Anda di halaman 1dari 29

1

REFERAT KARSINOMA LARING

Oleh : 1. Nurma Arlita S 2. Yulia Dwi N (07700097) (07700129)

Pembimbing: dr. Novemi Elynawati, Sp. THT SMF THT FAKULTAS KEDOKTERAN UWKS RSUD BANGIL BANGIL 2013

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatnya sehingga referat kami yang berjudul CA LARING ini dapat selesai dengan baik. Referat ini disusun sebagai salah satu tugas wajib untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung dan Tenggorokan di RSUD Bangil Pasuruan dengan harapan dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu yang bermafaat bagi pengetahuan kita. Dalam penulisan referat ini, tidaklah lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Novemi Elyanawati Sp,THT selaku pembimbing referat. 2. Orang tua kami yang selalu mendukung dan mengingatkan kami untuk selalu rajin belajar. 3. Teman-teman kelompok C yang selalu membantu dalam keseharian kegiatan belajar. Semoga Referat ini bisa berguna bagi para pembaca sekalian. Saya menyadari Referat ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik maupun saran yang membangun selalu diharapkan .

Surabaya, Februari 2013

Penyusun

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2 I.PENDAHULUAN ............................................................................................. 5 1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................... 5 1.2 TUJUAN ...................................................................................................7 1.3 MANFAAT ............................................................................................... 7 II.TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 8 2.1 DEFINISI ..................................................................................................8 2.2 EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI ......................................................... 8 2.3 ANATOMI LARING ................................................................................ 9 2.4 FISIOLOGI LARING ............................................................................... 17 2.5 GEJALA KARSINOMA LARING........................................................... 19 2.6 PATOFISIOLOGI KARSINOMA LARING ............................................ 20 2.7 DIAGNOSA .............................................................................................. 20 2.8 STADIUM .................................................................................................22 2.9 PROGNOSIS ............................................................................................. 24 2.10 PENATALKSANAAN ........................................................................... 25 2.11 PENCEGAHAN ...................................................................................... 27 III.PENUTUP ........................................................................................................ 28 3.1 KESIMPULAN ......................................................................................... 28 3.2 SARAN ..................................................................................................... 28 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 29

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Anatomi laring .................................................................................. 9 Gambar 2. anatomi trakea .................................................................................. 14

I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar belakang Kanker Karsinoma laring atau yang disebut dengan tumor ganas laring

merupakan kondisi kejadian keganasan yang terjadi pada sel skuamosa laring. Keganasan di laring kondisi gangguan akibat infeksi yang sering terjadi pada bagian leher dalam khusunya laring.Gejala dini karsinoma laring sama dengan gejala penyakit lain di laring, sehingga sering dikelirukan dengan penyakit lain yang jauh lebih banyak frekuensi kejadiannya. Mengenal tumor ganas laring penemuan kasus-kasus stadium awal atau deteksi dini keganasan laring sangat penting dalam meningkatkan keberhasilan pengobatan keganasan laring. Untuk meningkatkan penemuan kasus-kasus dalam stadium dini keganasan laring, perlu ditingkatkan kepedulian masyarakat dan tenaga kesehatan atas gejala-gejala dini keganasan laring. Suara serak adalah gejala dini yang utama pada keganasan laring, terutama bila tumor berasal dari pita suara atau glottis. Ini disebabkan adanya gangguan fungsi fonasi laring akibat ketidakteraturan pita suara, gangguan pergerakan/getaran pita suara dan penyempitan celah pita suara. Seseorang dengan suara serak yang menetap selama dua minggu atau lebih, apalagi mempunyai faktor resiko yang sesuai, harus diwaspadai adanya keganasan laring (glottis). Menurut laporan The American Cancer Society tahun 2006 di Amerika tercatat 12.000 kasus baru dan 4740 kasus meninggal karena tumor ganas laring. Pusat Kanker Nasional Amerika melaporkan 8,5 kasus karsinoma laring ditemukan per 100.000 penduduk laki-laki dan 1,3 kasus per 100.000 penduduk wanita per tahun. Di beberapa negara Eropa tumor ganas laring merupakan tumor ganas terbanyak di bidang THT-KL. Sementara laporan WHO yang mencakup 35 negara memperkirakan 1,5 orang dari 100.000 penduduk meninggal karena tumor ganas laring. "Di Indonesia angka kekerapan tumor ganas laring belum dapat didata secara pasti, tetapi dapat diperkirakan mencapai kurang lebih 1 persen dari semua keganasan dan menempati urutan ketiga tumor ganas terbanyak di bidang THT setelah tumor ganas nasofaring dan tumor ganas hidung dan sinus paranasal. Karsinoma laring lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan, dengan perbandingan 11 : 1. Terbanyak pada usia 56-69 tahun. Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi didapatkan beberapa informasi yang berhubungan erat

dengan terjadinya keganasan pada laring yaitu : rokok, alkohol, sinar radioaktif, polusi udara radiasi leher dan asbestosis.Untuk menegakkan diagnosa karsinoma laring masih belum memuaskan, hal ini disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk dicapai sehingga yang sering dijumpai adalah kondisi bukan pada stadium awal lagi. Biasanya pasien datang dalam keadaan yang sudah berat sehingga hasil pengobatan yang diberikan kurang memuaskan. Yang terpenting pada penanggulangan tumor ganas laring ialah diagnosa dini. Secara umum penatalaksanaan tumor ganas laring adalah dengan pembedahan, radiasi, sitostatika ataupun kombinasi daripadanya, tergantung stadium penyakit dan keadaan umum penderita. Oleh karena pada umumnya kebanyakan pasien datang dalam tahap yang sudah lanjut, dan untuk mengetahaui bagaimana peran dari kedokteran dalam membantu mendiagnosa penyakit ini, maka penulis berusaha berbagi informasi dengan menyajikan tulisan referat tentang karsinoma laring. komplikasi, terapi maupun pencegahanya. Penulis berusaha untuk menuliskan semua aspek tersebut dalam tinjauan pustaka refarat ini dan diharapkan dapat bermanfaat.

1.2

Tujuan 1.2.1 Umum : Menjelaskan tentang penatalaksanaan karsinoma laring, mengetahui beberapa hal yang penting dalam penanganan karsinoma laring, mampu memahami dan mendiagnosa karsinoma laring pada pasien. 1.2.2 Khusus : Sebagai persyaratan yang harus dipenuhi dalam proses pembelajaran di SMF Telinga, hidung, dan tenggorokan RSUD Bangil.

1.3

Manfaat : Meningkatkan pengetahuan para dokter muda pada khususnya dan para pembaca sekalian pada umumnya mengenai karsinoma laring.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

DEFINISI Carcinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel

epithelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis. (DORLAND.2002) Karsinoma laring adalah keganasan yang mengenai daerah (PEDOMAN DIAGNOSA DAN TERAPI EDISI III THN 2005) 2.2 EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI Kebanyakan (70 90 %) karsinoma laring ditemukan pada pria usia lanjut. Tipe glotik merupakan 60 65 %, supraglotik 30 35 %, dan infraglotik hanya 5 %. Merokok merupakan penyebab utama. ( Buku Ajar Penyakit THT EGC 1997 ) Etiologi karsinoma laring belum diketahui secara pasti, adapun faktor predisposisi yang dapat menyebabkan karsinoma laring adalah : Rokok Alkohol Terpapar oleh sinar radioaktif Infeksi kronis Karsinoma laring merupakan 2,5% dari keganasan daerah kepala leher. laring.

Umumnya menyerang pada usia 40-50 tahun, lebih sering pada pria daripada wanita. ( Buku Ajar Ilmu Bedah EGC 2005 )

2.3

ANATOMI DAN FISIOLOGI LARING

Anatomi Laring

Gambar 1: Anatomi laring

2.1.1

Struktur Penyangga Struktur penyangga laring terdiri dari satu tulang dan dan beberapa

kartilago yang berpasangan maupun tidak. Dibagian superior terdapat Os Hiodeum, suatu struktur yang berbentu U dan dapat dipalpasi di leher depan dan lewat mulut pada dinding faring lateral. Dari korpus hioideum keluar suatu prosesus panjang dan pendek yang mengarah ke posterior dan suatu prosesus pendek yang mengarah ke superior. Tendon dan otot-otot lidah, mandibula, dan kranium melekat pada permukaan superior korpus dan kedua prosesus. Saat menelan, kontraksi otot-otot ini mengangkat laring. Namun bila laring dalam keadaan stabil, maka otot-otot tersebut akan menbuka mulut dan berperan dalam gerakan lidah. Dua buah alae atau sayap kartilago tiroidea manggantung di bawah os Hioideum pada ligamentum tirohiodeum. Kedua alae menyatu di garis tengah dalam sudut tertentu lalu membentuk jakun (Adam apple). Pada tepi posterior

10

masing-masing alae terdapat kornu superior dan inferior. Artikulasio kornu inferior dengan kartilago krikoidea, memungkinkan sedikit gerakan kartilago tiroidea dan krikoidea. Kartilago krikoidea mudah teraba di bawah kulit, melekat pada kartilago tiroidea lewat ligamentum krikotiroideum. Kartilago krikoidea membentuk lingkaran penuh dan tidak mampu mengembang. Permukaan posterior atau lamina krikoidea cukup lebar, sehingga kartilago ini tampak seperti signet ring. Di sebelah inferior, kartilago trakealis pertama melekat pada krikoid lewat ligamentum interkartilaginosa Pada permukaaan superior lamina terletak pasangan kartilago arintenoidea, masing-masing berbentuk seperti piramid bersisi tiga. Basis piramidalis berartikulasi dengan krikoid pada artikulasio krikoaritenoidea, sehingga dapat terjadi gerakan meluncur dari medial ke lateral dan rotasi. Tiap kartilago aritenoidea memiliki dua prosesus, prosesus vokalis anterior dan prosesus muskularis lateralis. Ligamentum vokalis meluas ke anterior dari masing-masing prosesus vokalis dan berinsersi ke dalam kartilago tiroidea di garis tengah. Prosesus vokalis membentuk dua perlima bagian belakang dari korda vokalis, sementara ligamentum vokalis membentuk bagian membranosa atau bagian pita suara yang dapat bergetar. Ujung bebas dan permukaan superio korda vokalis membentuk glotis. Bagian laring di atasnya disebut supraglotis dan di bawahnya disebut subglotis. Terdapat dua macam kartilago kecil dalam laring yang tidak memiliki fungsi. Kartilago kornikulata terletak di dalam jaringan di atas menutupi aritenoid. Di sebealah lateralnya, yaitu di dalam plika ariepigloitika terletak kartilago kuneiformis. Kartilago epigloitika merupakan struktur garis tengah tunggal yang berbentuk seperti bat pingpong. Pegangan atau petiolus melekat melalui suatu ligamentum pendek pada kartilago tiroidea tepat di atas korda vokalis. Sementara bagian racquet meluas ke atas di belakang korpus hioideum ke dalam lumen faring, memisahkan pangkal lidah dari faring. Epiglotis dewasa umumnya sedikit cekung pada bagian posterior. Namun pada anak dan sebagian orang dewasa, epiglotis jelas melengkung dan disebut epiglotis omega atau juvenilis. Fungsi epiglotis mendorong makanan yang ditelan agar tidak masuk ke jalan napas. antara

11

Selain itu, laring juga disokong oleh jaringan elastik. Di sebelah superior, pada kedua sisi laring terdapat membran kuadrangularis yang meluas ke belakang dari tepi lateral epiglotis hingga tepi lateral kartilego aritenoidea. Dengan demikian, membran ini membagi dinding antara laring dan sinus piriformis, dan batas superiornya disebut plika ariepigloitika. Pasangan jaringan elastin penting lainnya adalah konus elastikus ( membran krikovokalis). Jaringan ini jauh lebih kuat dari membran kuadrangularis. Dan meluas ke atas dan medial dari arkus kartilagenis krikoidea untuk bergabung dengan ligamnetum vokalis pada masingmasing sisi. Konus elastikus terletak di bawah mukosa di bawah permukaan korda vokalis.

2.1.2

Otot-otot Laring Otot-otot laring dapat dibagi dalam dua kelompok besar, otot ekstrinsik

dan otot intrinsik. Otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sementara otot instriksik menyebabkan gerakan antara berbagai struktur laring sendiri. Otot ekstrinsik dapat digolongkan menurut fungsinya. Otot depresor atau otot-otot leher (omohioideus, sternotiroideus, sternohiodeus) berasal dari bagian inferior, berfungsi menarik laring ke bawah. Otot elevator (milohioideus, geniohioideus, genioglsus, hioglosus, digastrikus, dan stilohioideus) meluas dari os hioideum ke mandibula, lidah, dan prosesus stilohioideus pada kranium, berfungsi menarik laring ke atas. Otot tirohioideus walaupun digolongkan sebagai otot-otot leher, teriutama berfungsi sebagai elevator. Otot konstriktor medius dan inferior melekat pada os hioideum dan ujung posterior alae kartilago tiroidea, melingkari faring di sebelah posterior dan berfungsi pada saat menelan. Seratserat paling bawah dari otot konstritor inferior berasal dari krikoid, membentuk krikofaringeus yang kuat, yang berfungsi sebagi spfinkter esofagus superior. Anatomi otot intrinsik laring paling baik dimengerti dengan

memperhatikan fungsinya. Serat-serat otot interaritenoideus (aritenoideus) transfersus dan obligus meluas di antara kedua kartilago aritenoidea. Bila berkontraksi, kartilago aritenoidea akan bergeser ke arah garis tengah, mengaduksi korda vokalis. Otot krikoaritenoideus posterior meluas dari permukaan posterior lamina krikoidea untuk berinsersi ke dalam prosesus

12

muskulari aritenoidea; otot ini menyebabkan rotasi aritenoidea ke arah luar dan mengabduksi korda vokalis. Antagonis utama otot ini yaitu otot krikoaritenoideus lateralis yang berorigo pada arkus krikoidea lateralis; insersinya juga pada prosesus muskularis dan menyebabkan rotasi aritenoideus ke media,

menyebabkan aduksi korda vokalis. Otot vokalis dan tiroaritenoideus membentuk tonjolan korda vokalis. Kedua otot ini tidak dapat dipisahkan dan berperan dalam membentuk tegangan korda vokalis. Pada orang lanjut usia, tonus otot vokalis dan tiroarienoideus agak berkurang; korda vokalis tampak membusur keluar dan suara menjadi lemah dan serak. Otot-otot laring utama lainnya adalah pasangan otot krikotiroideus, yaiutu otot yang berbentuk kipas, berasal dari arkus krikoidea bagian anterior, dan berinsersi pada permukaan lateral alae tiroid yang luas. Kontraksi otot ini menarik kartilago tirodea ke depan, meregang, dan menegangkan korda vokalis. Kontraksi ini juga secara pasti memutar aritenoid ke medial, sehingga otot krikotiroideus juga dianggap sebagai otot adduktor. Maka secara ringkas dapat dikatakan terdapat satu otot abduktor ( krikotiroideus posterior ), tiga adduktor (interaritenoideus, krikotiroideus lateralis, krikotiroideus), dan tiga otot tensor (krikotiroideus, vokalis, dan tiroaritenoideus).

2.1.3

Persarafan Dua pasang nervus mengurus laring dengan persarafan motorik dan

sensoris. Dua nervus laringeus superior dan dua nervus inferior (rekuren). Nervus laringeus merupakan cabang-cabang dari nervus vagus. Nervus laringeus superior mmeninggalkan trunkus vagalis tepat di bawah ganglion nodusum, melengkung ke anterior dan medial di bawah arteri karotis eksterna dan interna, dan bercabang dua menjadi suatu cabang sensorik interna dan motorik eksterna. Cabang interna menembus membran tirohioidea untuk mengurus persarafan sensorik valekula, epiglotis, sinus piriformis, dan seluruh mukosa laring superior interna tepi bebas korda vokalis sejati. Masing-masing cabang eksterna merupakan suplai motorik untuk satu otot saja, yaitu otot krikotiroideus. Di bagian inferior, nervus rekuren berjalan naik dalam alur diantara trakea dan esofagus, masuk ke dalam laring tepat di belakang artikulasio krikotiroideus,

13

dan mengurus persarafan motorik semua otot intrinsik laring kecuali krikotiroideus. Nervus rekuren juga mengurus sensasi jaringan di bawah korda vokalis sejati ( regio subglotis) dan trakea superior. Karena perjalanan nervus inferior kiri yang lebih panjang serta hubungannya dengan aorta, maka nervus ini lebih rentan cedera dibadingkan dengan nervus yang kanan.

2.1.4

Vaskularisasi Suplai arteri dan drainase venosus dari laring paralel dengan suplai

sarafnya. Arteri dan vena laringeal superior merupakan cabang-cabang arteri dan vena tiroidea superior. Keduanya bergabung dengan cabang interne nervus laringeus superior untuk membentuk pedikulus neurovaskular superior. Arteri dan vena laringea inferior berasal dari pembuluh tiroidea inferior dan masuk ke laring bersama nervus laringeus rekuren

14

2.1.5

Aliran Limfe Pengetahuan mengenai drainase limfatik pada laring sangat penting pada

terapi kanker. Terdapat dua sistem drainase terpisah, superior dan inferior, dimana garis pemisah adalah korda vokalis sejati. Korda vokalis sendiri memiliki suplai limfatik yang buruk. Di bagian superior aliran limfe menyertai pedikulus neurovaskular superior untuk bergabung dengan nodi limfatisi superiores dari rangkaian servikalis profunda setinggi os hioideus. Drainase subglotis lebih beragam, yaitu ke nodi limfatisi pretrakeales (satu kelenjar terletak tepat di depan krikoid dan disebut nodi delphian), kelenjar getah bening servikalis profunda inferior, nodi supraklavikularis, bahkan nodi mediastinalis superior. ( Buku Ajar Ilmu Bedah EGC 2005 )

Gambar 2: anatomi laring

15

Laring atau kotak suara ( voice box) merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya ialah batas kaudal kartilago krikoid. Laring dibentuk oleh sebuah tulang di bagian atas dan beberapa tulang rawan yang saling berhubungan satu sama lain dan diikat oleh otot intrinsik dan ekstrinsik serta dilapisi oleh mukosa.5,6,7 Tulang dan tulang rawan laring yaitu : Os Hioid: terletak paling atas, berbentuk huruf U, mudah diraba pada leher bagian depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat prosesus longus di bagian belakang dan prosesus brevis bagian depan. Permukaan bagian atas tulang ini melekat pada otot-otot lidah, mandibula dan tengkorak. Kartilago tiroid : merupakan tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah belakang. Kartilago Krikoid : terletak di belakang kartilago tiroid dan merupakan tulang rawan paling bawah dari laring. Di setiap sisi tulang rawan krikoid melekat ligamentum krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan di bagian belakang melekat otot krikoaritenoid posterior. Otot-otot laring terdiri dari 2 golongan besar, yaitu : 1. Otot-otot ekstrinsik : Otot elevator : M. Milohioid, M. Geniohioid, M. Digrastikus dan M. Stilohioid Otot depressor : M. Omohioid, M. Sternohioid dan M. Tirohioid 2. Otot-otot Intrinsik : a. Otot Adduktor dan Abduktor : M. Krikoaritenoid, M. Aritenoid oblique dan transversum b. Otot yang mengatur tegangan ligamentum vokalis : M. Tiroaritenoid, M. Vokalis, M. Krikotiroid c. Otot yang mengatur pintu masuk laring : M. Ariepiglotik, M. Tiroepiglotik.

16

Laring mempunyai tiga fungsi utama yaitu proteksi jalan napas, respirasi dan fonasi. Laring membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Saat bernapas pita suara membuka sedangkan saat

berbicara atau bernyanyi akan menutup sehingga udara meninggalkan paru-paru, bergetar dan menghasilkan suara. Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Pemantauan suara dilakukan melalui umpan balik yang terdiri dari telinga manusia dan suatu sistem dalam laring sendiri. Fungsi fonasi dengan membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Syarat suara nyaring yaitu anatomi korda vokalis normal dan rata, fisiologis harus normal dan harus ada aliran udara yang cukup kuat. Terdapat 3 fase dalam berbicara: pulmonal (paru), laringeal (lariynx), dan supraglotis/oral. Fase pulmonal menghasilkan aliran energi dengan inflasi dan ekspulsi udara. Aktivitas ini memberikan kolom udara pada laring untuk fase laringeal. Pada fase laringeal, pita suara bervibrasi pada frekuensi tertentu untuk membentuk suara yang kemudian di modifikasi pada fase supraglotik/oral. Kata (word) terbentuk sebagai aktivitas faring (tenggorok), lidah, bibir, dan gigi. Disfungsi pada setiap stadium dapat menimbulkan perubahan suara, yang mungkin saja di interpretasikan sebagai hoarseness oleh seseorang/penderita. Adapun perbedaan frekuensi suara dihasilkan oleh kombinasi kekuatan ekspirasi paru dan perubahan panjang, lebar, elastisitas, dan ketegangan pita suara. Otot adduktor laringeal adalah otot yang bertanggung jawab dalam memodifikasi panjang pita suara. Akibat aktivitas otot ini, kedua pita suara akan merapat (aproksimasi), dan tekanan dari udara yang bergerak menyebabkan vibrasi dari pita suara yang elastik. Laring khususnya berperan sebagai penggetar (vibrator). Elemen yang bergetar adalah pita suara. Pita suara menonjol dari dinding lateral laring ke arah tengah dari glotis. Pita suara ini diregangkan dan diatur posisinya oleh beberapa otot spesifik pada laring itu sendiri. ( Buku Ajar Ilmu Bedah EGC 2005 )

17

2.2

FISIOLOGI LARING Laring mempunyai tiga fungsi utama yaitu fungsi fonasi, respirasi dan

proteksi a. Fungsi Fonasi 1. Teori Myoelastik Aerodinamik Udara ekspirasi melewati ruang glotis kemudian menggetarkan plika vokalis sehingga otot-otot laring memposisikan laring adduksi & meneganggkan plikas vokalis yang mengakibatkan timbulnya tekanan udara pada ruang subglotis sehingga terbentuklah celah glotis yang

terbuka. Plika vokalis membuka dari posterior ke anterior kemudian terjadi pelepasan udara sehingga terdapat tekanan udara di ruang subglotis hal ini menyebabkan plika vokalis saling mendekatn (kekuatan myoelastik plika vokalis > kekuatan aerodinamik). 2. Teori Neuromuskular Teori ini belum terbukti kebenarannya namun dapat diterangkan bahwa awal dari getaran plika vokalis adalah saat adanya impuls dari sistem saraf pusat melalui N. Vagus sehingga mengaktifkan otot-otot laring. (Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran EGC 2006)

18

b. Fungsi Respirasi

c. Fungsi Proteksi

19

2.4

GEJALA DAN TANDA KARSINOMA LARING a. Suara serak Suara serak adalah gejala utama karsinoma laring, merupakan gejala

paling dini tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring. Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar celah glottis, besar pita suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran dan ketegangan pita suara. Pada tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi secara baik disebabkan oleh ketidakteraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glottis, terserangnya otot otot vokalis, sendi dan ligament krikoaritenoid, dan kadang kadang menyerang syaraf. Adanya tumor di pita suara akan mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas suara menjadi kasar, mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari biasa. Kadang kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan nafas, atau paralisis komplit. Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak tumor. Apabila tumor tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala dini dan menetap. Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel laring, di bagian bawah plika ventrikularis, atau di batas inferior pita suara, serak akan timbul kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan gejala akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak khas dan subjektif, seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang mengganjal di tenggorok. Tumor hipofaring jarang jarang menimbulkan serak, kecuali tumornya eksentif. Fiksasi dan nyeri menimbulkan suara bergumam ( hot potato voice ) b. Sesak nafas dan stridor Dyspnea dan stridor adalah gejala yang disebabkan oleh sumbatan jalan nafas dan dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebakan oleh gangguan jalan nafas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau secret, maupun oleh fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotis atau transglotis terdapat kedua gejala tersebut. Sumbatan yang terjadi secara perlahan lahan dapat dikompensasi oleh pasien. Pada umumnya dyspnea dan stridor adalah tanda prognosis yang kurang baik.

20

d. Disfagia Disfagia adalah ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotis, hipofaring dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakabn keluhan yang paling sering pada tumor ganas postkrikoid. Rasa nyeri ketika menelan atau odinofagi menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra laring. e. Batuk dan haemoptisis Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glottis, biasanya timbul dengan tertekannya hipofaring disertai secret yang mengalir ke dalam laring. Hemoptitis sering terjadi pada tumor glottis dan tumor supraglotis. Gejala lain berupa penjalaran ke telinga ipsilateral, halitosis, hemoptysis dan penurunan berat badan yang menandakan perluasan tumor ke luar laring atau metastasis jauh. Pembesaran kelenjar getah bening leher dapat dipertimbangkan sebagai metastasis tumor ganas yang menunjukkan tumor pada stadium lanjut. Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor yang menyerang kartilago tiroid dan perikondrium. ( Buku Ajar Penyakit THT EGC 1997 )

2.5

PATOFISIOLOGI KARSINOMA LARING Secara ringkas patofisiologi karsinoma laring dapat digambarkan dalam

skema berikiut ini: Faktor predisposisi (alkohol, rokok, radiasi) proliferasi sel laring Diferensiasi sel laring Ca. Laring

21

Karsinoma laring tidak hanya menyerang daerah laring saja namun juga dapat bermetastase ke daerah sekitar laring contohnya pada daerah supraglotik yang menyebabkan gangguan pemenuhan nutrisi, sedangkan pada plica vocalis karsinoma laring bisa menyebabkan gangguan komunikasi verbal, dan apabila mengenai serabut saraf maka pasien dapat merasakan nyeri yang sangat,

disamnping itu karsinoma laring juga dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas yang berakibat pada munculnya suara stridor. ( Buku Ajar Penyakit THT EGC 1997 )

2.6 2.6.1 2.6.2

DIAGNOSIS Anamnesis Gejala yang dapat diperoleh lewat anamnesa: Suara parau Sesak nafas dan stridor inspirasi Nyeri pada tenggorok dan disfagia (tu supraglotis) Batuk + darah (ulserasi tumor) Berat badan turun Pemeriksaan Leher

Inspeksi : terutama untuk melihat pembesaran kelenjar leher, laring, dan tiroid. Kelenjar leher pada umumnya baru bisa teraba apabila ada pembesaran lebih dari 1 cm. Palpasi : untuk memeriksa pembesaran pada membran krikotiroid atau tirohioid, yang merupakan tanda ekstensi tumor ke ekstra laringeal. Infiltrasi tumor ke kelenjar tiroid menyebabkan tiroid membesar dan keras. Memeriksa pembesaran kelenjar getah bening leher. Palpasi dilakukan dengan posisi pemeriksa berada di belakang penderita dan dilakukan secara sistematis/berurutan dimulai dari submental berlanjut ke arah

angulus mandibula, sepanjang muskulus sternocloidomastoid, klavikula, dan diteruskan sepanjang saraf assesorius. ( Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan EGC 2009 )

22

2.6.3

Pemeriksaan Radiologis Indikasi untuk membuat X-foto: Fraktur laring Karsinoma laring Untuk melihat pasage yang masih ada Untuk melihat luasnya tumor

Macam pemeriksaan radiologisnya: Foto leher PA/Lateral soft tissue Laringogram dengan menggunakan kontras Tomogram. (Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan EGC 2009)

2.7

STADIUM

Union International Centre le Cancer (UICC) 1982, membagi tumor ganas laring dalam klasifikasi dan stadium tumor ganas laring sebagai berikut: 1. Supraglotis Terbatas pada daerah mulai dari tepi atas epiglottis sampai batas atas glottis termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring. T is : tumor insitu T 0 : tidak jelas adanya tumor primer T 1 : tumor terbatas di supra glotis dengan pergerakan normal T1a : tumor terbatas pada permukaan laring epiglotis, plika ariepiglotika, ventrikel atau pita suara palsu satu sisi. T 1b : tumor telah mengenai epiglotis dan meluas ke rongga ventrikel atau pita suara palsu T 2 : tumor telah meluas ke glotis tanpa fiksasi T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dan / atau adanya infiltrasi ke dalam. T 4 : tumor dengan penyebaran langsung sampai ke luar laring.

23

2. Glotis Mengenai pita suara asli. Batas inferior glottis adalah 10 mm dibawah tepi bebas pita suara, 10 mm merupakan batas inferior otot otot intrinsic pita suara. Batas superior adalah ventrikel laring. Oleh karena itu, tumor glottis dapat mengenai satu atau kedua pita suara, dapat meluas ke subglotis sejauh 10 mm, dan dapat mengenai komisura anterior atau posterior atau prosesus vokalis kartilago arytenoid. T is : tumor insitu T 0 : tak jelas adanya tumor primer T 1 : tumor terbatas pada pita suara (termasuk komisura anterior dan posterior) dengan pergerakan normal T 1a : tumor terbatas pada satu pita suara asli T 1b : tumor mengenai kedua pita suara T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan daerah supra glotis maupun subglotis dengan pergerakan pita suara normal atau terganggu. T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dari satu atau ke dua pita suara T 4 : tumor dengan perluasan ke luar laring 3. Subglotis Tumbuh lebih dari 10 mm di bawah tepi bebas pita suara asli sampai batas inferior krikoid. T is : tumor insitu T 0 : tak jelas adanya tumor primer T 1 : tumor terbatas pada subglotis T 1a : tumor terbatas pada satu sisi T 1b : tumor telah mengenai kedua sisi T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan pada satu atau kedua pita suara asli dengan pergerakan normal atau terganggu T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi satu atau kedua pita suara T 4 : tumor dengan kerusakan tulang rawan dan/atau meluas keluar laring.

24

4. Pembesaran kelenjar getah bening leher (N) N x : kelenjar tidak dapat dinilai N 0 : secara klinis tidak ada kelenjar. N 1 : klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter 3 cm N 2 : klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter >3 <6 cm atau klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter 6 cm N 2a : klinis terdapat satu kelenjar homolateral dengan diameter > 3 cm 6cm. N 2b : klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter 6 cm N 3 : kelenjar homolateral yang masif, kelenjar bilateral atau kontra lateral N 3 a : klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter > 6 cm N 3 b : klinis terdapat kelenjar bilateral N 3 c : klinis hanya terdapat kelenjar kontra lateral 5. Metastase jauh (M) M 0 : tidak ada metastase jauh M 1 : terdapat metastase jauh 6. Stadium : Stadium I : T1 N0 M0 Stadium II : T2 N0 M0 Stadium III : T3 N0 M0 ; T1, T2, T3, N1, M0 Stadium IV : T4, N0, M0 ; Setiap T, N2, M0, setiap T, setiap N , M1

2.8

PROGNOSIS Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan

kecakapan tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma laring stadium I 90 98% stadium II 75 85%, stadium III 60 70% dan stadium IV 40 50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan 5 year survival rate sebesar 50%. (Buku Ajar Penyakit THT.EGC 2009)

25

2.9

PENATALAKSANAAN

A. Stadium I dikirim untuk radiasi, stadium 2 dan 3 untuk operasi dan stadium 4 operasi dengan rekonstruksi atau radiasi B. Terapi Radiasi Pada pasien yang hanya mengalami satu pita suara yang sakit dan normalnya dapat digerakkan. Terapi radiasi juga dapat digunakan secara proferatif untuk mengurangi ukuran tumor. C. Operasi : Laringektomi 1. Laringektomi parsial (Laringektomi-Tirotomi) Laringektomi parsial direkomendasikan pada kanker area glotis tahap dini ketika hanya satu pita suara yang terkena. Tindakan ini mempunyai mempunyai angka penyembuhan yang sangat tinggi. Dalam operasi ini satu pita suara diangkat dan semua struktur lainnya tetap utuh. Suara pasien kemungkinan akan menjadi parau. Jalan nafas akan tetap utuh dan pasien seharusnya tidak memiliki kesulitan menelan. 2. Laringektomi supraglotis (horisontal) Laringektomi supraglotis digunakan dalam penatalaksanaan tumor supraglotis. Tulang hioid, glotis, dan pita suara palsu diangkat. Pita suara, kartilago krikoid, dan trakea tetap utuh. Selama operasi, dilakukan diseksi leher radikal pada tempat yang sakit. Selang trakeostomi dipasang dalam trakea sampai jalan nafas glotis pulih. Selang trakeostomi ini biasanya diangkat setelah beberapa hari dan stoma dibiarkan menutup. Nutrisi diberikan melalui selang nasogastrik sampai terdapat penyembuhan dan tidak ada lagi bahaya aspirasi. Pasca operasi pasien akan mengalami kesulitan menelan selama 2 minggu pertama. Keuntungan utama operasi ini adalah bahwa suara akan kembali pulih seperti biasa. Masalah utamanya adalah bahwa kanker tersebut akan kambuh. 3. Laringektomi hemivertikal Laringektomi hemivertikal dilakukan jika tumor meluas diluar pita suara, tetapi perluasan tersebut kurang dari 1 cm dan terbatas pada area subglotis. Dalam prosedur ini, kartilago tiroid laring dipisahkan dalam garis tengah leher dan bagian pita suara (satu pita suara sejati dan satu pita suara

26

palsu) dengan pertumbuhan tumor diangkat. Kartilago aritenoid dan setengah kartilago tiroid diangkat. Kartilago aritenoid dan setengah kartilago tiroid diangkat. Pasien beresiko mengalami aspirasi pascaoperasi. Beberapa perubahan dapat terjadi pada kualitas suara (sakit tenggorok) dan proyeksi. Namun demikian jalan nafas dan fungsi menelan tetap utuh. 4. Laringektomi total Laringektomi total dilakukan ketika kanker meluas diluar pita suara. Lebih jauh ke tulang hioid, epiglotis, kartilago krikoid, dan dua atau tiga cincin trakea diangkat. Lidah, dinding faringeal, dan trakea ditinggalkan. Banyak ahli bedah yang menganjurkan dilakukannya diseksi leher pada sisi yang sama dengan lesi bahkan jika tidak teraba nodus limfe sekalipun. Rasional tindakan ini adalah bahwa metastasis ke nodus limfe servical sering terjadi. Masalahnya akan lebih rumit jika lesi mengenai struktur garis tengah atau kedua pita suara. Dengan atau tanpa diseksi leher, laringektomi total dibutuhkan stoma trakeal permanen. Stoma ini mencegah aspirasi makanan dan cairan ke dalam saluran pernafasan bawah, karena laring yang memberikan perlindungan stingfer tidak ada lagi. Pasien tidak akan mempunyai suara lagi tetapi fungsi menelan akan normal. Laringektomi total mengubah cara dimana aliran udara digunakan untuk bernafas dan berbicara. D. Pemakaian Sitostatika belum memuaskan, biasanya jadwal pemberian sitostatika tidak sampai selesai karena keadaan umum memburuk. E. Rehabilitasi khusus (voice rehabilitation), agar pasien dapat berbicara/ bersuara sehingga dapat berkomunikasi secara verbal. Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara yakni semacam vibrator yang ditempelkan di daerah submandibula, ataupun dengan suara yang dihasilkan dari esofagus (esophangeal speech) melalui proses belajar. (Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dr.Soetomo 2005)

27

2.10

PENCEGAHAN Pemberian vaksinasi dengan vaksin spesifik membran glikoprotein virus Epstein Barr yang dimurnikan pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan resiko tinggi.

Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah resiko tinggi ke tempat lainnya. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya.

Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab.

Melakukan tes serologik IgA anti VCA dan IgA anti EA secara massal di masa yang akan datang bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring secara lebih dini.

III. 3.1 KESIMPULAN

PENUTUP

1. Karsinoma laring adalah salah satu keganasan Kepala dan leher yang sering ditemukan. 2. Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun didapatkan beberapa hal yang diduga kuat sebagai pemicu yang berkaitan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, alkohol, sinar radioaktif, polusi udara radiasi leher dan asbestosis. 3. Untuk menegakkan diagnosa tumor ganas laring masih belum memuaskan, hal ini disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk dicapai sehingga dijumpai bukan pada stadium awal lagi. Biasanya pasien datang dalam keadaan yang sudah berat sehingga hasil pengobatan yang diberikan kurang memuaskan. Yang terpenting pada penanggulangan tumor ganas laring ialah diagnosa dini. 4. Secara umum penatalaksanaan tumor ganas laring adalah pembedahan, radiasi, sitostatika maupun kombinasi daripadanya. Pilihan terbaik untuk pasien ini adalah radiasi, karena hasil biopsi dari tumor menunjukkan karsinoma sel skuamous non keratinizing yang bersifat radio sensitif. Keuntungan lain dari radiasi adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. 5. Rehabilitasi setelah operasi dengan terapi yang seksama memiliki prognosis yang baik. Kerjasama yang baik dari ahli onkologi, ahli patologi, ahli radiasi onkologi sangatlah diperlukan untuk memberikan kesembuhan yang optimal.

3.2

SARAN 1. Berlaku hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang sehat , menghindari merokok baik sebagai perokok aktif maupun perokok pasif serta menghindari pula minuman beralkohol. 2. Segera periksa ke dokter apabila tiba-tiba menderita suara serak tanpa sebab yang jelas.

28

DAFTAR PUSTAKA Bickley Lynn. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Edisi 8. Jakarta: EGC, 2009. Boies Lawrence, Adams George, Higler Peter. Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997. Rukmini, Sri. Pedoman Diagnosis dan terapi SMF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok. Edisi III. Surabaya: RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 2005 Rukmini Sri, Herawati Sri., Editor. Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung dan Tenggorok. Jakarta: EGC, 2000. Snell Richard. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2006. Sjamsuhidayat R, de Jong W., Editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC, 2005.

29

Anda mungkin juga menyukai

  • Guillain Barre Syndrom
    Guillain Barre Syndrom
    Dokumen29 halaman
    Guillain Barre Syndrom
    Syamsul Arifin
    Belum ada peringkat
  • f5 BIAS
    f5 BIAS
    Dokumen7 halaman
    f5 BIAS
    Syamsul Arifin
    Belum ada peringkat
  • Snake Bite
    Snake Bite
    Dokumen13 halaman
    Snake Bite
    Syamsul Arifin
    Belum ada peringkat
  • f3 Gizi Kurang
    f3 Gizi Kurang
    Dokumen10 halaman
    f3 Gizi Kurang
    Syamsul Arifin
    Belum ada peringkat
  • TYPOID
    TYPOID
    Dokumen32 halaman
    TYPOID
    Syamsul Arifin
    Belum ada peringkat
  • f6 Balai Pengobatan
    f6 Balai Pengobatan
    Dokumen11 halaman
    f6 Balai Pengobatan
    Syamsul Arifin
    Belum ada peringkat
  • Fibroadenoma Mamae1
    Fibroadenoma Mamae1
    Dokumen12 halaman
    Fibroadenoma Mamae1
    Syamsul Arifin
    Belum ada peringkat
  • Anosmia
    Anosmia
    Dokumen15 halaman
    Anosmia
    Syamsul Arifin
    Belum ada peringkat
  • Ulkus Durum
    Ulkus Durum
    Dokumen7 halaman
    Ulkus Durum
    Syamsul Arifin
    Belum ada peringkat
  • f3 Gizi Kurang
    f3 Gizi Kurang
    Dokumen10 halaman
    f3 Gizi Kurang
    Syamsul Arifin
    Belum ada peringkat
  • Ulkus Mole
    Ulkus Mole
    Dokumen29 halaman
    Ulkus Mole
    Syamsul Arifin
    Belum ada peringkat
  • Sirosis Hepatis
    Sirosis Hepatis
    Dokumen32 halaman
    Sirosis Hepatis
    Syamsul Arifin
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Gbs
    Lapsus Gbs
    Dokumen18 halaman
    Lapsus Gbs
    Syamsul Arifin
    Belum ada peringkat
  • Ulkus Mole
    Ulkus Mole
    Dokumen29 halaman
    Ulkus Mole
    Syamsul Arifin
    Belum ada peringkat
  • Referat Fam
    Referat Fam
    Dokumen16 halaman
    Referat Fam
    Syamsul Arifin
    Belum ada peringkat