Anda di halaman 1dari 22

NAMA : Mutia Tri Pujianti NPM : 1102012184 LI. 1 Memahami dan Menjelaskan Asam Basa LO.1.

1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Asam dan Basa Asam adalah sekelompok khusus bahan yang mengandung hidrogen yang terdisosiasi, atau terurai atau terpisah ketika berada dalam larutan, yang membebaskan dan anion (ion bermuatan negatif). Disebut donor proton karena asam sebagai zat yang dapat memberikan ion ke zat lain. Basa adalah suatu bahan yang dapat berikatan dengan bebas dan menyingkirkan nya dari larutan. Basa kuat dapat mengikat lebih mudah daripada basa lemah. Basa merupakan zat yang didalam air menjadi kation dan ion hidroksil. Basa disebut sebagai resipien ion hidrogen karena ion hidroksil dapat mengikat ion hidrogen. Menurut Bronsted Lowry asam adalah zat yang dapat memberikan ion (H+) ke zat lain sebagai donor proton sedangkan basa adalah zat yang dapat menerima ion (H+) dari zat lain akseptor proton dari asam konjugatnya. Menurut Lewis asam adalah akseptor elektron dan basa adalah molekul atau ion yang memiliki tendensi untuk mendonorkan PEBnya. Dalam sistem buffer, kedua teori ini dipakai, contoh: HCL(aq) + H2O(l) -> H3O+(aq) + Cl (aq) Menurut arrhenius asam adalah zat yang terdisosiasi dalam air membentuk ion hidrogen [ ], sedangkan basa adalah zat yang terdisosiasi dalam air membentuk ion hidroksida [ ]. ( Madjid, 2008) LO.1.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Asam dan Basa Berdasarkan kemampuan melepaskan ion H+, asam basa masih dapat dibagi menjadi: 1. Asam kuat adalah senyawa yang terurai secara keseluruhan saat di larutkan dalam air dan menghasilkan jumlah ion semaksimum mungkin. Contoh HCL, HN , S , HCl 2. Asam lemah adalah senyawa yang hanya sedikit terurai saat dilarutkan didalam air kurang bereaksi kuat dengan asam. Contoh H3PO4, H2SO3, HNO2, CH3COOH 3. Basa lemah adalah basa yang hanya terdisosiasi sebagian dalam air atau suatu persenyawaan yang bergabung tidak sempurna dengan ion hidrogen dalam larutan air 4. Basa kuat adalah persenyawaan yang terdisosiasi secara sempurna dalam larutan air. NaOH dalam air akan berdisosiasi seluruhnya menjadi ion Natrium dan ion hidroksil. Ion OH- yang terbentuk akan bereaksi dengan ion H+ dari air. Reaksi asam dan basa kuat berlangsung satu arah. Contoh: NaOH, KOH, Ba(OH . ( Madjid, 2008)

Berdasarkan Bentuk Ion Asam anion adalah asam yang mempunyai muatan negatif. Contoh : SO3 Asam kation adalah asam yang mempunyai muatan positif. Contoh : N + Basa anion adalah basa yang mempunyai muatan negatif. Contoh : Cl, C Basa kation adalah basa yang mempunyai muatan positif. Contoh : Na+ Berdasarkan kemampuan ionisasi asam dan basa Asam dan basa monoprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan satu ion H atau ion OH (dikenal juga dengan ionisasi primer) Contoh : asam monoprotik [HCl, HN , C COOH] basa monoprotik [NaOH, KOH] Asam dan basa diprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan 2 ion H atau ion OH (dikenal dengan ionisasi sekunder) Contoh : asam diprotik [ S H2S] basa diprotik [Mg(OH , Ca(OH)2, Ba(OH)2] Asam dan basa poliprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan 3 atau lebih ion H atau ion OH (dikenal juga dengan ionisasi tersier) Contoh : asam poliprotik [ P ] basa poliprotik [Al(OH)3] Berdasarkan sumber ion hidrogen didalam tubuh Asam volatil adalah asam yang mudah menguap, dapat berubah bentuk menjadi bentuk cair maupun gas. Asam volatil merupakan hasil akhir dari metabolisme asam amino, lemak dan karbohidrat. Contoh : karbondioksida, asam karbonat Asam nonvolatil adalah asam yang tidak mudah menguap, tidak dapat berubah bentuk menjadi gas untuk diekskresi oleh paru-paru, tapi harus dieksresikan oleh ginjal. Contoh : asam organik, asam nonorganik (Sukmariah, 1990) Berdasarkan jumlah pH Sorenson menyatakan jumlah ion hidrogen dalam bentuk pH. Suatu larutan yang memiliki Ph sebesar 7 disebut netral karena mengandung ion hidrogen dan ion hidroksida dengan konsentrasi setara. Suatu larutan disebut asam bila memiliki ph dibawah 7 karena mengandung ion hidrogen lebih banyak dibanding dengan ion hidroksida. Suatu larutan

disebut basa apabila ph diatas 7 karena memiliki ion hidroksida lebih banyak dibandingkan dengan ion H. (Sherwood, 2011) pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan nilai keasaman atau kebasaan yang dimiliki suatu larutan. Unit pH diukur pada skala 0 14. Istilah pH berasal dari p, lambang matematika dari negatif logaritma dan H lambang kimia untuk unsur hidrogen. pH dibentuk dari informasi kuantitatif yang dinyatakan oleh tingkat derajat keasaman atau basa yang berkaitan dengan aktivitas ion hidrogen. Nilai pH dari suatu unsur adalah perbandingan antara konsentrasi ion hidrogen [H+] dengan konsentrasi ion hidroksil [OH-]. Jika konsentrasi H+ lebih besar dari OH-, material disebut asam. Yaitu nilai pH adalah kurang dari 7. Jika konsentrasi OH- lebih besar dari H+, material disebut basa dengan suatu nilai pH lebih besar dari 7. (Guyton, 2008)

Memahami perhitungan pH. Hukum Henderson Hasselbalch pH = pKa + HCO3PCO2 Asam kuat : pH dihitung dari HCO3 H+ pH = - log [H+] Basa kuat : pH dihitung dari OHpOH = - log [H+] pH = 14 + log [OH-]

Asam lemah pH larutan asam lemah Asam monoprotik : [H3O+] = (Ka . C)1/2 pH = - (log Ka1 + log C) Asam diprotik :

Ka1 >> Ka2 [H3O+] = (Ka1 . C) pH = - (log Ka1 + log C) Basa lemah Basa monoprotik : [OH-] = (Kb . C)1/2 pOH = - (log Kb + log C) pH = 14 + (log Kb + log C) Basa diprotik : Kb1 >> Kb2 [OH-] = (Kb1 . C) pOH = - (log Kb1 + log C) pH = 14 + (log Kb1 + log C) Rumus mencari pH Untuk asam kuat : pH = - log [ H+ ] atau [ H+ ] = x.M Untuk asam lemah : pH = pKa + log Untuk basa lemah : pH = pKa + log Untuk basa kuat : pOH = - log [OH-] atau [OH-] = x.M Manfaat dari pengukuran pH adalah Menentukan derajat keasaman dari suatu larutan Menyatakan konsentrasi ion hidrogen dan menentukan suatu kondisi asidosis atau alkalosis Mengatur mekanisme ion-ion di cairan ekstraseluler Mengecek adanya gangguan keseimbangan asam basa

LI. 2. Memahami dan Menjelaskan Keseimbangan Asam Basa LO.2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Keseimbangan Asam Basa Keseimbangan asam basa adalah keseimbangan ion H+. Keseimbangan asam basa adalah suatu keadaan dimana konsentrasi ion H+ yang diproduksi setara dengan konsentrasi ion H+ yang dikeluarkan oleh sel. ( Madjid, 2008) LO.2.2 Memahami dan Menjelaskan Fungsi Keseimbangan Asam Basa Fungsi dari keseimbangan asam basa dikarenakan konsentrasi dari ion-ion (Nantrium dan kalium) bergantung pada konsentrasi H, maka salah stu fungsi nya adalah agar tidak ada perubahan yang mempengaruhi sususan anion CES. Selain itu, konsentrasi intraselular peka terhadap perubahan konsentrasi H CES. Untuk fungsi optimal dari sel-sel, proses metabolik mempertahankan keseimbangan mantap diantara asam basa. Karena bahkan perubahan kecil pada [H] menimbulkan efek dramatik pada sel fungsi normal. Konsekuensi utama fluktuasi [H] mencakup hal berikut: 1. Perubahan eksitabilitas saraf-saraf dan otot Jika peningkatan [H] atau asidosis adalah depresi susunan saraf pusat Sebaliknya penurunan [H] atau (alkalosis) adalah eksitabilitas berlebihan sistem saraf, pertama sususnan saraf tepi dan kemudian susunan saraf pusat. Alkalosis berat dapat mengakibatkan kematian karena spasme otot pernapasan menghambat bernapas. Pasien alkalosis berat juga dapat meninggal akibat kejang karena eksitabilas berlebihan susnan saraf pusat 2. Konsentrasi ion Hidrogen menimbulkan pengaruh nyata pada aktivitas enzim. Bahkan penyimpangan ringan, [H] mengubah bentuk dan aktifitas molekul protein. Sebagian reaksi kimia sel menjadi lebih cepat, yang lainnya lambat 3. Perubahan [H] mempengaruhi kadar kalium di tubuh. Saat mereabsorpsi natrium dari filtrat, sel-sel tubulus ginjal mensekresikan kalium atau H sebagai penukarnya. Dalam keadaan normal, sel-sel tersebut cenderung mensekresikan kalium daripada H. Karena terdapat hubungan erat antara sekresi H dan kalium oleh ginjal maka peningkatan laju sekresi dari salah satu kedua ion ini akan disertai oleh penurunan laju sekresi yang lain. Sebagai contoh, jika lebih banyak H di eliminasi oleh ginjal, seperti yang terjadi ketika cairan tubuh menjadi lebih asam, maka jumlah K yang disekresikan akan berkurang. Retensi K yang terjadi dapat mempengaruhi fungsi jantung, salah satu efek merugikan gangguan ini. Maka dari itu fungsi dari keseimbangan asam basa adalah menghindari atau mencegah agar tidak ada gangguan atau penyakit bahkan yang bisa fatal bagi kehidupan manusia. (Sherwood, 2011)

LO.2.3 Memahami dan Menjelaskan Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Asam Basa Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melalui koordinasi dari tiga sistem, yaitu sistem buffer, sistem paru dan sistem ginjal. Prinsip pengaturan keseimbangan asam-basa oleh sistem buffer adalah menetralisir kelebihan ion H+, bersifat temporer, dan tidak melakukan eliminasi. Proses eliminasi dilakukan oleh paru dan ginjal. Mekanisme paru dan ginjal dalam menunjang sekresi, ekskresi, dan absorpsi ion hidrogen dan bikarbonat serta membentuk buffer tambahan (fosfat, ammonia) Untuk jangka panjang, kelebihan asam atau basa dikeluarkan melalui ginjal dan paru, sedangkan untuk jangka pendek, tubuh dilindungi dari perubahan pH dengan sistem buffer. Mekanisme buffer tersebut bertujuan untuk mempertahankan pH darah antara 7.35-7.45. Karena ion [ mempengaruhi [ ] berpengaruh besar dalam keseimbangan asam-basa, maka faktor yang ] juga mempengaruhi keseimbangan asam basa, yaitu :

a) Lebihnya kadar [ ] yang ada dalam cairan tubuh, berasal dari Pembentukan C yang sebagian berdisosiasi menjadi H+ dan HC Katabolisme zat organik Disosiasi asam organik pada metabolisme intermedik, contoh pada metabolik lemak terbentuk asam lemak dan laktat yaitu melepaskan [H+] b) Keseimbangan intake dan output ion [H+] tubuh Bervariasi tergantung dari: Diet ( makanan ), H+ naik, jika kebanyakan makan asam (asidosis), sedangkan dengan mengkonsumsi sayur dan buah bersifat basa banyak menghasilkan HC . Aktivitas yaitu lari cepat membuat tubuh kita asam karena menghasilkan banyak CO2 sehingga pH turun Proses anaerob yaitu lebih banyak penumpukan asam laktat seperti olahraga berat sehingga menimbulkan reaksi asam dan membuat pH turun. ( Madjid, 2008)

LO.2.4 Memahami dan Menjelaskan Mekanisme Keseimbangan Asam Basa Kunci bagi keseimbangan H+ adalah pemeliharaan alkalinitas normal cairan ekstraseluler (pH 7,4) meskipun selalu terjadi penambahan asam. Bebas yang dihasilkan sebagian besar harus dikeluarkan dari larutan selagi berada ditubuh dan akhirnya harus dikeluarkan sehingga ph cairan tubuh dapat tetap berada dalam kiraan sempit yang menungkinkan hidup. Juga harus terdapat mekanisme untuk mengompensasi secara cepat situasi-situasi dimana cairan ekstraselular menjadi terlalu basa.

Pengatutran keseimbangan asam basa diatur oleh: 1. Sistem buffer kimiawi Sistem buffer bikarbonat Sistem buffer hemoglobin Sistem buffer protein Sistem buffer fosfat 2. Sistem buffer fisiologis Sistem respiratorik (sistem paru) Sistem metabolik (sistem ginjal) 1. Sistem buffer Sistem buffer disebut juga sistem penahan atau sistem penyangga, karena dapat menahan perubahan pH. Sistem buffer merupakan larutan yang mengandung asam dan basa konjugasinya. Sistem buffer kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam basa sementara. Jika dengan buffer kimia tidak cukup memperbaiki, maka pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru paru yang merespon secara cepat terhadap perubahan ion H+ dalam darah karena rangsangan kemoreseptor dan pusat pernafasan mempertahankan kadar [H+] sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut, ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H+ dengan mensekresikan ion H+ dan menambahkan HC baru dalam darah karena memiliki dapar fosfat. Fungsi utama sistem buffer ini adalah mencegah perubahan pH yang disebabkan oleh pengaruh asam fixed dan asam organik pada cairan ekstraseluler. Sistem ini memiliki keterbatasan, yaitu : Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraseluler yang disebabkan karena peningkatan CO2 Sistem ini hanya berfungsi bila sistem respirasi dan pusat pengendali sistem pernafasan bekerja normal. Kemampuan menyelenggarakan sistem buffer tergantung pada tersedianya ion bikarbonat. Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat Sistem buffer ini merupakan suatu komponen yang paling penting pada pengaturan pH cairan ekstraseluler. Sistem buffer bikarbonat merupakan sistem buffer istimewa, sistem buffer tetap merupakan sistem buffer terbaik pada pH 7.4 walaupun Pka nya 6.1, karena dapat mengeluarkan CO2 melalui paru dan jumlahnya banyak. Tubuh mempertahankan sistem buffer bikarbonat ini dengan pengaturan kadar karbondioksida di paru dan bikarbonat di ginjal. H2O + CO2 H2CO3 H+ + HCO3-

CO2 bereaksi dengan H2O membentuk CO3 yang kemudian berdisosiasi menjadi ion hidrogen dan ion bikarbonat melalui reaksi reversibel. Bila terjadi peningkatan ion

hidrogen, terjadi interaksi dengan ion bikarbonat sehingga terbentuk asam karbonat. Berarti dalam hal ini ion bikarbonat bertindak sebagai basa lemah yang menerima kelebihan ion hidrogen. Asam karbonat yang terbentuk akan mengalami disosiasi menjadi CO2 dan air, dan CO2 yang dihasilkan akan dikeluarkan melalui paru. Sistem buffer hemoglobin Buffer hemoglobin (Hb) merupakan buffer intraseluler yang bekerja di dalam sel darah merah. Hb dapat berfungsi sebagai buffer karena mengandung residu histidin, yaitu asam amino yang dapat berikatan secara reversibelion hidrogen, menghasilkan Hb bentuk berproton dan tidak berproton. Na+ + HCO3 NaHCO3 Hb- + H+ HHb (PK 7-8) Pada sel darah merah, Hb dapat mengikat karbondioksida dan mengubahnya menjadi karbonat karena di dalam sitoplasma terkandung anhidrase karbonat, dan proses pengikatan terjadi dengan cepat karena CO2 berdifusi cepat melintasi membran sel darah merah tanpa memerlukan mekanisme transport aktif membran sel. Kemampuan pengaturan ini dikenal sebagai sistem buffer hemoglobin. Buffer utama cairan ekstraseluler adalah sistem bikarbonat dan hemoglobin. Hb penting untuk pengangkutan oksigen ke jaringan, pengangkut CO2 dan sebagai sistem buffer yang kuat. Sistem buffer protein Sistem buffer protein berfungsi mengatur pH cairan ekstraserselular dan interstitial. Protein sebagai buffer berinteraksi secara ekstentif dengan sistem buffer lainnya. Protein tersusun oleh asam amino yang mempunyai sifat amfoter, yaitu asam amino akan bersifat sebagai kation pada suasana asam dan bersifat sebagai anion pada suasana basa. Fungsi pengaturan buffer protein: - Bila terjadi penurunan pH, gugus amino (-NH2) dari asam amino akan bertindak sebagai basa lemah dengan mengikat ion hidrogen dan membentuk ion amonium. Gugus amino bertindak sebagai akseptor proton. - Bila terjadi peningkatan pH, gugus karboksil (-COOH) dari asam amino mengalami disosiasi dan berubah menjadi ion karboksil dan ion H+. Gugus karboksil bertindak sebagai donor proton. Cairan interstitium yang mengandung protein dan asam amino terdisosiasi ikut berperan mengatur pH. Protein mengandung asam amino histidin yang mempunyai cincin imitazol dengan Pka = 6.0. Pada kebanyakan protein Pk sekitar 7.0-7.4. Proses pengaturan melalui sistem buffer protein berjalan lambat karena ion hidrogen harus melalui proses difusi membran sel yang dipengaruhi oleh pompa natrium. Sistem buffer Fosfat

Sistem dapar ini berperan penting dalam pendaparan cairan tubulus ginjal dan cairan intrasel Pada cairan intra sel, kehadiran penyangga fosfat sangat penting dalam mengatur pH darah. Penyangga ini berasal dari campuran dihidrogen fosfat (H2PO4-) dengan monohidrogen fosfat (HPO32-). Sistem penyangga fosfat bekerja dalam cara yang serupa untuk mengubah asam kuat menjadi asam lemah dan basa kuat menjadi basa lemah. Natrium hidrogen fosfat ( ) adalah basa lemah dan natrium dihidrogen fosfat ( Na P ) adalah asam lemah HCl + Na2HPO4 NaH2PO4 + NaCl NaOH + NaH2PO4 Na2HPO4 + H2O H2PO4 - (aq) + H + (aq) H 2 PO 4(aq) H2PO4 - (aq) + OH (aq) --> HPO4 2- (aq) ) + H2O (aq) Penyangga fosfat dapat mempertahankan pH darah 7,4. Penyangga di luar sel hanya sedikit jumlahnya, tetapi sangat penting untuk larutan penyangga urin. (Guyton, 2008) 2. Sistem respiratorik (sistem paru) Sistem pernapasan berperan penting bagi keseimbangan asam-basa karena kemampuannya mengubah ventilasi paru-paru sehingga dapat mengubah kecepatan ekskresi C penghasil yang diatur oleh konsentrasi arteri. Pengaturan pernapasan terhadap keseimbangan asam basa merupakan tipe sistem penyangga fisiologis. Seluruh tenaga penyangga sistem pernapasan adalah 1 atau 2 kali lebih besar daripada tenaga penyangga kimia. Rata-rata secara normal terdapat sekitar 1,2 mmol/liter C yang terlarut dalam cairan ekstraseluler yang sama dengan 40mmHg PC . Bila pembentukan C metabolik meningkat, cairan ekstraseluler PC juga meningkat. Jika konsentrasi meningkat, pusat pernapasan di batang otak secara refleks terangsang untuk meningkatkan C ventilasi paru-paru yang mengakibatkan kedalaman nafas meningkat sehingga lebih banyak yang dikeluarkan sehingga jumlah yang ditambahkan ke dalam cairan tubuh berkurang. Karena C membentuk asam, pengeluaran C pada dasarnya adalah pengeluaran asam dari tubuh. Jadi, pH tubuh dapat kembali ke pH normal. Jadi, peningkatan ventilasi alveolus menurunkan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler dan meningkatkan pH. Begitu pula sebaliknya. Konsentrasi ion hidrogen juga berpengaruh terhadap kecepatan ventilasi alveolus. Sewaktu kecepatan alveolus menurun karena disebabkan oleh peningktan pH dan penurunan konsentrasi hidrogen, jumlah oksigen yang ditambahkan ke dalam darah menurun dan tekanan parsial oksigen di dalam darah juga menurun sehingga memberikan efek merangsang kecepatan ventilasi. Paru-paru sangat penting dalam mempertahankan konsentrasi plasma. Setiap hari, paruparu mengeluarkan yang berasal dari asam karbonat dari cairan tubuh , lebih banyak daripada jumlah yang dikeluarkan oleh ginjal. Sistem pernapasan juga dapat menyesuaikan jumlah yang ditambahkan ke cairan tubuh dari sumber sesuai dengan kebutuhan untuk memulihkan pH ke arah normal apabila terjadi fluktuasi konsentrasi dari sumber-sumber asam non-karbonat.

Pengaturan oleh sistem pernapasan bekerja dengan kecepatan sedang dan hanya aktif berperan jika sistem penyangga kimiawi saja tidak mampu meminimalkan perubahan konsentrasi . Jika kelainan non-respiratorik mengubah konsentrasi , sistem pernapasan hanya akan dapat mengembalikan pH 50-75% dari normal karena gaya pendorong yang mengatur respon ventilasi kompensatorik lenyap apabila pH bergeser ke arah normal. Jika perubahan konsentrasi , terjadi akibat fluktuasi konsentrasi C yang timbul dari gangguan pernapasan, mekanisme pernapasan sama sekali tidak dapat berperan mengontrol pH.

3. Sistem metabolik (sistem ginjal) Ginjal tidak saja dapat mengubah-ubah pengeluaran , tetapi juga dapat menahan atau mengeliminasi HC Ginjal mampu memulihkan pH hampir tepat ke normal walaupun membutuhkan yang lebih lama. Ginjal mengontrol pH cairan tubuh dengan menyesuaikan 3 faktor yaitu : a. Ekskresi ion hidrogen Paru-paru hanya mampu mengeluarkan asam karbonat melalui eliminasi C . Tugas untuk mengeliminasi yang berasal dari asam sulfat, fosfat, laktat dan asam lain terletak di dalam ginjal. Ginjal tidak saja secara kontinu mengeluarkan dalam jumlah normal yang terus menerus dihasilkan dari sumber-sumber asamnon-karbonat, tetapi, juga mengubahubah kecepatan sekresinya untuk mengkompensasi perubahan konsentrasi yang timbul dari kelainan konsentrasi asam karbonat. Besarnya sekresi bergantung pada status asam basa pada sel tubulus ginjal dan tidak dipengaruhi oleh pengaruh hormonal. Proses sekresi berawal di sel-sel tubulus dengan C yang datang dari 3 sumber yaitu C yang berdifusi dari plasma atau dari cairan tubulus atau C yang diproduksi secara metabolis di dalam sel tubulus. Lalu C dan O membentuk yang akan berdisosiasi membentuk dan HC . Suatu pembawa yang bergantung energi di membran luminal kemudian mengangkut keluar sel ke dalam lumen tubulus. Di bagian nefron, pembawa ini mengangkut yang berasal dari filtrat glomerulus ke arah yang berlawanan. Karena reaksi ini diawali dengan C jadi kecepatannya bergantung pada konsentrasi C , jika konsentrasi C meningkat, maka reaksi akan berlangsung cepat. Jika konsentrasi di plasma tinggi, sel-sel tubulus akan berespon dengan mensekresikan dalam jumlah yang lebih untuk disekresikan ke dalam urin, begitu pula sebaliknya. Ginjal tidak dapat meningkatkan konsentrasi plasma dengan

mereabsorpsi dalam ginjal.

yang sudah difiltrasi karena tidak terdapat mekanisme tersebut di

b. Ekskresi bikarbonat Sebelum dibuang oleh ginjal, yang dihasilkan dari asam non-karbonat disangga oleh HC plasma. Ginjal mengatur konsentrasi HC plasma melalui 2 mekanisme yaitu : 1. Reabsorpsi HC yang difiltrasi kembali ke plasma Ion bikarbonat tidak mudah menembus membran luminal sel-sel tubulus ginjal sehingga tidak dapat difiltrasi dan direabsorpsi secara langsung. Ion hidrogen yang disekresikan ke luar sel tubulus berikatan dengan HC yang difiltrasi untuk membentuk C . Lalu di bawah pengaruh karbonat anhidrase, C tersebut teruari menjadi O dan C . Lalu C masuk kembali ke dalam sel tubulus karena C mampu dengan mudah menembus membran sel tubulus. Di dalam sel, di bawah pengaruh karbonat anhidrase intrasel, C bergabung kembali dengan H2O membentuk C yang akan terurai menjadi dan HC . Karena dapat menembus membran basolateral sel tubulus, HC secara pasif berdifusi keluar sel masuk ke dalam plasma kapiler-peritubulus. HC ini seolah-olah direabsorpsi padahal sebenarnya tidak. Dalam keadaan normal, ion hidrogen yang disekresikan ke dalam lumen tubulus lebih banyak dibandingkan dengan ion bikarbonat yang difiltrasi. Sehingga semua ion bikarbonat yang difiltrasi biasanya direabsorpsi karena tersedia di lumen tubulus untuk berikatan dengannya. 2. Penambahan HC yang baru ke dalam plasma Pada saat semua HC yang difiltrasi telah direabsorpsi dan sekresi tambahan telah dihasilkan oleh disosiasi C , HC yang dihasilkan berdifusi ke dalam plasma sebagai HC yang baru. Disebut baru karena kemunculannya di dalam plasma tidak berikatan dengan reabsorpsi HC yang difiltrasi. Sementara itu, yang dihasilkan bergabung dengan penyangga fosfat basa dan kemudian dieksresi di urin.

Selama asidosis, ginjal melakukan kompensasi sebagai berikut : Meningkatkan sekresi dan ekskresi di urin sehingga kelebihan dapat dieliminasi dan konsentrasi di plasma menurun. Mereabsorpsi semua ion bikarbonat yang difiltrasi disertai dengan penambahan ion bikarbonat baru ke plasma sehingga konsentrasi ion bikarbonat plasma meningkat. Begitu pula sebaliknya pada alkalosis. c. Sekresi amonia Terdapat dua penyangga urin yang penting yaitu penyangga fosfat (yang difiltrasi) dan amonia (NH3) yang disekresi. Dalam keadaan normal, ion hidrogen yang disekresikan, pertama disangga oleh sistem penyangga fosfat, yang berada di dalam lumen tubulus karena kelebihan ingesti fosfat telah difiltrasi tetapi tidak direabsorpsi. Jika sekresi ion hidrogen meningkat, kapasitas fosfat urin untuk menyangga akan terlampaui,tetapi ginjal tidak dapat mengeluarkan lebih banyak fosfat basa, maka semua ion fosfat basa akan diekskresikan agar berikatan dengan ion hidrogen. Lalu sel-sel tubulus mensekresikan N ke dalam lumen tubulus setelah penyangga fosfat urin menjadi jenuh. Lalu, ion Hidrogen akan terus berikatan dengan N untuk membentuk ion amonium (N ) Ion amonium akan keluar melalui urin setiap ia mengangkut ion hidrogen. N sengaja disintesis dari asam amino glutamin (setiap satu molekul glutamin menghasilkan dua ion N yang akan dieksresikan melalui urin dan ion bikarbonat yang akan dikembalikan ke darah) di dalam sel tubulus kemudian berdifusi mengikuti penurunan gradien konsentrasike dalam lumen tubulus. Kecepatannya diatur oleh jumlah kelebihan ion hidrogen yang akan diangkut di urin. Untuk setiap N yang dieksresikan, dihasilkan HC yang baru untuk ditambahkan ke dalam darah. Sekresi N selama asidosis berfungsi untuk menyangga kelebihan ion hidrogen di dalam lumen tubulus, sehingga ion hidrogen dapat disekresikan dalam jumlah besar ke dalam urin sebelum pH semakin menurun sampai batas 4,5. (Sherwood, 2004) LO.2.5 Memahami dan Menjelaskan Gangguan Keseimbangan Asam Basa Penyimpangan status asam-basa normal dibagi menjadi empat kategori umum, bergantung pada sumber dan arah perubahan abnormal [H+]. Pemeriksaan gas darah di arteri dapat menunjukkan kondisi asam basa di dalam tubuh, dengan menggunakan 3 indikator : pH, PaCO2 dan HCO3. 1. pH netral di dalam cairan ekstra seluler : 7,35 7,45 pH < 7,35 : asidosis pH > 7,45 : alkalosis 2. PaCO2, merupakan komponen respirasi : normal 35 45 mmHg PaCO2 > 45 mmHg : asidosis respirasi PaCO2 < 45 mmHg : alkalosis respirasi

3. HCO3, merupakan ginjal atau metabolik : normal 24 28 mEq/L HCO3 > 28 mmHg : alkalosis metabolik HCO3 < 24 mmHg : asidosis metabolik 4. Base Excess, nilai normalnya 2 s/d +2 berkaitan dengan nilai bikarbonat 24 28 mEq/L ( 2 = 24 mEq/L dan + 2 = 28 mEq/L) (Sudoyo,2009) Kategori-kategori gangguan keseimbangan asam basa antara lain: 1. Asidosis Metabolik Asidosis metabolik (kekurangan HC ) adalah gangguan sistemik yang ditandai dengan penurunan primer kadar bikarbonat plasma, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan pH (peningkatan [ ]). [HC ] ECF adalah kurang dari 22 mEq/L dan pHnya kurang dari 7.35. Kompensasi pernapasan kemudian segera dimulai untuk menurunkan PaC melalui hiperventilasi sehingga asidosis metabolik jarang terjadi secara akut. Etiologi - Pembentukan asam yang berlebihan di dalam tubuh - Berkurangnya kadar ion HC dalam tubuh - Retensi ion H+ dalam tubuh. - Penambahan asam Oksidasi lemak tak sempurna pada asidosis dibetika / kelaparan Oksidasi karbohidrat tak sempurna pada asidosis laktat - Pengurangan bikarbonat : asidosis tubulus ginjal, diare, kolostomi, dan ileostomi - Berbagai gangguan, seperti gagal ginjal, asidosis laktat, produksi badan keton naik, hyperaldosteron, keracunan Manifestasi Gejala serta tanda asidosis metabolik cenderung tidak jelas, dan pasien dapat asimtomatik, kecuali jika [HCO3-] serum turun sampai di bawah 15 mEq/L. Pernafasan kussmaul (nafas dalam dan cepat yang menunjukan adanya hiperventilasi kompensatorik) mungkin lebih menonjol pada asidosis akibat ketoasidosis diabetik dibandingkan pada asidosis akibat gagal ginjal. Gejala dan tanda utama asidosis metabolik adalah kelainan kardiovaskular,neurologis, dan fungsi tulang. 2. Alkalosis Metabolik Alkalosis metabolik (kelebihan HCO3-) adalah suatu gangguan sistemik yang dicirikan dengan adanya peningkatan primer kadar HCO3- plasma, sehingga menyebabkan peningkatan pH (penurunan [H+]. [HCO3-] ECF lebih besar dari 26 mEq/L dan pH lebih besar dari 7.45. Alkalosis metabolik sering disertai dengan berkurangnya volume ECF dan hipokalemia. Etiologi - Kekurangan H+ dari ECF (Muntah,penyedotan nasogastrik, diare dengan kehilangan klorida, diuretik, hipokalemia) - Retensi HCO3- (Pemberian natrium bikarbonat berlebihan, sindrom susu alkali) Manifestasi

Tidak terdapat gejala dan tanda alkalosis metabolik yang spesifik. Adanya gangguan ini harus dicurigai pada pasien yang memiliki riwayat muntah, penyedotan, nasogastrik, pengobatan diuretik atau pasien yang baru sembuh dari gagal nafas (Hiperkapnia) 3. Asidosis Respiratorik Asidosis respiratorik (kelebihan H2CO3) ditandai dengan peningkatan primer PaCO2 (hiperkapnia), sehingga menyebabkan terjadinya penurunan pH: PaCO2 lebih besar dari 45 mmHg dan pH kurang dari 7.35. Kompensasi ginjal mengakibatkan peningkatan HCO3- serum. Asidosis respiratorik dapat timbul secara akut maupun kronis. Etiologi Hambatan pada pusat pernafasan di medula oblongata (henti jantung akut), terapi oksigen pada hiperkapnia kronis, apnea saat tidur, obat-obatan:overdosis opiat, sedatif) Gangguan pada otot-otot pernafasan (penyakit neuromuskular, kifoskoliosis, obesitas yang berlebihan, cedera dinding dada) Gangguan pertukaran gas (emfisema dan bronkitis, edema paru akut, pneumonia, pneumotoraks) Obstruksi saluran nafas atas akut (aspirasi benda asing atau muntah, langiospasme atau edema laring)

Manifestasi Gejala dan retensi CO2 tidak bersifat khas dan pada umumnya tidak mencerminkan kadar PaCO2 selain itu asidosis respiratorik akut maupun kronis selalu disertai oleh hipoksemia sehingga hipoksemia bertanggung jawab atas banyak tanda-tanda klinik akibat retensi CO2. 4. Alkalosis Respiratorik Alkalosis respiratorik (kekurangan asam karbonat) adalah penurunan primer PaCO2 (hipokapnia), sehingga terjadi penurunan pH. PaCO2 <35 mmHg dan pH >7,45. Kompensasi ginjal berupa penurunan ekskresi H+ akibat lebih sedikit absorpsi HCO3serum berbeda-beda, bergantung pada keadaannya yang akut atau kronis. Etiologi Rangsangan pusat pernafasan (Hiperventilasi, hipermetabolik, tumor otak, cedera kepala, intoksikasi salisilat) Hipoksia (Gagal jantung kongestif, fibrosis paru, tinggal ditempat yang tinggi, asma, edema paru) Ventilasi mekanisme yang berlebihan Mekanisme yang belum jelas (Sepsis gram negatif, sirosis hepatis) Latihan fisik

Manifestasi

Terdapat pola pernafasan yang berbeda-beda pada sindrom hiperventilasi yang diinduksi oleh kecemasan; mulai dari pernafasan yang normal sampai pernafasan yang jelas tampak lebih cepat, dalam, dan panjang. Pasien seringkali terlihat banyak menguap dan gejala mencolok lainnya adalah kepala terasa ringan, parestasi sekitar mulut. Apabila alkalosis yang terjadi cukup parah dapat timbul tetani seperti spasme karpopedal. Pasien dapat mengeluh kelelahan kronis, jantung berdebar-debar, cemas, mulut terasa kering, dan tidak bisa tidur. Gejala alkalosis respiratorik berat dapat disertai dengan ketidakmampuan berkonsentrasi, kekacauan mental, dan sinkop. (Prince & Wilson,2006)

Kompensasi Gangguan Keseimbangan asam basa Bila terjadi keadaan asidosis atau alkalosis maka tubuh akan melakukan mekanisme kompensasi oleh paru-paru dan ginjal, dengan merubah komponen PaCO2 dan HCO3. Asidosis Respiratorik Respon kompensasi adalah peningkatan HCO3 plasma, yang disebabkan oleh penambahan bikarbonat baru ke dalam cairan ekstrasel oleh ginjal. Peningkatan bikarbonat membantu mengimbangi peningkatan PCO2, sehingga mengembalikan pH plasma kembali normal. Asidosis Metabolik Kompensasi primernya meliputi peningkatan kecepatan ventilasi, yang mengurangi PCO2 dan kompensasi ginjal, yang dengan menambahkan bikarbonat baru ke cairan ekstrasel membantu memperkecil penurunan awal konsentrasi HCO3 ekstrasel. Alkalosis Respiratorik Respon kompensasi terhadap pengurangan PCO2 primer pada alkalosis respiratorik adalah pengurangan konsentrasi HCO3 plasma, yang disebabkan oleh peningkatan ekskresi HCO3 oleh ginjal. Alkalosis Metabolik

Kompensasi utamanya adalah penurunan ventilasi, yang meningkatkan PCO2 dan peningkatan ekskresi HCO3 oleh ginjal, yang membantu mengkompensasi peningkatan awal konsentrasi HCO3 cairan ekstrasel. (Prince & Wilson,2006)

LI. 3. Memahami dan Menjelaskan Asidosis Metabolik LO.3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Asidosis Metabolik Asidosis metabolik (kekurangan HC ) adalah gangguan sistemik yang ditandai dengan penurunan primer kadar bikarbonat plasma, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan pH (peningkatan [ ]). [HC ] ECF adalah kurang dari 22 mEq/L dan pH-nya kurang dari 7.35. Kompensasi pernapasan kemudian segera dimulai untuk menurunkan PaC melalui hiperventilasi sehingga asidosis metabolik jarang terjadi secara akut. Kadar ion HC normal adalah sebesar 24mEq/L dan kadar normal pC adalah 40 mmHg dengan kadar ion-H sebesar 40 nanomol/L. Penurunan kadar ion-HC sebesar 1 mEq/L akan diikuti oleh penurunan pC sebesar 1.2 mmHg. (Price & Wilson, 2006) Kompensasi paru dengan cara hiperventilasi yang menyebabkan penurunan tekanan parsial C , dapat bersifat lengkap, sebagian atau berlebihan. Berdasarkan kompensasi ini, asidosis metabolik dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: Asidosis metabolik sederhana: penurunan kadar ion- HC sebesar 1 mEq/L diikuti penurunan pC sebesar 1.2 mmHg. Gabungan asidosis metabolik dengan asidosis respiratorik: penurunan kadar ion- HC sebesar 1 mEq/L diikuti penurunan pC kurang dari 1.2 mmHg (pC dapat sedikit lebih rendah atau sama atau lebih tinggi dari normal) Gabungan asidosis metabolik dengan alkalosis respiratorik: penurunan kadar ionHC sebesar 1 mEq/L diikuti penurunan pC sebesar lebih dari 1.2 mmHg (pH dapat sedikit rendah atau sama lebih tinggi dari normal) ( Madjid, 2008)

LO.3.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Asidosis Metabolik Penyebab mendasar asidosis metabolik adalah penambahan asam terfikasi (non karbonat), kegagalan ginjal untuk mengekskresi beban asam harian, atau kehilangan bikarbonat basa. Penyebab asidosis metabolik umumnya dibagi dalam dua kelompok berdasarkan selisih anion yang normal atau meningkat. Penyebab asidosis metabolik dengan selisih anion yang tinggi adalah peningkatan anion tak terukur seperti asam sulfat, asam fosfat, asam laktat, dan asam asam organik lainnya. Anion-gap dalam plasma

Dalam keadaan normal, jumlah anion dan kation di dalam tubuh adalah sama besar. Selisih antara Na dengan HNO3 dan Cl atau selisih dari anion lain dan kation lain di sebut sebagai anion-gap. Pada kelompok pembentukan asam organik yang berlebihan sebagai penyebab asidosis metabolik, besar anion-gap akan meningkat oleh karena adanya penambahan anion lain yang berasal dari asam organik antara lain asam hidroksi butirat pada ketoadosis diabetik, asam laktat pada asidosis laktat, asam salisilat pada intoksikasi salisilat. Jumlah normal anion-gap dalam plasma 123 meq. Anion-gap dalam plasma [Na+] [Cl-] + [HCO3] Asidosis metabolik dengan anion-gap yang normal selalu disertai dengan peningkatan ion-Cl dalam plasma sehingga disebut juga sebagai asidosis metabolik hiperkloremik. Anion-gap dalam urin Pada keadaan asidosis metabolik dengan anion gap normal, ion Cl yang berlebihan akan di sekresikan oleh sel interkaled duktus kolingentes bersama dengan sekresi ion H+. Terganggu atau normalnya ekskresi ion NH3 dalam bentuk NH4Cl dapat dinilai dengan menghitung anion gap di dalam urin. Anion-gap dalam urin [Na- urin + K-urin] [Cl-urin] Bila hasilnya positif, terdapat gangguan pada ekskresi ion-NH3 sehingga NH4Cl tidak terbentuk akibat adanya gangguan sekresi ion H+ di tubulus distal misalnya pada renal tubular asidosis. Hasil yang negatif, menunjukkan keadaan asidosis metabolik anion-gap normal dimana ekskresi ion Cl dalam bentuk NH4Cl sebanding dengan sekresi ion H+ di tubulus distal yang terjadi akibat adanya asidosis metabolik, misalnya pada keadaan diare. (Sudoyo,ddk, 2009) Selisih Anion Normal (Hiperkloremik) Kehilangan Bikarbonat Kehilangan melalui saluran cerna: Diare lleostomi; fistula pancreas, biliaris, atau usus halus Kehilangan melalui ginjal: Asidosis tubulus proksimal ginjal (RTA) Inhibitor karbonik anhidrase Hipoaldosteronisme Peningkatan beban asam Ammonium klorida Cairan-cairan hiperalimentasi Pemberian IV larutan salin secara cepat Selisih Anion Meningkat Peningkatan produksi asam Asidosis laktat: laktat (perfusi jaringan atau oksigenasi yang tidak memadai seperti pada syok atau henti kardiopulmor) Ketoasidosis metabolik Kelaparan : peningkatan asamasam keto Intoksilasi alcohol : peningkatan asam-asam keto Menelan substansi toksik Overdosis salisilat : salisilat, laktat, keton Metanol atau formaldehid: format Gagal ginjal akut atau kronis

(Price dan Wilson, 2006) Selain penyebab pada selisih anion, terdapat pula penyebab lain pada asidosis metabolik, antara lain: a. Pembentukan asam yang berlebihan (asam fixed dan asam metabolik) di dalam tubuh. Ion metabolik dibebaskan oleh metabolik buffer asam karbonat-bikarbonat, sehingga terjadi penurunan pH. Dalam klinik ditemukan keadaan ini seperti pada: - Asidosis laktat. Timbul karena hipoksia jaringan berkepanjangan, mengakibatkan jaringan mengalami proses metabolik anaerob. - Ketoasidosis. Timbul karena produksi badan keton dalam jumlah sangat tinggi pada metabolik fase pasca absortif. Ketoasidosis merupakan akibat dari starvasi dan komplikasi diabetes mellitus yang tidak terkendali, jaringan tidak dapat memanfaatkan glukosa dari sirkulasi, sehingga mengandalkan metabolik lipid dan keton. - Intoksikasi salisilat - Intoksikasi etanol b. Berkurangnya kadar ion-HCO3 di dalam tubuh. Penurunan konsentrasi HC di cairan ekstraseluler menyebabkan penurunan efektifitas metabolik buffer dan asidosis timbul. Penyebab penurunan konsentrasi HC antara lain adalah diare, renal tubular acidosis proksimal, pemakaian obat inhibitor enzim anhidrase karbonat atau pada penyakit ginjal kronik stadium 3-4. c. Adanya retensi ion-H di dalam tubuh Jaringan tidak mampu mengupayakan ekskresi ion metabolik melalui ginjal. Kondisi ini dijumpai pada penyakit ginjal kronik stadium 4-5, RTA-1 atau RTA-4 d. Diare berat. Selama diare, HC hilang dari tubuh dan tidak direabsorpsi. Penurunan HC plasma tanpa disertai penurunan CO2 yang setara akan menurunkan pH. Karena keluar, HC yang tersedia untuk menyangga H+ berkurang, sehingga lebih banyak terdapat H+ bebas dalam cairan tubuh. e. Diabetes mellitus. Kelainan metabolik lemak yang terjadi akibat ketidakmampuan sel menggunakan glukosa karena tidak terdapat insulin akan menyebabkan pembentukan berlebihan asam-asam keto, yang disosiasinya meningkatkan H+ plasma. f. Olahraga berlebihan. Jika otot mengandalkan glikolisis metabolik sewaktu berolahraga berat terjadi kelebihan produksi asam laktat yang menyebabkan peningkatan H+. (Sherwood, 2004)

LO.3.3 Memahami dan Menjelaskan Mekanisme Asidosis Metabolik Maaf yaa nana lo yang ini mutia gak ngerti LO.3.4 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Asidosis Metabolik pH lebih dari 7,1: 1. Rasa lelah (fatique) 2. Sesak nafas (Kussmaull) 3. Nyeri perut

4. Nyeri tulang 5. Mual/muntah pH kurang dari atau sama dengan 7,1: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Gejala pada pH > 7,1 Efek inotropik negative, aritmia Kontriksi vena perifer Dilatasi arteri perifer (penurunan resistensi perifer) Penurunan tekanan darah Aliran darah ke hati menurun Kontriksi pembuluh darah paru (pertukaran O2) terganggu (Sudoyo,dkk, 2009)

LO.3.5 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Asidosis Metabolik Indikasi koreksi asidosis metabolik perlu diketahui dengan baik agar koreksi dapat dilakukan dengan tepat tanpa menimbulkan hal-hal yang membahayakan pasien. Langkah Pertama adalah menetapkan berat ringannya gangguan asidosis. Gangguan disebut letal bila pH darah < 7 atau kadar ion H > 100 nmol/L. Gangguan yang perlu diperhatikan bila pH darah 7,1-7,3 atau kadar ion H antara 50-80 nmol/L Langkah Kedua adalah menetapkan anion-gap atau bila perlu anion-gap urin untuk mengetahui dugaan etiologi asidosis metabolik. Dengan bantuan tanda klinik lain kita dengan mudah menetapkan etiologi. Langkah Ketiga, bila dicurigai kemungkinan asidosis laktat, hitung rasio delta anion-gap dengan delta HCO3 (delta anion gap : anion gap pada pasien diperiksa dikurangi dengan median anion gap normal, delta delta HCO3: kadar HCO3 normal dikurangi dengan kadar HCO3 pasien). Bila rasio >1, asidosis disebabkan oleh asidosis laktat. Langkah ketiga ini menetapkan sampai sejauh mana koreksi dapat dilakukan. Prosedur koreksi a. Secara umum koreksi dilakukan hingga tercapai pH 7.2 atau kadar ion HCO3 12mEq/L b. Pada keadaan khusus: - Pada penurunan fungsi ginjal, koreksi dapat dilakukan secara penuh hingga mencapai kadar ion HCO3 20-22 mEq/L. Pada ketoasidosis diabetik atau asidosis laktat tipe A, koreksi dilakukan bila kadar ion HCO3 dalam darah kurang atau sama dengan 5 mEq/L, terdapat hiperkalemia berat, setelah koreksi insulin pada diabetes mellitus, koreksi oksigen pada asidosis belum terkendali. Koreksi dilakukan sampai kadar ion HCO3 10 mEq/L - Pada asidosis metabolik yang terjadi bersamaan dengan asidosis respiratorik dan tidak menggunakan ventilator, koreksi harus dilakukan secara hati-hati atas pertimbangan depresi pernapasan.

Koreksi dilakukan dengan pemberian Na-Bikarbonat yang secukupnya untuk menaikkan HC menjadi 15 mEq/L dan pH kira-kira sampai 7.20 dalam jangka waktu 12 jam. Larutan Ringer Laktat IV biasanya merupakan cairan pilihan untuk memperbaiki keadaan asidosis metabolik dengan selisih anion normal serta kekurangan volume ECF yang sering menyertai ini. Natrium laktat dimetabolisme secara perlahan dalam tubuh menjadi NaHCO3, dan memperbaiki keadaan asidosis secara perlahan. (Sudoyo,dkk, 2009)

LI. 4. Memahami dan Menjelaskan Analisa Gas Darah LO.4.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Analisa Gas Darah Analisa gas darah (AGD)merupakan salah satu tes diagnostik untuk menentukan status respirasi. Satus rrespirasi yang dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenisasi dan status asam basa. Komponen yang r\terdapat dalm pemeriksaan AGD adalah pH, PCO2, PO2,Saturasi O2, basa penyangga, BE (base excess). Analisa Gas Darah didasarkan pada pengambilan sampel arteri. (Muttaqin, 2008) LO.4.2 Memahami dan Menjelaskan Keadaan Normal Gas Darah Nilai normal gas darah arteri dan vena NILAI ARTERI pH PCO2 PO2 Saturasi Kelebihan Serum HCO3 Serum Sempurna 7,4 40 mmHg 95 mmHg 95%-99% + atau -2 24 mEq/L Rentang 7,35-7,45 35-45 mmHg 80-100 mmHg 80-100 mmHg NILAI VENA 7,32-7,38 42-50 mmHg 40 mmHg 75% 23-27 mEq/L (Horne, 1995)

pH PCO2 PO2 Saturasi HCO3

LO.4.3 Memahami dan Menjelaskan Tujuan Analisa Gas Darah 1. Mengetahui keseimbangan asam dan basa dalam tubuh 2. Mengevaluasi ventilasi melalui pengukuran Ph, tekanan parsial oksigen arteri (PO2 ) dan tekanan parsial karbondioksida (PCO2 ) 3. Mengetahui jumlah oksigen yang diedarkan oleh paru-paru melalui darah yang ditujukan melalui PO2 4. Mengetahui kapasitas paru-paru dalam mengeliminasi karbondioksida yang ditujukan oleh PCO2 5. Menganalisa isi oksigen dan pemenuhannya, serta untuk mengetahui jumlah bikarbonat

LO.4.4 Memahami dan Menjelaskan Cara Pemeriksaan Analisa Gas Darah Langkah pertama Tentukan apakah pH normal. Bila pH menyimpang dari 7,4. Perhatikan seberapa besar pH menyimpang dan kemana arahnya. Jika pH > 7,4 menunjukkan alkalosis, sedangkan jika pH<7,4 menunjukkan asidosis. Langkah kedua Periksa PCO2. Bila menyimpang dari 40 mmHg, seberapa banyak PCO2 menyimpang dan kemana arahnya. Jika pH meningkat maka PCO2 harus bergerak pada arah yang berlawanan. Contoh, saat PCO2 meningkat maka pH harus turun (asidosis) sedangkan ketika PCO2 turun maka pH harus meningkat (alkalosis) Langkah ketiga Tentukan niai HCO3 (mungkin menunjukkan kandungan CO2 total, CO2 serum, atau HCO3 serum). Bila HCO3 menyimpang dari 24 mEq/L, HCO3 dan pH harus bergerak pada arah yang sama. Contoh, ketika HCO3 menurun maka pH harus menurun (asidosis), sedangkan jika HCO3 meningkat maka pH harus meningkat (alkalosis) Langkah keempat Bila baik dan HCO3 abnormal, tetapkan nilai mana yang berhubungan lebih erat dengan nilai pH. Contoh, bila pH menggambarkan asidosis, nilai mana yang menggambarkan asidosi (peningkatan atau penurunan HCO3). Nilai yang berhubungan lebih erat dengan pH dan lebih menyimpang dari titik normal pada gangguan primer bertanggung jawab terhadap perubahan pH. Gangguan campuran metabolik-respiratorik atau elemen kompensasi mungkin ada bila baik HCO3 dan abnormal Langkah kelima Periksa PCO2 dan saturasi O2 untuk menentukan apakah PCO2 menurun, normal atau meningkat. Penurunan PO2 dan saturasi O2 dapat menimbulkan asidosis laktat dan dapat menandakan perlunya peningkatan konsentrasi oksigen. Sebaliknya, PO2tinggi dapat menandakan kebutuhan untuk menurunkan konsentrasi O2 yang diberikan (Horne, 1995)

Daftar Pustaka

Ganong, W.F. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 21, Jakarta: EGC. Guyton, Arthur c. dkk. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta : EGC. Horne, M.M. 1995. Keseimbangan Cairan, Elektrolit, dan Asam Basa edisi 2. Jakarta: EGC Madjid, A.S. dkk. 2008. Gangguan Kesimbangan air-elektrolit dan asam-basa edisi II. Jakarta: FKUI. Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem persarafan. Jakarta: Salemba Medika Price, Sylvia Anderson (2006), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6,ab. Huriawati Hartanto, Jakarta, EGC. Sherwood, Lauralee. 2004. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 2. Jakarta: EGC. Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 6. Jakarta: EGC. Sudoyo, A.W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Ed.5. Jakarta: Interna Publishing. Sukmariah M, Karmiati A (1990), Kimia Kedokteran edisi 2, Binarupa Aksara, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai