Anda di halaman 1dari 19

KEBIJAKAN PUBLIK

RPJMD KABUPATEN TASIKMALAYA


VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, ARAH KEBIJAKAN DAN
STRATEGI,SERTA KEUANGAN DAERAH

5.1 Visi
Atas dasar pertimbangan di atas dan dengan memperhatikan potensi,
permasalahan dan peluang yang dimiliki Kabupaten Tasikmalaya, nilai-nilai
visi daerah, aspirasi dan dinamika yang berkembang pada masa 5 tahun
sebelumnya (tahun 2001-2005), visi yang kami kedepankan adalah :

“TASIKMALAYA YANG RELIGIUS/ISLAMI, SEBAGAI KABUPATEN


YANG MAJU DAN SEJAHTERA, SERTA KOMPETITIF DALAM BIDANG
AGRIBISNIS DI JAWA BARAT TAHUN 2010”

Adapun makna dari visi tersebut dalam bidang perekonomian khususnya


agribisnis yaitu :
A. Kompetitif dalam Bidang Agribisnis
Maka kompetitif adalah bahwa Kabupaten Tasikmalaya dapat
bersaing secara sehat dan profesional dengan daerah lain terutama sektor
agribisnis yang akan menjadi andalan Kabupaten Tasikmalaya dalam
mensejahterakan masyarakatnya dan memajukan daerahnya.
Sektor agribisnis adalah kegiatan usaha yang berbasiskan pada usaha
pertanian dalam lingkup pengertian yang luas. Sektor ini merupakan
kelompok sektor primer dengan cakupan area dan pelibatan masyarakat
yang sangat luas, sebagai catatan : kontribusi sektor pertanian pada PDRB
Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2004 sebesar 36.72 %, sementara penduduk
yang bekerja sektor pertanian mencapai 41,13 % dari penduduk usia kerja di
Kabupaten Tasikmalaya.
Konsentrasi Kabupaten Tasikmalaya pada pengembangan bidang
agribisnis, didasarkan pada kondisi faktual potensi alam dan kehidupan
masyarakat yang berpenghidupan dari sektor pertanian. Kelemahan
pengembangan sektor pertanian adalah perencanaan yang terlalu sentralistik,
kurang mempertimbangkan partisipasi masyarakat, serta terlalu bertumpu
pada usahatani (subsistem on farm). Padahal usahatani merupakan suatu
rangkaian yang tak terpisahkan dalam system agribisnis yang terdiri dari
lima subsistem.

Subsistem Jasa
dan penunjang

Subsitem Subsistem
Agribisnis Usahatani
Hulu (on farm)

Subsistem Subsistem
Pemasaran Pengolahan
(Marketing) (Agroindustri

Keluar Sistem

Gambar 4.1. Model Pengembangan Sistem gribisnis

Pengkalimatan “ … agribisnis yang maju ….” Mengandung makna bahwa


sektor agribisnis akan dijadikan basis pengembangan perekonomian
masyarakat di Kabupaten Tasikmalaya. Peranan utama sektor pertanian
difokuskan pada penyediaan bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan
lokal, menyediakan bahan baku untuk mendukung pengembangan sektor
industri (kecil dan menengah), dan mengembangkan komoditas unggulan
dengan orientasi pasar ekspor untuk meningkatkan pendapatan petani serta
menunjang pendapatan daerah.
Pencapaian visi diupayakan melalui suatu tahapan misi yang berperan sebagai
akselarasi pembangunan, dan perwujudannya melalui pencerminan suatu yang
konkrit dan dapat diukur (kuantitatif). Sejalan dengan itu maka dalam akselarasi
tersebut perlu adanya suatu indikator yang dapat digunakan sebagai acuan pencapaian
visi secara makro. Indikator ini terdiri dari indikator ekonomi makro, sosial makro,
yang dijabarkan dalam 14 (empat belas) item dimana semuanya bermuara pada
indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai indikator keberhasilan
(outcome) pembangunan Kabupaten Tasikmalaya selama kurun waktu 5 tahun sbb :

Target Pencapaian Indikator Makro 2007-2011

Indikator 2006 2007 2008 2009 2010

1 Indeks Pembangunan Manusia 71,20 72,20 73,30 74,30 75,70

- Angka Harapan Hidup (AHH) (tahun) 66,76 66,94 67,12 67,30 67,54

- Angka Melek Huruf (AMH) (%) 99,00 99,25 99,50 99,75 99,99

- Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) (tahun) 7,03 7,86 8,14 8,41 9,00

- Daya Beli Masyarakat (Rp) 577.374 581.701 587.326 593.817 607.664

- Indeks Kesehatan 69,60 69,90 70,20 70,50 70,90


- Indeks Melek Huruf 99,00 99,25 99,50 99,75 99,99

- Indeks Lama Sekolah 46,87 52,40 54,27 56,07 60,00

- Indeks Pendidikan 83,50 84,30 85,00 85,70 86,50

- Indeks Daya Beli 64,10 65,10 66,40 67,90 71,10


2 Jumlah Penduduk*) 1.666.196 1.686.633 1.707.297 1.727.320 1.746.147
3 Laju Pertumbuhan Penduduk (%)*) 1,39 1,23 1,23 1,17 1,09
4 Jumlah Penduduk Miskin (jiwa) & % thd penduduk*) 381.990 387.210 383.372 368.385 352.991
Proporsinya terhadap jumlah penduduk total (%)*) 22,93% 22,96% 22,45% 21,33% 20,22%
5 PDRB (berlaku) (Rp. Trilyun) 6,73 7,46 8,29 9,24 10,34
6 Inflasi (%) *) 6,00% 6,00% 6,00% 6,00% 6,00%

7 Laju Pertumbuhan Ekonomi (konstan 1993) (%) 4,26 4,55 4,85 5,17 5,51

8 PDRB per kapita (berlaku) (Rp.) 4.856.254 4.423.179 4.856.254 5.350.762 5.919.584

9 Investasi (Rp. Trilyun) 2,73 3,12 3,57 4,10 4,74


10 Laju Investasi (konstan 1993) 8,81% 14,08% 14,52% 14,99% 15,48%

11 Konsumsi Pemerintah (G) (berlaku)(Rp Milyar) 558,35 559,59 564,66 569,10 568,75

12 Jumlah Penduduk yang bekerja 746.673 816.897 819.510 843.392 865.680


13 Proporsi jumlah penduduk bekerja terhadap jumlah
penduduk total 44,81% 48,43% 48,00% 48,83% 49,58%

14 Jumlah Pengangguran Terbuka*) 29.363,60 29.599 28.462 27.392 26.443

5.2 Misi
Untuk merumuskan misi dalam lima tahun ke depan, seperti halnya
perumusan visi di atas dilakukan beberapa pertimbangan. Adapun
pertimbangan tersebut adalah:
1. Berdasarkan hasil konsultasi dengan unsur SKPD serta masyarakat
terdapat beberapa penyepakatan perubahan substansi Misi disesuaikan
dengan potensi serta permasalahan yang aktual maupun untuk menjawab
permasalahan 5 tahun kedepan dari mulai tahun 2006 sampai dengan
tahun 2010.
2. Permasalahan yang menjadi tantangan lima tahun kedepan :
A. Perekonomian
a. Sulitnya lapangan kerja serta lapangan usaha diperburuk dengan
kurangnya fasilitas perekonomian serta infrastruktur daerah
sehingga menyebabkan aksesibilitas serta mobilitas masyarakat
yang rendah.
b. Pada umumnya masyarakat berdaya beli rendah (sampai tahun
2005 menunjukan Rp. 540.790,00) sehingga adanya kesulitan untuk
memulai usaha maupun mengembangkan usahanya karena
kurangnya permodalan.
c. Terbatasnya akses UMKM terhadap suber daya produktif terutama
terhadap permodalan, teknologi, informasi dan pasar, serta
diperburuk dengan suku bunga perbankan yang tinggi merupakan
permasalahan klasik yang menghambat pengembangan UMKM.
d. Masih rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi,
menyebabkan kinerja koperasi umumnya relative rendah.
e. Upaya untuk mendorong sektor agribisnis dihadapkan pada
permasalahan pokok berupa: menurunnya ketersediaan air dan
daya dukung prasarana irigasi, rendahnya produktivitas dan mutu
komoditas pertanian, rendahnya kemampuan dan akses petani
terhadap sumber daya produktif (pasar) disebabkan oleh sarana
dan prasarana transportasi yang kurang mendukung, belum
optimalnya pengembangan perikanan budidaya; dan belum
lengkapnya regulasi dalam pemanfaatan sumber daya kelautan
dan perikanan, termasuk penegakan hukum.
f. Sektor pertambangan dihadapkan pada belum optimalnya
pemanfaatan serta pengelolaan pertambangan daerah, investasi di
sektor pertambangan masih kecil karena tidak adanya kepastian
hukum dalam berusaha, selain itu kegiatan pertambangan tanpa
ijin juga menjadi masalah bagi pemanfaatan serta pengelolaan
pertambangan. Yang terakhir keberadaan Perusahaan Daerah
Pertambangan (PDUP) masih dalam tahap usia dini sehingga
belum mampu berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah
secara signifikan.
Belum optimalnya pemanfaatan sumber daya alam terutama di
daerah cipatujah, cibalong, Cikalong dan kawasan selatan lainnya
yang merupakan penghasil dan potensi pertambangan zeolit,
fielspar, mangan, onix, marmer dan sebagainya. Belum
dilakukannya eksploitasi bahan tambang tersebut dikarenakan
biaya operasional yang tinggi/mahal dan belum diketahuinya
secara pasti deposit tambang, sehingga belum dapat
menyumbangkan kontribusi secara optimal kepada Pemerintah
Daerah. Potensi tambang di Kabupaten Tasikmalaya yang tersebar
di daerah selatan perlu menjadi perhatian untuk lebih diupayakan
pemanfaatannya karena dapat mendukung penerimaan
pendapatan bagi PAD.
g. Pemanfaatan potensi pariwisata belum optimal, hal ini dapat
dilihat masih sedikitnya wisatawan domestik maupun asing yang
berkunjung, penyebab utama yaitu kurangnya penataan dan
sarana pendukung, serta kurangnya promosi wisata.
5.3 Tujuan, Sasaran dan Langkah-langkah Strategis
Tujuan merupakan penjabaran dari pernyataan misi yang merupakan
hasil akhir yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 5 tahun
(2006-2010). Dengan adanya tujuan, maka fokus kinerja pemerintah daerah
dapat lebih dipertajam dan memberikan arah bagi sasaran yang akan dicapai.
Sasaran adalah penjabaran dari tujuan, merupakan hal yang akan
dicapai atau dihasilkan oleh pemerintah daerah dalam jangka waktu
tahunan, triwulanan atau bulanan. Sasaran menggambarkan tindakan-
tindakan/aktivitas yang harus dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan
dengan memberikan penekanan terhadap penggunaan sumber daya yang
dimiliki secara efisien, efektif dan ekonomis.
Strategi merupakan cara mencapai tujuan dan sasaran yang
merupakan rencana yang mencakup upaya-upaya menyeluruh dan
terintegrasi untuk mengoperasionalkan tujuan dan sasaran melalui
penetapan kebijakan dan program.
Kebijakan adalah keputusan yang sifatnya mendasar untuk
dipergunakan sebagai landasan untuk dipergunakan sebagai landasan
bertindak dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Adapun program adalah langkah-langkah kegiatan yang akan
dilakukan yang merupakan penjabaran dari kebijakan.Dalam mendukung
misi RPJMD dapat diuraikan secara spesifik tujuan, sasaran dan langkah-
langkah strategis yang hendak dicapai khususnya dalam bidang peningkatan
pertumbuhan ekonomi daerah melalui pengembangan agribisnis sebagai
berikut :
Misi meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah melalui
pengembangan agribisnis dengan didukung oleh sekor lain dengan strategi
untuk mendukung misi tersebut yaitu :
1. Meningkatkan perekonomian daerah berbasis komoditas lokal dengan
ditunjung pemanfaatan potensi sektor pariwisata, pertambangan serta
kelautan;
2. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencnaan, pelaksanaan
dan pengawasan pembangunan.
3. Meningkatkan akses terhadap pasar regional serta global;
4. Menciptakan iklim investasi daerah yang berorientasi pasar, berwawasan
lingkungan, serta berkeadilan.
5. Meningkatkan daya saing melalui pengembangan sentra-sentra
komoditas unggulan dan pemberdayaan IKM/UKM.
6. Menjalin kemitraan strategis dengan daerah lain dalam menciptakan
peluang dan kerjasama investasi.
7. Mengembangkan badan usaha milik daerah yang berorientasi kepada
peningkatan pelayanan publik serta pendapatan asli daerah
Yang dijabarkan kedalam 2 (Dua) Tujuan, yaitu:
A. Meningkatkan produktivitas dan produksi serta daya saing kegiatan
usaha pertanian, perikanan, kelautan, perkebunan, kehutanan, industri
kecil, pariwisata dan pertambangan, dengan sasaran yang hendak
dicapai :
1. Meningkatkan daya asing, produktivitas dan produksi usaha
pertanian, perikanan, kelautan, industri kecil, pariwisasata dan
pertambangan dalam upaya meningkatkan pendapatan
petani/masyarakat, langkah strategis yang diambil ditetapkan melalui
kebijakan :
a. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah dengan pendekatan
wilayah dan komoditas unggulan
1) Pengembangan Kawasan Ekonomi dengan pendekatan wilayah
dan komoditas unngulan.
2) Peningkatan Ketahanan Pangan
3) Pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana kawasan
sentra pengembangan ekonomi
4) Pengembangan Potensi Pariwisata dan pertambangan

B. Mendorong peningkatan investasi dalam pemanfaatan sumberdaya yang


memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif untuk pemenuhan
kebutuhan pasar local, regional dan ekspor, dengan sasaran yang hendak
dicapai :
1. Meningkatnya arus investasi melalui kerjasama usaha kecil, regional,
nasional, maupun internasional yang berorientasi pada pemenuhan
kebutuhan pasar local, regional, nasional dan ekspor, langkah strategis
yang diambil ditetapkan melalui kebijakan :
a. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah melalui
pengembangan agribisnis dan potensi lokal untuk mengurangi
ksenjangan antar wilayah, dengan program :
1) Mengembangkan arus investasi
2. Meningkatnya kemampuan dan peran BUMN dan BUMD, koperasi
dn lembaga keuangan lainnya dalam menunjang kegiatan
perekonomian daerah, langkah strategis yang diambil ditetapkan
malalui kebijakan :
a. Mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan melalui pola
kerjasama kemitraan dengan KUKM, dengan program :
1) Mengembangkan peran BUMD, koperasi dan lembaga
keuangan lainnya.

5.4 Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah


Pengelolaan Keuangan Daerah adalah kebijakan penyusunan program
dan indikasi kegiatannya pada pengelolaan pendapatan dan belanja daerah
secara efektif dan efisien. Selanjutnya sebagai dasar dalam perumusan arah
kebijakan pengelolaan keuangan daerah yang mencakup kebijakan
pendapatan, belanja dan pembiayaan serta capaian kinerja program dan
kegiatan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat digunakan analisis keuangan daerah.
Adapun dalam penyusunan Arah dan Kebijakan pengelolaan
Keuangan Daerah, dilakukan melalui tahapan 1) Arah Pengelolaan
Pendapatan Daerah, 2) Arah pengelolaan belanja daerah, 3) Kebijakan
Umum Anggaran.

5.4.1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah


Berdasarkan Undang-undang No.17 Tahun 2004 dan Peraturan
Pemerintah No. 23 Tahun 2003, pendapatan daerah ádalah semua hak
pemerintah daerah yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih.
Sedangkan yang dapat dikategorikan dengan pendapatan daerah dalam
undang-undang tersebut adalah: PAD, Dana Perimbangan yang terdiri dari
bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak, DAU dan DAK serta lain-lain
pendapatan yang sah.

A. Analisis Sumber Pendapatan Daerah


1. Asumsi perkiraan pertumbuhan perekonomian yang mempengaruhi
sumber pendapatan.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat diukur salah
satunya melalui pertumbuhan ekonomi, dengan diimbangi kualitas
hidup serta mengoptimalkan potensi yang dimiliki dengan ditunjang
oleh kemampuan pengelolaan Sumberdaya. Daya dukung yang lebih
intensif dapat dilihat melalui proporsi Laju Pertumbuhan Penduduk,,
inflasi, Laju Pertumbuhan Ekonomi dan tingkat suku bunga daerah.
Berdasarkan hal tersebut dapat diuraikan estimasi
perkembangan yang dapat menunjang pertumbuhan perekomian lima
tahun kedepan sebagai berikut :

Tabel 5.1
Proyeksi 2006-2010 laju pertumbuhan penduduk, inflasi, laju pertumbuhan
ekonomi dan tingkat suku bunga daerah

No Kab/Kota 2006 2007 2008 2009 2010


URAIAN T T T T T
1 Laju Pertumbuhan Penduduk/LPP (%) 1,42 1,23 1,23 1,17 1,09
2 Laju Pertumbuhan Ekonomi/LPE (%) 4,26 4,55 4,85 5,17 5,51
3 Laju Inflasi 388,00% 6,00% 6,00% 6,00% 6,00%
4 Suku bunga daerah

2. Pengembangan Sumber Pendapatan Daerah


Sumber pendapatan realisasi periode lima tahun terakhir atau
sejak tahun 2001 sampai dengan 2005 merupakan parameter untuk
mengetahui tingkat kemampuan riil pendapatan yang akan ditempuh
pada periode lima tahun kedepan. Melalui trend perkembangan
pendapatan tersebut dapat menjadi landasan untuk menyusun
estimasi yang akan ditempuh oleh dinas penghasil dari mulai tahun
2006 sampai dengan 2010 mendatang.
Adapun pendapatan daerah periode tahun 2001 sampai dengan
2005 dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :
Tabel 5.2
PENDAPATAN DAERAH TAHUN 2001 - 2005

REALISASI
URAIAN
No PENERIMAAN
(000)
2001 2002 2003 2004 2005
PENDAPATAN
ASLI DAERAH
1. Pajak Daerah 3.206.410 1.922.068 2.650.596 3.999.116 4.334.078
2. Retribusi Daerah 16.236.299 4.656.454 5.554.599 5.866.446 7.091.447
3. Laba Usaha Daerah 655.104 1.490.626 2.457.881 3.941.760 4.490.359
a. PDAM - - 490.404 421.860 485.172
b. PDUP - - - - -
c. BPR 515.162 764.154 1.019.875 1.274.730 1.389.025
d. BPD Bank Jabar 139.942 726.472 947.602 2.245.170 2.616.162
Lain-lain PAD yang
7.020.819 6.623.735 7.996.135 6.791.573 3.344.936
4. sah
TOTAL 27.118.632 14.662.883 18.659.211 20.598.895 21.135.017
DANA 376.642.526 386.319.503 431.685.640 463.765.126 460.749.462
PERIMBANGAN
1. Bagi Hasil Pajak 17.933.327 16.955.909 22.713.338 32.158.122 21.704.138

2. Bagi Hasil Bukan


Pajak/Sumber Daya 5.986.590 8.655.617 9.574.212 11.454.945 6.701.425
Alam
3. Dana Alokasi Umum 352.722.609 338.880.000 375.630.000 387.801.000 411.220.000

4. Dana Alokasi Khusus - - 1.000.000 5.000.000 -

5. Bagi Hasil Pajak dan


Bantuan Keuangan 19.482.319 22.768.090 27.351.059 21.123.899
dari Propinsi
Kota Lainnya 2.345.658

LAIN-LAIN
PENDAPATAN 18.450.097 21.783.534 34.482.973 29.476.949 21.030.000
YANG SAH
TOTAL 422.211.255 422.765.920 484.827.824 513.840.970 501.040.282

Melihat komposisi pendapatan daerah diatas secara agregat dalam


setiap tahunnya mengalami kenaikan seiring dengan perkembangan dan
kapasitas penggalian secara intensif maupun yang diusahakan melalui
ekspansi ke Propinsi maupun Pusat. Namun pada tahun 2002 mengalami
penurunan hal ini karena Pemerintahan Tasikmalaya terbagi menjadi dua
daerah otonom yaitu kabupaten dan Kota Tasikmalaya sehingga
berpengaruh kepada tingkat pendapatan yang diterima oleh Kabupaten
Tasikmalaya.
Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya dalam melakukan intensifikasi
maupun ekstensifikasi dalam rangka menggali sumber-sumber pendapatan
baru belum dapat diidentifikasi secara riil untuk meningkatkan kemampuan
pendapatan. Kondisi tersebut dilatarbelakangi belum adanya kajian yang
cermat mengenai potensi Sumber Daya yang tersedia serta pelayanan
optimal kepada publik yang berkolerasi terhadap retribusi, demikian pula
dengan pajak belum dapat melakukan ekstensifikasi namun hanya terbatas
dalam kapasitas intensifikasi yang lebih optimal terhadap potensi yang
sudah ada. Daya dukung pendapatan baru yang potensial adalah dengan
melakukan ekspansi terutama untuk bantuan keuangan maupun kegiatan
dari Pusat (DAK) maupun APBD Propinsi.
Selanjutnya sumber pendapatan potensial yang dapat dikembangkan di
Kabupaten Tasikmalaya terutama difokuskan kepada Pertambangan,
komoditi unggulan agribisnis, dan Usaha Kecil Menengah (UKM), serta
pengembangan BUMD yang memiliki prospek produktif apalagi diusahakan
secara professional.
Dalam kerangka regulasi sebagai upaya merealisasikan pengembangan
sumber pendapatan baru diperlukan penyusunan program dan indikasi
kegiatan serta pembiayaan pelaksanaannya. Adapun kegiatan yang perlu
disusun untuk mendukung pengembangan sumber pendapatan baru yaitu 1)
melakukan analisis/kajian dan eksploitasi pertambangan, 2) Menyusun
sentra-sentra agribisnis produktif secara terintegrasi dari hulu sampai hilir,
3) Pengembangan dan design produk serta permodalan UKM, 4)
Penyusunan corporate plan BUMD serta penyertaan modal dan kerjasama
kemitraan.
5.4.2. Arah Pengelolaan Belanja Daerah
Berdasarkan Undang-undang No.17 tahun 2003 dan Peraturan
Pemerintah No. 23 tahun 2003, belanja daerah adalah semua kewajiban
pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
Belanja daerah terdiri dari bagian belanja aparatur daerah dan bagian belanja
pelayanan publik, yang dapat diuraikan ke dalam masing-masing kelompok
Belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan dan belanja
modal/investasi, belanja bantuan keuangan dan belanja tidak tersangka.

A. Analisis Belanja
Dalam pengelolaan belanja Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya telah
melakukan prinsip value for money untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan
publik, serta menggunakan dokumen perencanaan yang tertuang dalam
dokumen Kebijakan Umum APBD dan Strategi Plafon sebagai validasi
Renstra periode 5 tahun. Penggunaan belanja tentunya perlu memperhatikan
kemampuan pendapatan yang diterima serta memperhitungkan sisa lebih
perhitungan tahun sebelumnya dan melihat kapasitas serta substansi belanja
baik aparatur maupun publik secara komprehensif.

B. Pengembangan ekonomi lokal


1. Kebijakan Fasilitasi Ekonomi lokal
Sumber daya daerah yang potensial perlu di petakan untuk dapat
dikembangkan berdasarkan hasil analisis kondisi umum daerah. Pemetaan
dimaksud yaitu untuk memudahkan pengambil kebijakan dalam menyusun
program maupun kegiatan yang diperlukan guna mendukung perekonomian
produktif dalam perwujudan menciptakan kesejahteraan dan peningkatan
pendapatan masyarakat, dan selanjutnya berimbas kepada tatanan ekonomi
makro Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya.
Program pengembangan ekonomi lokal yang telah dikembangkan oleh
masyarakat diwujudkan dalam penciptaan ekonomi produktif dan daya
dukung infrastruktur. Hal ini sangat menunjang terhadap kapabilitas serta
kemampuan masyarakat dalam penggunaan pendanaan dengan pola
investasi dan bukan konsumtif yang tidak akan menghasilkan sesuai dengan
harapan peningkatan kesejahteraan.
Dalam rangka merealisasikan program pengembangan ekonomi lokal
yang telah berkembang maupun potensial meliputi kegiatan dibidang
agribisnis secara integrasi vertikal, pengembangan pertambangan dengan
melakukan penggalian secara optimal dengan didukung proses produksi,
penggunaan teknologi sesuai dengan bidangnya, mengoptimalkan
pemasaran hasil produksi, bantuan permodalan bagi usaha produktif.
2. Kemitraan Pemerintah dan Swasta
Selanjutnya dalam mengantisipasi penggunan pembiayaan yang tidak
seimbang dengan belanja sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat
diperlukan pola kerjasama yang saling menguntungkan dengan pihak
swasta. Kerjasama tersebut terutama dikonsentrasikan kepada potensi
unggulan sumberdaya daerah untuk menambah asset kemampuan
pembiayaan dalam APBD. Dengan berlandaskan hal tersebut tentunya akan
meringankan beban pemerintah dalam melaksanakan pelayanan kepada
publik/masyarakat karena peran sektor swasta dapat mengantisipasi untuk
menunjang kekurangan belanja. Selain itu perolehan pendapatannya pun
akan lebih menguntungkan karena di proses secara profesional dan
proposional dalam pembagian penghasilan yang dihitung setiap tahun
dalam RUPS.
Beberapa kegiatan usaha yang dapat dikerjasamakan dengan pihak
swasta sebelumnya perlu dilakukan pengkajian/analisis studi kelayakan
untuk melihat perputaran usaha (cash flow) dan pendapatan yang akan
diterima. Adapun kegiatan yang dapat dikerjasamakan diantaranya yaitu: 1)
Pembangunan yang dapat mendukung ekonomi produktif, 2) Pemerintahan,
serta 3) Bersifal sosial ekonomi. Ketiga klasifikasi makro bentuk kerjasama
tersebut tentunya berdasarkan pertimbangan kemampuan keuangan daerah
dan kesiapan pengelolaannya serta tidak melanggar ketentuan yang berlaku.
Dalam tatanan kemitraan pemerintah-swasta diperlukan pengaturan
dalam bentuk kebijakan yang dituangkan dalam MoU secara mengikat untuk
melaksanaan kegiatannya. MoU sebagai mediasi regulasi yang mengantarkan
kepada perolehan pendapatan yang diterima oleh pemerintah maupun
masyarakat berdasarkan modal ataupun saham yang ditanamkan dalam
kegiatan. Sehingga pembagian keuntungannya akan saling menguntungkan
kedua belah pihak.

5.4.3. Kebijakan Umum Anggaran


Proses pembangunan tidak akan terwujud apabila tidak ada dukungan
kebijakan anggaran yang memadai, sehingga penyediaan anggaran
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari aspek perencanaan
pembangunan, khususnya penganggaran yang bersifat jangka pendek (short
term budget planning) yang pada gilirannya strategi pembangunan di atas
akan mengarah pada target percepatan pencapaian pembangunan jangka
menengah dan jangka panjang. Anggaran merupakan gambaran kebijakan
dan rencana kerja yang dihubungkan dengan kemampuan keuangan
pemerintah untuk memberikan stimulus dalam mempercepat tujuan
pembangunan yang ingin dicapai serta dialokasikan berdasarkan satuan
uang dalam setiap bidang pembangunan. Dengan demikian kebijakan dalam
penetapan anggaran dapat dijadikan instrumen perencanaan yang lebih
efektif dan komprehensif.
Di dalam penyusunan anggaran dan formulasi kebijakan memerlukan
suatu pendekatan yang menyeluruh dan tepat, yang membawa dampak
terhadap kondisi fiskal maupun moneter semakin memburuk, sehingga akan
menambah permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah, hal ini terutama
terjadinya laju inflasi meningkat jika pemerintah terlalu ekspansif dalam
pengeluarannya, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Disini
perlu diciptakan suatu sistem yang memungkinkan pemerintah menjadi
lebih perhatian terhadap dampak finansial atas keputusan pemerintah dan
harus lebih akuntabel. Oleh sebab itu berbagai persyaratan yang muncul dari
setiap adanya pembiayaan program yang baru maupun yang telah ada harus
dipertimbangkan secara realistis, baik yang bersifat implisit maupun
eksplisit, dan bersifat langsung atau tidak langsung. Dengan demikian
pertimbangan ini menjadi sangat penting di dalam menentukan target fiskal
serta membuat keputusan dengan berbagai alternatif kebijakan dan program
pengeluaran.
1. Kebijakan pengelolaan pendapatan daerah
Kapasitas pengelolaan pendapatan daerah diperlukan kebijakan
pengembangan sumber pendapatan daerah melalui peningkatan pengelolaan
pajak dan retribusi dengan pengembangan sistem pengelolaan pajak dan
retribusi daerah serta melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak dan
retribusi daerah. Dengan demikian penarikan pajak dan retribusi diharapkan
dapat optimal, tepat sasaran serta efektif dan efisien dalam pengelolaannya.
Mengenai kemampuan pendapatan yang tidak seimbang dengan
belanja selain dilakukan pola efisiensi, efektivitas dengan selektivitas
kegiatan prioritas dapat dilakukan pula pola pinjaman. Dalam
pengaturannya pinjaman tersebut perlu diatur melalui kebijakan dengan
memperhitungkan kemampuan tingkat pengembalian pembiayaan dalam
setiap periodenya.

2. Kebijakan belanja daerah


Besarnya plafon angaran baik untuk pemenuhan kebutuhan penyediaan
sarana dan pelayanan publik yang dituangkan dalam bagian belanja
pelayanan publik, maupun untuk penyelenggaraan pemerintahan yang
dituangkan dalam bagian belanja aparatur, didasarkan pada kondisi
kemampuan keuangan daerah dan prioritas kebutuhan daerah serta
mempertimbangkan kinerja yang telah dicapai.
Penentuan kebijakan belanja daerah didasarkan kepada prioritas
kegiatan dari masing-masing SKPD untuk selanjutnya disusun anggaran
yang dibutuhkan dalam kerangka pemenuhan belanja. Selain itu dapat
dilakukan pula kebijakan belanja dengan berdasarkan hasil evaluasi
penganggaran tahun sebelumnya dengan berpedoman kepada RPJMD serta
daya dukung pencapaian IPM.
Guna mendukung kebijakan belanja daerah diperlukan kebijakan
fasilitasi ekonomi lokal melalui pengembangan perekonomian produktif
dengan mengusahakan pengembangan potensi sumber daya secara optimal.
Selain itu dapat dilakukan pula kebijakan pemerintah melalui intervensi
sektor-sektor strategis yang dapat mempengaruhi sistem dan mekanisme
pasar secara menyeluruh.
Selanjutnya dalam kerangka kebijakan kemitraan swasta-pemerintah
dalam mendukung belanja daerah perlu dilakukan pengkajian seksama
terhadap potensi kemampuan masa produktif dan pembagian keuntungan
berdasarkan besarnya modal/ biaya yang dikeluarkan. Melalui hal di atas
pola kerjasama tersebut dapat dilakukan dengan saling menguntugkan
kedua belah pihak dan bersifat kontinue selama proses produktifnya masih
dapat diusahakan secara ekonomis.
Berbagai pola kebijakan pendapatan, belanja di atas perlu dirumuskan
kebijakan penyusunan program dan indikasi kegiatan sehingga efektif dan
efisien dan tentunya untuk kepentingan dan kemakmuran masyarakat.
Adapun kebijakan kegiatannya berlandaskan kepada prinsip bottom up
planning dari mulai proses musrenbang tingkat Desa, Kecamatan sampai
dengan tingkat Kabupaten dan dengan memperhatikan dokumen
perencanan yang telah disusun sebelumnya. Selain itu dalam polanya perlu
dipertimbangkan aspek prioritas kegiatan sesuai dengan hasil analsis hirarki
proses dan kebutuhan riil masyarakat.

NAMA : INDAH NOVITA P.


NIM : 21616

Anda mungkin juga menyukai