Anda di halaman 1dari 29

Plenary Discussion

Nyeri Visceral, Nyeri Somatik, Demam, dan Kelelahan

Disusun Oleh: TUTORIAL 16


1. Palupi Fatma Ningtyas 2. Poppy Putri Kusumaning A 3. Aulia Nurrozaq 4. Tri Yuliasih 5. Mentari Indah Bramanti 6. Lina Mardiana Zulva 7. Shinta Dian Maharani 8. Wildan Farik Alkaf 9. Ayudia Mayang Putri 10. Tantri Sarzuli 11. Jamalludin Ahmad Ali 12. Klamasari (20120310083) (20120310084) (20120310125) (20120310166) (20120310207) (20120310209) (20120310213) (20120310215) (20120310226) (20120310227) (20120310243) (20120310244)

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warrahmatulahi wabarakatuh Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat kepada kita semua. Tak lupa pula shalawat serta saklam kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW yang mengantarkan kita dari zaman yang gelap ke zaman yang terang benderang. Kami telah menyelesaikan makalah plenary discussion dengan mengangkat tema Vesica Biliaris. Dalam kasus ini diangkat permasalahan tentang nyeri viseral yang timbul dari kerusakan organ viseral yaitu kandung empedu. Seperti yang kita ketahui hal tersebut tentu saja akan menjurus terhadap peradangan kandung empedu (kolesistisis). Oleh sebab itu, dalam makalah ini kami akan membahas permasalahn tersebut, dengan mengangkat judul Nyeri Visceral, Nyeri Somatik, Demam, dan Kelelahan Kami menyadari bahwa kami tidak luput dari kesalahan. Oleh sebab itu kami tidak menutup diri dari berbagai macam saran dan kritik dari berbagai pihak. Lebih dan kurangnya kami mengucapkan terimakasih. Wassalamualaikum warrahmatulahi wabarakatuh.

Yogyakarta, 4 Maret 2013

Penyusun

PLENARY DISCUSSION BLOK 4 KASUS Riwayat Penyakit Sekarang Seorang wanita berusia 43 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan nyeri perut. Nyeri dirasakan sejak 4 hari yang lalu di bagian perut kanan atas yang menjalar ke punggung sebelah kanan. Nyeri pada awalnya hilang timbul namun semakin lama makin memberat seperti ditusuk-tusuk. 2 hari penderita merasakan demam, mual, muntah (2 kali) dan nafsu makan menurun. Riwayat buang air kecil seperti biasa tidak ada keluhan. 2 hari ini belum buang air besar. Selama 4 bulan sebelumnya penderita beberapa kali mengalami nyeri perut pada area yang sama dan dijalarkan ke punggung kanan. Nyeri hilang timbul namun masih dapat beraktivitas. Sudah berobat beberapa kali dan mendapatkan obat yang sama yaitu antalgin, antasida, dan vitamin. Bila minum obat nyeri dirasakan sedikit berkurang. Nyeri perut memberat terutama setelah makan makanan bersantan atau yang berlemak. Penderita juga mengeluh menjadi mudah lelah.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sakit hepatitis disangkal, riwayat pernah mengalami trauma pada perut kanan atas disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat sakit yang sama di dalam keluarga disangkal

Riwayat Sosial-Ekonomi Penderita seorang ibu rumah tangga memiliki 4 orang anak, suami bekerja sebagai guru

Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : Kesadaran kompos mentis, tampak kesakitan, tidak pucat, tidak sesak Umur : 43 tahun TB BB : 155 cm : 68 Kg

Tanda Vital: 1) Nadi 2) Tekanan Darah 3) Pernapasan 4) Suhu Kepala : Leher : Dada Jantung Paru : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Mesosephal : tidak ada deformitas Mata : konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/- (kanan kiri tidak ada kelainan) Hidung : tidak ada kelainan Mulut : tidak ada kelainan Telinga : tidak ada kelainan : 108 x/menit : 100/70 mmHg : 28x/menit : 38,3oC

Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi : simetris, datar, tidak ada benjolan/massa : bising usus (+), 3-4x/menit : nyeri tekan area kanan atas, Murphy Sign (+), hepar dan lien tidak teraba Perkusi : timpani

Ekstremitas Superior-Inferior : tidak ada kelainan

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Darah Rutin Hemoglobin Laju Endap Darah Jumlah Leukosit Hitung Jenis o Basofil o Eosinofil o Netrofil Batang o Netrofil Segmen o Limfosit o Monosit : 11,8 g/dl : 60 mm/jam : 16.000/mm3 : 1% 3% 10% 65% 17% 4%

UNFAMILIAR TERMS 1. Nyeri : perasaan tidak nyaman, menderita, disebabkan oleh rangsangan ujung-ujung saraf tertentu 2. Demam 3. Mual : peningkatan temperatur tubuh di atas normal : sensasi tidak menyenangkan yang samar pada epigastrium dan abdomen 4. Muntah : pengeluaran isi lambung melalui mulut

5. Murphy Sign : bermanfaat dalam mendiagnosis vesica biliaris meradang akut

PROBLEM DEFINITION 1. Bagaimana mekanisme nyeri tersebut bisa terjadi pada bagian perut kanan atas yang menjalar ke punggung sebelah kanan? 2. Mengapa nyeri tersebut hilang timbul kemudian memberat terasa seperti di tusuktusuk? 3. Bagaimana mekanisme demam, mual, muntah, dan hilangnya nafsu makan dalam menyertai sakit yang diderita? 4. Mengapa nyeri perut memperberat terutama setelah makan makanan bersantan atau yang berlemak? 5. Mengapa selama 2 hari wanita tersebut tidak buang air besar? 6. Bagaimana mekanisme obat berlangsung sehingga bisa mengurangi rasa nyeri yang dirasakan? 7. Mengapa penderita menjadi mudah lelah? 8. Penatalaksanaan terhadap kasus diatas?

ANALYZING PROBLEM 1. Bagaimana mekanisme nyeri tersebut bisa terjadi pada bagian perut kanan atas yang menjalar ke punggung sebelah kanan? Rasa nyeri yang berasal dari bermacam macam organ visera dalam abdomen dan dada merupakan salah satu kriteria yang dapat dipakai untuk mendiagnosis peradangan visera, penyakit infeksi visera dan kelaianan visera lain. Penyebab rasa viseral yang murni adalah stimulus yang merangsang serabut nyeri pada daerah visera yang luas. Beberapa stimulus terbut, yaitu: iskemia jaringan viseral, kerusakan akibat bahan kimia pada permukaan visera, spasme otot polos pada organ dalam yang berlume, atau teregangnya jaringan ikat yang mengelilingi organ visera. Pada umunya stimulus yang berasal dari organ viseral ini dijalarkan oleh serabut syaraf tipe C sehingga menimbulkan nyeri dengan sifat pegal, pedih, kronik. Penjelasan lebih lanjut tentang stimulus stimulus terbut sebagai berikut: a. Iskemia iskemia menyebabkan nyeri viseral dengan cara yang sama dengan iskemia yang menyebabkan nyeri pada jaringan yang lain., mungkin karena terbentuknya produk akhir metabolik atau produk jaringan degeneratif yang sama, seperti bradikinin, enzim proteolitik atau bahan yang lain yang dapat merangsang ujung serabut saraf nyeri. b. Stimulus Kimia Terkadang bahan bahan yang rusak dapta keluar dari traktus gastrointestinal masuk ke dalam rongga pertitoneum. c. Spasme Viskus Berongga Spasme pada bagian usus, kandung empedu, saluran empedu, ureter atau viskus berongga dapat menimbulkan rasa nyeri. Hal ini dapat terjadi dikarenakan terangsangnya ujung saraf secara mekanis. Selain itu hal ini dapat pula terjadi dikarenakan spasme yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otot, kemudia bersamaan dengan naiknya kebutuhan nutrisi otot untuk proses metabolisme sehingga menimbulkan rasa nyeri yang hebat. Sering rasa nyeri yang timbul akibat hal ini dirasakan dalam bentuk kram dengan rasa nyeri yang menghebat kemuadian

menghilang, begitu seterusnya. Timbulnya proses berulang ini disebabkan oleh perulangan kontraksi otot polos. Contohnya keadaan kram inni akan timbul setiap kali ada gelombang peristaltik yang menjalar melalui usus yang spastik. Rasa nyeri tipe ini seringkali dirasakan pada penyakit apendisitis, gastroenteritis, konstipasi, mentruasi, persalinan, kelainan kandung empedu, atau obstruksi ureter. d. Distensi Berlebihan Pada Viskus Berongga Viskus berongga apabila diisi berlebihan akan menimbulkan rassa nyeri. Hal ini dikarenakan jaringan itu sendiri yang teregang, yang dapat menyempitkan pembuluh pembuluh darah yang mengelilingi atau melauli organ visera tersebut, sehingga memacu terjadinya rasa nyeri iskemia. Namun ada beberapa oragan visera yang hampir sama sekali tidak peka terhadapa setiap macam rasa nyeri, seperti daerah daerah parenkim hati dan alveoli paru. Ternyat terdapat di sekitar daerah terbut terdapat daerah yang peka, seperti kapsul hati yang sangat peka terhadap trauma langsung dan peregangan, dan saluran empedu yang juga peka terhadap rasa nyeri. dalam paru walaupuun alveoli tidak sensitif, ternyata brnkhi dan pleura parietalis sangat sensitif terhadap rasa nyeri. Selain rasa nyeri yang timbul akibat nyeri viseral murni, nyeri pada daerah abdomen juga disebabkan oleh nyeri parietal. Hal ini biasanya disebabkan bila suatu penyakit memengaruhi organ visera seringkali proses penyakit tersebut menyebar ke peritonuem parietal, pleura, atau perikardium. Permukaan parietal ini mempunyai sifat seperti kulity yang mempunyai persarafan banyak yang berasala dari saraf saraf spinal perifer. Oelh karena itu rasa nyeri yang berasal dari dinding parietal organ viseral seringkali menusuk. Sehingga dapat disimpulkan bahawa nyeri viseral apda rongga abdomen dapat dijalarkan oleh nyeri viseral murni dan penjalaran parietal.

2. Mengapa nyeri tersebut hilang timbul kemudian memberat terasa seperti di tusuktusuk? Pada nyeri yang berasal dari nyeri viseral murni sulit terlokalisasi dikarenakan penjalarannya yang kebanyakan diteruskan oleh serabut saraf tipe C. Selain itu nyeri viseral murni juga dijalarkan melalui serabut serabut sensorik nyeri di dalam

gelendong saraf otonom dan sensasinya akan dialihkan ke daerah permukaan tubuh yang lain. Hal ini terjadi karena cabang cabang serabut nyeri viseral bersinaps dengan neuron penerima serabut nyeri dari kulit. Dalam medulla spinalis. Maka apabila serabut nyeri terangsang maka sinyal nyeri yang berasal dari viseral tersebut akan dijalarkan melalui beberapa neuron yang sama yang juga menjalarkan sinyal nyeri yang berasal dari kulit. Oleh karena itu orang tersebut akan merasakan sensasi yang benar benar berasal dari daerah kulit. Daerah daerah yang merasakan sensasi nyeri ini sesuai dengan segmen dermatom dari mana organ visera itu berasal pada waktu embrio. Dan tidak memperhatikan lokasi organ itu sekarang. Dalam kasus ini wanita tersebut merasakan nyeri yang menjalar ke punggung bagian kanan. pada dermatom ini terdapat beberapa distribusi nyeri viseral yang berasal dari hati dan kandung empedu (vesica vellea) yang memiliki dermatom T5 sampai T9 yaitu nyeri di batas kosta kanan yang menyebar ke punggung atau bahu kanan. dari area tersebut dapat diketahui kemungkinan penyakit yang diderita wanita tersebut, diantaranya kolelitiasis dan kolecistitis (pada kandung empedu) kemudian pada hati terdapat kemungkinan penyakit, seperti hepatitis, sirosis dan kongesti pasif. Wanita tersebut juga merasakan nyeri di perut bagian kanan atas. Dimungkinkan pada kasus ini nyeri parietal berasal dari peradangan atau gangguan peritoneum. Hal ini dibuktikan dengan adanya tanda peradangan peritoneum yang bisa dilihat saat nyeri meningkat saat pernapasan dalam (murphy test). Karena inflamasi peritoneum paretal meruapakan salah satu sumber nyeri pada abdomen. Nyeri inflamasi peritoneum parietal bersifat tetap dan sakit juga terletak langsung pada daerah yang emradang. Lokalisasi yang tepat dimungkinakan karena nyeri ini diteruskan oleh saraf saraf somatik yang memasok peritoneum parietal. Intensitan nyerinya bergantung pada tipe dan jumlah substansi asing yang menjadi mediator kimiawi pada peritoneum parietal dan lama waktu terpaparnya. Oleh sebab itu nyeri dari visera sering kali secara bersamaan dilokalisasi di dua daerah permukaan tubuh karena nyeri dijalarkan melalui jaras alih viseral dan jaras langsung parietal. Nyeri perut bagian kanan bagian atas, kemungkinan yang mengalami gangguan adalah organ-organ yang terletak pada bagian kanan atas adalah gangguan hati, radang pada kandung empedu akibat adanya batu, serta kadang-kadang bisa terjadi radang

usus kecil. Mereka yang memiliki batu pada kandung empedu biasanya merasakan nyeri ulu hati yang hilang timbul. Kadang kala, rasa nyeri itu seolah menjalar ke bagian belakang tubuh. Nyeri kantung empedu sifat nyeri hebat, tetap/konstan, nyeri kuadran kanan atas/ epigastrik dan sering memburuk setelah makan makanan yang berlemak (fatty foods). Tetapi kalau tempat nyeri berada agak ditengah dan rasa nyerinya sampai menembus kebelakang, kemungkinan gangguan ginjal harus dicurigai. Kolik renal atau gangguan nyeri disebabkan gangguan ginjal: nyeri kolik pada sudut tertentu bagian ginjal, yang nyeri bila ditekan, menjalar ke panggul. Khasnya pasien tidak dapat menemukan posisi yang dapat mengurangi nyeri. Namun pada kolik ginjal dapat juga terjadi di bagian sebelah kiri. Iskemik usus atau usus yang rusak, nyeri bersifat tumpul, hebat, tetap/konstan, nyeri abdomen kuadran kanan atas yang meningkat saat makan. Karena nyeri yang dirasakan termasuk golongan nyeri cepat, yang dihantarkan oleh serat-serat A delta. Karena serat- serat A delta ini memediasi nyeri yang tajam, sementara dan menusuk-nusuk, reseptor-reseptornya disebut mekanoreseptor ambang-tinggi atau termoreseptor karena merespon utamanya terhadap stimuli mekanis dan panas. Nyeri tajam ini dijalarkan melalui saraf perifer ke medula spinalis oleh serabut-serabut kecil tipe A pada kecepatan penjalaran 6-30 m/s. Rasa nyeri tajam dengan cepat akan memberitahu pasien ada kerusakan sehingga membuat pasien segera bereaksi memindahkan dirinya dari stimulus tadi. Spasme pada bagian kandung empedu, saluran empedu dapat menimbulkan rasa nyeri. Hal ini dapat terjadi dikarenakan terangsangnya ujung saraf secara mekanis. Selain itu hal ini dapat pula terjadi dikarenakan spasme yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otot, kemudia bersamaan dengan naiknya kebutuhan nutrisi otot untuk proses metabolisme sehingga menimbulkan rasa nyeri yang hebat. Sering rasa nyeri yang timbul akibat hal ini dirasakan dalam bentuk kram dengan rasa nyeri yang menghebat kemuadian menghilang, begitu seterusnya. Timbulnya proses berulang ini disebabkan oleh perulangan kontraksi otot polos. Contohnya keadaan kram ini akan timbul setiap kali ada gelombang peristaltik yang menjalar melalui usus yang spastik. Selain rasa nyeri yang timbul akibat nyeri viseral murni, nyeri pada daerah abdomen juga disebabkan oleh nyeri parietal. Hal ini biasanya disebabkan bila suatu

penyakit memengaruhi organ visera seringkali proses penyakit tersebut menyebar ke peritonuem parietal, pleura, atau perikardium. Permukaan parietal ini mempunyai sifat seperti kulity yang mempunyai persarafan banyak yang berasala dari saraf saraf spinal perifer. Oleh karena itu rasa nyeri yang berasal dari dinding parietal organ viseral seringkali menusuk. Sehingga dapat disimpulkan bahawa nyeri viseral apda rongga abdomen dapat dijalarkan oleh nyeri viseral murni dan penjalaran parietal. Pada nyeri yang berasal dari nyeri viseral murni sulit terlokalisasi dikarenakan penjalarannya yang kebanyakan diteruskan oleh serabut saraf tipe C. Selain itu nyeri viseral murni juga dijalarkan melalui serabut serabut sensorik nyeri di dalam gelendong saraf otonom dan sensasinya akan dialihkan ke daerah permukaan tubuh yang lain. Hal ini terjadi karena cabang cabang serabut nyeri viseral bersinaps dengan neuron penerima serabut nyeri dari kulit. Dalam medulla spinalis. Maka apabila serabut nyeri terangsang maka sinyal nyeri yang berasal dari viseral tersebut akan dijalarkan melalui beberapa neuron yang sama yang juga menjalarkan sinyal nyeri yang berasal dari kulit. Oleh karena itu orang tersebut akan merasakan sensasi yang benar benar berasal dari daerah kulit. Daerah daerah yang merasakan sensasi nyeri ini sesuai dengan segmen dermatom dari mana organ visera itu berasal pada waktu embrio. Dan tidak memperhatikan lokasi organ itu sekarang. Dalam kasus ini wanita tersebut merasakan nyeri yang menjalar ke punggung bagian kanan. pada dermatom ini terdapat beberapa distribusi nyeri viseral yang berasal dari hati dan kandung empedu (vesica vellea) yang memiliki dermatom T5 sampai T9 yaitu nyeri di batas kosta kanan yang menyebar ke punggung atau bahu kanan. dari area tersebut dapat diketahui kemungkinan penyakit yang diderita wanita tersebut, diantaranya kolelitiasis dan kolesistitis. Wanita tersebut juga merasakan nyeri di perut bagian kanan atas. Dimungkinkan pada kasus ini nyeri parietal berasal dari peradangan atau gangguan peritoneum. Hal ini dibuktikan dengan adanya tanda peradangan peritoneum yang bisa dilihat saat nyeri meningkat saat pernapasan dalam (murphy test). Karena inflamasi peritoneum paretal meruapakan salah satu sumber nyeri pada abdomen. Nyeri inflamasi peritoneum parietal bersifat tetap dan sakit juga terletak langsung pada daerah yang emradang. Lokalisasi yang tepat dimungkinakan karena nyeri ini diteruskan oleh saraf saraf

somatik yang memasok peritoneum parietal. Intensitan nyerinya bergantung pada tipe dan jumlah substansi asing yang menjadi mediator kimiawi pada peritoneum parietal dan lama waktu terpaparnya. Oleh sebab itu nyeri dari visera sering kali secara bersamaan dilokalisasi di dua daerah permukaan tubuh karena nyeri dijalarkan melalui jaras alih viseral dan jaras langsung parietal. Nyeri kolik merupakan nyeri yang hilang timbul yang menunjukkan suatu obstruksi organ berongga (lumen), organ yang berdinding otot (usus, empedu, duktus biliaris, ureter) Kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga dan biasanya disebabkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut (obstruksi usus, batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan intraluminar). Nyeri ini timbul karena hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding saluran. Karena kontraksi ini berjeda, kolik dirasakan hilang timbul. Fase awal gangguan perdarahan dinding usus juga berupa kolik. Serangan kolik biasanya disertai perasaan mual, bahkan sampai muntah. Dalam serangan, penderita sangat gelisah, kadang sampai berguling-guling di tempat tidur atau di jalan. Yang khas ialah trias kolik yang terdiri atas serangan nyeri yang kumatkumatan disertai mual dan muntah dan gerak paksa.

3. Bagaimana mekanisme demam, mual, muntah, dan hilangnya nafsu makan dalam menyertai sakit yang diderita? Dalam kasus penderita ternyata mengalami kolestisis yang mengalami beberapa manifestasi klinis, diantaranya adalah: (arif mansjoer, 1999) 1. 2. Gangguan pencernaan, mual dan muntah Nyeri perut kanan atas atau kadang-kadang hanya rasa tidak enak di epigastrium 3. 4. 5. Yang khas adalah nyeri yang menjalar ke bahu atau skapula Demam dan ikterus (bila terdapat batu di duktus koledokussistikus) Gejala nyeri perut bertambah bila makan banyak lemak

Dengan kita mengetahui beberapa manifestasi klinis diantaranya terdapat demam dan dalam pemeriksaan vital sign suhu penderita 38,3 C. Demam inilah yang akan memacu beberapa kadaan yang berupa anoreksia, mual dan muntah.

Dalam proses terjadinya demam ternyata ada beberapa zat yang dilepaskan berupa antipiretik endogen (-MSH, ADH,CRH) (lung, 2012). Dan -MSH berperan untuk menurunkan nafsu makan (anoreksia) (hall, fisiologi kedokteran, 2012). Karena penderita mengalami anoreksia akibat demam maka akan memicu munculnya mual dan muntah. Mual adalah pengenalan secara sadar terhadap eksitasi bawah sadar pada daerah medula yang secara erat berhubungan dengan atau merupakan bagian darai pusat muntah, dan mual dapat disebabkan oleh impuls iritatif yang datang dari traktus gastrointestinal, impuls yang berasal dari otak bawah yang berhubungan dengan motion sickness, atau impuls dari korteks serebri untuk mencetuskan muntah (hall, fisiologi kedokteran, 2012). Jadi ketika perut dalam keadaan kosong maka asam lambung akan meningkat sehingga akan mengiritasi bagian lambung yang memacu impuls iritatif yang datang dari traktus gastrointestinal dan pada akhirnya munculah rasa mual dan diikuti rasa ingin muntah.

4. Mengapa nyeri perut memperberat terutama setelah makan makanan bersantan atau yang berlemak? Selama makan, kandung empedu akan berkontraksi (menciut) sehingga mengeluarkan sedikit cairan empedu yang berwarna hijau kecoklatan ke dalam usus halus. Cairan empedu berguna dalam penyerapan lemak dan beberapa vitamin, seperti vitamin A, D, E, dan K. Ketika makanan mulai dicerna di dalam traktus gastrointestinal bagian atas, kandung empedu mulai dikosongkan, terutama sewaktu makanan berlemak mencapai duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Mekanisme pengosongan kandung empedu adalah kontraksi ritmis dinding kandung empedu, tetapi pengosongan yang efektif juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi, yang menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis ke dalam duodenum. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya ke dalam duodenum terutama sebagai respons terhadap perangsangan kolesistokinin yang terutama dicetuskan oleh makanan berlemak. Saat lemak terdapat dalam makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat lemak dalam

jumlah yang berarti dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam waktu sekitar 1 jam. Dari pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada kuadran kanan atas perut dan Murphy Sign (+). Hal ini menunjukkan bahwa ada kelainan pada daerah hati, yaitu kandung empedu karena sesuai dengan dermatomnya. Ada kemungkinan telah terjadi pembentukan batu empedu (kolelitiasis) yang kemudian mengakibatkan kolesistitis, yang mengarah pada peradangan dari kandung empedu. Batu empedu disebabkan oleh perubahan secara kimiawi pada empedu seseorang. Batu empedu terbentuk dari endapan kolesterol, pigmen bilirubin dan garam kalsium yang mengeras, namun kebanyakan batu kandung empedu terbentuk dari kolesterol. Timbulnya batu empedu akan menjadi masalah bila masuk ke salah satu saluran yang menuju ke usus halus. Batu-batu yang melalui kantong empedu dapat menyangkut di dalam hati dan saluran empedu, sehingga menghentikan aliran dari empedu ke dalam saluran pencernaan. Jika batu tersebut menyumbat saluran empedu atau mengakibatkan peradangan pada kantong empedu akan menimbulkan sakit yang hebat. Meskipun penyakit kantong empedu tidak menunjukkan gejala, pada keadaan memburuk gejala yang biasa ditimbulkan adalah serangan pada waktu makan makanan yang mengandung lemak tinggi jika seseorang sudah mengidap batu empedu. Hal ini terjadi karena lemak tersebut memicu hormon merangsang kantung empedu berkontraksi sehingga memaksa empedu yang tersimpan masuk ke dalam duodenum yaitu jalan keluar menuju usus kecil, jika batu menghambat aliran empedu maka akan timbul gejala seperti sakit yang akut pada sebelah kanan atas perut dan mengarah ke punggung, antara bahu dan ke dada depan.

5. Mengapa selama 2 hari wanita tersebut tidak buang air besar? Dari skenario tersebut kami menduga apabila pasien tersebut mengalami permasalahan pada empedunya, pada kondisi normal empedu akan mengsekresikan getah empedu yang mnembantu pencernaan makanan di duodenum. Getah empedu

akan memecah molekul-molekul lemak menjadi lebih kecil sehingga pencernaan lemak oleh tripsin akan menjadi lebih cepat dikarenakan jumlah luas permukaan lemak yang lebih lebar. Namun apabila sekresi getah empedu akan terganggu pencernaan akan berjalan lebih lambat dari normalnya, pada beberapa orang akan mengalami nyeri seperti pada skenario. Pencernaan yang berjalan lebih lambat akan mempengaruhi pembentukan feses yang menjadi lebih lambat pula. Kondisi ini juga ditambah oleh pengaruh dari obat yang dikonsumsi pasien sebelumnya, yaitu Antasida. Antasida terdiri dari kombinasi antara aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida yang bekerja menetralkan asam lambung dan

menginaktifkan pepsin, sehingga rasa nyeri ulu hati akibat iritasi oleh asam lambung dan pepsin berkurang. Efek samping dari antasida jarang dan hampir tidak pernah ditemui karena dampak negatif dari kedua senyawa tersebut saling menghilangkan. Namun pada beberapa orang akan terjadi efek samping berupa mual, muntah, diare, dan konstipasi. Konstipasi disebabkan oleh salah satu zat utama penyusun Antasida, yaitu Alumunium Hidroksida.

6. Bagaimana mekanisme obat berlangsung sehingga bisa mengurangi rasa nyeri yang di rasakan? Penyebab Timbulnya Rasa Nyeri Adanya rangsangan-rangsangan mekanis/kimiawi ( kalor/listrik ) yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat yang disebut mediator-mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain : histamin, serotonin, plasmakinin-plasmakinin, prostaglandin-prostaglandin, ion-ion kalium. Zat-zat ini merangsang reseptor- reseptor nyeri pada ujung saraf bebas di kulit, selaput lender dan jaringan, lalu dialirkan melalui saraf sensoris ke susunan syaraf pusat (SSP) melalui sumsum ketalamus dan ke pusat nyeri di otak besar (rangsangan sebagai nyeri). tulang belakang tertentu

PENGGOLONGAN ANALGETIK Berdasarkan aksinya, obat-abat analgetik dibagi menjadi 2 golongan : a. Analgesik nonopioid, dan b. Analgesik opioid. Kedua jenis analgetik ini berbeda dalam hal mekanisme dan target aksinya.

a. Analgesik Nonopioid/Perifer (NON-OPIOID ANALGESICS) Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya

adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri. Mekanismenya tidak berbeda dengan NSAID dan COX-2 inhibitors. Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini adalah gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis

besar.

b. A n a l g e t i k

o p i o i d

Analgetik opiad merupakan golongan obat yang memiliki sifat seperti opium/morfin. Sifat dari analgesik opiad yaitu menimbulkan adiksi: habituasi dan ketergantungan fisik. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk mendapatkan analgesik ideal: 1. Potensi analgesik yg sama kuat dengan morfin 2. Tanpa bahaya adiksi - Obat yang berasal dari opium-morfin - Senyawa semisintetik morfin - Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin Analgetik opiad mempunyai daya penghalang nyeri yang sangat kuat dengan titik kerja yang terletak di susunan syaraf pusat (SSP). Umumnya dapat mengurangi kesadaran dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia).. Analgetik opioid ini merupakan pereda nyeri yang paling kuat dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat.

Tubuh sebenarnya memiliki sistem penghambat nyeri tubuh sendiri (endogen), terutama dalam batang otak dan sumsum tulang belakang yang mempersulit penerusan impuls nyeri. Dengan sistem ini dapat dimengerti mengapa nyeri dalam situasi tertekan, misalnya luka pada kecelakaan lalu lintas mula-mula tidak terasa dan baru disadari beberapa saat kemudian. Senyawa-senyawa yang dikeluarkan oleh sistem endogen ini disebut opioid endogen. Beberapa senyawa yang termasuk dalam penghambat nyeri endogen antara lain: enkefalin, endorfin, dan dinorfin. Opioid endogen ini berhubungan dengan beberapa fungsi penting tubuh seperti fluktuasi hormonal, produksi analgesia, termoregulasi, mediasi stress dan kegelisahan, dan pengembangan toleransi dan ketergantungan opioid. Opioid endogen mengatur homeostatis, mengaplifikasi sinyal dari permukaan tubuk ke otak, dan bertindak juga sebagai neuromodulator dari respon tubuh terhadap rangsang eksternal. Baik opioid endogen dan analgesik opioid bekerja pada reseptor opioid, berbeda dengan analgesik nonopioid yang target aksinya pada enzim.Ada beberapa jenis Reseptor opioid yang telah diketahui dan diteliti, yaitu reseptor opioid , , , , . (dan yang terbaru ditemukan adalah N/OFQ receptor, initially called the opioidreceptor-like 1 (ORL-1) receptor or orphan opioid receptor dan e-receptor, namum belum jelas fungsinya). Reseptor memediasi efek analgesik dan euforia dari opioid, dan ketergantungan fisik dari opioid. Sedangkan reseptor 2 memediasi efek depresan pernafasan.Reseptor yang sekurangnya memiliki 2 subtipe berperan dalam memediasi efek analgesik dan berhubungan dengan toleransi terhadap opioid. reseptor telah diketahui dan berperan dalam efek analgesik, miosis, sedatif, dan diuresis. Reseptor opioid ini tersebar dalam otak dan sumsum tulang belakang. Reseptor dan reseptor menunjukan selektifitas untuk ekekfalin dan dinorfin, sedangkan reseptor selektif untuk opioid analgesic.

Mekanisme Umumnya Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan masuknya ion Ca 2+ ke dalam sel, selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan meningkatkan

masuknya ion K+ ke dalam sel. Hasil dari berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel adalah terjadinya pengurangan terlepasnya dopamin, serotonin, dan peptida penghantar nyeri, seperti contohnya substansi P, dan mengakibatkan transmisi rangsang nyeri terhambat. Efek-efek yang ditimbulkan dari perangsangan reseptor opioid diantaranya:

Analgesik medullary effect Miosis immune function and Histamine Antitussive effect Hypothalamic effect GI effect

Efek samping yang dapat terjadi:


Toleransi dan ketergantungan Depresi pernafasan Hipotensi dll

Atas dasar kerjanya pada reseptor opioid, analgetik opioid dibagi menjadi: 1. 2. 3. 4. Agonis opioid menyerupai morfin (pd reseptor , ). Contoh: Morfin, fentanil Antagonis opioid. Contoh: Nalokson Menurunkan ambang nyeri pd pasien yg ambang nyerinya tinggi Opioid dengan kerja campur. Contoh: Nalorfin, pentazosin, buprenorfin, malbufin, butorfanol Menurut Insel (1991), Reynolds (1982) diacu dalam Mansjoer (2003), obat antiradang menurut struktur kimia dapat dibagai menjadi delapan golongan, diantaranya adalah : 1. 2. Turunan asam salisilat, yaitu asam asetilsalisilat dan diflunisal Turunan pirazolon, yaitu fenilbutazon, oksifenbutazon, antipirin, dan arninopirin

3. 4.

Turunan para-aminofenol, yaitu fenasetin Indometasin dan senyawa yang masih berhubungan, yaitu indometasin dan sulindak

5.

Turunan asam propionat, yaitu ibuprofen, naproksen, fenoprofen, ketoprofen, dan flurbiprofen

6. 7.

Turunan asam antranilat, yaitu asam flufenamat dan asam mafenamat Obat antiradang yang tidak mempunyai penggolongan tertentu, yaitu tolmetin, piroksikam, diklofenak, etodolak, dan nebutemon

8.

Obat pirro (gout), yaitu kolkisin dan alopurinol

Obat untuk penderita kolesistitis akut (radang pada kantung empedu) adalah Petidin dan Antispasmodik.

7. Mengapa penderita menjadi mudah lelah? Kelelahan menunjukan keadaan yang berbeda-beda, tetapi semuanya berakibat pada pengurangan kapasitas dan ketahanan tubuh. Kelelahan merupakan aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja. Kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga akan terjadi pemulihan. Kelelahan adalah fenomena kompleks fisiologis maupun psikologis dimana ditandai dengan adanya gejala perasaan lelah dan perubahan fisiologis di dalam tubuh (kelelahan). Perasaan lelah menyebabkan seseorang berhenti bekerja seperti halnya kelelahan fisiologis mengakibatkan rasa ingin tidur. Kelelahan mudah ditiadakan dengan istirahat, tetapi jika dipaksakan kelelahan akan bertambah dan sangat mengganggu.

Faktor yang mempengaruhi Kelelahan Kelelahan tidak begitu saja terjadi, tetapi ada beberapa faktor yang menyebabkan itu terjadi, diantaranya :

1.

Usia Kebutuhan zat tenaga terus meninngkat sampai akhirnya menurun pada usia 40 tahun. Berkurangnya kebutuhan zat tenaga tersebut dikarenakan telah menurunnya kekuatan fisik sehingga kegiatan yang bisa dilakukan iasanya juga berkurang dan lebih lamban.

2.

Jenis Kelamin Siklus biologis dalam mekanisme tubuh laki-laki dan perempuan jelaslah berbeda, hal itu mempengaruhikondisi fisik maupun psikisnya, dan dalam beberapa hal membuktikan bahwa tingkat kelelahan perempuan lebih besar daripada tingkat kelelahan laki-laki.

3.

Status Gizi Status gizi adalah salah satu faktor dari faktor kapasitas kerja. Dimana keadaan gizi buruk dengan beban kerja yang berat akan menurukan efisiensi dan mengakibatkan kelelahan.

4.

Status Kesehatan Dalam kasus ini, faktor yang paling mempengaruhi adalah dalam Status Kesehatan. Dikarenakan ibu ini dalam keadaan sakit, selain itu faktor usia juga mempengaruhi mengapa ibu tersebut cepat merasakan lelah.

Salah satu gejala yang terlihat adalah tekanan darahnya yang rendah. Ketika tekanan darah seseorang rendah maka kerja jantung dalam memompa darah ke bagian tubuh yang membutuhkan akan lebih lambat dan kurang maksimal sehingga kebutuhan oksigennya kurang terpenuhi. Akibatnya proses kebutuhan kerja yang membutuhkan oksigen menjadi terhambat dan menyebabkan mudah kelelahan.

8. Penatalaksanaan terhadap kasus diatas? TINDAKAN OPERATIF 1. Kolesistektomi

Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi. Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu empedu simptomatik. Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya berpendapat lain mengingat silent stone akhirnya akan menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka mereka sepakat bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu kalau keadaan umum penderita baik. Indikasi kolesistektomi sebagai berikut : - Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau berat. - Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu. - Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya Diabetes Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan sebagainya.

2. Kolesistostomi Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi cabangcabang saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada penderita kolesistitis dengan resiko tinggi yang mungkin tidak dapat diatasi kolesistektomi dini. Indikasi dari kolesistostomi adalah
o o

Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis, dan Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat yang menyertai, kesulitan teknik operasi dan

Tersangka adanya pankreatitis.

Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar dikeluarkan dan kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti dengan kolesistektomi.

TINDAKAN NON OPERATIF 1. Terapi Disolusi

Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat (CDCA) yang mampu melarutkan batu kolesterol invitro, secara invivo telah dimulai sejak 1973 di klinik Mayo, Amerika Serikat juga dapat berhasil, hanya tidak dijelaskan terjadinya kekambuhan. Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan sempurna batu pada sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam dosis 10 15 mg/kg berat badan per hari selama 6 sampai 24 bulan. Penghentian pengobatan CDCA setelah batu larut sering timbul rekurensi kolelitiasis. Pemberian CDCA dibutuhkan syarat tertentu yaitu : - Wanita hamil - Penyakit hati yang kronis - Kolik empedu berat atau berulang-ulang - Kandung empedu yang tidak berfungsi. Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama menimbulkan kerusakan jaringan hati, terjadi peningkatan transaminase serum, nausea dan diare. Asam Ursodioxycholat (UDCA) merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan tidak mengakibatkan diare atau gangguan fungsi hati namun harganya lebih mahal. Pada saat ini pemakaiannya adalah kombinasi antara CDCA dan UDCA, masing-masing dengan dosis 7,5 mg/kg berat badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar pada sore hari karena kejenuhan cairan empedu akan kolesterol mencapai puncaknya pada malam hari. Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a reduktase sehingga mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu. Kekurangan lain dari terapi disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan waktu yang lama serta tidak selalu berhasil. 2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL) ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam

empedu menjadi meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu juga menjadi lebih mudah. Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi disolusi untuk membantu melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari terapi ini agar berhasil baik harus memenuhi beberapa kriteria mengingat faktor efektifitas dan keamanannya. 1. Kriteria Munich : - Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik). - Penderita tidak sedang hamil. - Batu radiolusen - Tidak ada obstruksi dari saluran empedu - Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang kejut ke arah batu. 2. Kriteria Dublin : - Riwayat keluhan batu empedu - Batu radiolusen - Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal atau bila multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah maksimal 3. - Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu baik. Terapi ESWL sangatlah menguntungkan bila dipandang dari sudut penderita karena dapat dilakukan secara rawat jalan, sehingga tidak mengganggu aktifitas penderita. Demikian juga halnya dengan pembiusan dan tindakan pembedahan yang umumnya ditakutkan penderita dapat dihindarkan. Namun tidak semua penderita dapat dilakukan terapi ini karena hanya dilakukan pada kasus selektif. Di samping itu penderita harus menjalankan diet ketat, waktu pengobatan lama dan memerlukan biaya yang tidak sedikit, serta dapat timbul rekurensi setelah pengobatan dihentikan. Faal hati yang baik juga merupakan salah satu syarat bentuk terapi gabungan ini , karena gangguan faal hati akan diperberat dengan pemberian asam empedu dalam jangka panjang.

ESWL dapat dikatakan sangat aman serta selektif dan tidak infasif namun dalam kenyataannya masih terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi misalnya rasa sakit di hipokondrium kanan, kolik bilier, pankreatitis, ikterus, pendarahan subkapsuler hati, penebalan dinding dan atropi kandung empedu.

DIETETIK Prinsip perawatan dietetic pada penderita batu kandung empedu adalah

memberi istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di samping itu untuk memberi makanan secukupnya untuk memelihara berat badan dan keseimbangan cairan tubuh. Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung empedu tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan. Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita konstipasi, maka diet dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak mengeluarkan gas akan sangat membantu. Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu yaitu : - Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna. - Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori dikurangi. - Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak. - Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi. Perawatan dan pantangan - Kurangi makanan berlemak untuk mencegah serangan. - Hindari makanan yang digoreng, daging kambing, daging babi, bumbu-bumbu yang merangsang, dan makanan yang kadar gulanya tinggi. - Hindari makanan yang menimbulkan gas, seperti kol, sawi, lobak, rinentimun, ubi, nangka, durian, serta minuman yang mengandung soda dan alkohol.

DAFTAR PUSTAKA Arif Mansjoer, K. K. (1999). Kapita Selekta Kedokteran FKUI. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. doctorsjurnals.wordpress.com Hall, G. D. (2012). Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Harrison. (1999). Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:EGC http://dr-suparyanto.blogspot.com/2009/11/kolesistitis.html http://itd.unair.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=139:mencegah-danmengatasi-batu-empedu-secara-alamiah&catid=40:health-news&Itemid=113 http://pelihara-jantung-anda.blogspot.com/2011/11/kolelitiasis.html http://www.freshlifegreen.blogspot.com/2011/02/antasida.html http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23265130 http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/kolelitiasis-_951000103304 journal.student.com Lung, S. D. (2012). Atlas dan Teks Patofisiologi. Jakarta: EGC. Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC. Sigit, D. (2009, Juli 1). Retrieved Maret 4, 2013, from http://keluargasehat.wordpress.com/2009/07/01/antasida/

Anda mungkin juga menyukai