Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI SISTEM ENDOKRIN DAN HORMON PRAKTIKUM IV FARMAKOTERAPI KEHAMILAN, MENYUSUI, KONTRASEPSI DAN INFERTILITAS

Dosen Pengampu : Sri Susilowati, MSi., Apt

Halimatus S Zein 105010567

LABORATORIUM FARMAKOTERAPI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG 2013


Praktikum FT. Sistem Endokrin dan Hormon (Halimatus S. Zein 105010567)

LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI SISTEM ENDOKRIN DAN HORMON PRAKTIKUM IV FARMAKOTERAPI KEHAMILAN, MENYUSUI, KONTRASEPSI DAN INFERTILITAS

I. TUJUAN Mahasiswa dapat mengevaluasi terapi pada gangguan terhadap kehamilan, menyusui, kontrasepsi dan infertilitas

II. DASAR TEORI Prolaktin terdiri dari 199 pasang asam. amino hormon polipeptida dengan berat molekul 23.000 Dalton dan disintesis serta disekresi oleh laktotrop yang terdapat pada hipofise anterior. Sama seperti hormon hipofise anterior yang lain, prolaktin juga dikontrol oleh hypothalamic-releasing factors. Sekresi prolaktin terutama dihambat oleh dopamin yang disekresi oleh neuron dopaminergik

tuberoinfundibular. Prolaktin akan merangsang pengeluaran ASI pada saat sesudah melahirkan. Selama kehamilan prolaktin akan banyak disekresi dan dipengaruhi oleh bormon lain seperti estrogen, progesteron, human placenta lactogen (HPL), dan cortisol untuk merangsang pertumbuhan mamae. Setelah melahirkan, kadar estrogen dan progesteron akan menurun sehingga kadar prolaktin akan meningkat dan merangsang mamae untuk mengeluarkan ASI. Kadar prolaktin bayi baru lahir terutama pada usla bulan pertama. Dalam keadaan fisiologis, prolaktinemia dapat terjadi pada saat kehamilan, ibu menyusui, tidur, stres, dan, konsumsi protein tinggi dan olah raga. Keadaan patologis yang menyebabkan hiperprolaktinemia adalah tumor pituitari, akan meningkat pada fetus dan

adenomapituitari, gagal ginjal, akromegali, dan anoreksia nervosa. Dan kadarnya menurun dalam keadaan osteoporosis, ginekomasti, nekrosis hipofise, dan hirsutism. Pada wanita, hiperprolaktinemia dapat menyebabkan memendeknya fase luteal

sehingga dapat menyebabkan anovulasi, amenorea, bahkan infertil. Fluktuasi prolaktin lebih nyata pada wanita premenopause dibandingkan pasca menopause.

Pemeriksaan prolaktina kan memberikan fluktuasi hasil yang berbeda pada masingPraktikum FT. Sistem Endokrin dan Hormon (Halimatus S. Zein 105010567)

masing individu. Pengambilan sampel sebaiknya dilakukan 3-4 jam setelah pasien bangun tidur. Faktor interferensi yang m empengaruhi pemeriksaan prolaktin adalah penggunaan steroid, kontrasepsi oral, progesteron, metildopa, fenotoazid, antidepresan, morfin, haloperidol, levodopa, dan ergot alkaloid (Anwar, 2005) Prolaktin merupakan hasil produksi utama kelenjar hipofisis yang disintesa dan disekresi oleh sel-sel laktotrof dari kelenjar hipofisis anterior. Prolaktin juga dihasilkan di luar hipofisis, yaitu oleh kelenjar mammae, plasenta, uterus dan limfosit T. Pada kehamilan prolaktin juga disekresi oleh sel stroma endometrium desidualis. Fungsi utama prolaktin adalah untuk memicu perkembangan payudara saat hamil serta merangsang dan mempertahankan proses laktasi. Secara tidak langsung prolaktin turut mengatur sekresi hormone hipofisis yang berperan pada fungsi gonad termasuk Luteinizing Hormon (LH) dan Follicle-stimulating Hormon (FSH). Hal ini karena prolaktin dapat berikatan dengan reseptor spesifik di gonad selain dari sel limfoid, dan hepar. Sekresi prolaktin bersifat pulsatil, dalam 24 jam terjadi 40 kali pengeluaran. Prolaktin akan meningkat pada saat tidur, stress, kehamilan, dan saat dilakukan stimulasi pada dinding dada. Nilai prolaktin puasa normal umumnya adalah kurang dari 30 ng/ml. Hormone prolaktin dikatakan berhubungan dengan hormone pertumbuhan karena susunan asam aminonya mirip dengan hormone pertumbuhan dan laktogen plasenta. Hormone-hormon ini mempunyai persamaan genom, struktur dan cirri biologi protein. Prolaktin merupakan hormone hipofisis yang unik, hal ini karena regulasi oleh hipotalamus adalah melalui control inhibitorik oleh dopamine hipotalamus. Tidak seperti hormone hipofisis anterior lainnya, pengaruh hipotalamus dominant adalah berupa inhibitori tonik. Hipotalamus mensekresi prolactin-release-inhibiting factor (PIF) dan prolactin-releasing factor (PRF) yang mengatur keseimbangan prolaktin dalam darah. Jika keseimbangan ini terganggu, maka terjadilah hiperprolaktinemia yang seringkali ditemukan sebagai bagian dari permasalahan endokrinologi, obstetric dan ginekologi.

HIPERPROLAKTINEMIA
Praktikum FT. Sistem Endokrin dan Hormon (Halimatus S. Zein 105010567)

Etiologi Banyak penyebab hiperprolaktinemia yyang perlu dipertimbangkan sebelum mendiagnosa hiperprolaktinemia sebagai suatu gangguan hipofisis. Penyebab tersering hiperprolaktinemia adalah kehamilan, hipotiroidisme, pemakaian obat antagonis dopamine (termasuk fenotiazin dan metoklopramid). Hiperprolaktinemia juga merupakan manifestasi utama dari sindrom ovarium polikistik. Penyyebab tersering hiperprolaktinemia yang berasal dari hipofisis adalah mikroadenoma dan

hiperprolaktinemia idiopatik. Penyebab terjadinya hiperprolaktinemia adalah : 1. Gangguan pada hipotalamus, misalnya hipotiroid primer, dan insufisiensi adrenal. Mekanisme terjadinya hiperprolaktinemia dalam hal ini adalah oleh karena terjadinya peningkatan thyrotropin releasing hormone (TRH) di hipotalamus dan penurunan metabolismenya. Tiroksin mempunyai efek hambatan terhadap sekresi prolaktin.

Kekurangan hormone tiroid (hipotiroid) khususnya hipotiroid primer menyebabkan kadar TRH endogen dan TSH meningkat. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya kepekaan hipofisis pada keadaan hipotiroid. TRH merangsang laktotrof untuk mensintesis prolaktin yang berlebihan, sedangkan biosintesis Prolaktin Inhibiting Factor (PIF) menurun, sehingga wanita dengan hipotiroid akan mengalami hiperprolaktinemia. Meningkatnya kadar prolaktin plasma menyebabkan wanita dengan hipotiroid akan mengalami gangguan fertilitas yang berat. Hal ini akan menyebabkan gangguan siklis haid, dari oligomenore sampai amenore dan anovulasi. Pada hipotiroidisme pula, jaringan payudara akan menjadi lebih peka terhadap prolaktin, meski pada kadar yang normal sekalipun. Sehingga hiperprolaktinemia pada keadaan hipotiroidisme hamper selalu menampilkan galaktore. Pada keadaan ini sering dijumpai hingga sella tursika melebar. Selain itu pada keadaan0keadaan seperti nyeri prahaid, galaktore atau kadar PRL yang tinggi harus dipikirkan adanya tiroid. Hubungan tingginya kadar prolaktin dengan hipotiroid dapat dijelaskan sebagai berikut. Akibat tidak adanya reaksi umpan balik negative dari T3 dan T4 terhadap hipofisis anterior, maka hipofisis tersebut akan melepaskan hormone pelepas tiroid dalam jumlah yang banyak, dan ini akan memicu T3 dan T4 juga sekresi prolaktin yang tinggi akan menekan FSH dan LH sehingga menyebabkan
Praktikum FT. Sistem Endokrin dan Hormon (Halimatus S. Zein 105010567)

gangguan pematangan folikel. Di samping itu prolaktin yang tinggi juga menyebabkan peningkatan sekresi androgen dari kelenjar adrenal yaitu dehidroepiandosteron sulfat (DHEAs). Kadar androgen yang tinggi ini selanjutnya akan menghambat pematangan folikel. 2. Gangguan pada hipofisis, misalnya tumor pada hipofisis bbaik berupa mikro ataupun makroprolaktinoma, infiltrasi penyakit lain terhadap hipofisis seperti tuberculosis, dan sarcoidosis, hypothalamic stalk Interuption. Hal ini dapat terjadi karena adanya gangguan atau hambatan dari transport dopamine di hypothalamus dan atau terjadinya sekresi growth hormone dan prolaktin. Suplai pendarahan abnormal pada tumor hipofisis atau tangkainya, dapat mengganggu sirkulasi hipotalamus ke tangkai hipofisis dan ke sel laktotrof. 3. Obat-obatan Misalnya dopamine-reseptor antagonist (phenothiazines, butyrophenons, thioxanthenes, risperidone, metoclopramide, sulpiride, pimozide), dopaminedepleting agents (methyldopa, reserpine), anti histamin2 (AH2) seperti cimetidin, antihipertensi (verapamil), dan antidepresan golongan trisiklik, estrogen, dan opiate. Estrogen dapat menyebabkan hiperprolaktinemia oleh karena estrogen memiliki sifat positif terhadap laktotrof. Dan obat-obat opiate menyebabkan hiperprolaktinemia karena dapat menstimulasi reseptor opiod pada hipotalamus. 4. Neurogenik. Seperti adanya luka pada dinding dada misalnya luka operasi, luka baker, dan herpes zoster. Hal ini adalah akibat refleks abnormal dari stimulasi cedera tersebut sehingga terjadi peningkatan prolaktin. Refleks tersebut berawal pada saraf intercostalis yang menjalar ke spinal cord lalu menuju mesensefalon hingga sampai pada hipotalamus yang pada akhirnya mengurangi pelepasan dopamine. 5. Penurunan eliminasi prolaktin dalam tubuh. Misalnya pada gagal ginjal, dan insufiensi hepar. Hal ini disebabkan oleh rendahnya bersihan prolaktin dalam sirkulasi sistemik tubuh dan stimulasi prolaktin langsung pada pusat. 6. Molekul abnormal, misalnya makroprolaktinemia. Molekul abnormal ini merupakan bentuk polimerik prolaktin yang berikatan dengan IgG sehingga prolaktin tidak dapat berikatan dengan reseptornya dan tidak dapat dieliminasi. 7. Idiopatik.
Praktikum FT. Sistem Endokrin dan Hormon (Halimatus S. Zein 105010567)

Sekresi dan pelepasan prolaktin dimediasi oleh dopamine, dan semua proses yang mengganggu sekresi dopamine atau mengganggu transport dopamine ke pembuluh darah portal dapat menyebabkan hiperprolaktinemia. Terdapat 10 kali lipat peningkatan prolaktin selama kehamilan, setelah senam, makan, dan pada stimulasi dinding dada. Stress fisik dan psikologik juga dapat meningkatkan kadar prolaktin. Metoklopramid, fenotiazin, dan antagonis butirofenon dapat menyebabkan peningkatan prolaktin sampai melebihi 100 g/L. begitu juga dengan risperidon, inhibitor oksidase monoamine dan antidepresan trisiklik dapat meningkatkan kadar prolaktin melalui efeknya terhadap transport dopamine ke pembuluh portal. Obatobatan lainnya yang dapat meningkatkan kadar prolaktin adalah verapamil, estrogen, serotonin-reuptake inhibitor, reserpin dan metildopa, walaupun peningkatannya tidak signifikan (antara 25-100 g/L). Akromegali merupakan suatu kondisi yang dapat menyebabkan

hiperprolaktinemia. Pada penderita akromegali, hormone prolaktin juga disekresi bersama dengan hormone pertumbuhan.. tumor hipofisis non fungsional juga dapat menekan tangkai hipofisis sehingga terjadi peningkatan prolaktin dalam kadar antara 25-100 g/L. Beberapa pasien hipotiroidisme primer dapat menderita

hiperprolaktinemia ringan akibat meningkatnya sintesa TRH (thyrotropin-releasing hormone). Sedang pada penderita gagal ginjal kronik, prolaktin meningkat karena terjadi penurunan klirens hormone tersebut. Bila tidak ditemukan penyebab yang spesifik, maka ditegakkan diagnosis hiperprolaktinemia idiopatik. Patofisiologi Fungsi primer prolaktin adalah untuk menstimulasi sel epitel payudara untuk berproliferasi dan merangsang produksi air susu. Estrogen menstimulasi proliferasi sel laktotrof hipofisis, dan meningkatkan kuantitas sel ini pada wanita usia premenopause, terutama saat kehamilan. Namun, laktasi dihambat oleh kadar estrogen dan progesterone ayang tinggi saat kehamilan. Penurunan kadar estrogen dan progesterone yang cepat pada periode pasca persalinan akan menyebabkan terjadinya laktasi. Saat laktasi dan menyusui, ovulasi dapat ditekan akibat supresi gonadotropin oleh prolaktin. Seperti kebanyakan hormone hipofisis anterior lainnya, prolaktin diregulasi oleh hormone hipotalamus lewat sirkulasi hipotalamus-hipofisis. Pada umumnya, sinyal dopamine adalah bersifat inhibitorik tonik, yang menghalagi pelepasan prolaktin. Hal ini dimediasi oleh neurotransmitter dopamine, yang bekerja pada reseptor tipe-D2 yang terdapat pada sel laktotrof. Sedangkan sinyal stimulatorik dimediasi oleh hormone
Praktikum FT. Sistem Endokrin dan Hormon (Halimatus S. Zein 105010567)

hipotalamus, yaitu TRH (thyrotropin-releasing hormone) dan VIP (vasoactive intestinal peptide). Keseimbangan antara kedua sinyal tersebut menentukan jumlah prolaktin yang dilepaskan dari kelenjar hipofisis arterior. Jumlah yang dikeluarkan melalui ginjal turut menentukan konsentrasi prolaktin di dalam darah. Maka pada hipotiroidisme (keadaan dimana kadar TRHnya tinggi) dapat terjadi

hiperprolaktinemia. VIP meningkatkan kadar prolaktin sebagai respon dari menyusui dengan meningkatkan kadar adenosine 3,5-cyclic phosphate (cAMP). Menurunnya kadar dopamine dapat menyebabkan sekresi prolaktin yang berlebihan. Proses yang dapat mengganggu sintesis dopamine, transport dopamine ke kelenjar hipofisis, atau efeknya terhadap sel laktotrof, dapat mengakibatkan hiperprolaktinemia. Secara fisiologis, peningkatan prolaktin dapat merupakan akibat dari kehamilan dan stress.agen farmakologik yang dapat menyebabkan hiperprolaktinemia antara lain adalah neuroleptik, dopa blockers, antidepressant, dan estrogen. Penyebab patologik antara lain adalah penyakit hipotalamo-hipofisis, cedera tangkai hipofisis, hipotiroidisme, gagal ginjal kronis, dan sirosis hati. Manifestasi klinis pada hiperprolaktinemia adalah akibat pengaruh hormone terhadap jaringan target prolaktin, yaitu system reproduksi dan jaringan payudara dari kedua jenis kelamin. Manifestasi Klinik Gejala yang terkait dengan hiperprolaktinemia dapat disebabkan oleh beberapa faktor: efek langsung dari prolaktin yang berlebihan, seperti induksi galaktorea atau hipogonadisme; efek dari lesi struktural (seperti tumor hipofisis), yang menyebabkan gejala nyeri kepala, gangguan lapang pandang, atau yang terkait disfungsi sekresi hormon hipofisis anterior. Pasien biasanya datang dengan keluhan gangguan menstruasi amenorea atau oligomenorea atau siklus regular tetapi dengan infertilitas. Kadang, pasien dapat mengeluh menoragia atau galaktorea. Galaktorea jarang terjadi pada wanita postmenopause akibat kurangnya estrogen. Pada fase lanjut dapat timbul gejala akibat perluasan tumor (mis. nyeri kepala, gangguan visus,dan oftalmoplegi eksterna) atau gejala-gejala akibat kegagalan kelenjar adrenal atau gangguan tiroid sekunder. Manifestasi klinis hiperprolaktinemia umumnya berasal dari efek prolaktin pada payudara dan fungsi gonad. Kurang lebih 90% penderita wanita dengan hiperprolaktinemia mengalami galaktorea. Galaktorea dapat terjadi unilateral atau bilateral, klinis atau sub-klinis, spontan atau dirangsang, dan dapat bersifat encer atau kental. Namun galaktorea bukan ciri khas dari hiperprolaktinemia karena ia dapat
Praktikum FT. Sistem Endokrin dan Hormon (Halimatus S. Zein 105010567)

terjadi tanpa adanya hiperprolaktinemia. Gejala tersering pada wanita premenopause adalah amenorea dan infertilitas. Wanita amenore karena hiperprolaktinemia tidak mengalami atrofi payudara seperti pada wanita postmenopause lainnya. Pada pemeriksaan, didapatkan payudara dan areola terbentuk sempurna dengan tuberkel Montgomery yang hiperplastik. Bila dilakukan pemijatan dari arah perifer menuju areola untuk mengosongkan duktus laktaris, diikuti dengan penekanan areola untuk mengosongkan sinus laktaris, dapat ditemukan galaktorea. Efek prolaktin terhadap gonad kemungkinan disebabkan oleh gangguan pulsatilitas normal dari gonadotrophin-releasing hormone (GnRH) dan perubahan sekresi luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH). Hal ini akan berakibat pada anovulasi, dengan gejala amenorea atau oligomenorea dan infertilitas. Biasanya penderita mengalami oligomenorea, namun dapat juga mengalami menstruasi teratur. Hiperprolaktinemia juga akan mengakibatkan osteoporosis sekunder yaitu penurunan densitas mineral tulang pada tulang punggung. Setelah nilai prolaktin kembali ke nilai normal, densitas tulang dapat meningkat kembali tetapi tidak mencapai nilai normal. Manifestasi klinis akibat peningkatan kadar prolaktin dapat dibagi dalam 2 kelompok, yakni yang diakibatkan secara langsung oleh kadar prolaktin yang berlebihan dan manifestasi klinis akibat hipogonadisme. Diagnosis Kemungkinan kehamilan harus selalu disingkirkan, kecuali pada pasien pascamenopause atau pada pasien yang telah menjalani histerektomi.

Hiperprolaktinemia merupakan hal normal pada pasca persalinan. Sampel sebaiknya tidak diambil pada saat tidak puasa, setelah aktivitas olahraga yang berlebihan, pada penderita sindroma ovarium polikistik, setelah riwayat operasi atau trauma pada dinding dada, atau pada penderita dengan gagal ginjal atau sirosis hati. Namun, kondisikondisi tersebut biasanya menunjukkan kadar prolaktin kurang dari 50ng/mL. Hal serupa dapat ditemukan pada penderita hipotiroidisme dan pemakai obat yang menekan kadar dopamin atau memblokir reseptor dopamin sentral. Pemeriksaan hormone prolaktin sebaiknya dilakukan pada saat puasa, istirahat, danpada jam 10 malam. Anamnesis terarah mengenai riwayat pemakaian obat-obatan juga

sebaiknyadilakukan karena banyak obat dapat mengakibatkan hiperprolaktinemia, dengan kadarprolaktin kurang dari 100 ng/mL. Obat-obat tersebut antara lain adalah:
Praktikum FT. Sistem Endokrin dan Hormon (Halimatus S. Zein 105010567)

Antagonis reseptor dopamin (fenotiazin, butirofenon, risperidon,metoklopramid, sulpiride) Dopamine-depleting agents (metildopa, reserpin) Lain-lain (isoniazid, antidepresan trisiklik, verapamil, estrogen, opiate) Setelah menyingkirkan kemungkinan tersebut di atas dan menyingkirkan suatu

lesi hipotalamus, tiga kemungkinan diagnosis harus dipertimbangkan: mikro-adenoma (lebih sering pada wanita premenopause), makro-adenoma (lebih sering wanita postmenopause), atau tidak ada tumor sama sekali. Jika tidak dapat ditegakkan adanya suatu lesi tumor, maka didiagnosis sebagai hiperprolaktinemia idiopatik. Dikatakan suatu mikoradenoma adalah bila diameter terbesar tumor kurang dari 10mm (diameter maksimal suatu kelenjar hipofisis yang normal adalah 10 mm) dan dikatakan makroadenoma jika ukurannya lebih atau sama dengan 10 mm. Kadar normal prolaktin adalah di bawah nilai 18 ng/mL (360 mU/L). Prolaktinoma biasanya disertai dengan kadar prolaktin lebih dari 250 ng/mL, kecil kemungkinan terjadi prolaktinoma bila kadar prolaktin kurang dari 100 ng/mL. Nilai prolaktin serum pada pasien mikroadenoma biasanya kurang dari 200 ng/mL dan pada pasien makroadenoma biasanya nilainya lebih dari 200 ng/mL. Jika kadar prolaktin adalah lebih dari 100 ng/mL atau kurang dari 250 ng/mL, harus dilakukan pemeriksaan radiologi, khususnya MRI. Jika dengan MRI, diagnosis adenoma masih tidak dapat ditegakkan, maka didiagnosis sebagai hiperprolaktinemia idiopatik. Derajat peningkatan prolaktin serum dapat membantu membedakan

penyebabnya: minimal (hingga 1000 mU/l) mungkin terkait dengan stress, hipotirodisme dan sindrom ovarium polikistik; sedang (hingga 5000 mU/l) terkait dengan mikroprolaktinoma dan sindrom gangguan tangkai hipofisis, peningkatan diatas 10000 mU/l umumnya indikasi akan suatu makroadenoma hipofisis. Secara umum, hiperprolaktinemia ditemukan pada pasien dengan keluhan utama seperti amenorea, galaktorea, dan infertilitas. Kadang dibutuhkan pengukuran kadar prolaktin puasa. Untuk mendeteksi hipotiroid, dilakukan pengukuran hormone TSH. Perlu dilakukan pengukuran kadar ureum kreatinin untuk mendeteksi gagal ginjal. Tes kehamilan perlu dilakukan, kecuali pada pasien yang telah menopause atau pada pasien yang telah dilakukan histerektomi. Pasien dengan makroadenoma perlu dievaluasi untuk mencari suatu hipohipofisisme. MRI merupakan pemeriksaan penunjang gold standard bagi

Praktikum FT. Sistem Endokrin dan Hormon (Halimatus S. Zein 105010567)

penderitahiperprolaktinemia yang telah dipastikan penyebabnya bukan proses fisiologis,kehamilan, obat obatan atau hipotiroidisme. MRI dapat mendeteksi adenoma sampai ukuran sekecil 3-5 mm. Anatomi kelenjar hipofisis paling baik dilihat dengan pemeriksaan MRI. Dengan MRI dapat dilihat kiasma optik, sinus kavernosus, dan hipofisis itu sendiri (baik kelenjar normal atau suatu tumor), dan tangkainya. Maka dapat diketahui hubungan antara struktur-struktur tersebut. Jika tidak ada fasilitas MRI, dapatdipakai CT scan namun resolusinya kurang bagus dibanding MRI sendiri, CT scantidak dapat mendeteksi mikroadenoma. Pengukuran tunggal kadar prolaktin dalam satu sampel darah cukup untuk menunjukkan suatu hiperprolaktinemia. Namun karena sifat alami sekresi prolaktin yang pulsatil dan sekresi prolaktin dapat dipengaruhi stress, maka hasil 25-40 g/L perlu diulang sebelum ditegakkan diagnosis hiperprolaktinemia. Kebanyakan penyebab hiperprolaktinemia dapat disingkirkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisis, tes kehamilan, penilaian fungsi tiroid dan fungsi ginjal. Dalam kasus prolaktinoma, diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan MRI atau CT scan sebagai alternatif. Penatalaksanaan Terapi Tujuan terapi adalah untuk meredakan gejala hiperprolaktinemia atau mengurangi ukuran tumor. Penatalaksanaan sebaiknya memperhatikan penyebab terjadinya hiperprolaktinemia, seperti dengan menghentikan obat obatan yang mengakibatkan hiperprolaktinemia dan pada penderita dengan hipotiroidisme dengan memberikan terapi hormone replacement. Medikamentosa Dopamine agonist bromocriptine mesylate merupakan obat pilihan utama. Bromocriptine dapat menurunkan kadar prolaktin sebanyak 70-100%, dan memulihkan proses ovulasi pada wanita usia premenopause. Pada pasien dengan intoleransi bromocriptine atau resisten terhadap obat tersebut, dapat diberikan cabergoline. kadar Terapi prolaktin diberikan telah selama kembali untuk 12-24 ke bulan dan

dihentikan jika

nilai

normal. ukuran

Bromocriptine juga

dapatdigunakan

mengecilkan

makroadenoma. Jika pengobatan medikamentosa gagal, maka indikasi untuk dilakukan operasi.

Praktikum FT. Sistem Endokrin dan Hormon (Halimatus S. Zein 105010567)

Operasi Indikasi untuk suatu operasi hipofisis antara lain adalah pasien dengan intoleransi obat, tumor yang resisten terhadap terapi medikamentosa, atau pada pasien dengan gangguan lapangan pandang yang persisten meskipun telah diberikan terapi medikamentosa (manifestasi akibat penekanan tumor).

Pasien dengan hiperprolaktinemia dan tumor hipofisis kecil dapat diobati dengan operasi Samada, atau dengan pendekatan transfenoidal (http://www.scribd.com/doc/61435857/AmenOre, 2012).

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, R., 2005, Sintesis, Fungsi dan Interpretasi Hormon Reproduksi, Subbagian Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD, Bandung. Emilliano, A. B. F., Fudge, J. L., From Galactorrhea to Osteopenia : Rethinking SerotoninProlactin Interactions, Neuropsychopharmacology (2004) 29, 833 846.

http://www.drugs.com/pro/bromocriptine.html, diakses pada tanggal 5 Februari 2012.

http://www.scribd.com/doc/61435857/Amen-Ore, diakses pada tanggal 3 Februari 2012. Schwinghammer, T. L., Koehler, J. M., 2008, Pharmacotherapy Casebook, 7th edition, MCGRAW-HILL Inc., NewYork, page 389. Serri, O., Chik, C. L., Ur, E., Ezzat S., Diagnosis and Management of Hyperprolactinemia, Canadian Medical Association Journal (2003); 169 (6). Wieck, A., Haddad, P. M., Antipsychotic-Indusced Hyperprolactinaemia in Women : Literatur Review Pathophysiology, Severity and Consequences, The British Journal of Psychiatry (2003); 182: 199 204.

Praktikum FT. Sistem Endokrin dan Hormon (Halimatus S. Zein 105010567)

Anda mungkin juga menyukai