Anda di halaman 1dari 3

Nyeri akut adalah salah satu pemicu respon imunitas dan neurohumoral tubuh terhadap cedera atau trauma.

Nyeri akut dan cedera/trauma saling berhubungan timbale balik, bila makin parah dan makin lama maka akan menyebabkan respon cedera menjadi kontraproduktif yang membawa dampak merugikan tubuh. Meskipun nyeri akut hanya salah satu pemicu penting respon cedera, namun berat dan lamanya respon cedera selaras dengan berat dan lamanya stimuli yang menyebabkan nyeri- sehingga penghilangan nyeri yang efektif (effective pain relief) dapat secara signifikan mengurangi dampak buruk respon cedera .

Gambar. Respon Cedera Keterangan: nyeri hanya salah satu factor yang memicu adanya respon cedera (injury response) melalui mekanisme perantaraan ( neural, humoral dan sebagainya) maka nyeri akut dan respon cedera saling berhubungan yang pada akhirnya bisa berdampak pada deaktivasi fisik maupun mental

Respon tubuh terhadap trauma atau cedera adalah terjadinya reaksi endokrin berupa mobilisasi hormone-hormon katabolic dan terjadinya reaksi imunologik yang secara umum disebut respon stress atau respon cedera. Respon cedera yang tampak nyata secara klinik dapat diklasifikasikan menjadi enam hal, yaitu inflamasi, hiperalgesia, hiperglikemia, katabolisme protein, peningkatan kadar asam lemak bebas (lipolisis) dan perubahan air dan elektrolit yang terus-menerus. Yang secara lebih jelas dijabarkan dalam tabel sebagai berikut. Tabel Respon metabolic dan endokrin terhadap cedera Endokrin hormone katabolic ACTH, kortisol, ADH, GH, katekolamin, angiotensin II, aldosteron, glucagon, IL-1, TNF, IL-6

insulin, testoteron hormone anabolik Metabolic

Karbohidrat

Hiperglikemia, intoleransi glukosa, resistensi insulin

glikogenolisis, gluconeogenesis (kortisol, glucagon, GH, adrenalin, asam lemak bebas)

Katabolisme protein otot, Protein sintesis protein fase akut oksidasi dan lipolisis Lipid Perubahan air dan alektrolit

kortisol, adrenalin, glucagon, IL-1,IL-6, TNF katekolamin, kortisol, glucagon, GH

katekolamin, aldosteron, ADH, kortisol, angiotensin II, prostaglandin dan factor ekskresi potassium/kalium faktor lain dan Retensi air dan sodium/natrium, pergeseran ECF ke ICF

Keterangan: ACTH: adrenocorticotrophic hormone; ADH: antidiuretic hormone; ECF: extracellular fluid; ICF: intracellular fluid; IL:interleukin; TNF: tumor necrosis factor

Hiperalgesia disebabkan oleh sensitisasi nosiseptor di perifer (karena respon terhadap stimuli yang meningkat di lokasi cedera) maupun karena sensitisasi sentral (karena amplifikasi transmisi input dari jaringan perifer yang mengalami cedera). Rangsang nosiseptif akan meningkatkan pelepasan hormone-hormon katabolic dan menekan hormone-hormon anabolic seperti dideskripsikan table diatas. Peningkatan hormone katabolic akan menyebabkan hiperglikemia, katabolisme protein , lipolisis serta retensi air dan natrium . Katekolamin merangsang reseptor nyeri sehingga intensitas nyeri bertambah. Terjadinya hiperglikemia melalui mekanisme resistensi insulin, sekresi insulin yang menurun, peningkatan glikogenolisis maupun gluconeogenesis. Hiperglikemia selaras dengan luasnya respon cedera, dimana respon cedera akan menstimulasi tranpor glukosa membrane tak tergantung insulin (insulin-independent membrane glucose tranporters) jenis glut-1, glut-2 dan glut-3 yang tersebar luas di otak, endotel pembuluh darah, hepar dan sel-sel darah. Glukosa di sirkulasi masuk ke sel-sel organ-organ tanpa membutuhkan insulin, terjadilah overload glukosa intrasel. Adanya glukosa intrasel yang berlebih akan mengglukosilasi protein seperti immunoglobulin dan juga glukosa yang berlebih tersebut masuk ke jalur glikolisis dan fosforilasi oksidatif yang akan menghasilkan molekul superoksida yang berlebih pula. Molekul superoksida yang berlebih akan mengikat nitrit oksida,akan membentuk peroksinitrat, yang akhirnya menyebabkan disfungsi mitokondria pada sel-sel yang memiliki glut-1, glut-2 dan glut-3. Otot skeletal dan otot jantung terlindung dari fenomena toksik seperti ini, karena kedua jaringan ini hanya memiliki glut-4 dimana ekspresinya dihambat oleh mediator-mediator respon cedera jaringan. Respon cedera juga menimbulkan peningkatan pemecahan protein dan oksidasi asam amino. Contohnya pada operasi abdomen, oksidasi asam amino dan pelepasan asam amino dari otot meningkat berturur-turut 90% dan 30% sedangkan sistesis protein hanya 10 %. Katabolisme

protein yang meningkat pada respon cedera akan memperlambat penyembuhan luka, menurunkan fungsi imun tubuh, mengurangi kekuatan otot yang semua itu berkontribusi memperlama proses penyembuhan dan meningkatkan morbiditas. Peningkatan kadar asam lemah bebas (free fatty acid /FFA) pada respon cedera yang berlebih akan berefek negative pada fungsi jantung. Kadar FFA yang tinggi akan menekan kontaktilitas miokardium, meningkatkan konsumsi oksigen otot jantung, mengganggu homeostasis kalsium, meningkatkan radikal bebas yang selanjutnya akan menyebabkan instabilitas kelistrikan jantung dan aritmia ventrikel. Pelepasan hormone-hormon katabolic seperti katekolamin, aldosteron, kortisol, ADH dan angiotensin II akan menimbulkan efek pada kardiovaskuler. Angiotensin II menimbulkan vasokontriksi. Katekolamin menimbulkan takikardia, meningkatkan kontraktilitas miokardium dan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer sehingga terjadilah hipertensi. Peningkatan aldosteron, kortisol dan ADH akan meningkatkan ekskresi kalium,retensi natrium dan air serta penurunan pergeseran cairan ekstrasel ke dalam cairan intrasel yang akhirnya dapat terjadi penumpukan cairan di ekstrasel. Pada system respirasi, bertambahnya cairan ekstrasel di paru-paru akan menimbulkan gangguan ventilasi perfusi.

Respon cedera juga berkontribusi mensupresi fungsi imunologik humoral maupun selular, seperti limfopeni, leukositosis, depresi RES yang berakibat resistensi terhadap kuman pathogen menurun. Keadaan hiperkoagulopati , adesifitas trombosit yang meningkat ditambah adanya vasokontriksi karena efek angiotensin II maka resiko komplikasi thrombosis akan meningkat. Nyeri yang berasal dari cedera juga dapat mengaktifasi saraf simpatis. Efek aktivasi saraf simpatis antara lain peningkatan frekuensi dan kekuatan kontraksi jantung, akhirnya peningkatan tekanan darah. Juga terjadi penurunan motilitas gastrointestinal yang dapat beresiko terjadinya gangguan pasase usus. Yang tidak kalah penting, nyeri juga berdampak negative terhadap mutu kehidupan (quality of life). Nyeri menyebabkan pasien menderita,tidak mampu bergerak bebas, cemas, gelisah, susah tidur, perasaan tidak akan tertolong dan putus asa. Keadaan ini sangat mengganggu kehidupan normal pasien sehari-hari sehingga penatalaksanaan nyeri yang efektif tidak hanya mampu menghilangkan nyeri, mengurangi efek negative respon cedera namun juga dapat meningkatkan mutu kehidupan pasien sehingga kembali dapat menikmati kehidupan yang normal.

Anda mungkin juga menyukai