Anda di halaman 1dari 10

9

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka 1. Tunagrahita a. Pengertian Tungrahita Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (2000 dalam Efendi 2006: 20) mendefinisikan tungrahita sebagai suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa

perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat intelegensi yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan social. Tunagrahita dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya. Namun demikian, penyandang tunagrahita bisa mengalami semua gangguan jiwa yang ada, dan prevalensi dari gangguan jiwa lainnya sekurang-kurangnya tiga sampai empat kali lipat pada populasi umum. Selain itu, penyandang tunagrahita mempunyai resiko lebih besar untuk di eksploitasi untuk diperlakukan salah secara fisik atau seksual (physic or sexual abuse). Selalu ada hendaya perilaku adaptif, tetapi dalam lingkingan social terlindung dimana sarana pendukung cukup tersedia, hendaya ini mungkin tidak sampai sama sekali pada penyandang tunagrahita taraf ringan. America Association of Mental Deficiency (AAMD)

10

menjelaskan bahwa tunagrahita menunjukkan adanya keterbatasan dalam fungsi, yang mencakup fungsi intelektual yang dibawah ratarata, dimana berkaitan dengan keterbatasan pada dua atau lebih keterampilan adaptif seperti komunikasi, merawat diri sendiri,

keterampilan social, kesehatan dan keamanan, fungsi akademis, dan waktu luang. Keadaan ini nampak sebelum usia 18 Tahun. Seseorang dikategorikan berkelainan mental subnormal atau tunagrahita atau retardasi mental, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (dibawah normal), sehingga untuk meniti tugas perkembangnnya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya (Branata dalam Effendi, 2006: 23). Edgarr Doll (dalam Efendi, 2006: 25) berpendapat seseorang dikatakan tunagrahita jika : secara social tidak cakap, secara mental dibawah normal, kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda, dan kematangannya terhambat. Adapun Efendi (2006: 30) mengemukakan istilah anak berkelainan mental subnormal disebut pula dengan terbelakang mental, lemah ingatan (feebleminded), mental subnormal serta tunagrahita. Semua makna diatas menunjuk kepada seseorang yang memiliki kecerdasan mental bawah normal. Berdasrkan uraian diatas dapat dipahami bahwa tunagrahita adalah salah satu bentuk gangguan yang dapat ditemui diberbagai tempat, dengan karakteristik penederitanya yang memiliki tingkatan

10

11

kecerdasan dibawah rata-rata (IQ dibawah 75), dan mengalami kesulitan dalam beradaptasi maupun melakukan berbagai aktivitas sosial lingkungan. b. Klasifikasi Tunagrahita Tunagrahita berdasarkan skor IQ WISC (dalam Efendi, 2006: 33) dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: 1) Ringan (Mild atau Debil atau Moron) Anak tunagrahita mampu didik (IQ 50-55 sampai kirakira 70) adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik antara lain: membaca, menulis, mengeja, dan berhitung, kepentingan kerja dikemudian hari. Kesimpulannya, anak tunagrahita mampu didik berarti anak tunagrahita yang dapat dididik secara minimal dalam bidang-bidang akademis, sosial dan pekerjaan. 2) Sedang (Imbecile atau Moderate) Anak tunagrahita mampu latih (IQ 35-40 sampai 50-55) adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sedimikian rendahnya sehingga tidak mungkin untuk mengikuti program yang diperuntukkan bagi anak tunagrahita mampu didik. Oleh karena itu, beberapa kemampuan anak tunagrahita mampu latih yang perlu diberdayakan, yaitu: belajar mengurus diri sendiri,

11

12

misalnya makan, pakaian, tidur, atau mandi sendiri; belajar menyesuaikan lingkungan rumah atau sekitarnya dan mempelajari kegunaan ekonomi dirumah, dibengkel kerja, atau di lembaga khusus. Singkatnya anak tungrahita mampu latih berarti anak tunagrahita yang hanya dapat dilatih untuk megurus diri sendiri melalui aktivitas kehidupan sehari-hari (daily living), serta melakukan fungsi social kemasyarakatan menurut

kemampuannya. 3) Berat atau Idiot Anak tunagrahita mampu rawat (IQ dibawah 20 atau 25) adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sangat rendah sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Untuk mengurus kebutuhan diri sendiri sangat membutuhkan orang lain. A child who is an idiot is so low intelectually that he does not lern to talk and usually does learn to take care of his bodily need (kirk & Johnson dalam Efendi, 2006: 40). Dengan kata lain, anak tunagrahita rawat adalah anak tunagrahita yang membutuhkan perawatan sepenuhnya sepanjang hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain (totally dependent) (Patton dalam Efendi, 2006: 41).

12

13

2. Hasil Belajar a. Pengertian hasil belajar Suprijono (2009: 5) mengemukakan hasil belajar sebagai pola pola perubahan, nilai nilai, pengertian pengertian, sikap sikap, apresiasi dan ketrampilan. Menurut Sudjana (2009: 22) hasil belajar adalah kemampuankemapuan yang dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman belajar. Sementara itu Gagne dalam Udin S. Winataputra (2008: 10) menyatakan Learning is change in human disposition or capability that persists over a period of time and is not simply ascribable yang berarti bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam kemampuan yang bertahan lama dan bukan berasal dari proses pertumbuhan. Berdasarkan tiga pendapat di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah pola perubahan yang dilakukan oleh manusia setelah menerima pengalaman belajar seperti kemampuan, ketrampilan dan sikap. b. Bentukbentuk hasil belajar Gagne (dalam Suprijono 2009: 5-6) menguraian bentuk bentuk hasil belajar sebagai berikut: 1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan penethauan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik.

13

14

Kemampuian tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan. 2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Ketrampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-analitis faltakonsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.

Ketrampilan intelektual merupakan kamampuan melakukan aktivitas kognitif bersifak khas. 3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi

penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah. 4) Ketrampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. 5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadi nilai-nilai sebagai standar perilaku.

14

15

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni (2012: 19-28) mengatakan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu: 1) Faktor internal Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor internal ini meliputi: a) Faktor fisiologis Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu yang mencakup keadaan tonus jasmani dan keadaan fungsi jasmani/fisiologis. b) Faktor psikologis Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologi seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar.

Beberapa faktor psikologis yang utama memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat. 2) Faktor eksternal Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar dapat dikategorikan kedalam dua golongan seperti diuraikan berikut ini.

15

16

a) Lingkungan sosial (1) Lingkungan sosial sekolah seperti guru, administrasi, teman sekelas dapat mempengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubunganyang harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. (2) Lingkungan sosial masyarakat dimana siswa tinggal dapat mepengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman beajar, diskusi atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya. (3) Lingkungan sosial keluarga sangat mempengaruhi

kegiatan belajar siswa. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat member dampak terhadap aktifitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktifitas belajar dengan baik. b) Lingkungan nonsosial (1) Lingkungan alamiah seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu

16

17

silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang. Leingkungan alamiah tersebut

merupakan faktor-faktor yang dapat mempenagruhi aktifitas belajar siswa. (2) Faktor instrumental yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan menjadi dua. Pertama yaitu hardware seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar,

lapangan olahraga dan lain sebagainya. Kedua yakni kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi dan lain sebagainya. (3) Faktor materi pelajaran hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa, begitu juga juga metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Oleh karena itu guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.

17

18

18

Anda mungkin juga menyukai