Anda di halaman 1dari 5

BAB II KEANEKARAGAMAN SERANGGA DI HUTAN PASIR IPIS 2.

1 Keanekaragaman Kata biodiversitas pertama kali digunakan sebagai bio diversitas yang merupakan singkatan dari diversitas biologi atau keanekaragaman hayati digunakan tahun 1986 (Wilson, 1997). Keanekaragaman merupakan kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan bermacam-macam suatu benda yang dapat terjadi akibat adanya perbedaan dalam hal ukuran, bentuk, tekstur danlainnya. Pada dasarnya semua makhluk hidup memiliki keanekaragaman. Keanekaragaman makhlukhidup dapat terlihat dengan adanya persamaan ciri antar makhluk hidup. Keanekaragaman ada yang terjadi secara alami dan ada juga yang terjadi secara buatan. Keanekaragaman alami merupakankeanekaragaman yang terjadi akibat adaptasi atau penyesuaian diri setiap individu dengan ligkungannya. Keanekaragaman hewan menunjukkan berbagai variasi dalam bentuk, struktur tubuh, warna, jumlah, dan sifat lainnya di suatu daerah. Sumber alam hayati merupakan bagian dari mata rantai tatanan lingkungan hidup, yang menjadikan lingkungan ini hidup dan mampu menghidupkan manusia dari generasi ke generasi. Banyak hewan sebagai produksi pangan, sandang, bahan industri dan tenaga pengangkut dan bahan hiasan. Kita patut bersyukur kepada kepada Tuhan, karena alam semesta ini diserahkan kepada manusia untuk diambil hikmahnya, diolah, dimanfaatkan secara lestari keberadaannya, baik secara In Situ maupun Ex Situ. Keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas. Ukuran keanekaragaman dan penyebabnya mencakup sebagian besar pemikiran tentang ekologi. Hal itu terutama karena keanekaragaman dapat menghasilkan kestabilan dan dengan demikian berhubungan dengan sentral ekologi. Konsep komunitas adalah suatu prinsip ekologi yang penting yang menekan keteraturan yang ada dalam keragaman organisme hidup dalam habitat apapun. Suatu komunitas bukan hanya merupakan pengelompokan secara serampangan hewan dan tumbuhan yang hidup secara mandiri satu sama lain namun mengandung komposisi kekhasan taksonomi, dengan pola hubungan tropik dan metabolik yang tertentu. Konsep komunitas sangatlah penting dalam penerapan praktis prinsip-prinsip ekologi karena cara terbaik untuk mendorong atau membasmi pertumbuhan suatu organisme adalah memodifikasi komunitas dan bukannnya menanganinya secara langsung. Diantara banyak organisme yang membentuk suatu komunitas, hanya beberapa spesies atau grup yang memperlihatkan pengendalian yang nyata dalam memfungsikan keseluruhan komunitas. Kepentingan relatif dari oganisme dalam suatu komunitas tidak ditentukan oleh posisi taksonominya namun oleh jumlh, ukuran, poduksi dan hubungan lainnya (Michael, 1994).

Komunitas diberi nama dan digolongkan menurut spesies atau bentuk hidup yang dominan, habitat fisik atau kekhasan fungsional. Analisis komunitas dapat dilakukan dalam setiap lokasi tertentu berdasakan pada pembedaan zona atau gradien yang terdapat dalam daerah tersebut. Umumnya semakin curam gradien lingkungan, makin beragam komunitasnya karena batas yang tajam terbentuk oleh perubahan yang mendadak dalam sifat fisik lingkungan. Angka perbandingan antara jumlah spesies dan jumlah total individu dalam suatu komunitas dinyatakan sebagai keragaman spesies. Ini berkaitan dengan kestabilan lingkungan dan beragam dengan komunitas berbeda. Keragaman sangatlah penting dalam menentukan batas kerusakan yang dilakukan terhadap sistem alam oleh turut campurnya manusia (Michael, 1994). Suatu populasi memiliki kekhasan yang tidak dimiliki oleh individu-individu yang membangun populasi tesebut. Kekhasan dasar suatu populasi yang menarik bagi seorang ekolog adalah ukuran dan rapatannya. Jumlah individu dalam populasi mencirikan ukurannya dan jumlah individu populasi dalam suatu daerah atau satuan volume adalah rapatannya. Kelahiran (Natalitas), kematian (mortalitas), yang masuk (imigrasi), dan yang keluar (emigrasi) dari anggota mempengaruhi ukuran dan rapatan populasi. Kekhasan lain dari populasi yang penting dari segi ekologi adalah keragaman morfologi dalam suatu populasi alam sebaan umur, komposisi genetik dan penyebaran individu dalam populasi (Odum, 1993). Keanekaragaman hayati yang ada pada ekosistem pertanian seperti persawahan dapat mempengaruhipertumbuhan dan produksi tanaman, yaitu dalam sistem perputaran nutrisi, perubahan iklim mikro, dan detoksifikasi senyawa kimia. Serangga sebagai salah satu komponen keanekaragaman hayati juga memiliki peranan penting dalam jaring makanan yaitu sebagai herbivor, karnivor, dan detrivor (Michael, 1994). 2.2 Serangga Serangga merupakan hewan beruas dengan tingkat adaptasi yang sangat tinggi. Serangga adalah salah satu makhluk hidup yang termasuk jenis hewan invertebrata (tidak bertulang belakang), kelas Insecta. Serangga memiliki jumlah species terbesar yang tersebar luas di habitat daratan dibandingkan dengan kelas-kelas yang lain dalam filum Arthropod. Para ilmuwan memperkirakan, ada 30 juta species serangga tak dikenal yang tersebar di berbagai belahan bumi ini. Sampai saat ini, sekitar 1 juta species serangga sudah dikenali (Siregar, 2009) . Serangga merupakan contoh klasik metamorfosis. Setiap serangga mengalami proses perubahan bentuk dari telur hingga ke bentuk dewasa yang siap melakukan reproduksi. Pergantian tahap bentuk tubuh ini seringkali sangat dramatis. Di dalam tiap tahap juga terjadi proses pergantian kulit yang biasa disebut proses pelungsungan. Tahap-tahap ini disebut instar. Ordo-ordo serangga seringkali dicirikan oleh tipe metamorfosisnya. Secara morfologi, tubuh serangga dewasa dapat dibedakan menjadi

tiga bagian utama, sementara bentuk pradewasa biasanya menyerupai moyangnya, hewan lunak beruas mirip cacing. Ketiga bagian tubuh serangga dewasa adalah kepala (caput), dada (thorax), dan perut (abdomen). Ciri-ciri insekta Secara umum, serangga dapat dikenali melalui ciri-cirinya sebagai berikut: 1. Memiliki jumlah kaki 3 pasang 2. Bagian tubuh terbagi menjadi 2 yaitu caput (kepala), thoraks (dada) dan abdomen (perut) 3. Sebagian memiliki rangka luar yang keras disebut eksoskeleton Salah satu alasan mengapa serangga memiliki keanekaragaman dan kelimpahan yang tinggi adalah kemampuan reproduksinya yang tinggi, serangga bereproduksi dalam jumlah yang sangat besar, dan pada beberapa spesies bahkan mampu menghasilkan beberapa generasi dalam satu tahun. Kemampuan serangga lainnya yang dipercaya telah mampu menjaga eksistensi serangga hingga kini adalah kemampuan terbangnya. Hewan yang dapat terbang dapat menghindari banyak predator, menemukan makanan dan pasangan kawin, dan menyebar ke habitat baru jauh lebih cepat dibandingkan dengan hewan yang harus merangkak di atas permukaan tanah (Jumar, 2000)

Umumnya serangga mengalami metamorfosis sempurna, yaitu siklus hidup dengan beberapa tahapan yang berbeda: telur, larva, pupa, dan imago. Beberapa ordo yang mengalami metamorfosis sempurna adalah Lepidoptera, Diptera, Coleoptera, dan Hymenoptera. Metamorfosis tidak sempurna merupakan siklus hidup dengan tahapan : telur, nimfa, dan imago. Peristiwa larva meniggalkan telur disebut dengan eclosion. Setelah eclosion, serangga yang baru ini dapat serupa atau beberapa sama sekali dengan induknya. Tahapan belum dewasa ini biasanya mempunyai ciri perilaku makan yang banyak (Jumar, 2000).

A. Ordo Pada Serangga Lebih dari 800.000 spesies insekta sudah ditemukan. Terdapat 5.000 spesies bangsa capung (Odonata), 20.000 spesies bangsa belalang (Orthoptera), 170.000 spesies bangsa kupu-kupu dan ngengat (Lepidoptera), 120.000 bangsa lalat dan kerabatnya

(Diptera), 82.000 spesies bangsa kepik (Hemiptera), 360.000 spesies bangsa kumbang (Coleoptera), dan 110.000 spesies bangsa semut dan lebah (Hymenoptera), (Palawi, 2009). a) Ordo Lepidoptera ketika fase larva memiliki tipe mulut pengunyah, sedangkan ketika imago memiliki tipe mulut penghisap. Adapun habitat dapat dijumpai di pepohonan.

b) Ordo Collembola memiliki ciri khas yaitu memiliki collophore, bagian yang mirip tabung yang terdapat pada bagian ventral di sisi pertama segmen abdomen. Ada beberapa dari jenis ini yang merupakan karnivora dan penghisap cairan. Umumnya Collembolla merupakan scavenger yang memakan sayuran dan jamur yang busuk, serta bakteri, selain itu ada dari jenis ini yang memakan feses Artropoda, serbuk sari, ganggang, dan material lainnya.

c) Ordo Coleoptera memliki tipe mulut pengunyah dan termasuk herbivore. Habitatnya adalah di permukaan tanah, dengan membuat lubang, selain itu juga membuat lubang pada kulit pohon, dan ada beberapa yang membuat sarang pada dedaunan.

d) Ordo Othoptera termasuk herbivora, namun ada beberapa spesies sebagai predator. Tipe mulut dari ordo ini adalah tipe pengunyah. Ciri khas yang dapat dijumpai yaitu sayap depan lebih keras dari sayap belakang.

e) Ordo Dermaptera mempunyai sepasang antenna, tubuhnya bersegmen terdiri atas toraks dan abdomen . Abdomennya terdapat bagian seperti garpu . Ordo Diplura memiliki mata majemuk, tidak terdapat ocelli, dan tarsinya terdiri atas satu segmen. Habitatnya di daerah terrestrial, dapat ditemukan di bawah batu, di atas tanah, tumpukan kayu, di perakaran pohon, dan di gua. Ordo ini merupakan pemakan humus.

f)

Ordo Hemiptera memiliki tipe mulut penusuk dan penghisap. Ada beberapa yang menghisap darah dan sebagian sebagai penghisap cairan pada tumbuhan. Sebagian besar bersifat parasit bagi hewan, tumbuhan, maupun manusia. Ordo ini banyak ditemukan di bagian bunga dan daun dari tumbuhan, kulit pohon, serta pada jamur yang busuk.

g) Ordo Odonata memiliki tipe mulut pengunyah. Umumnya Ordo ini termasuk karnivora yang memakan serangga kecil dan sebagian bersifat kanibal atau suka memakan sejenis. Habitatnya adalah di dekat perairan. Biasanya ditemukan di sekitar air terjun, di sekitar danau, dan pada daerah bebatuan. DAFTAR PUSTAKA Jumar.2000.Entomologi. PT Rineka Cipta. Jakarta Michael. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. UI Press : Jakarta Odum. 1993. Dasar-dasar Ekologi. UGM Press: Yogyakarta. Pelawi, A. 2009. Indek keanekaragaman jenis serangga pada beberapa ekosistem . Departemen Ilmu hama dan penyakit tumbuhan fakultas pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. Siregar, A. 2009. Serangga dan habitatnya. USU pers.Medan Wilson, James D dan Jhon B, Campbell., (1997), Controllership 3rd edition, Diterjemahkan oleh Tjintjin Fenix Tjandra, Erlangga, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai