Anda di halaman 1dari 26

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Definisi diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar dengan konsistensi yang encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar dengan konsistensi yang encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah (WR Wilson,2003). Diare pada orang dewasa merupakan tanda dan gejala penyakit yang umum dijumpai dan bila terjadi tanpa komplikasi, secara umum dapat di obati sendiri oleh penderita. Namun, bila terjadi komplikasi akibat dehidrasi atau akibat toksik tetap dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas, meskipun penyebab dan penanganannya telah diketahui dengan baik serta prosedur diagnostiknya juga semakin baik. Meskipun diketahui bahwa diare merupakan suatu respon tubuh terhadap keadaan tidak normal, namun anggapan bahwa diare sebagai mekanisme pertahanan tubuh untuk

mengekskresikan mikroorganisme keluar dari tubuh, tidak sepenuhnya benar. Terapi terhadap kausal tentunya diperlukan pada diare dan rehidrasi oral maupun parenteral secara simultan dengan disertai terapi terhadap kausal memberikan hasil yang baik terutama pada diare akut yang menimbulkan dehidrasi sedang sampai berat. Terkadang diperlukan terapi simtomatik untuk menghentikan diare atau mengurangi volume feses, karena buang air besar yang berulang kali merupakan suatu keadaan/kondisi yang menggganggu akitifitas sehari-hari (RL Guerrant,2001). Diare sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat (Manatsathit,2002).

Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat, tetapi insiden diare tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC) (ACC Jones,2004). Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang ke rumah sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01, dan Salmonella paratyphi A (P Tjaniadi, 2003). Setiap tahun sekitar 100 juta episode diare pada orang dewasa per tahun. Dari laporan surveilan terpadu tahun 1989 jumlah kasus diare didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC) (ACC Jones,2004). Diare merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut karena infeksi bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan terapi spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut adalah baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan

higiene dan sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri (Hendarwanto,1996) B. Tujuan Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui secara mendalam mengenai diare, mulai dari definisi hingga bagaimana penatalaksanannya di bidang medis.

C. Manfaat Manfaat yang diperoleh dari penulisan ini adalah semakin meningkatnya wawasan pembaca terhadap diare, dan dapat membuka mata para pembaca bahwa diare merupakan penyakit yang berbahaya bagi masyarakat khususnya dalam kesehatan, sehingga dapat meminimalisir kejadian diare terutama di Indonesia dengan jalan mencegah dan pengobatan diare.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Gastroenteritis atau diare berasal dari kata diarrola (bahasa Yunani) yang berarti mengalir terus, merupakan suatu keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang terlalu sering. Hipokrates memberikan definisi diare sebagai suatu keadaan abnormal dari frekuensi dan kepadatan tinja.1 Lebenthal mendefinisikan diare secara klinis sebagai pasasi yang sering dari tinja dengan konsistensi lembek sampai cair, dengan volume melebihi 10ml/kgBB/hari. Menurut lebenthal definisi tersebut diatas sangat subyktif, karena keadaan tinja untuk masing-masing individu sulit disamaratakan. Sedangkan silverman mendefinisikan diare sebagai malabsorbsi air dan elektrolit dengan ekskresi isi usus yang dipercepat. Fungsi usus sebagai suatu pengatur yang efisien dan peka dari cairan ekstrasel, karena fungsi sekresi dan absorbs yang dimilikinya. Sekresi dan absorbsi terjadi secara kompetitif dalam dinding usus menimbulkan aliran kearah dua jurusan pada mukosa sehingga menghasilkan kondisi cairan isotonic dalam lumen usu yang stabil. Diare secara epidemiologic biasanya didefinisikan sebagai keluarnya tinja yang lunak atau cair tiga kali atau lebih dalam satu hari.1 Diare akut adalah diare yang terjadi secara akut dan berlangsung kurang dari 14 hari (bahkan kebanyakan kurang dari 7 hari), dengan pengeluaran tinja yang lunak atau cair yang sering dan dapat / tanpa lender dan darah. Diare dengan pengeluaran tinja yang cair atau setengah padat, dimana kandungan air tinja lebih dari 200gram atau 200ml/jam, dan dengan frekuensi BAB lebih dari 3 kali dalam 1 hari. Hal tersebut sering diikuti dengan gejala lain seperti nausea, muntah, nyeri abdomen, dan demam. Sedangkan diare kronik adalah diare yang berlangsung terus-menerus selama lebih dari dua minggu.1

B. Epidemiologi

Berdasarkan laporan STP KLB 2009-2010, secara keseluruhan provinsi yang sering mengalami KLB pada tahun 2009 dan 2010 adalah Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten

Peta ini menggambarkan sebaran frekuensi KLB diare yang umumnya lebih banyak di wilayah Sulawesi bagian tengah kemudian Jawa bagian timur

Diare akut pada orang dewasa merupakan tanda dan gejala penyakit yang umum dijumpai dan bila terjadi tanpa komplikasi, secara umum dapat diobati sendiri oleh penderita. Namun, bila terjadi komplikasi akibat dehidrasi atau toksik akan dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas, meskipun penyebab dan penanganannya telah diketahui dengan baik serta prosedur diagnostiknya juga semakin baik. Meskipun diketahui bahwa diare merupakan suatu respon tubuh terhadap keadaan tidak normal, namun anggapan bahwa diare sebagai mekanisme pertahanan tubuh untuk mengekskresikan mikroorganisme keluar tubuh, tidak sepenuhnya benar. Terapi kausal tentunya diperlukan pada diare, dan rehidrasi oral maupun parenteral secara simultan dengan kausal memberikan hasil yang baik terutama pada diare akut yang menimbulkan dehidrasi sedang sampai berat. Acapkali juga diperlukan terapi simtomatik untuk menghentikan diare atau mengurangi volume feses, karena berulang kali buang air besar merupakan suatu keadaan/kondisi yang menggganggu akitifitas sehari-hari (RL Guerrant,2001). Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat (S Manatsathit,2002). Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC) (ACC Jones,2004).

Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di Afrika penduduknya terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun (ACC Jones,2004). Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang ke rumah sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01, dan Salmonella paratyphi A (P Tjaniadi, 2003). Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit. Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya. WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun (P Tjaniadi, 2003). Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare pada orang dewasa per tahun.10 Dari laporan surveilan terpadu tahun 1989 jumlah kasus diare didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC) (ACC Jones,2004).

Lebih dari 2 juta kasus diare akut infeksius di Amerika setiap tahunnya yang merupakan penyebab kedua dari morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia Gambaran klinis diare akut acapkali tidak spesifik. Namun selalu behubungan dengan hal-hal berikut : adanya traveling (domestik atau internasional), kontak personal, adanya sangkaan food-borne transmisi dengan masa inkubasi yang pendek. Jika tidak ada demam, menunjukkan adanya proses mekanisme enterotoksisn. Sebaliknya, bila ada demam dan masa inkubasi yang lebih panjang, ini karakteristik suatu etiologi infeksi. Beberapa jenis toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme (seperti E.coli 0157:H7) membutuhkan beberapa hari masa inkubasi (RL Guerrant,2001). Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian, penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi (ACC Jones,2004). Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut karena infeksi bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan terapi spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri (Hendarwanto,1996) C. Klasifikasi Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan : 1. Lama waktu diare : akut atau kronik, 2. Mekanisme patofisiologis: osmotik atau sekretorik, 3. Berat ringan diare: ringan atau berat, 4. Penyebab infeksi atau tidak: infeksi atau

non-infeksi, 5. Penyebab organik atau tidak: organik atau fungsional. Secara etiologi, diare akut dapat disebabkan oleh infeksi dan non infeksi yang terdiri dari: intoksikasi (poisoning), alergi, reaksi obat-obatan, dan juga faktor

psikis. Berikut ini akan diuraikan klasifikasi dan patofisologi diare akut yang disebabkan oleh proses infeksi pada usus atau Enteric Infection.Pendekatan klinis yang sederhana dan mudah adalah pembagian diare akut berdasarkan proses patofisiologi enteric infection, yaitu membagi diare akut atas mekanisme Inflamatory, Non inflammatory, dan Penetrating (LR Schiller, 2000). Inflamatory diarrhea akibat proses invasion dan cytotoxin di kolon dengan manifestasi sindroma Disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah (disebut juga Bloody diarrhea). Biasanya gejala klinis yang menyertai adalah keluhan abdominal seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, secara mikroskopis didapati leukosit polimorfonuklear. Mikroorganisme penyebab seperti, E.histolytica, Shigella, Entero Invasive E.coli

(EIEC),V.parahaemolitycus, C.difficile, dan C.jejuni (LR Schiller, 2000). Non Inflamatory diarrhea dengan kelainan yang ditemukan di usus halus bagian proksimal, Proses diare adalah akibat adanya enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah, yang disebut dengan Watery diarrhea. Keluhan abdominal biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak segera mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit. Mikroorganisme penyebab seperti, V.cholerae, Enterotoxigenic E.coli (ETEC), Salmonella( Suthisarnsuntorn , 2002). Penetrating diarrhea lokasi pada bagian distal usus halus. Penyakit ini disebut juga Enteric fever, Chronic Septicemia, dengan gejala klinis demam disertai diare. Pada pemeriksaan tinja secara rutin didapati leukosit

mononuclear. Mikrooragnisme penyebab biasanya S.thypi, S.parathypi A,B, S.enteritidis, S.cholerasuis, Y.enterocolitidea, dan C.fetus (Montgomery, 2002). D. Etiologi2,5,7,8 1. Infeksi a. Virus Beberapa virus yang dapat menyebabkan diare antara lain : Rotavirus serotype 1, 2, 8, dan 9 terdapat pada manusia sedangkan serotype 3 dan 4 didapati pada hewan dan manusia. Norwalk virusterdapa pada semua usia, umumnya akibat food borne atau water borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan dari satu orang ke orang yang lain. Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa Adenovirus (type 40 dan 41) Small bowel structured virus Cytomegalovirus

b. Bakteri Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu factor kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada eritrosit pada usus halus dan enterotoksin heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi cairan dan elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak menyebabkan kerusakan brush border atau menginvasi mukosa. Enterophatogeic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum jelas. Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel usus menyebabkan kerusakan dari membrane mikro vili yang akan mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas disakaridase. Enteroaggregatice E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan morfologi yang

10

khas. Bagaimana mekanisme timbulnya diare masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin memegang peranan. Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip dengan Shigella. Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon. Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi

verocytotoxin (VT) 1 dan 2 yang disebut juga Shiga-like toxin yang menimbulkan edema dan perdarahan diffuse di kolon. Sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic syndrome Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon, menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk kedalam alian darah. Faktor virulensi termasuk : smooth lipopolysaccharide cell-wall antigen yang mempunyai aktifitas endotoksin serta membantu proses invasi dan toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin) yang bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan mungkin menimbulkan watery diarrhea Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi melalui kontak langsung dengan hewan (unggas, anjing, kucing, domba dan babi) atau dengan feses hewan melalui makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam dan air. Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung person to person. C.jejuni mungkin menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus halus dan usus besar.Ada 2 tipe toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan heat-labile enterotoxin. Perubahan histopatologi yang terjadi mirip dengan proses ulcerative colitis Vibrio cholera 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan yang terkontaminasi oleh bakteri ini akan menularkan kolera. Penularan melalui person to person jarang terjadi. V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera ini sangat mirip dengan heat-labile toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir

11

adanya enterotoksin yang lain yang mempunyai karakteristik tersendiri, seperti accessory cholera enterotoxin (ACE) dan zonular occludens toxin (ZOT). Kedua toksin ini menyebabkan sekresi cairan kedalam lumen usus. Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus. Enterotoksin yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan mukosa yang menimbulkan ulkus, akan terjadi bloody diarrhea c. Protozoa Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam empedu. Transmisi melalui fecaloral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh umur, status nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan endemisitas yang tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 8 hari setelah terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty stools,nyeri perut dan gembung. Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini

bervariasi,namun penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan bertambahnya umur,dan pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90% infeksi asimtomatik yang disebabkan oleh

E.histolytica non patogenik (E.dispar). Amebiasis yang simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri yang fulminant. Cryptosporidium. Di negara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 15% dari kasus diare. Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe watery diarrhea, ringan dan biasanya self-limited. Pada penderita dengan gangguan sistim kekebalan tubuh seperti pada penderita

12

AIDS, cryptosporidiosis merupakan reemerging disease dengan diare yang lebih berat dan resisten terhadap beberapa jenis antibiotik. Microsporidium spp Isospora belli Cyclospora cayatanensis

d. Helmints Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan larva, menimbulkan diare. Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan usus. Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama jejunum, menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery diarrhea dan nyeri abdomen. Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix. Infeksi berat dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen 2. Non infeksi a. Parenteral: Otitis Media Akut (OMA), pneumonia, Travelers diarrhea: E.coli, Giardia lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica dll. b. Intoksikasi makanan: makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan mengandung bakteri/toksin: Clostridium perfringens, B.cereus, S.aureus, Streptococcus anhaemoliticus lyticus dll. c. Alergi: susu sapi, makanan tertentu. d. Malabsorbsi/maldigesti: karbohidrat: monosakarida (glukosa, laktosa, galaktosa), disakarida (sakarosa, laktosa), lemak: rantai panjang trigliserida protein: asma amino tertentu, celiacsprue gluten

malabsorption, protein intolerance, cows milk, vitamin dan mineral.

13

e. Imunodefisiensi: hipogmaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit grnaulomatose kronik, defisiensi IgA,

imunodefisiensi IgA heavycombinationa. f. Terapi obat, antibiotik, kemoterapi, antacid dll. g. Tindakan tertentu seperti gastektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi radiasi. h. Lain-lain: Sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomic (neuropati diabetic) E. Patofisiologi Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme sebagai berikut: 1). Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotic; 2). Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik; 3). Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak; 4). Defek system pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit; 5). Motilitas dan waktu transit usus abnormal; 6). Gangguan permeabilitas usus; 7). Inflamasi dinding usus, disebut diare imflamatorik; 8). Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.7 Diare osmotik: diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotic intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (a.l. MgSO4, Mg(OH)2, malabsorbsi umum dan efek dalam absorbsi mukosa usus missal pada defisiensi disakaridase, malabsorbsi glukosa/galaktosa.7 Diare sekretorik: diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus, menurunnya basorbsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan hormone (VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorbs garam empedu), dan efek obat laksatif (dioctyl sodium sulfosuksinat dll).7

14

Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak: diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati.11 Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit: diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+K+ATP ase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal.11 Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorbsi yang abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid. 3,7 Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membrane epitel spesifik pada usus halus.7 Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mucus yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit kedalam lumen, gangguan absorpsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau non infeksi (colitis ulseratif dan penyakit crohn).7 Diare infeksi: infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelaianan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif (tidak merusak mukosa) dan invasive (merusak mukosa). Bakteri noninvasive menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik. Contoh diare toksigenik a.l. kolera. Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholare/eltor merupakan protein yang dapat menempel pada epitel usus, lalu membentuk adenosisn monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan kation natrium dan kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ino klorida (diikuti ion bikarbonat, air, natrium, ion kalium) dapat dikompensasi eleh mneingginya absorsi ion natrium (diiringi

15

oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat, klorida). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel usus.7 F. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. a. Anamnesis Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari. Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering berhubungan dengan malabsorbsi, dan dehidrasi sering didapatkan. Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas yaitu: nausea, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering, bisa air, malabsorbtif, atau berdarah tergantung bakteri pathogen yang spesifik. Pasien yang memakai toksin atau pasien yang mengalami infeksi toksigenik secara khas mengalami nausea dan muntah sebagai gejala promiten bersamaan dengan diare air tetapi jarang mengalami demam. Parasit yang tidak menginvasi mukosa usus, seperti Giardia lamblia dan Cryptosporidium, biasanya menyebabkan rasa tidak nyaman di abdomen yang ringan. Giardiasis mungkin berhubungan dengan steatorea ringan, perut bergas dan kembung. 2,3,7 Diare air merupakan gejala tipikal dari organism yang menginvasi epitel usus dengan inflamasi minimal, seperti virus enteric, atau organism yang menempel tetapi tidak menghancurkan epitel, seperti enteropathogenic E.coli, protozoa, dan helminthes. Beberapa organism sperti Campylobacter, Aeromonas, Shigella, dan Vibrio spesies (missal, V parahaemolyticus) menghasilkan enterotoksin dan juga menginvasi mukosa usus; pasien karena itu menunjukkan gejala diare air diikuti diare berdarah dalam beberapa jam atau hari.2,3,7 Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan auspan oral terbatas karena nausea dan muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia.

16

Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus yang meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urin gelap, tidak mampu berkeringat, dan perubahan ortostatik. Pada keadaan berat, dapat mengarah ke gagal ginjal akut dan perubahan status jiwa seperti kebingungan dan pusing kepala.2,3,7 Dehidrasi menurut keadaan klinisnya dapat dibagi 3 tingkatan: 1) Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB): gambaran klinisnya turgor kurang, suara serak, pasien belum jatuh dalam presyok. 2) Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB): turgor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam 3) Dehidrasi berat (hilang ciaran 8-10% BB): tanda dehidrasi sedang ditambah kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku, sianosis) b. Pemeriksaan fisik Kelainan kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam menentukan penyebab diare. Status volume dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi, temperature tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama merupakan hal yang penting. Adanya dan kualitas bunyi usus dan adanya atau tidak adanya distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan clue bagi penentuan etiologi.7,10 c. Pemeriksaan penunjang diare akut 1)Pemeriksaan darah tepi lengkap: hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit, kadar elektrolit serum, 2) Ureum dan Creatinin: memeriksa adanya kekurangan volume cairan dan mineral tubuh. 3)Pemeriksaan tinja: melihat adanya leukosit pada tinja yang menunjukkan adanya infeksi bakteri, adanya telur cacing dan parasit dewasa. 4) Pemeriksaan ELISA (enzim-linked immunosorbent assay): mendeteksi giardiasis dan tes serologic amebiasis

17

5) Foto x-ray abdomen Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis leukosit normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama pada infeksi bakteri yang invasif ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih muda. Neutropenia dapat timbul pada salmonellosis. Untuk mengetahui mikroorganisme penyebab diare akut dilakukan pemeriksaan feses rutin dan pada keadaan dimana feses rutin tidak menunjukkan adanya miroorganisme, maka diperlukan pemeriksaan kultur feses dengan medium tertentu sesuai dengan mikroorganisme yang dicurigai secara klinis dan pemeriksaan laboratorium rutin.7,10 Indikasi pemeriksaan kultur feses antara lain, diare berat, suhu tubuh > 38,50C, adanya darah dan/atau lender pada feses, ditemukan leukosit pada feses, laktoferin, dan diare persisten yang belum mendapat antibiotic. G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada diare akut antara lain:2,3,6,7 1. Rehidrasi Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan jiwa. Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g glukosa per liter air.Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan sendok teh garam, sendok teh baking soda, dan 2 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intra vena diperlukan, cairan

18

normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin. Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Prinsip menentukan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari tubuh. Macam macam metode pemberian cairan (Daldiyono, 2007) 1) BJ plasma dengan rumus: Kebutuhan cairan = 2) Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis : - Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB - Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB - Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB 3) Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi

penilaian/skor Kebutuhan cairan = Skor penilaian klinis dehidrasi Klinis Rasa haus/muntah Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg Tekanan darah sistolik <60 mmHg Frekuensi nadi >120 kali/menit Kesadaran apati Kesadaran somnolen, spoor atau koma Frekuensi nafas >30 kali/menit Facies cholerica Vox cholerica Turgor kulit menurun Skor 1 1 2 1 1 2 1 2 2 1

19

Washer womans hand Ekstremitas dingin Sianosis Umur 50-60 tahun Umur >60 tahun

1 1 2 -1 -2

Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka diberikan cairan peroral. Pemberian per oral diberikan larutan elektrolit yang hipotonik dengan komposisi 29g glukosa, 3,5g NaCl, 2,5g Natrium Bikarbonat dan 1,5g KVl setiap liter. Bila skor lebih dari sama dengan 3 disertai syok diberikan cairan per intravena. Pemberian cairan dehidrasi terbagi atas : Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial) : jumlah total kebutuhan cairan menurut BJ plasma atau skor Daldiyono diberikan langsung dalam 2 jam agar tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin. Satu jam berikut/jam ke-3 (tahap kedua) pemberian diberikan berdasarkan kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya. Bila tidak syok atau skor Daldiyono kurang dari 3 dapat diganti cairan per oral. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan melalui tinja dan Insensible water loss (IWL). 2. Diet; Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Pasien dianjurkan minum minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas, makanan mudah dicerna seperti pisang, nasi, keripik, dan sup. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi lactase transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. 3. Obat anti diare; Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala. a) Derifat opiad missal loperamid, difenoksilat-atropin dan tinktur opium. Loperamid paling disukai karena tidak adiktif dan memiliki efek samping paling kecil. Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang dapat digunakan tetapi kontraindikasi pada pasien HIV karena dapat menimbulkan ensefalopati bismuth. Obat antimotilitas

20

penggunaannya harus hati-hati pada pasien disentri yang panas (termasuk infeksi shigella) bila tanpa disertai anti mikroba, karena dapat memperlama penyembuhan penyakit. b) obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4 x 2 tab/hari, smectite 3 x 1 saset diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare berhenti. obat anti sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrasec 3 x 1 tab/hari (Wells BG, 2003) 4. Obat anti mikroba Karena merupakan self limited disease virus atau bakteri non-invasif, pengobatan empiric tidak dianjurkan pada semua pasien. Pengobatan empiric diindikasikan pada pasien-pasien yang diduga mengalami infeksi bakteri invasive, diare turis (travelers diarrhea) atau imunosupresif. Beberapa obat pilihan antara lain: kuinolon (ciprofloksasin 500mg 2x/hari selama 5-7hari), kotrimoksazol (trimetropin/ sulfametoksazol, 160/800mg 2x/hari atau eritromisin 250-500mg 4x/hari). Metronidazol 3x250mg selama 7 hari diberikan dengan kecurigaan giardiasis. Untuk travelers diarrhea single dose efektif pada azithromycin dan levofloxacin atau fluoroquinolones dengan pemgerian 3-5 hari. H. Komplikasi Sindrom Hemolitik-uremik dan purpura trombositopenik trombotik (TTP) dapat timbul pada infeksi dengan bakteri E.coli enterohemorrhagik dan Shigella, terutama anak kecil dan orang tua. Infeksi Yersinia dan bakteri enteric lain dapat disertai sindrom Reiter (arthritis, uretritis, dan konjungtivitis), tiroiditis, perikarditis, atau glomerulonefritis. Demam enteric, disebabkan Salmonella parathypi, merupakan penyakit sistemik yang berat yang bermanifestasi sebagai demam tinggi yang lama, prostrasi, bingung, dan gejala respiratorik, diikuti nyeri tekan abdomen, diare dan kemerahan (rash).2,7 Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan asupan oral terbatas karena nausea dan muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus yang meningkat, berkurangnya jumlah

21

buang air kecil dengan warna urin gelap, tidak mampu berkeringat, dan perubahan ortostatik. Pada keadaan berat, dapat mengarah ke gagal ginjal akut dan perubahan status jiwa seperti kebingungan dan pusing kepala.2,6,7 I. Prognosis Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia.7 J. Pencegahan Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia (Wingate, 2001). Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air (Wingate, 2001). Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak (Wingate, 2001).

22

Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya (Wingate, 2001). Diare mudah dicegah antara lain dengan cara (Wingate, 2001): 1. Mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada lima waktu penting: 1) sebelum makan, 2) setelah buang air besar, 3) sebelum memegang bayi, 4) setelah menceboki anak dan 5) sebelum menyiapkan makanan; 2. Meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah, antara lain dengan cara merebus, pemanasan dengan sinar matahari atau proses klorinasi; 3. Pengelolaan sampah yang baik supaya makanan tidak tercemar serangga (lalat, kecoa, kutu, lipas, dan lain-lain); 4. Membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, sebaiknya menggunakan jamban dengan tangki septik.

23

BAB III KESIMPULAN

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Adachi J. A, et al. 2003. Azithromycin Found to Be Comparable to Levofloxacin for the Treatment of US Travelers with Acute Diarrhea Acquired in Mexico. USA : Center for infectious Disease, University of Texas-Huston School of Public Health adn Medical School.. 2. Goldfinger SE. 2000. Constipation, Diarrhea, and Disturbances of Anorectal Function In : Braunwald, E, Isselbacher, K.J, Petersdorf, R.G, Wilson, J.D, Martin, J.B, Fauci AS (Eds): Harrisons Principles of Internal Medicine, 13th Ed. New York 3. Hadi S. 2002. Gastroenterologi. Bandung: PT. Alumni. 4. Hennessy T.W, et al. 2004. Survey diagnostic practices for patients with acute diarrhea: clinical and public health implications. USA : Oregon Department of Human Resources, Portland. 5. Pitisuttithum P. 2002. Acute Dysentry, DTM&H Curse. Bangkok : Faculty of Tropical Medicine, Mahidol University. 6. Sirivichayakul C. 2002. Acute Diarrhea in Children, In : Tropical Pediatrics for DTM&H. Bangkok : Faculty of Tropical Medicine, Mahidol University. 7. Sudoyo, A.W, Setyohadi, B. Alwi, I., Setiati, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, Edisi IV. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 8. Tantivanich S. 2002. Viruses Causing Diarrhea DTM&H Curse. Bangkok : Faculty of Tropical Medicine, Mahidol University. 9. Depkes. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2008. 10. Widmann F.K. 1995. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 11. Zein,U. Gastroenteritis Akut pada Dewasa. Dalam : Tarigan P, Sihombing M, Marpaung B, Dairy LB, Siregar GA, Editor. Buku Naskah Lengkap Gastroenterologi-Hepatologi Update 2003. Medan: Divisi Gastroenterohepatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU, 2003. 67-79

25

26

Anda mungkin juga menyukai