Lingkup Desa/ Kelurahan
Lingkup Kecamatan
Lingkup Kota/ Daerah

4) Indikator Outcome, meliputi: penurunan polusi udara, penurunan polusi
air, penurunan polusi tanah, peningkatan kegiatan sosial masyarakat
(keberadaan klub olahraga, arisan),
5) Indikator Benefit, meliputi: peningkatan kualitas kesehatan (penurunan
penderita ISPA, diare, penyakit kulit), penurunan tingkat kriminalitas.
Pencarian data kondisi kabupaten atau kota sebelum dan sesudah P2KH
antara lain Data Kualitas Air, Data Kualitas Udara, Data Volume Sampah, data
Distribusi Ruang Terbuka Hijau Publik dan Privat. Diperlukan pula dokumen-
dokumen rencana atau program yang mendukung Kota Hijau maupun dokumen
laporan pelaksaanaan program tersebut. Selain itu dibutuhkan pula peta-peta
tematik yang mendukung data-data statistik diatas misalnya peta tutupan hijau
kota.
C. UNIT ANALISIS, POPULASI, DAN SAMPEL
Populasi dalam penelitian ini adalah kota/kabupaten peserta P2KH yang
memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut: Pemenang PKPD PU (sejak 2008);
Telah memiliki Perda RTRW yang telah disesuaikan dengan UUPR No 26 Tahun
2007; Telah mendapat persetujuan substansi RTRW dari Menteri PU; dan
Diperkirakan akan memperoleh persetujuan substansi RTRW dari Menteri PU
(sebelum 30 September 2011). Sedangkan populasi untuk melihat efektifitas
program adalah masyarakat yang mendapat program P2KH dan yang tidak
mendapat program P2KH.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah kota/kabupaten yang
berkomitmen untuk menambah ruang terbuka hijau (RTH) dan menerapkan

2013

x

secara bertahap standar lingkungan kota hijau (8 atribut kota hijau) yang
diinisiasi oleh P2KH. Sedangkan unit analisis untuk melihat efektifitas adalah
masyarakat penerima program dan non penerima program.
D. METODE PENGUMPULAN DATA
1. Pembuatan Skala Prioritas.
a. Perolehan data dari DJPR dan Pemkab/Kota setempat peruntukan/
implementasi dana stimulan Kota Hijau
(1) Pencarian data kondisi kab/ kota sebelum dan sesudah P2KH
(2) Ekonomi perkotaan: jumlah penduduk, kepadatan penduduk,
jumlah aktifitas ekonomi, besaran aktifitas ekonomi (PDRB per
sektor), pertumbuhan ekonomi, besaran eksternalitas negatif akibat
aktifitas sosial ekonomi (kajian literatur),
(3) Lingkungan perkotaan: ketersediaan RTH, jalur hijau, kerentanan
bencana,
b. Melakukan pemetaan kondisi
c. Mengukur efektifitas penerapan
2. Pengumpulan Data (Kuesioner, wawancara, FGD)
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber data
(informan) yang merupakan kompilasi dari hasil konsultasi ke Direktorat
Jenderal Penataan Ruang, FGD, wawancara mendalam maupun Pengamatan.
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber
lain yang ada hubungannya dengan rekomendasi.
3. Analisis Data terkait (model/software)
Analisis data sekunder dengan menggunakan data Potensi Desa sebelum dan
penerapan P2KH.
4. Penarikan kesimpulan
E. TEKNIK ANALISIS DATA
Untuk pendekatan kualitatif, digunakan check list index. Sedangkan untuk
pendekatan kuantitatif digunakan dengan valuasi ekonomi (pendekatan ATP
serta produktivitas asset), Pengukuran motivasi dalam penelitian ini

2013

xi

menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh
melalui skala motivasi kerja yang berfokus pada goal-setting dan goal-
commitment serta efikasi diri. Analisis data deskriptif akan dilakukan untuk
memetakan kategorisasi dari level motivasi kerja serta efikasi diri responden.
Sementara data kualitatif dalam penelitian ini hanya bersifat data sekunder,
diperoleh melalui wawancara. Analisis data kualitatif dilakukan melalui koding
dan tematisasi dari jawaban responden.
Untuk pendekatan kuantitatif lainnya adalah dengan menggunakan uji
normalitas dengan uji t untuk melihat apakah ada perbedaan persepsi antara
masyarakat yang mendapat program (kondisi sebelum dan sesudah)
Uji t (t-test) merupakan prosedur pengujian parametrik rata-rata dua
kelompok data, baik untuk kelompok data terkait maupun dua kelompok bebas.
Untuk jumlah data yang sedikit maka perlu dilakukan uji normalitas untuk
memenuhi syarat dari sebaran datanya.
Umumnya pada uji t dua kelompok bebas, yang perlu diperhatikan selain
normalitas data juga kehomogenan varian. Kehomogenan data digunakan untuk
menentukan jenis persamaan uji t yang akan digunakan pada kasus penelitian-
penelitian yang ada tersebut
1. Persamaan berikut ini digunakan jika variansi data antara dua kelompok
sampel sama.

Dengan perhitungan derajat bebas:

2. Persamaan berikut ini digunakan jika variansi data antara dua kelompok
sampel berbeda.

2013

xii


Dengan perhitungan derajat bebas (degree of freedom)


F. LINGKUP DAN TAHAPAN PENELITIAN
1. Lingkup
- Check list index untuk melihat output program
- Kuesioner
- Validasi instrumen
- Uji statistik (uji normalitas uji t)
- Analisis valuasi ekonomi
- Analisis motivasi pemangku kepentingan (Pemerintah Daerah
penerima Program P2KH)
- Rumusan naskah ilmiah efektifitas program pengembangan kota Hijau
2. Tahapan
Tahapan Penelitian ini adalah, melakukan:
Penelitian dilakukan dengan melakukan pengumpulan data dan informasi
pada survei pendahuluan dan lapangan melalui angket (kuesioner),
wawancara, diskusi kelompok fokus, observasi, studi dokumentasi atau
kombinasi diantaranya. Setelah ditemukan data penelitian maka dilakukan
analisis sebagai berikut:
a. Analisis kualitatif yang dapat digunakan antara lain: Analisis tematik
(thematic analysis), atau Analisis isi (Content Analysis), atau Analisis

2013

xiii

Wacana (discourse analysis), atau Analisis Semiotik (Semiotic
Analysis), atau Analisis Kebijakan.
b. Analisis statistik dengan melakukan uji normalitas (uji-t)
c. Analisis valuasi sosial, ekonomi,dan lingkungan
d. Analisis psikologi mengenai motivasi pemerintah daerah terhadap
adanya program P2KH

BAB V KESIMPULAN


Dari hasil analisis data yang diolah maka didapatkan rekapitulasi hasil analisis
sebagai berikut:
1. Kabupaten Badung

2. Kota Bukitinggi

3. Kota Yogyakarta

4. Kota Tasikmalaya

2013

xiv







Rekapitulasi Hasil analisis
Kota Badung Bukittinggi Yogyakarta Tasikmalaya
Skor Efikasi Diri 43,00 43,00 41,00 42,00
Skor Goal setting and commitment 54,00 53,00 47,00 50,00
Skor Total (motivasi) 97,00 96,00 88,00 92,00
Skor Konversi 77,00 76,00 70,00 73,00
Bobot (25%) 19,25 19,00 17,50 18,25
Skor Check List Index 0,78 0,71 0,81 0,72
Skor Konversi 78,00 71,00 81,00 72,00
Bobot (25%) 19,50 17,75 20,25 18,00
Perbedaan Persepsi 0,00 0,00 0,00 0,00
Konversi 100,00 ---- 100,00 100,00
Bobot (25%) 25,00 ---- 25,00 25,00
Valuasi 3,24 ---- 5,29 1,70
Konversi 57,96 ---- 100,00 30,41
Bobot (25%) 15,00 ----- 25,00 7,60
Skor Agregat 78,75 36,75 87,75 68,85


2013

xv

Badung Bukittinggi Yogyakarta Tasikmalaya
Nilai 78,75 36,75 87,75 68,85
Kategori Tinggi Kurang Tinggi Cukup

Kesimpulan Hasil Studi adalah sebagai berikut :
1. Terkait checklist index, Kota Yogyakarta, Badung, Tasikmalaya, dan
Bukittinggi memiliki skor yang tinggi. Peringkat tertinggi adalah Kota
Yogyakarta dan terendah adalah Bukittinggi.
2. Untuk motivasi dan efikasi, tampak bahwa efikasi diri dan motivasi tim
pelaksana P2KH berada pada level yang memadai untuk melaksanakan tugas.
Kondisi ini dapat berkembang ke arah yang lebih baik mana kala adanya
target yang jelas, pemahaman yang lebih komprehensif mengenai P2KH serta
dukungan yang cukup dari pimpinan daerah dan komunitas/masyarakat.
3. Untuk valuasi, Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) melalui
pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berupa Taman Kota, telah
memberikan manfaat kepada masyarakat luas, baik berupa manfaat ekologis
maupun manfaat ekonomis. Manfaat ekologis dan manfaat ekonomis Taman
Kota ini ditunjukkan oleh kesediaaan membayar (willingness to pay) yang
sangat tinggi dari masyarakat, baik dalam bentuk in kind maupun in cash
contribution. Lebih dari itu, keberadaan Taman Kota ternyata telah layak
secara ekonomi (berdasarkan kriteria investasi) karena memiliki rasio
manfaat biaya (Gross Benefit Cost Ratio) yang lebih besar daripada satu (1).
Kota Jogjakarta, Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Badung mempunyai
indicator Benefit Cost Ratio >1.
4. Terkait perbedaan sebelum dan sesudah adanya Taman, berdasarkan
intensitas kunjungan ada kenaikan dari 0-2 kali per minggu menjadi >4 kali
per minggu dengan durasi kunjungan rata-rata 1 jam tiap kali kunjungan.
Berdasarkan aspek kebersihan, keamanan, dan kenyamanan menggunakan
penghitungan program SPSS 17 output nilai Sig = 0.000, karena angka

2013

xvi

tersebut kurang dari 0.05 maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan
adanya perbedaan nyata pada ketiga aspek tersebut pada saat sebelum dan
sesudah adanya taman P2KH.
5. Dalam nilai agregat efektifitas, Kota Jogjakarta dan Badung masuk dalam
kategori tinggi. Tasikmalaya kategori sedang dan Bukittinggi kategori kurang.





2013

xvii

DAFTAR PUSTAKA
BLH Kota Jogjakarta, 2013, Pedoman Menuju Kampung Hijau Kota Yogyakarta
BPS Kota Jogjakarta, Kota Jogjakarta dalam Angka 2012
BPS Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya dalam Angka,2012
BPS Kabupaten Badung, Kabupaten Badung dalam Angka 2012
BPS Kota Bukittinggi, Kota Bukittinggi dalam Angka 2012
Ditjen Penataan Ruang PU, 2012, Panduan Kegiatan P2KH 2012
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.5/ 2008 tentang Ruang Terbuka Hijau
Pemerintah Kota Jogjakarta, 2011. Rencana Aksi Kota Hijau Kota Jogjakarta,
Pemerintah Kota Bukittinggi, 2011. Rencana Aksi Kota Hijau Kota Bukittinggi
Pemerintah Kabupaten Badung, 2011. Rencana Aksi Kota Hijau Kabupaten Badung
Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, 2011. Rencana Aksi Kota Hijau Kabupaten
Tasikmalaya
Bandura, A . ()1982. Self Efficacy Mechanism in Human Agency. American
Psychologist: Prentice-Hall.
Basri, A. F. M., & Rivai, V. (2005). Perfomance Appraisal. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Greenberg, J., & Baron, R. A., (2003). Behavior in Organizations (8th edition). Upper
Saddle River, New Jersey: Prentice Hall
Hasibuan, M. S. P. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Bumi
Aksara
Locke, E. A., &Latham, G. P. (1990). A Theory of Goal Setting and Task Performance.
Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall.
Mitchell, T.R., & Daniels, D. (2003). Motivation in Handbook of Psychology, Vol. 12.
Industrial Organizational Psychology, ed. W.C. Borman, D.R. Ilgen, R.J. Klimoski,
pp. 22554. New York: Wiley.
Moleong, L. J. (2005). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

2013

xviii

Seijts, G.H., Latham, G.P., Tasa, K., & Latham, B.W. (2004). Goal Setting and Goal
Orientation : An Integration of Two Different Yet Related Literature, Academy
of Management Journal, 47 (2), 227-239
Stoner, J. A. F. (1986). Manajemen (Jilid II). Jakarta : Erlangga



2013

xix

2334.001.001.107.C


Kajian Optimalisasi Penghunian Rumah
Susun Sewa



2013

20

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Renstra Kementerian Pekerjaan Umum mengamanatkan percepatan
pembangunan perumahan sebagai upaya untuk mengatasi backlog perumahan yang
saat ini mencapai 13,2 juta unit. Backlog tersebut merupakan akibat dari terjadinya
penambahan kebutuhan rumah yang rata-rata berjumlah sekitar 820.000 unit per
tahun (Kementerian Pekerjaan Umum, 2010). Dalam rangka mengatasi
permasalahan tersebut pemerintah melaksanakan berbagai program percepatan
pembangunan rumah.
Pembangunan rumah susun umum merupakan salah satu solusi yang diambil
oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan backlog perumahan di kota-kota
besar, di mana ketersediaan lahan sangat terbatas. Rumah susun umum tersebut
terdiri dari rumah susun umum sewa dan rumah susun umum milik. Rumah susun
umum sewa ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak
memiliki kemampuan membeli rumah. Kebijakan tersebut sangat sesuai dengan
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan di Indonesia
(MP3KI) dan Millenium Development Goals (MDGs). Dalam klaster IV MP3KI,
pemerintah menetapkan kebijakan program rumah sangat murah. Sementara terkait
MDGs, kebijakan pembangunan rumah susun umum sewa merupakan salah satu
dukungan untuk mencapai tujuan yang pertama, yaitu memberantas kemiskinan dan
kelaparan ekstrem.
Pembangunan rumah susun semakin marak setelah pemerintah
mencanangkan program 1000 towers pada tahun 2007. Sejak program tersebut
dimulai, terdapat 138 twin blocks yang terbangun (Marpaung, 2012). Dalam
mengoptimalkan penghunian, pentarifan dapat dipandang sebagai sebuah strategi
optimalisasi dalam penghunian rumah susun. Pentarifan memiliki 2 (dua) fungsi
yaitu sebagai sarana dalam mewujudkan pemeliharaan rumah susun yang baik dan
sebagai sebuah alat untuk menarik calon penghuni untuk segera menghuni. 2 fungsi

2013

21

ini juga saling berhubungan dimana ika terapkan dengan pemeliharaan yang baik
maka akan menarik calon penghuni untuk segera menghuni rusun.
Tarif Rumah Susun Sewa seyogyanya berfungsi sebagai sarana untuk
meningkatkan Operasi dan Pemeliharaan Rumah Susun Sewa. Pada sisi lain, tarif
rumah susun sewa bisa menjadi daya tarik bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
untuk pindah dari kawasan kumuh ke rumah susun sewa. Fenomena di lapangan
menunjukkan banyak rusun yang sudah terbangun masih belum dihuni, tarif sewa
rusun yang tidak mencukupi biaya operasi-pemeliharaan dan sebagian masyarakat
masih enggan untuk pindah ke rumah susun. Studi ini bertujuan membuat model
formulasi tarif rumah susun sewa yang affordable, memotivasi masyarakat sasaran
untuk pindah dan mempertahankan tingkat pelayanan.
Berdasar permasalahan ini, kajian ini ingin melihat bagaimana formulasi/skema
pentarifan rumah susun sewa berdasarkan biaya operasi/ pemeliharaan. Hasil dari
penelitian pada nantinya ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Direktorat Jenderal
Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum serta Pemerintah daerah.
I.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dikemukakan pada latar
belakang, maka dapat disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut:
a) Faktor-faktor atau hal apa sajakah yang perlu dipertimbangkan untuk
mengoptimalkan tingkat penghunian rumah susun umum sewa menurut
pandangan/persepsi penghuni?
b) Sebagai alat untuk mendukung proses pengambilan keputusan/kebijakan dalam
menentukan besaran tarif sewa, model formulasi tarif sewa yang bagaimanakah
yang paling tepat untuk diaplikasikan di masing-masing daerah/rumah susun
umum sewa?

I.3. TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN
Tujuan penelitian adalah untuk mengoptimalkan fungsi rumah susun umum
sewa di setiap daerah dengan menggunakan kebijakan tarif sewa sebagai alat yang
dapat menarik minat Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk
memanfaatkan fasilitas rumah susun umum sewa yang telah tersedia sebagai tempat

2013

22

hunian.
Sedangkan sasaran penelitian apabila mengacu pada kedua pertanyaan
penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Mengetahui faktor-faktor/ atau hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk
mengoptimalkan tingkat penghunian rusun menurut pandangan penghuni di
keempat rusun lokasi objek studi.
b) Menghasilkan sebuah model formulasi tarif sewa rumah susun umum sewa yang
aplikatif sebagai alat pendukung dalam proses pengambilan keputusan terkait
besaran tarif sewa di masing-masing rusun.

I.4. KELUARAN
I.4.1. Indikator Keluaran
Indikator Keluaran dari penelitian ini adalah berupa 1 (satu) naskah ilmiah
tentang Strategi Penghunian Rusun Umum Sewa (melalui formulasi pentarifan) yang
berisi tentang hasil kajian terhadap faktor-faktor yang menyebabkan kurang
optimalnya fasilitas rusun yang tersedia bagi para MBR di setiap daerah lokasi objek
studi dan model formulasi tarif/simulasi pentarifan.

I.5. LOKASI KEGIATAN
Penelitian mengambil lokasi di Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Kriteria
pemilihan lokasi dapat diamati pada tabel 1.1.
1.1. Kriteria Pemilihan Lokasi Objek Studi
DAERAH NAMA RUSUN LOKASI RUSUN JUSTIFIKASI PEMILIHAN
Jakarta dan
Jawa Barat
Rusun Penjaringan (Cipta
Karya)
Jakarta Utara Manajemen pengelolaan
rusunnya baik dan ada
subsidi pemeliharaan dari
Pemerintah Provinsi/ kota
setempat
Rusun Parung Panjang Kab. Bogor
Jawa Timur Rusun Penjaringan II Surabaya Pengelolaan rusun yang
baik dan sudah ada subsidi

2013

23

I.6. MANFAAT PENELITIAN
Kajian mengenai strategi penghunian rumah susun memiliki beberapa
manfaat sebagai berikut:
a. Output penelitian dapat menjadi sebuah pedoman atau acuan dalam proses
pentarifan rusun sewa pada masa yang akan datang yang direkomendasikan
kepada pihak Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum
serta Pemerintah Daerah.
b. Output penelitian dapat menjadi sebuah pedoman atau acuan dalam proses
menentukan kebijakan bagi pemerintah daerah maupun instansi terkait dengan
pentarifan rusun.
c. Outcome penelitian diharapkan dapat dipublikasikan/disebarluaskan ke seluruh
kalangan pemerintahan, kalangan akademik dan masyarakat umum dalam
bentuk artikel jurnal ilmiah guna memperkaya wawasan/pemahaman mengenai
pentarifan rusun yang baik dan berkualitas.

METODE PENELITIAN

III.1. PENDEKATAN PENELITIAN
Penelitian menggunakan pendekatan/metode kuantitatif-kualitatif sebagai
sebuah metode campuran (mix-methods) yang akan diarahkan pada upaya untuk
mengungkap berbagai faktor yang mengakibatkan kurang optimalnya pemanfaatan
rusun oleh para MBR serta untuk menemukan sebuah model formulasi tarif sewa
yang mendukung proses pengambilan keputusan dalam menentukan besaran tarif
sewa oleh pengelola Rusun.
Secara terinci, pendekatan kualitatif digunakan untuk menjelaskan berbagai
permasalahan rusun termasuk faktor-faktor yang mengakibatkan kurang optimalnya
pemanfaatan fasilitas rusun oleh para MBR di setiap daerah/lokasi penelitian,
sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk tujuan sebagai berikut:
Rusun Pucang Sidoarjo Pengelolaan rusun yang
baik dan sudah tidak ada
subsidi dari Pemkab

2013

24

a) menentukan besaran tarif sewa yang paling sesuai untuk diterapkan di keempat
rusun sebagai lokasi objek studi berdasarkan pada:
kemampuan finansial kelompok sasaran penghuni rusun umum sewa (ability
to pay/ATP) dan keinginan membayar (willingness to pay/WTP).
lokasi rusun.
prosentase KHL.
eligabilitas sebagai payung hukum dalam menentukan sasaran rusun dan
kriteria MBR.
furnish.
community development (program-program pengembangan masyarakat)
b) menghitung berbagai besaran biaya tarif sewa yang dapat diberlakukan di setiap
rusun dengan mempertimbangan:
berbagai jenis komponen biaya dalam aspek pemeliharaan dan perawatan
gedung/bangunan,
besaran KHL di setiap daerah/lokasi rusun,
asuransi-pajak,
tarif impas operasional dan
besaran biaya subsidi yang dapat ditanggung oleh Pemerintah Daerah.

III.2. OPERASIONALISASI KONSEP
Pencarian data dilakukan pertama di kebijakan, bagaimana kebijakan
pemerintah pusat (Direktorat Pengembangan Permukiman Ditjen Cipta Karya,
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian
Koperasi dan UKM) dan Pemerintah daerah. Diperlukan juga dokumen-dokumen as-
built drawing, sarana prasarana rusun, komponen biaya- tariff, data KHL masing-
masing daerah, community development. Hal ini diperlukan guna menghitung
kebutuhan pemeliharaan- perawatan bangunan rusun tersebut. Setelah itu dapat
dilakukan survey kepada penghuni untuk menghitung besaran ATP dan WTP serta 3
bulan gratis sewa rumah susun.
Rumus perhitungan tarif sewa dasar rusunawa dihasilkan sebagai sebuah
produk kajian yang tidak hanya didasarkan pada pertimbangan teknik saja namun
juga didasarkan pada pertimbangan humanistik. Karakteristik penghuni rusunawa,

2013

25

nilai-nilai sosial yang diusung dalam proyek pembangunan rusunawa dan visi
rusunawa untuk menyediakan rumah sederhana yang layak huni dan terjangkau
oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) merupakan aspek-aspek penting
yang harus terlebih dahulu digali. Dengan demikian, model rumus perhitungan tarif
sewa dapat menjadi sebuah pedoman/acuan/standar yang layak untuk melakukan
perhitungan tarif sewa bagi setiap rusunawa. Pada dasarnya, karakteristik
masyarakat penghuni rusunawa di setiap daerah penelitian bersifat khas karena
demografi penduduk dan kondisi politik daerah, ekonomi dan sosial budaya
setempat yang saling berbeda.

III.3. LOKASI, POPULASI, UNIT ANALISIS DAN SAMPEL
Lokasi penelitian adalah di Jabodetabek (DKI Jakarta, Jawa Barat) dan
Surabaya, Sidoarjo (Jawa Timur). Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah
rumah susun setempat serta kelompok penghuni sasaran rusun sewa. Sedangkan
unit analisis dalam penelitian ini rumah susun setempat dan penghuni. Kriteria
sampel adalah sebagai berikut :

Untuk Rusun Umum Sewa :
a. Rumah susun adalah rumah susun bantuan dari Ditjen Cipta Karya Kementerian
Pekerjaan Umum
b. Umur rusun tersebut sudah > 2 tahun
c. Rusun tersebut sudah diserahterimakan dari Pusat kepada daerah
Untuk penghuni Rusun Umum Sewa :
a. Kepala Keluarga, menghuni bersama keluarga
b. Masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang masuk kategori miskin
Penerima BLT dan Non-penerima BLT sesuai indikator BPS
c. Menghuni rusun bantuan Ditjen Cipta Karya
d. Sudah tinggal di rusun > 2 tahun
e. Tidak pernah menunggak pembayaran sewa

2013

26

Menurut Riduwan (2005), jumlah dan ukuran sampel dapat dihitung
berdasarkan Rumus Slovin sebagai berikut.
N = n/N(d)
2
+ 1..(3.1)
Keterangan : n = sampel; N = populasi; d = nilai presisi 95% atau sig. = 0,05.
Gambaran umum mengenai kemampuan dan keinginan membayar,
karakteristik latar belakang dan persepsi penghuni terhadap rusunawa dirangkum
melalui metode wawancara dan questionnaire yang didistribusikan kepada setiap
penghuni rusunawa yang disasar sebagai objek penelitian. Sebagaimana dijelaskan
bahwa objek penelitian mencakup 4 (empat) kota besar di Indonesia dengan
kompleksitas karakteristik penghuni yang khas.






Tabel 3.1. Objek Kajian Beberapa Rusunawa di Kota Besar di Indonesia
dengan Distribusi Jumlah Responden

Daerah/Kot
a
Rusunawa Jumlah Responden
(orang)
Surabaya Penjaringan Sari I 60
Penjaringan Sari II 62
Sidoarjo Rusunawa III Sidoarjo Pucang
Sidoarjo
30
Rusunawa IV Sidoarjo Bulu
Sidokare Sidoarjo
40
Rusunawa V Sidoarjo
Ngelom Sidoarjo
70
Jakarta Rusunawa VI Jakarta 109
Bogor Rusunawa VII Bogor 122
Total responden di seluruh rusunawa objek
kajian
493
Sumber: Peneliti, 2013

Jumlah responden yang ditargetkan dalam setiap rusunawa adalah antara 30
orang sampai dengan 100 orang dan sangat tergantung pada tingkat atau jumlah

2013

27

penghuni di masing-masing rusunawa. Dalam praktiknya, setiap rusunawa memiliki
kondisi tingkat kepenghunian yang berbeda, sebagian telah memiliki jumlah
penghuni lebih dari total unit kamar yang tersedia namun terdapat pula rusunawa
yang jumlah penghuninya hanya mencapai kurang dari 1/3 total unit kamar yang
tersedia. Mengingat kondisi tingkat hunian setiap rusunawa yang saling berbeda,
maka diatur setidaknya jumlah responden di setiap rusunawa harus dapat
memenuhi minimal 1/3 dari jumlah total hunian dari masing-masing rusunawa
dengan asumsi bahwa 1/3 dari jumlah total hunian dapat mewakili karakteristik
penghuni di rusunawa tersebut.
Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini, maka diperlukan metode dan
prosedur untuk mengumpulkan dan analisis data. Variabel dan Indikator dapat
dijelaskan pada Tabel 3.2 berikut.



Tabel 3.2. Tujuan Riset, Variabel, dan Indikator

Tujuan riset Variabel Indikator Analisis
Tarif Sewa
Rusun
Affordable
- ATP

ATP : Income/
pengeluaran
Cheking validasi
WTP dari KHL
CVM

- Subsidi

Kapasitas fiskal
daerah
Rata- rata
prosentase
- KHL

- Prosentase
dari
komponen
perumahan
dari KHL
Rata- rata
prosentase
nasional
- Eligibilitas - BKKBN
- PNPM
- TKPKN/D
(Daftar BLT)
Klasifikasi
penerima
manfaat
Pelayanan
- Operasional dan
Pemeliharaan

- Biaya
Prakonstruksi
- Biaya
Konstruksi
- Biaya
pengawasan
Rata- rata
prosentase

2013

28

- Biaya OP
- Sinking Fund
Prosentase
terhadap
investasi
Rata- rata
prosentase
nasional
Motivasi
Penghuni
menempati
Rusun
- Lokasi - CBD (11,2)
- Urban (8)
- Peri Urban (4)
- Rural (0)
Rata- rata
Prosentase
komponen
transportasi
terhadap KHL
berdasarkan
kuartil


1. Tahapan Pengumpulan Data
Data penelitian dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :
a) Data Primer
Data primer diperoleh melalui kuisioner yang dibagikan kepada para
penghuni Rusun sebagai responden, wwawancara dengan pengelola rusun
dan aparatur pemerintah daerah dan kota, serta berdasarkan observasi/
pengamatan langsung terhadap kondisi dan operasionalisasi rusun sewa di
ketiga lokasi objek studi yang mencakup Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat,
dan DKI Jakarta.
b) Data Sekunder
Data sekunder yang akan digunakan dalam penelitian bersumber dari
berbagai dokumen yang terkait dengan perencanaan dan pembangunan
rusun sewa dari setiap Dinas Cipta Karya di tingkat provinsi, teori terkait
dengan aspek pemeliharaan, perawatan dan penggantian komponen gedung
dari berbagai sumber literatus/pustaka termasuk dokumen KHL (Kebutuhan
Hidup Layak) Kabupaten/Kota dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Disnakertrans), dokumen prosentase komponen perumahan pada KHL
daerah setempat, dokumen mengenai karakteristik penduduk dan daerah
yang bersumber dari dokumen Daerah dalam Angka dari BPS, standar SBU
Kementerian Keuangan dan berbagai literatur yang terkait dengan kebijakan
tarif sewa yang berlaku di berbagai rusun di manca negara.
Berdasarkan pada jenis data yang dibutuhkan, maka teknik pengumpulan
data dapat dilakukan dengan langkah-langkash sebagai berkut:
a) Teknik pengumpulan data primer dapat dilakukan dengan teknik:

2013

29

Observasi/ Pengamatan Langsung
Observasi lapangan dilakukan kepada rusun dan wawancara kepada para
stakeholders rusun setempat (UPTD/ Pengelola dan Penghuni)
Kuesioner
Kuesioner dilakukan untuk mengakomodir contingent valuation survey
untuk mendapatkan gambaran tentang kemampuan kelompok penghuni
rusun dalam membayar tariff sewa serta mengetahui keinginan
masyarakat dalam membayar tariff sewa rusun.
b) Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara penelusuran data
kepada pihak- pihak terkait di lapangan, termasuk dengan melakukan studi
pustaka/literature yang berkaitan dengan upaya optimalisasi rusun melalui
kebijakan tarif sewa dan kriteria pertimbangan dalam membuat sebuah
model formulasi/perhitungan tarif sewa rusun.


2. Tahapan Analisis
Analisis merupakan tahapan yang paling krusial dalam kegiatan penelitian
karena di dalamnya melibatkan proses olah pikir untuk memecahkan seluruh
permasalahan penelitian berdasarkan metodologi penelitian yang telah
ditentukan. Tahapan analisis dalam penelitian Kajian Optimalisasi Rumah Susun
Umum Sewa dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Mengidentifikasi hal-hal yang menjadi daya tarik masing-masing rusun
menurut pandangan/persepsi penghuni sehingga akhirnya fungsi hunian
pada fasilitas rusun dapat berfungsi optimal. Hasil identifikasi diperoleh
dengan menghitung majoritas atau kecenderungan pilihan jawaban para
responden terhadap alternatif jawaban yang tersedia di dalam kuesioner.
Tujuan identifikasi adalah untuk mengetahui/mengidentifikasi faktor-faktor
yang dinilai sebagai daya tarik utama rusun bagi para MBR sehingga
dapat menjadi acuan bagi Pemerintah untuk mengoptimalkan tingkat
penghunian rusun di masa yang akan datang oleh para MBR.
b) Melakukan estimasi perhitungan terhadap besaran biaya yang sesungguhnya
dibutuhkan oleh masing-masing rusun untuk menjalankan kegiatan

2013

30

administrasi/operasionalisasi rusun dan pemeliharaan gedung. Komponen
biaya gedung atau rusun mencakup biaya prakonstruksi, biaya konstruksi,
biaya pengawasan termasuk biaya OP. Tujuan perhitungan adalah
memperoleh gambaran mengenai besaran biaya/tarif sewa rusun yang
sesungguhnya harus dibayar oleh penghuni atau yang harus ditanggung
oleh Pemerintah setempat.
c) Melakukan komparasi (perbandingan) antara jumlah pendapatan dengan
jumlah pengeluaran rutin para penghuni masing-masing rusun setiap bulan
di setiap lokasi objek studi (Jawa Barat, Jawa Timur dan DKI Jakarta). Tujuan
komparasi adalah untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi
keuangan/perekonomian masing-masing penghuni rusun sekaligus
untuk mengetahui tingkat kemampuan membayar tarif sewa rusun
(ability to pay/ATP) yang sesungguhnya oleh para penghuni di setiap lokasi
objek studi.
d) Menghitung rata-rata kemampuan membayar (ATP) seluruh penghuni
masing-masing rusun di setiap lokasi berdasarkan pada tipe unit hunian.
Tujuan perhitungan adalah untuk mengetahui kemampuan rata-rata
seluruh penghuni di masing-masing rusun dalam membayar tarif sewa
berdasarkan tipe unit hunian.
e) Mengidentifikasi berbagai komponen hidup layak dengan standar minimal
berdasarkan pada KHL yang berlaku di masing-masing daerah khususnya
yang berkaitan dengan komponen perumahan.
f) Melakukan komparasi antara standar hidup layak hunian menurut aturan
Daerah (dalam bentuk KHL kabupaten atau kotamadya) dengan jumlah
pengeluaran rutin penghuni untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.
Tujuan komparasi adalah untuk menilai ada atau tidaknya kesenjangan
(gap) antara standar hidup layak yang ideal di masing-masing daerah
dengan kondisi real masyarakat penghuni rusun. Hasil komparasi akan
memberikan gambaran mengenai kondisi/kualitas hidup penghuni rusun,
apakah telah memenuhi standar hidup layak minimal atau belum. Selain itu,
hasil komparasi bermanfaat untuk menentukan besaran tarif sewa yang
akan ditanggung/dibebankan kepada penghuni sekaligus besaran

2013

31

subsidi yang harus diberikan oleh Pemerintah Daerah/Kota sehingga
standar hidup layak penghuni di masing-masing rusun dapat terpenuhi.
g) Menghitung besaran kemampuan masing-masing daerah kabupaten atau
kotamadya dalam memberikan subsidi terhadap biaya tarif sewa rusun
berdasarkan pada data kapasitas fiskal masing-masing daerah kabupaten
atau kotamadaya. Besaran subsidi yang diberikan oleh Pemerintah
tergantung pada besaran tarif sewa yang mampu dibayar oleh penghuni
rusun. demikian sebaliknya, besaran tarif sewa tergantung pada inisiatif
Pemeintah Daerah dalam memberikan subsidi pada masing-masing rusun.
h) Mengidentifikasi tingkat keinginan/kemauan membayar penghuni rusun di
ketiga lokasi objek studi (Jawa Barat, Jawa Timur dan DKI Jakarta)
berdasarkan pada perhitungan kuesioner terhadap jawaban penghuni rusun
dalam aspek Willingness to Pay (WTP). Tujuan identifikasi adalah untuk
memperoleh gambaran mengenai motivasi dan tingkat kesadaran
penghuni rusun dalam membayar tarif sewa rusun.

3. Tahapan Kesimpulan
Kesimpulan merupakan tahap akhir penelitian yang diperoleh sebagai
jawaban terhadap pertanyaan penelitian yang mencakup pada permasalahan
optimalisasi penghunian rumah susun umum sewa dan model formulasi tarif
sewa rusun yang paling ideal untuk diaplikasikan. Berdasarkan hasil analisis,
kesimpulan yang dapat diperoleh yaitu:
a) Faktor-faktor yang dinilai menjadi daya tarik utama rusun bagi para MBR
sehingga dapat menjadi acuan bagi Pemerintah untuk mengoptimalkan
tingkat penghunian rusun di masa yang akan datang.
b) Besaran biaya/tarif sewa rusun yang sesungguhnya harus dibayar oleh
penghuni atau yang harus ditanggung oleh Pemerintah setempat.
c) Kondisi keuangan/perekonomian masing-masing penghuni rusun sekaligus
untuk mengetahui tingkat kemampuan membayar tarif sewa rusun (ability to
pay/ATP) yang sesungguhnya oleh para penghuni di setiap lokasi objek studi.
d) Gambaran mengenai kemampuan rata-rata seluruh penghuni di masing-
masing rusun dalam membayar tarif sewa berdasarkan tipe unit hunian.

2013

32

e) Berbagai komponen hidup layak dengan standar minimal berdasarkan pada
KHL yang berlaku di masing-masing daerah khususnya yang berkaitan
dengan komponen perumahan.
f) Gambaran mengenai tingkat kesenjangan (gap) antara standar hidup layak
yang ideal di masing-masing daerah dengan kondisi real masyarakat
penghuni rusun. Hasil komparasi bermanfaat untuk menentukan besaran
tarif sewa yang akan ditanggung/dibebankan kepada penghuni rusun
sekaligus besaran subsidi yang harus diberikan oleh Pemerintah
Daerah/Kota sehingga standar hidup layak penghuni di masing-masing rusun
dapat terpenuhi.
g) Besaran kemampuan masing-masing daerah kabupaten atau kotamadya
dalam memberikan subsidi terhadap biaya tarif sewa rusun berdasarkan
pada data kapasitas fiskal masing-masing daerah kabupaten atau
kotamadaya.
h) Gambaran mengenai motivasi dan tingkat kesadaran penghuni rusun dalam
membayar tarif sewa rusun berdasarkan pada perhitungan terhadap jawaban
responden terkait dengan aspek Willingness to Pay (WTP).


KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. KESIMPULAN
- Model perhitungan tariff rusunawa ini terbukti mengakomodasi kemampuan
bayar (affordabilitas) penghuni rusunawa berdasarkan KHL dan faktor lokasi
rusunawa.
- Model perhitungan tariff rusunawa ini mendorong peningkatan kualitas
pelayanan rusunawa dengan mengakomodasi biaya OP dan memasukkan
sinking fund untuk perawatan jangka panjang.
- Model perhitungan tariff rusunawa ini mendorong calon penghuni untuk
pindah ke rusunawa dengan daya tarik tarif sesuai tingkat kemampuan dan
faktor lokasi rusunawa yang diperhitungkan sebagai akses menuju pusat
ekonomi dan pelayanan social.

2013

33

- Secara teknis model perhitungan tariff rusunawa ini memiliki beberapa
keunggulan jika dibandingkan dengan metode perhitungan konvensional :
o Mengakomodasi tiga aspek sekaligus dalam satu formula ; affordabilitas,
tingkat pelayanan dan memotivasi pindah calon penghuni,
o Berbiaya murah karena memanfaatkan berbagai data yang telah tersedia
oleh berbagai instansi pemerintah dan pemerintah daerah sehingga tidak
memerlukan survey lapangan yang panjang,
o Mudah diaplikasikan karena dari formula dan simulasi perhitungan bisa
dikembangkan menjadi software aplikasi yang user friendly,
o Memperhitungkan kapasitas fiskal daerah sehingga dapat menyesuaikan
dengan kemampuan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota
- Model perhitungan tariff rusun memiliki langkah- langkah merumuskan dan
menetapkan indikator affordabilitas, motivasi, dan mempertahankan servis,
mengumpulkan data sekunder dan primer (observasi) memilih tipe
perawatan/ renovasi, memperhitungkan tarif berdasarkan OP, menetapkan
prosentase subsidi SF dan OM dari Pemerintah Daerah, menetapkan ATP dari
KHL dan lokasi, melihat gap kapasitas fiskal, mentapkan tariff RoI, Tarif
subsidi final .
- Untuk kesanggupan Membayar sewa (ATP dari KHL dan Lokasi, dari model
ini Penghuni rumah susun sewa di Sidoarjo mempunyai kesanggupan
membayar Rp.258.000,- dan Penghuni rumah susun sewa di Bogor sanggup
untuk membayar sebesar Rp. 256.000. Sedangkan ability to pay KHL dari
model di Sidoarjo adalah sebesar Rp.258.000,-. Tarif eksisting di lapangan
adalah sebesar Rp.250.000,- Sedangkan dari Bogor diperoleh hasil Tarif
Subsidi Final dari model ini Rp.256.000,-. Sedangkan ability to pay KHL dari
model adalah sebesar Rp.227.000,-. Tarif eksisting di lapangan adalah
sebesar Rp.250.000,-.
- Model perhitungan ini sudah cukup sensitif diterapkan di Kabupaten
Sidoarjo, sedangkan di Bogor terdapat sedikit kesenjangan antara model dan
riil di lapangan.


2013

34

V.1. SARAN
- Model ini perlu diujicobakan terhadap daerah- daerah yang lain yang
memiliki tingkat heterogenitas penghuni rusunawa yang lebih kompleks.
- Model ini perlu dikembangkan dalam bentuk software aplikasi yang dapat
dioperasikan oleh para pemangku kepentingan terkait.









2013

35


DAFTAR PUSTAKA

BPS Kota Bogor, Kota Bogor dalam Angka 2012

BPS Provinsi DKI Jakarta, Kota Jakarta Utara dalam Angka,2012

BPS Provinsi Jawa Timur, Kota Surabaya dalam Angka 2012

BPS Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Sidoarjo dalam Angka 2012

Dinas Cipta Karya, Kajian Perhitungan Tarif Sewa Rumah Susun Sidoarjo,2010

Peraturan Menteri Perumahan Rakyat No.18/ 2007 tentang Petunjuk Perhitungan Tarif
Rumah Susun yang dibiayai APBN/APBNP

Pedoman Pengelolaan Rumah Susun, Depkimpraswil,2007

Peraturan Menteri Perumahan Rakyat No.3/2007 tentang Rumah Susun

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.13/2012 tentang Komponen dan
Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak

Suharyadi, 2012 kemiskinan di Indonesia : Definisi, Pengukuran dan Karakteristik
disampaikan pada Workshop ARG- Kemiskinan dan Pengukurannya

Trihandoko,2012, Modul Pengembangan Komunitas, disampaikan pada acara
Workshop Pengelola Rusun Batam

Undang- Undang No.20/ 2011 tentang Rumah Susun

Undang- Undang No.1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman


Akses internet :

http://portal.hud.gov/hudportal/HUD?src=/program_offices/public_indian_housing/programs
/hcv/forms/guidebook diakses pada 14 April 2013

http://www.bchousing.org/Options/Rental_market/RAP/Calculator diakses pada 6 Mei 2013

http://vosdroits.service-public.fr/F12006.xhtml diakses pada 20 Februari 2013







2013

36































2434.001.107.A
LAPORAN AKHIR
KAJIAN KUANTIFIKASI NILAI EKONOMI
LINGKUNGAN DAN SOSIAL PRODUK
TEKNOLOGI PERMUKIMAN
TAHUN ANGGARAN 2013

2013

37

BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Penerapan dan pengembangan teknologi hasil litbang merupakan salah satu
tugas utama dari sebuah badan penelitian dan pengembangan. Hal ini seperti yang
disebutkan dalam UU No.18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang mana
mendefinisikan kegiatan litbang terdiri dari penelitian, pengembangan, pengujian,
penyiapan SPM, penerapan, perekayasaan, inovasi, difusi teknologi, alih teknologi,
pengkajian, pelayanan teknis dan informasi serta penyelenggaraan labolatorium
lapangan.
Balitbang Kementerian Pekerjaan umum sebagai unit kerja yang memiliki peran
dalam pengembangan teknologi terkait infrastruktur memiliki empat Pusat Litbang
Teknis dan satu pusat litbang yang menangani aspek sosial ekonomi lingkungan
(Puslitbang Sosekling). Pengembangan teknologi dalam reorientasi Tusi Puslitbang
Sosekling, terdapat pada Sistem Inovasi Teknologi Hasil Litbang Kemen PU yang terdiri
dari 5 tahapan screening yaitu seleksi gagasan, uji labolatorium, uji skala penuh dan
valuasi, launching dan pasca launching. Pusat Litbang Teknis berperan pada 4 tahapan
di awal. Puslitbang Sosekling berperan pada tahapan terakhir, yaitu pasca launching
setelah puslitbang teknis dan mitra kolaborasi.
Teknologi yang dihasilkan Puslitbang Permukiman sebagai bagian dari teknologi
Balitbang PU mempunyai varian produk antara lain sebagai berikut : Biority, HOSE
(honai sehat), Mobile Unit, Model MCK plus, Pengembangan Bambu Komposit,
pengolahan air limbah rumah tangga dengan sistem Sanita, dll. Puslitbang Permukiman
selama ini berdiri sebagai pencipta teknologi yang tidak berorientasi pada keuntungan
usaha (non profit). Kondisi ini menyebabkan orientasi dari penemuan teknologi hanya
sebatas pada sisi teknis teknologi. Puslitbang Permukiman melakukan kerjasama
dengan direktorat teknis, perusahaan, perorangan, UKM, Pemerintah Daerah untuk
mengembangkan dan mendiseminasikan produk mereka. Nilai keuntungan ekonomis
dari teknologi tersebut, hanya diperoleh pihak yang melakukan kerjasama dengan

2013

38

Puslitbang permukiman. Puslitbang Permukiman itu sendiri belum dapat
memanfaatkan hak royalti dari setiap penjualan produk teknologi tersebut. Hal ini
disebabkan belum terimplementasikannya Permen PU terkait royalti. Jika Permen PU
tersebut dapat dilaksanakan maka peneliti juga akan memikirkan keuntungan ekonomis
dari teknologi yang diciptakannya.
Puslitbang Permukiman yang berorientasi pada aspek teknis teknologi kurang
dapat melihat aspek ekonomi juga sosial dan lingkungan. Interaksi dengan masyarakat
dan lingkungan dalam pengembangan dan diseminasi teknologi terjadi sebagian besar
dengan autonomos. Peran Puslitbang Sosekling diharapkan muncul untuk
menjembatani kebutuhan manfaat ekonomi dari teknologi, memastikan keberhasilan
interaksi teknologi dengan masyarakat dan lingkungan.
Berdasarkan identifikasi kegiatan advis teknis bidang perumahan dan
permukiman yang telah dilakukan oleh Puslitbang Permukiman, terdapat asumsi
sebagai berikut (pu.go.id) :
1. Masih belum optimalnya kinerja prasarana dan sarana permukiman yang telah
dibangun, yang disebabkan oleh perencanaan, pembangunan dan
pemeliharaannya belum menerapkan SPM secara benar;
2. Teknologi hasil Litbang Bidang Permukiman belum banyak diaplikasikan di
masyarakat;
3. Berdasarkan laporan akhir kegiatan Aplikasi SPM dalam Pembangunan
Infrastruktur Perumahan dan Permukiman bahwa 30,6 - 60,5 % responden
menyatakan kurang diterapkannya SPM/SNI disebabkan kekurang jelasan
materi.
Asumsi di atas terutama pada poin kedua, menunjukkan perlunya strategi
aplikasi teknologi permukiman di masyarakat dengan memperhatikan kelayakan
sosekling dan teknis. Salah satunya adalah dengan menyusun sebuah konsep
perencanaan usaha (business plan) sebelum sebuah TTG diaplikasikan di masyarakat.

1.2. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian
sebagai berikut:

2013

39

1. Bagaimana membuat dokumen perencanaan usaha (business plan) terkait
pengembangan dan penyebaran teknologi yang memiliki nilai keuntungan
ekonomis?
2. Bagaimana dapat memberikan ukuran keberlanjutan investasi pengembangan
usaha dari teknologi yang dihasilkan oleh Puslitbang Permukiman?
3. Bagaimana menyusun konsep kuantifikasi teknologi permukiman dari aspek
sosekling?

1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud penelitian ini adalah menyusun dokumen perancanaan usaha (business
plan) terkait pengembangan dan penyebaran teknologi bidang permukiman dan
mengukur keberlanjutan investasi pengembangan usaha dari teknologi yang dihasilkan
oleh Puslitbang Permukiman .
Tujuan penelitian ini adalah merumuskan naskah kebijakan tekait
pengembangan dan penyebaran teknologi permukiman berdasarkan dokumen
perencanaan usaha (business plan).

1.4. Keluaran
Keluaran dari kegiatan ini adalah satu buah naskah kebijakan tentang
perencanaan usaha (business plan) terkait pengembangan dan penyebaran teknologi
bidang permukiman.

1.5. Manfaat
Hasil penelitian ini berupa naskah kebijakan yang bermanfaat bagi para
stakeholders yang terlibat dalam pemanfaatan TTG tersebut, terutama Puslitbang
Permukiman sebagai pemilik TTG. Naskah tersebut akan memberikan panduan kepada
Puslitbang Permukiman dalam proses penyebar luasan TTG permukiman serta sebagai
panduan dalam proses memasyarakatkan TTG permukiman.





2013

40

1.6. Lokasi
Kegiatan ini dilakukan di Propinsi Jawa Barat dan D.K.I Jakarta. Pemilihan lokasi
tersebut karena lokasi labolatorium pembuatan teknologi dan pelaksanaan uji
teknologi berada diwilayah tersebut.

METODE PENELITIAN


3.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan analisis
kualitatif yang didukung data kuantitatif. Pendekatan kualitatif dipilih untuk menggali
secara mendalam mengenai indikator kelayakan dan keberterimaan teknologi dari
aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Sedangkan data kuantitatif digunakan dalam
menyusun konsep kuantifikasi teknologi permukiman dari aspek sosekling.
Analisis dilakukan terhadap data berdasarkan logika induktif. Analisis akan
bergerak dari sesuatu hal yang khusus atau spesifik, yaitu yang akan diperoleh di
lapangan kearah suatu temuan yang bersifat umum, yang akan muncul lewat analisis
data berdasarkan teori yang digunakan.

3.2. Kriteria Pemilihan Lokasi Ujicoba
Penelitian ini dilakukan di dua lokasi, yaitu Jawa Barat dan DKI Jakarta. Lokasi
tersebut dipilih dengan alasan merupakan tempat labolatorium dari penciptaan
teknologi dan penerapan uji coba dilakukan.

3.3. Metode Pengumpulan Data
Langkah pengumpulan data dan analisis terkait keberterimaan, kelayakan dan
kuantifikasi TTG:





Masalah Daftar pemilik, mediator
dan pengguna TTG
Penyampaian
Masalah
Setiap aktor memberikan
jawaban atau rekomendasi
Tim peneliti mengumpulkan pendapat
aktor kemudian mendistribusi kembali
ke aktor tersebut
Tukar menukar
informasi di
antara aktor
Pemilik teknologi memberikan komentar
atas pendapat pemilik teknologi yang lain.
Dimungkinkan muncul jawaban lain.
Tidak ada konsesus
Diambil keputusan
Ada konsesus Solusi

2013

41





Gambar 1. Metode pengumpulan data

- Masalah terkait kelayakan, keberterimaan dan kuantifikasi TTG permukiman
yang dirumuskan dalam pertanyaan penelitian, dijabarkan ke dalam definisi
konseptual dan definisi operasional. Definisi operasional diterjemahkan
dalam panduan penggalian data yang dapat berbentuk pertanyaan
wawancara ataupun kuesioner.
- Tim peneliti melakukan rekapitulasi pemilik TTG permukiman beserta
produk yang dihasilkan, mediator difusi TTG dan konsumen pengguna TTG.
- Penyampaian Masalah, masalah yang disampaikan adalah keinginan dari
pemilik TTG, yang dibandingkan dengan kenyataan dari hasil difusi TTG.
Metode penggalian masalah adalah kombinasi antara wawancara terstruktur
dan bebas.
- Setiap aktor memberikan jawaban atau rekomendasi. Setiap pemilik TTG
memberikan masukan terkait dengan masalah difusi yang dihadapi oleh
Puslitbang Permukiman, terkait penggunaan Teknologi di masyarakat.
- Tim peneliti mengumpulkan pendapat aktor kemudian mendistribusi
kembali ke aktor tersebut. Pendapat dari masing-masing peneliti ditampung
untuk kemudian dikembalikan kepada peneliti tersebut.
- Terjadi tukar menukar informasi di antara aktor pemilik TTG.
- Pemilik teknologi memberikan komentar atas pendapat pemilik teknologi
yang lain. Dimungkinkan muncul jawaban lain.
- Diambil keputusan terkait dengan tiga instrumen (kelayakan, keberterimaan
dan kuantifikasi) dengan menggunakan teknik content analysis.
- Dari hasil keputusan dicarikan apakah ada/ tidak konsesus
- Sehingga dapat dimunculkan solusi terbaik
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer adalah data
yang diperoleh secara langsung dari sumber data (informan) yang merupakan

2013

42

kompilasi dari hasil konsultasi publik, FGD, wawancara mendalam maupun
pengamatan. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber
lain yang ada hubungannya dengan penyempurnaan kriteria sebagai bahan pelengkap
dan pendukung penyempurnaan kriteria. Cara utama yang akan digunakan untuk
pengambilan dan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam
(depth interview) kepada orang-orang yang dianggap dapat memberikan informasi yang
berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini dan focus group discussion (FGD).
Di samping itu, pengumpulan data juga dilakukan dengan melakukan observasi
lapangan dan telaah terhadap dokumen-dokumen sekunder (studi literatur).
1. Wawancara Mendalam (depth interview), yaitu teknik pengumpulan data
yang dilakukan melalui tatap muka dan bercakap-cakap antara pengumpul
data dengan pemberi informasi. Wawancara dilakukan baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman wawancara yang
telah disusun. Pedoman wawancara berisi daftar pertanyaan yang
mengarahkan pembicaraan pada data yang dibutuhkan. Wawancara
mendalam dilakukan terhadap informan kunci, yaitu orang-orang tertentu
yang dianggap sangat mengerti dan memahami permasalahan dalam konteks
penelitian ini. Informan kunci tersebut adalah pihak pemilik teknologi,
penciptanya dan user yang menggunakan teknologi tersebut.
2. Diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion), yaitu mengumpulkan
para informan dan tim peneliti dalam satu acara diskusi untuk menggali data
dan informasi kualitatif. Pada kegiatan ini, salah satu anggota tim bertindak
sebagai moderator dan beberapa anggota tim yang lain berperan sebagai
pencatat proses/ hasil diskusi, baik dalam bentuk tulisan maupun rekaman
suara atau audiovisual. Peserta diskusi adalah seluruh informan kunci dalam
penelitian. Diskusi dilaksanakan di tempat dan waktu yang nyaman,
sehingga memberikan keleluasaan bagi informan kunci untuk
menyampaikan permasalahan, pemikiran, dan tanggapannya terhadap
pendapat peserta lain. Moderator mengarahkan diskusi dengan topik diskusi
dan daftar pertanyaan. Pencatat proses diskusi dilengkapi dengan alat tulis,
laptop, alat perekam suara dan alat perekam audiovisual.
Alasan dipilihnya diskusi kelompok terarah adalah untuk:

2013

43

- Memberi kesempatan kepada peserta saling berinteraksi untuk
mengungkapkan informasi yang tersembunyi yang mungkin tidak
diperoleh dengan wawancara mendalam
- Memberi kesempatan peserta mengungkapkan wawasannya mengenai
persepsi, kondisi dan harapan terhadap teknologi tersebut.
- Mewawancarai sejumlah orang dalam waktu yang terbatas;
- Mengumpulkan data secara lebih efektif dan efisien.
Meskipun demikian, metode ini juga memiliki resiko yaitu peserta merasa
kurang nyaman dan aman untuk menyampaikan pendapatnya karena
dikhawatirkan beresiko konflik dengan peserta lain. Hal ini dapat terjadi bila
peserta yang hadir tidak dalam kedudukan yang setara, misalnya atasan dan
bawahan. Untuk mengantisipasi resiko tersebut, metode FGD harus
diimbangi dengan wawancara mendalam untuk menggali data yang sifatnya
lebih kontradiktif dengan stakeholder lain.
3. Pengamatan (observasi) lapangan, yaitu teknik pengumpulan data melalui
pengamatan langsung kepada obyek penelitian. Menurut Soeratno & Lincolin
Arsyad (1993), pengamatan atau observasi merupakan cara pengumpulan
data dengan jalan melakukan pencatatan secara cermat dan sistematik.
Teknik observasi biasanya dilakukan bersamaan dengan teknik lain untuk
mengamati keadaan fisik, lokasi atau daerah penelitian secara sepintas lalu
(on the spot) dan dengan melakukan pencatatan seperlunya. Observasi
dilakukan dengan mengamati potensi bahan baku, potensi sumber daya
manusia sebagai podusen, potensi keberlanjutan bahan baku, proses
pengenalan teknologi, proses dan pelatihan dalam alih teknologi.
4. Studi kepustakaan, yaitu menelaah berbagai rujukan konseptual dan teoritis
bagi keseluruhan proses kegiatan, mulai dari perencanaan, pengumpulan
data, dan analisis data, diharapkan diperoleh melalui studi kepustakaan, agar
kesahihan hasil kegiatan dapat dipertanggungjawabkan. Studi kepustakaaan
juga dilakukan terhadap peraturan-peraturan yang berlaku yang terkait
dengan mekanisme difusi TTG serta potensi dan kebijakan pengembangan
teknologi tersebut.


2013

44

3.4. Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui empat tahapan kegiatan,
yaitu tahap identifikasi (sesuai dengan kondisi & karakteristik data lapangan);
kategorisasi (pengelompokkan data lapangan); interpretasi (menterjemahkan setiap
hasil pengelompokkan menjadi sebuah pernyataan), dan penarikan kesimpulan
(Neuman, 1997).
Penjelasan prosedur analisis data adalah sebagai berikut :
Tahap Identifikasi
Data primer dan sekunder yang dikumpulkan melalui studi literatur, observasi
lapangan, wawancara mendalam, dan FGD diidentifikasi berdasarkan pokok-
pokok permasalahannya. Pada tahap ini dilakukan screening terutama terhadap
data yang tidak relevan/kurang sesuai dengan kebutuhan.
Tahap Kategorisasi
Diterapkan pada saat data yang sudah teridentifikasi, kemudian dikelompok-
kelompokkan antara satu dengan yang lain sehingga diperoleh kelompok-
kelompok data yang menjadi satuan analisis.
Tahap Interpretasi
Diterapkan ketika data yang sudah dikategorisasi kemudian dilakukan pengaitan
antara satu dengan lain untuk selanjutnya dilakukan interpretasi (penafsiran).
Dalam penelitian ini data- data yang sudah di kategorisasikan dimaknai sebagai
alat untuk menarik kesimpulan
Tahap Penarikan Kesimpulan
Digunakan ketika data yang sudah diinterpretasi, kemudian dilakukan penarikan
kesimpulan dari arah kebijakan dan strategi pengembangan sebagai
acuan/rekomendasi untuk merumuskan alternatif solusi dari indikator yang ada
mengacu pada realitas dan interpretasi di lokasi penelitian.

3.5. Strategi Validasi Temuan Penelitian
Penelitian kualitatif dipandang oleh beberapa pihak sebagai penelitian yang
subjektif karena sangat dipengaruhi oleh latar belakang dan kapasitas para penelitinya.
Oleh karena itu, perlu adanya strategi untuk menjaga agar data dan hasil analisis yang
dituliskan sebagai dasar pembuatan kebijakan tetap valid. Penelitian ini menerapkan

2013

45

strategi validasi berlapis, mengingat pentingnya hasil penelitian ini bagi banyak
stakeholders. Strategi tersebut adalah:
Teknik triangulasi
Validasi data dilakukan dengan teknik triangulasi, di mana penelitian kualitatif
yang menggunakan data kualitatif dilengkapi dengan data kuantitatif sebagai
pendukung dan alat untuk memvalidasi temuan penelitian dan hasil analisis.
Focus Group Discussion (FGD)
Data dan hasil analisis juga akan divalidasi dengan cara pengecekan silang
dengan para pemangku kepentingan yang terkait. Pengecekan silang dilakukan
dengan metode Focus Group Discussion (FGD) di masing-masing lokasi penelitian.
Dalam FGD pengecekan silang ini, masing-masing pemangku kepentingan dapat
memberikan tanggapan dan mengoreksi data dan analisis yang dihasilkan dari
data tersebut.
Pelibatan narasumber dan pakar
Narasumber dan pakar dilibatkan dalam penelitian ini sebagai reviewer utama
terkait substansi, termasuk data dan hasil analisis. Pada setiap tahap penulisan
laporan, narasumber dan pakar akan memberikan masukan dan koreksi sesuai
dengan bidang keahlian masing-masing.
Review oleh peneliti-peneliti senior dan penentu kebijakan di Puslitbang
Sosekling dalam pembahasan laporan penelitian
Pada setiap tahap pelaporan, hasil penelitian akan dipresentasikan kepada para
peneliti senior dan penentu kebijakan di lingkungan Puslitbang Sosekling untuk
mendapatkan masukan lisan. Lebih lanjut buku laporan akan dibagikan pada
para pejabat untuk mendapatkan masukan tertulis.

3.6. Penarikan sampel
Kegiatan Kajian Kuantifikasi Nilai Ekonomi Lingkungan dan Sosial Produk
Teknologi Permukiman, melibatkan populasi yang terdiri dari empat aktor sesuai
dengan siklus kegiatan difusi TTG (berdasarkan hasil penelitian Balai Litbang Sosekling
Bidang Permukiman, 2012, yang berjudul Difusi Teknologi Tepat Guna Bambu Laminasi
dan Bebak Laminasi) yaitu Pemilik TTG, Produsen, Mediator dan Konsumen.

2013

46

Pemilik TTG dalam penelitian ini adalah Puslitbang Permukiman, unit analisis
adalah peneliti penemu TTG tertentu. TTG dapat Biority, HOSE (honai sehat), Mobile
Unit, Model MCK plus, Pengembangan Bambu Komposit, pengolahan air limbah rumah
tangga dengan sistem Sanita, RISHA, RIKA, Biofil, Biotur dan produk TTG Permukiman
yang lain.
Produsen TTG dapat berupa pelaku industri, baik yang memiliki kualifikasi
industri besar sampai kecil maupun rumah tangga. Jenis produksi TTG Permukiman
yang sudah memiliki kualifikasi industri besar contohnya adalah produk Biofil. Jenis
produksi TTG permukiman yang memiliki kualifikasi industri kecil contohnya adalah
RISHA. Jenis produksi TTG permukiman yang memiliki kualifikasi industri rumah
tangga adalah komposter.
Mediator TTG Permukiman paling tidak dibagi menjadi Pemerintah, Pemerintah
Provinsi dan Kota atau Kabupaten, dunia usaha serta masyarakat luas. Mediator TTG
Permukiman diproyeksikan sesuai dengan keterangan dari pemilik TTG yang telah
melakukan upaya difusi TTG.
Konsumen TTG Permukiman merupakan pihak penerima manfaat akhir dari
keberadaan produk. Dalam hal ini dapat berbentuk perorangan atau keluarga,
komunitas masyarakat dan juga instusi organisasi atau kewilayahan.










Sumber: Balai Litbang Sosekling Bidang Permukiman, 2012
Gambar 2. Pemilihan sampel kajian

bisnis

2013

47

Sampel penelitian kualitatif diambil dengan metode purposive. Sampel yang
diambil akan dianggap cukup, apabila data atau informasi yang disampaikan telah sama,
sehingga menghindari keterangan yang berulang.

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


6.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari kegiatan Kajian Kuantifikasi Nilai Ekonomi dan Sosial Produk
Teknologi Permukiman ini adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan proker untuk survey kebutuhan teknologi di ditjen
Selama ini, program/kegiatan banyak yang merupakan instruksi dari
atasan, sedikit ruang inisiatif peneliti, sehingga peneliti dalam posisi yang
sulit untuk menyeleksi teknologi yang akan diriset.
2. Keberterimaan paradigma baru
Bussiness plan dipahami sebagai sebuah kebutuhan untuk membantu
peneliti mencapai tidak hanya output tetapi juga outcome tetapi juga
mempertinggi hasil dari investasi puskim. Juga dipakai untuk
memprioritaskan program.
3. Hubungan antara proses riset dan kedalaman bussiness plan (sistem
inovasi balitbang)
Perlu dikaitkan proses riset di puslitbang ABC (penetapan judul, uji lab, uji
lapangan, launching, evaluasi), dengan kebutuhan dan kedalaman
bussiness plan. Dan hal ini terintegrasi dalam sebuah sistem.
4. Fungsi bussiness plan
a. Integrasi pemikiran dan mensistematisasi gagasan dan upaya peneliti
untuk mengembangkan pasar dari teknologi yang diteliti.
b. Media komunikasi yang mampu menjembatani semua stakeholder
(pemerintah, swasta, pemda dan komunitas).
c. Value for money investasi 100 juta kembali 200 juta
d. Komersialisasi khususnya sebelum dilakukan launching.
e. Membantu peneliti mencapai tidak hanya output, tetapi juga outcome

2013

48

5. Pembagian peran
a. Puslitbang sosekling dan puslitbang ABC, terkait bussiness plan dan
follow up bussiness plan.
b. Pembagian peran antara bidang proker (kerjasama) dengan peneliti
c. Pembagian peran antara peneliti dengan mitra usahanya
6.
a. Ringkasan eksekutif: penerima manfaat (user), kebutuhan, benefit,
masalah yang ditimbulkan, keunikan
b. Deskripsi Perusahaan
c. Target Pasar
d. Kompetisi
e. Strategi Pemasarandan Penjualan
f. Operasional Bisnis
g. Struktur Manajemen
h. Perkembangan Bisnis Ke Depan
i. Finansial
7. Quick bussiness plan
Cara pandang dari respon, bukan waktu pengisian,
8. Evaluasi bussiness plan
Perlu formalisasi bussiness plan, untuk itu diperlukan sebuah format
penilaian kelayakan bussiness plan. Termasuk siapa yang melakukan dan
menandatangani bussiness plan.
9. Otomasi (software)
User friendly, spreadsheet, otomasi kelayakan
10. Kompetensi peneliti untuk menyusun bussiness plan
Bagaimana membantu peneliti untuk menyusun bussiness plan
(peningkatan kompetensi atau outsourcing)

6.2. Rekomendasi
Rekomendasi yang dapat diberikan dari hasil Kajian Kuantifikasi Nilai Ekonomi
dan Sosial Produk Teknologi Permukiman ini adalah sebagai berikut :

2013

49

1. Pengadaan pelatihan penyusunan businessplan untuk peneliti di
lingkungan Puslitbang Permukiman
2. Penyusunan regulasi agar setiap peniliti dengan produk yang bernilai
ekonomis wajib menyertakan produknya dengan businessplan
3. Perlu pembuatan software untuk menyusun businessplan dengan mudah
khusus untuk peneliti di Puslitbang Permukiman



2013

50





Laporan Akhir








TAHUN ANGGARAN 2013

Peningkatan Kapasitas Adaptasi
Masyarakat Daerah Rentan Air Minum dan
Sanitasi terkait Dampak Perubahan Iklim

2013

51








BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kenaikan suhu menyebabkan frekuensi pemanasan ekstrim semakin
meningkat dengan pertumbuhan populasi mengakibatkan pertambahan kebutuhan
akan air, beberapa tempat di dunia menjadi lebih kering dalam beberapa musim,
jika pola ini berlanjut, keterbatasan sumber air akan semakin parah.
Perubahan iklim terkait perubahan presipitasi dan tinggi muka air laut dan
menyebabkan kualitas dan pengolahan air di perkotaan, intrusi air garam, dapat
terjadi lebih sering terjadi dan mengkontaminasi air tanah dan permukaan hal ini
dapat mengurangi suplai air minum dan menyebarkan polutan berbahaya melalui
sistem pengelolaan air.
Panas yang ditimbulkan bangunan dan jalan menyebabkan pemanasan kota
di pulau, pemanasan ini menyebabkan peningkatan suhu di air sungai dan telaga.
Dapat meningkatkan polusi air termasuk polusi suhu yang meningkatkan jumlah
algal dan bakteri dan jamur yang terkandung di dalam air. Hal ini yang
meningkatkan biaya menyediakan air bersih siap minum.
Dampak perubahan iklim pada kehidupan juga tergantung pada lokasi
geografis peri kehidupan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya perbedaan tingkat
kerentanan perubahan iklim yang dihadapi masyarakat yang tinggal di berbagai
konteks kehidupan pada lokasi spesifik.
Resiko yang harus dikurangai dengan adaptasi dapat secara langsung,
seperti bahaya banjir yang besar atau lebih sering, intensitas dan atau badai yang
lebih sering dari gelombang panas; dampak tidak langsung seperti efek negatif dari
perubahan iklim yang mempengaruhi kehidupan atau suplai makanan (dan hanya)

2013

52

akses pada kebutuhan air pada kebutuhan konsumsi untuk air minum dan sanitasi.
Kovats S, dkk, 2008 menyebutkan Iklim merupakan penentu utama ketersediaan
air. Ketersediaan air tergantung pada waktu dan volume curah hujan. Beban
penyakit saat ini sebagai akibat dari kurangnya akses terhadap air dan sanitasi
telah lama diakui, khususnya tingkat kematian bayi yang sangat tinggi dari di
daerah perkotaan. Dalam kajian yang sama disebutkan, Aspek sosial dan ekonomi
terkait kurangnya akses ke peningkatan air di tingkat rumah tangga. Kota-kota di
beberapa negara berpenghasilan rendah telah mengalami kegagalan dalam
menyediakan pasokan air karena peristiwa kekeringan ekstrim. Akses terhadap air
di dalam kota tidak merata, dan setiap penurunan pasokan cenderung memiliki
dampak yang lebih besar pada populasi miskin. Perubahan iklim dapat
mempengaruhi pasokan air untuk populasi di kota-kota melalui berbagai
mekanisme.
Hasil Penelitian Balai Litbang Sosekling Bidang Permukiman di Tahun
Anggaran 2012, menghasilkan rumusan penghitungan kemampuan adaptasi di
berbagai tingkat entitas masyarakat. Kapasitas adaptasi yang dimiliki dapat diukur,
dan perlu kemudian untuk ditingkatkan. Perhatian perlu dilihat terutama di daerah
yang memiliki tingkat kerentanan air dan sanitasi yang terkait perubahan iklim.
B. Pertanyaan Penelitian
- Apakah model dapat berlaku di tempat lain, dengan karakter masyarakat dan
sektor yang berbeda (air minum dan sanitasi)?
- Apakah model sudah cukup lengkap menggambarkan perubahan iklim dan
kesiapan masyarakat?
C. Maksud dan Tujuan
Maksud penelitian adalah untuk menguji kesesuaian komponen model
kesiapan Adaptasi Perubahan Iklim oleh Masyarakat.
Tujuan penelitian adalah tersusunnya Model kesiapan Adaptasi Perubahan
Iklim oleh Masyarakat dalam sektor Air Minum yang merupakan dasar untuk
penyusunan strategi adaptasi.

2013

53

D. Keluaran
Keluaran yang dihasilkan dalam kegiatan ini adalah 1 (satu) buah Model
kesiapan Adaptasi Perubahan Iklim oleh Masyarakat dalam sektor Air Minum yang
berisi tentang faktor-faktor determinan dan interaksi faktor tersebut untuk
menghasilkan masyarakat yang diharapkan siap beradaptasi.
E. Lokasi
Lokasi dipilih dengan menggunakan dasar peta kerentanan kekeringan yang
dikeluarkan oleh World Bank, dengan memperhatikan kriteria pemilihan lokasi
penelitian tahun 2012. Lokasi penelitian adalah di Serang, Jawa Tengah dan
Sulawesi Selatan.
F. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Dirjen Cipta Karya,
Puslitbang Permukiman dan Pemerintah Daerah untuk mengukur tingkat
kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim sektor air minum dan sanitasi.

2013

54

BAB III METODE PENELITIAN

Kerangka Pikir















Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian
Pendekatan
Penelitian dilakukan dengan menggunakan penggabungan teori dasar terkait
kesiapan masyarakat dan kerentanan perubahan iklim. Teori terkait kesiapan membagi
kelompok populasi menjadi 3 tataran, yaitu individu/keluarga, komunitas dan
lembaga/institusi. Teori terkait kerentanan perubahan iklim membagi kelompok
indikator menjadi 3 bagian, yaitu kapasitas adaptasi, paparan dan sensitifitas. Model
dikembangkan untuk dapat menemukan tingkat kesiapan dan kerentanan dari wilayah
yang diukur. Dari perbandingan wilayah yang diukur, ditemukan hasil tingkat kapasitas
adaptasi di wilayah yang tidak mengalami kelangkaan air adalah rendah, demikian
sebaliknya di daerah yang mengalami kelangkaan air. Tingkat paparan di wilayah
penelitian cenderung mengarah ke rentan, dan tingkat sensitifitas lebih ditentukan ada-
tidaknya kesepakatan institusional, terkait program-program air bersih. Pada tahun
pertama penelitian telah menemukan koefisien regresi estimasi masing-masing
Skala indeks
Keandalan Validitas Kemampuan Generalisasi
Pengujian/
Uji ulang
Bentuk Alternatif Konsistensi
internal
Kandungan
Kriteria Konsep
Kovergen Diskriminan Nomologi
Perumusan masalah Penelitian kualitatif Analisis tematik Faktor determinan
Instrumen kesiapan
masyarakat
Penelitian kuantitatif
Instrumen adaptasi
perubahan iklim
sektor air minum
Uji model
Penelitian 2012

2013

55

variabel. Koefisien digunakan untuk membangun indeks dari kapasitas adaptasi di
wilayah penelitian. Dengan menggunakan data regresi, indeks merupakan alat prediksi
yang baik untuk penilaian kerentanan perubahan iklim, dapat juga digunakan sebagai
alat ukur bagi variabel determinan dari sensitifitas dan kerentanan. Pada tahun kedua
dilaksanakan uji model dengan mengujikan model di wilayah lain dengan karakter
serupa, dan menambahkan sektor sanitasi untuk validitas model.

VERIFIKASI DAN VALIDASI MODEL KESIAPAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI
PERUBAHAN IKLIM AKIBAT PEMANASAN GLOBAL
Validasi adalah proses penentuan apakah model, sebagai konseptualisasi atau
abstraksi, merupakan representasi berarti dan akurat dari sistem nyata? (Hoover dan
Perry, 1989); validasi adalah penentuan apakah mode konseptual simulasi (sebagai
tandingan program komputer) adalah representasi akurat dari sistem nyata yang
sedang dimodelkan (Law dan Kelton, 1991).










Gambar 3. Relasi verifikasi, validasi dan pembentukan model kredibel
Aturan Verifikasi Dan Validasi Dalam Simulasi
Ketika membangun model simulasi sistem nyata, kita harus melewati beberapa
tahapan atau level pemodelan. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1, pertama kita
harus membangun model konseptual yang memuat elemen sistem nyata. Dari model
konseptual ini kita membangun model logika yang memuat relasi logis antara elemen
sistem juga variabel eksogenus yang mempengaruhi sistem. Model kedua ini sering
disebut sebagai model diagram alur. Menggunakan model diagram alur, lalu
Data dan
analisis
pemrograman
Menjalankan model
Kirim hasil ke
manajemen
validasi verifikasi
validasi
Model kredibel terbentuk
System
nyata
Model konseptual
Program simulasi
Hasil benar
tersedia
Implementasi hasil

2013

56

dikembangkan program komputer, yang disebut juga sebagai model simulasi, yang akan
mengeksekusi model diagram alur.
Pengembangan model simulasi merupakan proses iteratif dengan beberapa
perubahan kecil pada setiap tahap. Dasar iterasi antara model yang berbeda adalah
kesuksesan atau kegagalan ketika verifikasi dan validasi setiap model. Ketika validasi
model dilakukan, kita mengembangkan representasi kredibel sistem nyata, ketika
verifikasi dilakukan kita memeriksa apakah logika model diimplementasikan dengan
benar atau tidak. Karena verifikasi dan validasi berbeda, teknik yang digunakan untuk
yang satu tidak selalu bermanfaat untuk yang lain.
Baik untuk verifikasi atau validasi model, kita harus membangun sekumpulan
kriteria untuk menilai apakah diagram alur model dan logika internal adalah benar dan
apakah model konseptual representasi valid dari sistem nyata. Bersamaan dengan
kriteria evaluasi model, kita harus spesifikasikan siapa yang akan mengaplikasikan
kriteria dan menilai seberapa dekat kriteria itu memenuhi apa yang sebenarnya.
Tabel 2. Hal yang harus diperhatikan dalam verifikasi dan validasi
Model Verifikasi Validasi

Konseptual
Apakah model mengandung semua
elemen, kejadian dan relasi yang sesuai?
Apakah model dapat menjawab
pertanyaan pemodelan?


Logika
Apakah kejadian direpresentasikan
dengan benar?
Apakah mode memuat semua kejadian
yang ada pada model konseptual?
Apakah rumus matematika dan
relasi benar?

Apakah ukuran statistik
dirumuskan dengan benar?
Apakah model memuat semua relasi
yang ada dalam model konseptual?


Komputer
atau
simulasi
Apakah kode komputer memuat
semua aspek mode logika?
Apakah model komputer merupakan
representasi valid dari sistem nyata?
Apakah statistik dan rumus
dihitung dengan benar?
Dapatkah model komputer menduplikasi
kinerja sistem nyata?
Apakah model mengandung
kesalahan pengkodean?
Apakah output model komputer
mempunyai kredibilitas dengan ahli
sistem dan pembuat keputusan?
Sumber : http://ocw.gunadarma.ac.id/course/industrial-technology/informatics-engineering-s1/pemodelan-dan-
simulasi/verifikasi-dan-validasi-sistem-pemodelan

Praktisi simulasi harus dapat menentukan aspek apa saja, dari system yang
kompleks, yang perlu disertakan dalam model simulasi. Petunjuk umum dalam
menetukan tingkat kedetailan yang diperlukan dalam model simulasi:
1. Mendefinisikan variable
2. Mengilangkan model-model tidak valid secara universal

2013

57

3. Memanfaatkan pakar dalam analisis sensitivitas untuk membantu
menentukan level deteil model
Berikut adalah rincian langkah-langkah dalam verifikasi dan validasi model
1. Validasi Model Konseptual
Validasi model konseptual adalah proses pembentukan abstraksi relevan
sistem nyata terhadap pertanyaan model simulasi yang diharapkan akan dijawab.
Tidak ada metode standar untuk validasi model konseptual, kita hanya akan melihat
beberapa metode yang berguna untuk validasi. Pada umunya model konseptual tidak
dapat memasukkan semua detil sistem nyata, melainkan hanya elemen yang relevan
dengan pertanyaan yang diharapkan akan dijawab. Dalam pembuatan model
konseptual, semua kejadian, fasilitas, peralatan, aturan operasi, variabel status,
variabel keputusan dan ukuran kinerja harus jelas diidentifikasikan dan akan
menjadi bagian dari model simulasi. Kita juga harus mengidentifikasikan dengan
jelas semua elemen yang tidak akan dimasukkan dalam model simulasi. Analis
simulasi, pengambil keputusan dan manajer harus bergabung untuk memutuskan
berapa banyak sistem nyata harus dimasukkan untuk menghasilkan representasi
valid sistem nyata.
Berikut adalah model konseptual yang dilakukan oleh tim peneliti untuk
memasukan elemen yang relevan (system nyata) dengan mengidentifikasikan secara
jelas semua elemen sehingga menghasilkan representasi valid system nyata.













2013

58
























Gambar 4. Tahapan Pembuatan Model Konseptual

Dua filosofi yang digunakan untuk memutuskan berapa banyak sistem nyata harus
dimasukkan dalam model simulasi:
a. Masukkan semua aspek sistem yang dapat mempengaruhi perilaku sistem dan
menyederhanakan model begitu dapat memahami elemen relevan sistem.
b. mulai dengan model sederhana sistem dan biarkan model berkembang semakin
kompleks sejalan degan semakin jelasnya eleme-elemen sistem yang harus
dimasukkan dalam model untuk menjawab pertanyaan.
Kita juga percaya bahwa filosofi berikut ini juga perlu diikuti :
c. Keluarkan usaha dan waktu yang lebih banyak dengan mereka yang lebih
memahami sistem nyata, identifikasikan semua elemen yang akan memberikan
dampak signifikan akan jawaban pertanyaan model yang diharapkan akan
dijawab.
Hasil yang diperoleh dibuat dalam 2 model konseptual, yaitu:
Mulai
Studi Pustaka Penetuan Tingkat Kesiapan Masyarakat
KUALITATIF
(Studi Kasus)
Analisis Tematik
Primer
MENGGALI INFORMASI

Sekunder
Tahap 1:
Mengidentifikasi Teori
Kesiapan dengan
Catatan Lapangan
Tahap 2: Memberikan
Codding pada Topik-
Topik Pembicaran
Penting
Tahap 3:
Melakukan
Verifikasi
Tahap 4: Membaca
kepustakaan yang terkait
dengan masalah dan
konteks penelitian.

HASIL 1:
MENGHASILKAN FAKTOR DETERMINANT (TEMA) YANG DIDUGA
MEMPENGARUHI KESIAPAN MASYARAKAT

2013

59

a. Adaptive capacity refers to the ability to anticipate and transform structure,
functioning, or organization to better survive hazards (Saldaa-Zorrilla, 2007).
1) Kesiapan Individu

2) Kesiapan Komunitas
No Konstrak Penelitian Dimensi Kontrak
1 Karakteristik responden Usia
Jenis Kelamin
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan
Kedudukan tokoh dan lamanya menjabat di Masyarakat
2 Kearifan lokal Pengetahuan lokal
Mempunyai dan Menjalankan Keterampilan dan Kearifan Lokal
Mengetahui dan Menggunakan Sumber Air Alami
Mempunyai dan Mematuhi Peran Sosial
3 Pengelolaan air pada
musim langka air
Perubahan Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas Sumber Air
Perbedaan Cara Memperoleh Air
Upaya Mengatasi Kelangkaan Air
Upaya Untuk Aspek Pengelolaan (Tata Atur)
4 Keterlibatan komunitas
dalam organisasi
Terlibat dalam Pembuatan Sarana Fasilitas Umum
Keinginan Membayar terhadap Out Put Proyek
Terlibat dalam Pemeliharaan Fisik
5 Kepemimpinan Mempunyai Visi
Cara Memilih Pemimpin
Cara Memilih Pengurus
Cara Mendelegasikan Tugas Kepada Anggota
Cara Pengambilan Keputusan
Cara Berinteraksi dengan Anggota
Melakukan Evaluasi
Melakukan Monitoring
6

Keberadaan organisasi Penunjukkan Pengurus Organisasi
Adanya Aturan Untuk Masyarakat dalam PAB
No Konstrak Penelitian Dimensi Konstrak
1 Karakteristik responden Usia
Jenis Kelamin
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan
2 Pengetahuan Pengetahuan tentang kesiapan masyarakat dalam menghadapi permasalahan
perubahan ketersediaan sumber daya air akibat perubahan iklim
3 Kesiapan sikap Dukungan responden untuk memberi respon positif atau negatif terhadap kesiapan
masyarakat dalam menghadapi permasalahan perubahan ketersediaan sumber daya air
akibat perubahan iklim
4 Kesiapan perilaku
masyarakat dalam
penggunaan air sehari-
hari
Jumlah dan jenis air yang dimiliki keluarga
Ketersediaan sumber air yang dimiliki keluarga
Kesediaan mengeluarkan biaya untuk berganti sumber air yang lebih baik
Kesediaan membayar untuk mendapatkan sumber air
Kesediaan mengeluarkan biaya untuk merawat instalasi sumber air secara rutin
Perubahan sumber air berdasarkan musim
5 Status penyakait karena
masalah air
Kondisi dimana ada anggota keluarga yang pernah mengalami sakit karena masalah air
6 Kesiapan perilaku
masyarakat dalam
penggunaan air saat
musim langka air
Terjadinya perubahan kualitas, kuantitas dan kontinuitas sumber air
Terjadinya pembatasan penggunaan air saat musim langka air
Terjadi kebiasaan menyimpan air
Penambahan pengeluaran biaya
Persiapan menghadapi perubahan musim langka air
Mengurangi kegiatan saat musim langka air
Munculnya konflik saat musim langka air
Menderita sakit
7 Perilaku pemanfaatan air
untuk usaha
Kebiasaan atau perbuatan masyarakat terkait dengan pemanfaatan air dalam
kehidupan keluarga untuk meningkatkan status sosial ekonomi

2013

60

Adanya Pemeliharaan Rutin Sarana Air Bersih
Adanya Struktur Organisasi
Membuat AD/ART

3) Kesiapan Kelembagaan
No Konstrak Penelitian Dimensi Kontrak
1 Jaringan Upaya dari suatu lembaga di masyarakat untuk menjalin hubungan kerjasama dengan
lembaga lain
2 Ketersediaan informasi Banyaknya informasi yang diperoleh lembaga dalam 6 bulan terakhir
Menyampaikan informasi kepada warga dan mudah untuk dijangkau
3 Saluran/ channel
komunikasi
Banyaknya saluran komunikasi yang ada di masyarakat
Penanganan terhadap pengaduan memuaskan
4 Kesepakatan program dan
dukungan kebijakan
tentang penyediaan air
bersih
Mengikuti musyawarah
Mempunyai catatan kesepakatan
Mencari pendanaan
Memiliki rencana pembangunan air bersih tertulis
Masyarakat mengetahui program-program air bersih kelompok
Masyarakat mengetahui program-program air bersih pemerintah
Pemerintah melakukan pembinaan
Mempunyai kepercayaan terhadap pemerintah daerah tentang PAB
Puas terhadap pelayanan PAB pemerintah
Bersedia mematuhi kebijakan pemerintah terkait air bersih di daerah
5 Manfaat Semua KK telah memanfaatkan sumber air bersih komunal
Layanan sumber air bersih komunal dapat terjangkau sepanjang tahun
Keinginan dan kelancaran membayar masyarakat terhadap output fasilitas komunal
Adanya usaha untuk menjaga ketersediaan sumber air bersih

b. The propensity or predisposition to be adversely affected. Vulnerability is a
function of the character, magnitude, and rate of climate change and variation
to which a system is exposed, its sensitivity, and its adaptive capacity (IPCC,
2007c, p. 883).
1) Variabel yang dapat mempengaruhi tingkat paparan subjek dari
variabilitas iklim atau aset yang dapat terdampak bencana perubahan
iklim
No Konstrak Penelitian Dimensi Kontrak
1 Kesiapan perilaku
masyarakat dalam
penggunaan air saat
musim langka air
Terjadinya perubahan kualitas, kuantitas dan kontinuitas sumber air
Terjadinya pembatasan penggunaan air saat musim langka air
Terjadi kebiasaan menyimpan air
Penambahan pengeluaran biaya
Persiapan menghadapi perubahan musim langka air
Mengurangi kegiatan saat musim langka air
Munculnya konflik saat musim langka air
Menderita sakit
2 Pengelolaan air pada
musim langka air
Perubahan Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas Sumber Air
Perbedaan Cara Memperoleh Air
Upaya Mengatasi Kelangkaan Air
Upaya Untuk Aspek Pengelolaan (Tata Atur)
2) Variabel yang dapat mempengaruhi tingkat sensitivitas yang terkait
dengan perubahan ketersediaan air minum
No Konstrak Penelitian Dimensi Kontrak
1 Kesiapan perilaku
masyarakat dalam
penggunaan air sehari-hari
Jumlah dan jenis air yang dimiliki keluarga
Ketersediaan sumber air yang dimiliki keluarga
Kesediaan mengeluarkan biaya untuk berganti sumber air yang lebih baik
Kesediaan membayar untuk mendapatkan sumber air
Kesediaan mengeluarkan biaya untuk merawat instalasi sumber air secara rutin
Perubahan sumber air berdasarkan musim

2013

61

2 Status penyakait karena
masalah air
Kondisi dimana ada anggota keluarga yang pernah mengalami sakit karena masalah air
3 Perilaku pemanfaatan air
untuk usaha
Kebiasaan atau perbuatan masyarakat terkait dengan pemanfaatan air dalam kehidupan
keluarga untuk meningkatkan status sosial ekonomi
4 Kesepakatan program dan
dukungan kebijakan tentang
penyediaan air bersih
Mengikuti musyawarah
Mempunyai catatan kesepakatan
Mencari pendanaan
Memiliki rencana pembangunan air bersih tertulis
Masyarakat mengetahui program-program air bersih kelompok
Masyarakat mengetahui program-program air bersih pemerintah
Pemerintah melakukan pembinaan
Mempunyai kepercayaan terhadap pemerintah daerah tentang PAB
Puas terhadap pelayanan PAB pemerintah
Bersedia mematuhi kebijakan pemerintah terkait air bersih di daerah
5 Manfaat Semua KK telah memanfaatkan sumber air bersih komunal
Layanan sumber air bersih komunal dapat terjangkau sepanjang tahun
Keinginan dan kelancaran membayar masyarakat terhadap output fasilitas komunal
Adanya usaha untuk menjaga ketersediaan sumber air bersih

3) Variabel yang dapat mempengaruhi kemampuan beradaptasi menghadapi
perubahan iklim (Data adaptif kapasitis)
No Konstrak Penelitian Dimensi Kontrak
1 Karakteristik responden Usia
Jenis Kelamin
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan
2 Pengetahuan Pengetahuan tentang kesiapan masyarakat dalam menghadapi permasalahan perubahan
ketersediaan sumber daya air akibat perubahan iklim
3 Kesiapan sikap Dukungan responden untuk memberi respon positif atau negatif terhadap kesiapan
masyarakat dalam menghadapi permasalahan perubahan ketersediaan sumber daya air
akibat perubahan iklim
4 Kearifan lokal Pengetahuan lokal
Mempunyai dan Menjalankan Keterampilan dan Kearifan Lokal
Mengetahui dan Menggunakan Sumber Air Alami
Mempunyai dan Mematuhi Peran Sosial
5 Keterlibatan komunitas
dalam organisasi
Terlibat dalam Pembuatan Sarana Fasilitas Umum
Keinginan Membayar terhadap Out Put Proyek
Terlibat dalam Pemeliharaan Fisik
6 Kepemimpinan

Mempunyai Visi
Cara Memilih Pemimpin
Cara Memilih Pengurus
Cara Mendelegasikan Tugas Kepada Anggota
Cara Pengambilan Keputusan
Cara Berinteraksi dengan Anggota
Melakukan Evaluasi
Melakukan Monitoring
7 Keberadaan organisasi Penunjukkan Pengurus Organisasi
Adanya Aturan Untuk Masyarakat dalam PAB
Adanya Pemeliharaan Rutin Sarana Air Bersih
Adanya Struktur Organisasi
Membuat AD/ART
8 Jaringan Upaya dari suatu lembaga di masyarakat untuk menjalin hubungan kerjasama dengan
lembaga lain
9 Ketersediaan informasi Banyaknya informasi yang diperoleh lembaga dalam 6 bulan terakhir
Menyampaikan informasi kepada warga dan mudah untuk dijangkau
10 Saluran/ channel
komunikasi
Banyaknya saluran komunikasi yang ada di masyarakat
Penanganan terhadap pengaduan memuaskan

2. Verifikasi dan Validasi Model Logis

2013

62

Bentuk model logis tergantung dari bahasa pemrograman yang akan
digunakan. Jika model konseptual sudah dibangun dengan baik, verifikasi model
konseptual bukan pekerjaan kompleks. Ada beberapa upaya yang telah dijalankan
agar model logis dapat merepresentasikan model konseptual. Salah satu
pendekatan yang digunakan untuk verifikasi model logis adalah dengan fokus pada:
a. Kejadian dalam model diproses dengan benar
b. Rumus matematika dan relasi dalam model dapat dikatakan valid
c. Statistik dan ukuran adaptasi diukur dengan benar
3. Verifikasi dan Validasi Pemrosesan Kejadian
a. Validasi bahwa model logis mengandung semua kejadian dalam model
konseptual
b. Verifikasi hubungan di antara kejadian
c. Verifikasi bahwa model logis memproses kejadian secara simultan dengan
urutan benar.
d. Verifikasi bahwa semua variabel status yang berubah karena terjadinya suatu
kejadian diperbaiki dengan benar.











DIAGRAM JALUR YANG DIHASILKAN UNTUK MODEL KESIAPAN INDIVIDU




Pendidikan
x1
Pendapatan
x2
Pengetahuan
y1
Sikap
y2
x3
x4
y3
GK: 0,031, P:0,100, K: 0,176
GK: 0,001, P: 0,003, K: 0,000
GK: 0,209, P: 0,105, K: 0,113

2013

63



























Gambar 5. Diagram Jalur Yang Dihasilkan Untuk Model Kesiapan Individu
DIAGRAM JALUR YANG DIHASILKAN UNTUK MODEL KESIAPAN KOMUNITAS DAN
KELEMBAGAAN



Perilaku
Perubahan Iklim
y5
Y4
Perilaku
Penggunaan Air
Sehari-hari
Perilaku Saat
Musim Langka
Air
x5
x6
x7
Perilaku
Pemanfaatan Air
Y7 y6
Sakit Karena
Masalah Air
GK: 0,298, P: 0,107, K: 0,159
GK: 0,019, P:0,107, K: 0,519
GK: 0,187, K: 0,337
GK: 0,000, K: 0,000
GK: 0894, P:0,954, K: 0,894
GK:0.842, P:0,024, K: 0,842
KESIAPAN INDIVIDU
0,600
25.0 Pengetahuan tentang Perubahan Iklim + 25.4 Sikap tentang
Perubahan Iklim + 24.6 Perilaku tentang Perubahan Iklim + 24.9
Perilaku tentang Penggunaan Air Sehari-Hari

x
1
Kearifan Lokal
y
1
Pengelolaan Air
Saat Musim Langka
GK: 0,005, K: 0,062
Kelayakan Model
1. R-Square: 0,600
(Kemampuan Prediksi Baik)
2. Cooefisien Indeks: 0,000
(Variabel Layak)
3. Asusmsi Eksistensi: Mean:
0,000, Sd: 0,28306
(Terpenuhi)
4. Asumsi Independensi: DW:
1,870 (Terpenuhi)
5. Asusmsi Normalitas:
Terpenuhi
6. Nilia VIF < 10 (telah terjadi
collinearity)

2013

64





























Gambar 6. Diagram Jalur Yang Dihasilkan Untuk Model Kesiapan Komunitas dan
Kelembagaan
Pengembangan model penilaian ini mengikuti prosedur pengembangan yang
diajukan Thiaragajan, Semmel & Semmel (1974: 35) dalam Mulyani (2012) yang dikenal
dengan Four-D model. Tahapan dalam Four-D model meliputi empat tahap yaitu: define,
design, develop, dan desseminate. Rancangan model dalam penelitian ini hanya
x
2
Kepemimpinan
y4
Ketersediaan
Organisasi
KESIAPAN
KOMUNITAS
x
1
x
2
Jaringan
Ketersediaan
Informasi y
1
Ketersediaan
Channel
Komunikasi
KESIAPAN
KELEMBAGAAN
x
2
y5
Keterlibatan Komunitas
GK: 0,001, K: 0,007, P: 0,056
GK: 0,003, K: 0,004
y
2
y
3
GK: 0,157, K: 0,053, P: 0,048
GK: 0,863, K: 0,933
GK: 0,001, K: 0,007, P: 0,056
Kesepakatan Program
GK: 0,051, P: 0,032, K:0,056
GK: 0,335, K: 0,452, P: 0,114
7.6
Kepemimpina
n + 12.3
Kearifaan
Lokal + 19.0
Community
Action Plan
x
2
13.5 Kesepakatan Program + 15.1 Jaringan + 13.1
Channel + 13.2 Ketersediaan Informasi.
Kelayakan Model: (1) R-Square: 0,946 (Kemampuan Prediksi Baik), (2) Cooefisien Indeks: 0,000 (Variabel
Layak), (3) Asusmsi Eksistensi: Mean: 0,000, Sd: 3.89783 (Terpenuhi), (4) Aumsi Independensi: DW: 1,561
(Terpenuhi), (5) Asumsi Normalitas: Terpenuhi, (6) Nilai VIF < 10 (telah terjadi collinearity)

2013

65

meliputi tiga tahap. Untuk memperoleh data yang terpercaya diperlukan instrumen
yang valid dan reliabel. Guna memenuhi hal tersebut, instrumen yang sudah
dikembangkan tersebut perlu diuji validitas konstruknya. Secara teoretis, uji validitas
konstruk sudah dilakukan dalam proses pengembangan instrumen, yaitu dengan
mengembangkan definisi operasional berdasarkan teori sampai dengan penulisan kisi-
kisi dan instrumen penelitian. Namun demikian, guna memenuhi validitas konstruk
secara empiris, untuk keperluan analisis tersebut langkah-langkah yang perlu dilakukan
adalah sebagai berikut:
a. Pengujian kenormalan data. Hasil analisis uji normalitas menunjukkan bahwa nilai
signifikansi (p) dari uji Kolmogorv-Smirnov untuk semua variabel lebih dari 0,05.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semua variabel memiliki data yang
berdistribusi normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa derajat bebasnya adalah
115 yang, artinya over identified. Oleh karena itu, model ini telah memenuhi syarat
untuk dilakukan pengujian lebih lanjut.
b. Penilaian fit model. Hasil Uji Model Penilaian Komprehensif Berbasis Adaptasi
Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim perlu melakukan penafsiran terhadap
parameter yang ditemuka. Untuk menentukan fit tidaknya model digunakan
criteria:
1) Seleksi Variabel
Variabel yang dapat masuk model multivariate adalah variable yang analisis
bivariatenya mempunyai nilai p-value < 0,25. Hasil analisis multivariate
sebagai berikut:
2) Uji Asumsi
Agar persamaan garis yang digunakan untuk memprediksi menghasilkan
angka yang valid, maka persamaan yang dihasilkan harus memenuhi asumsi-
asumsi yang dipersyaratkan dalam uji regresi linear ganda, yaitu:
a) Asumsi eksistensi (variable random)
Untuk tiap nilai variable X (variable independent), variable Y (variable
dependent) adalah variable random yang mempunyai nilai mean dan
varian tertentu. Cara mengetahui asumsi eksistensi dengan cara
melakukan analisis dekripstif variable residual dari model, apabila

2013

66

residual menunjukkan adanya mean mendekati nilai nol dan ada sebaran
(varian atau standar deviasi) maka asumsi eksistensi terpenuhi. Hasil
analisis:
b) Asumsi Independensi
Suatu keadaan dimana masing-masing nilai Y bebas satu sama lain. Jadi
nilai dari tiap-tiap individu saling berdiri sendiri. Tidak diperbolehkan
nilai observasi yang berbeda yang diukur dari satu individu diukur dua
kali. Untuk mengetahui asumsi ini dilakukan dengan cara mengeluarkan
uji Durbin Watson, bila nilai Durbin -2 s.d +2 berarti asumsi independensi
terpenuhi, sebaliknya bilai nilai Durbin <-2 atau > +2 berarti asumsi tidak
terpenuhi.
c) Asumsi Normalitas
Variabel Y mempunyai distribusi normal untuk setiap pengamatan
variable X. dapat diketahui dari Normal P-P Plot Residual, bila data
menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal,
maka model garis regresi memenuhi asumsi model regresi tidak
memenuhi asumsi normalitas
d) Diagnostik Multicollinearity
Dalam regesi linier tidak boleh sesama variable independent berkorelasi
secara kuat (multicollinearity). Untuk mendeteksi collinearity dapat
diketahui dari nilai VIF (variance inflation factor), bila nilai VIF lebih dari
10 maka mengindikasi telah terjadi collinearity
c. Menentukan seberapa representatif output Simulasi Prosedur Statistik untuk
membandingkan data output dari observasi dunia nyata dan simulasi:
1) Korelasi pendekatan inspeksi :





Gambar 7. Korelasi Pendekatan Inspeksi
Data Output Model
Data Output Simulasi

Simulasi

Model 2012
Data Input Sistem Secara historis

Data Input Sistem Secara Historis


Perbandingan


2013

67

2) Pendekatan pendugaan selang kepercayaan berdasarkan data independen
3) Pendekatan Time Series
Setelah model diverifikasi, selanjutnya kita harus menentukan apakah output
simulasi akurat, dan karenanya valid, sebagai representasi sistem nyata.
Validasi model simulasi dilakukan dengan partisipasi analis, pengambil
keputusan dan manajer sistem. Uji validasi model adalah apakah pengambil
keputusan dapat mempercayai model yang digunakan sebagai bagian dari
proses pengambilan keputusan.
A. Populasi dan Sampel
1. Definisi populasi:
a. Penelitian Kualitatif: populasi untuk mengetahui kesiapan masyarakat
diwakili oleh: kepala wilayah, pengurus LSM yang bergerak di bidang air,
b. Penelitian Kuantitatif: populasi untuk mengetahui kesiapan adaptasi
masyarakat diwakili oleh pengurus RT, RW dan pengurus KSM dengan
pertimbangan bahwa mereka merupakan subyek sekaligus obyek utama
dalam implementasi model adaptasi yang dapat menjadi penggerak bagi
seluruh warga di wilayah tersebut. Populasi ini juga dipandang memiliki
informasi banyak, strategis dan mendalam tentang proses sosial dan kultural
yang terjadi dalam suatu komunitas, tentang fenomena yang diteliti.
2. Jumlah sampel
a. Penelitian ini untuk mendapatkan masukan terhadap suatu instrument yang
sudah dibuat untuk mengetahui sinkronisasi masalah yang akan digali dengan
kondisi wilayah dan komunitas di daerah tersebut. Jenis penelitian yang akan
digunakan adalah kaulitatif, maka tidak mempersoalkan jumlah sampel,
informan bisa sedikit atau banyak tergantung dari tepat atau tidaknya
pemilihan informan kunci dan kompleksitas serta keragaman fenomena yang
diteliti. Dalam mengumpulkan data, jumlah sampel yang digunakan adalah
rentang antara 4-10 informan dengan melihat apakah data sudah
tersaturasi, apabila sampel kurang dari 10 sudah mencapai titik saturasi maka
peneliti menghentikan pencarian sampel. Dengan memperhatikan kecakupan
data dan disesuaikan dengan kemampuan peneliti (Moleong, 2004).

2013

68

Walaupun demikian, peneliti tetap mengoptimalkan informan sebagai
obyek penelitian untuk menggali data.
b. Penelitian untuk menerapkan (uji coba) model tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kesiapan masyarakat dalam beradaptasi menghadapi
perubahan ketersediaan sumber air minum di perkotaan yang sudah
dihasilkan pada kajian TA 2012, sehingga dapat dijadikan sebagai model
untuk mengukur kerentanan masyarakat terhadap air minum dan sanitasi
oleh Ditjen Cipta Karya untuk melengkapi kebijakan RAN MAPI Bidang Cipta
Karya. Penelitian kuantitatif akan menggunakan sampel dari tokoh
masyarakat untuk menilai kesiapan komunitas dan kepala keluarga untuk
menilai kesiapan individu. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian
ini agar dapat mewakili populasi adalah dengan purposive sampel yaitu
dalam memilih sampel dari populasi dilakukan secara tidak acak dan
didasarkan dalam suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti
sendiri berdasarkan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya
(Moleong, 2004).
(1) Kriteria untuk memilih tokoh masyarakat di tingkat RT dan RW
ditetapkan berdasarkan kriteria inklusi sebagai berikut, yaitu
a) Salah satu Pengurus wilayah tingkat RT sampai RW dengan masa
jabatan minimal 1 tahun
b) Bertempat tinggal di lokasi penelitian dan bersedia menjadi subjek
penelitian.
c) Berusia minimal 20 tahun.
Besar sampel yang memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian ini akan
menyesuaikan dari jumlah RT dan RW yang ada di lokasi penelitian
(2) Kriteria untuk memilih kepala keluarga ditetapkan berdasarkan kriteria
inklusi, yaitu:
a) Salah satu anggota keluarga yang dianggap dapat mewakili
b) Bertempat tinggal di lokasi penelitian dan bersedia menjadi subjek
penelitian.
c) Berusia minimal 20 tahun.

2013

69

Besar sampel pada penelitian ini dihitung berdasarkan jumlah orang
yang menderita sakit karena air (water borne disease) dan berasal dari
wilayah yang mengalami musim langkah air (P1*) sebesar 0,14,
dibandingkan dengan jumlah orang yang menderita sakit karena air
(water borne disease) namun berasal dari wilayah yang tidak
mengalami musim langkah air (P2*) sebesar 0.04. Nilai ini mengacu
pada hasil penelitian sebelumnya tahun 2012 dari yudha, dkk tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan masyarakat dalam
beradaptasi menghadapi perubahan ketersediaan sumber air minum di
perkotaan. Penentuan besar sampel ini menggunakan kekuatan uji (1-
= 90% dengan tingkat kemaknaan () = 0,05.
Besar Sampel: penggunaan besar sampel dalam penelitian ini
menggunakan rumus Hypothesis Test for Two Population Proportion
(two sided test) dengan rancangan cross sectional, sebagai berikut
(sumber: lameshow et al., 1997)
( ) | | ( ) ( ) | | { }
( )
2
2 1
2
2 2 1 1 1
2
1
1 1 * 2 1 * 2 2
- -
- - - -

+ +
=
P P
P P P P Z P P Z
n
| o

Berdasarkan perhitungan besar sampel diatas, maka jumlah sampel
yang akan diteliti sebanyak 171 rumah, namun untuk mengantisipasi
angka drop out ditambahkan 10%, sehingga menjadi masing-masing
189 rumah di tiga lokasi penelitian
c. Untuk menerapkan (uji coba) model tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kesiapan masyarakat dalam beradaptasi menghadapi
perubahan ketersediaan sumber air minum di perkotaan menggunakan teknik
quota sampling. Teknik ini dilakukan dengan menentukan sampel dengan
jumlah tertentu dan menurut Faisal (1995) sesuai untuk pengumpulan data
tentang pendapat umum, seperti tujuan studi ini untuk mengetahui persepsi
dan kesediaan masyarakat terhadap implementasi model adaptasi. Analisis
didasarkan pada unit rumah tangga dengan mempertimbangkan perbedaan
karakteristik wilayah.

2013

70

B. Kriteria Pemilihan
Lokasi penelitian kecamatan ditetapkan berdasarkan 4 kriteria, sesuai dengan
karaktersitik pemilihan lokasi pada penelitian sebelumnya, yaitu:
1. Masyarakat Miskin Perkotaan
2. Kepadatan penduduk tinggi
3. Ada intervensi dari pihak lain (program bantuan terkait dengan
pengelolaan air)
4. Wilayah dengan kelimpahan air dan wilayah dengan kekurangan air
C. Metode Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik-teknik sebagai berikut
1. Studi Literatur.
Studi literatur dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai data sekunder
dari berbagai sumber (buku, jurnal, majalah, peta, surat kabar, dokumen,
laporan penelitian, sumber data dari internet, dll.)
2. Wawancara mendalam.
Wawancara dilakukan secara mendalam dalam suasana yang tenang, situasi
yang akrab, tidak harus formal dan upayakan menumbuhkan kepercayaan
informan kepada pewawancara. Wawancara dapat dimulai dari hal-hal yang
ringan (perkenalan), tidak sensitif, dan tidak harus berurutan sehingga
informan tidak keberatan menjawabnya. Wawancara dapat dilakukan lebih dari
satu kali sesuai dengan waktu luang informan.
Adapun tahapan dalam melakukan wawancara secara mendalam:
a. Identifikasi partisipan/ informan sesuai prosedur sampling yang dipilih
sebelumnya.
b. Tentukan informasi bermanfaat apa yang relevan.
c. Tentukan apakah wawancara bersifat individual atau kelompok terfokus.
d. Persiapkan alat perekam yang sesuai jika memungkinkan. Alat perekam
perlu dicek kondisinya seperti baterei, kualitas suara, dan lain-lain.
e. Menyusun panduan wawancara dan sediakan ruang yang cukup di antara
pertanyaan untuk mencatat respons terhadap komentar
partisipan/informan.
f. Tentukan tempat untuk melakukan wawancara.

2013

71

g. Selama melakukan wawancara tetap mengacu kepada panduan wawancara
3. Penyebaran kuisioner
Kuisioner disebarkan kepada sejumlah responden dengan menentukan jumlah
sampel yang dibutuhkan (representatif dari suatu populasi yang akan
dipetakan). Penentuan jumlah sampel sebaiknya mempertimbangkan
homogenitas dan heterogenitas populasi.
4. Observasi lapangan
Observasi lapangan dilakukan melalui pengamatan langsung di lokasi yang
akan dipetakan. Dalam observasi lapangan pelaksana didampingi oleh wakil
masyarakat bersama dengan profesional yang menguasai tentang pengelolaan
lingkungan.
BAB VI. KESIMPULAN

Pada variabel kapasitas adaptif di tingkat kelembagaan dapat dilakukan upaya
meningkatkan kemanfaatan dan fungsi organisasi di masyarakat, dan mengaktifkan
ketersediaan informasi dalam sebuah organisasi kemasyarakatan.
Di tingkat komunitas dapat diupayakan meningkatkan kearifan lokal, dan
keterlibatan komunitas di masyarakat.
Di tingkat individu yang perlu mendapat perhatian adalah meningkatkan
pendapatan dan pekerjaan.
Pada variabel paparan di tingkat komunitas dan individu prioritas dapat
diberikan pada paparan terhadap musim langka air mengakibatkan masyarakat sulit
beradaptasi dengan perubahan iklim
Sensitivitas di tingkat komunitas terkait masyarakat yang kurang sensitif saat
mengoptimalkan manfaat dari fasilitas komunal di suatu wilayah.
Upaya yang dapat dilakukan terkait dengan kesiapan komunitas adalah sebagai
berikut: (1) meningkatkan pengetahuan dan persepsi masyarakat tentang perubahan
iklim, dengan penyebaran informasi. (2) mengupayakan dan memperkuat resiliensi
mereka dalam menghadapi perubahan iklim, melalui praktik-praktik yang bijak dalam
menggunakan air baik di tingkat rumah tangga maupun komunitas. (3) meningkatkan
adaptasi masyarakat saat terjadi musim langka air baik di tingkat rumah tangga
maupun di komunitas melalui aturan dan kebijakan. (4) menumbuhkan kembali

2013

72

kearifan lokal dan pengetahuan tradisional masyarakat yang dinamis melalui
peningkatan kontrol dan peran sosial dalam pengelolaan air bersih di masyarakat. (5)
meningkatkan teknik dan seni kepemimpinan dalam organisasi akan sangat
menentukan keberlanjutan dari suatu organisasi, seperti misalnya pemilihan pengurus
organisasi, komunikasi dengan pengurus , pengambilan keputusan, monitoring dan
evaluasi. (6) meningkatkan keterlibatan komunitas dalam suatu organisasi dan
program-program pembangunan fasilitas komunal agar suatu organisasi dan program
dapat beroperasi secara lebih responsif dalam suatu komunitas. (7) organisasi maupun
lembaga harus dapat memberikan ruang informasi yang cukup bagi masyarakat tentang
pengelolaan air bersih. (8) mengembangkan jaringan kerjasama dengan lembaga lain
tentang pengelolaan air bersih. (9) meningkatkan kesepakatan program dan dukungan
kebijakan melalui keterlibatan organisasi masyarakat dalam program-program
pemerintah terkait pengelolaan air bersih.
Rekomendasi

Pada variabel kapasitas adaptif perlu ada peningkatan batas pencapaian nilai di
masyarakat untuk indikator kearifan lokal, keberadaan organisasi, keterlibatan
komunitas dan jaringan. Terkait dengan paparan perlu ada peningkatan batas
pencapaian nilai untuk indikator pengelolaan air saat musim langka air di masyarakat
dan individu. Nilai nilai Sensitifitas terkait hasil penilitian menunjukkan perlunya ada
peningkatan batas pencapaian nilai untuk indikator pengelolaan air di masyarakat dan
individu saat musim langka air.
Terkait dengan rekomendasi yang ditemukan maka dapat diusulkan program
pembangunan terkait seperti advis perubahan iklim, hibah stimulan alat (Teknologi
Tepat Guna), penyusunan pedoman/ manual terkait air minum-masyarakat dan
perubahan iklim, dan program terkait pemberdayaan masyarakat.



2013

73

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Faisal,Sanafiah, (1995). Format-format Penelitian Sosial. Jakarta, Raja Grafindo
Persada.
Iglesias A., Moneo M., Lpez-Francos A., (2007). Methods for evaluating social
vulnerability to drought [Part 1. Components of drought planning. 1.3. Methodological
component] Drought management guidelines technical annex. Zaragoza : CIHEAM
/ECMEDA Water. p. 1 2 9 -1 33
Iglesias A., Mougou R. and Moneo M. (2007a). Adaptation of Mediterranean
agriculture to climate change. In: Key vulnerable regions and climate change, Battaglini, A.
(ed), European Climate Forum, Germany.
Brenkert, A. and Malone, E. (2005). Modeling Vulnerability and Resilience to
Climate Change: A Case Study of India and Indian States. Climatic Change, 72(1-2): 57-102.
Ionescu, C., Klein, R.J.T., Hinkel, J., Kumar, K.S.K. and Klein, R. (2007). Towards
a formal framework of vulnerability to climate change. Environmental Modeling and
Assessment (Submitted).
Moleong, L. J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Moneo, M. (2007). Agricultural vulnerability of drought: A comparative study in
Morocco and Spain. MSc Thesis, IAMZ-CIHEAM, Zaragoza.
Mulyani, Endang. (2012). Pengembangan Model Penilaian Komprehensif Berbasis
Proyek Pendidikan Kewirausahaan Terintegrasi di SMK, Jurnal Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan, Fakultas Ekonomi UNY, Yogyakarta
Sastroasmoro, Sudigdo dan Ismail, Sofyan, (2002). Dasar-dasar Metodologi Klinis
Edisi ke 2. Penerbit CV. Sagung Seto, Jakarta.
Yohe, G., Malone, E., Brenkert, A., Schlesinger, M., Meij, H. and Xing, X. (2006).
Global Distributions of Vulnerability to Climate Change. Integrated Assessment Journal, 6
(3): 35-44.
Yohe, G. and Tol, R.S.J. (2002). Indicators for social and economic coping
capacity: Moving toward a working definition of adaptive capacity. Global Environmental
Change, 12 (2002): 25-40.

Website:
http://ocw.gunadarma.ac.id
http://sanitasimakassar.blogspot.com/

Buku Laporan:
- Data Kependudukan Kabupaten Serang
- Data PDAM Kabupaten Serang
- Surakarta Dalam Angka 2010
- PDAM Kota Surakarta, 2011
- Profil Kemiskinan Kota Surakarta Tahun 2011 : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta





2013

74

Anda mungkin juga menyukai