Anda di halaman 1dari 69

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA DI RSUD KABUPATEN ..............

TAHUN 2009 PROPOSAL PENELITIAN Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III Kebidanan STIKes .............. Oleh NIM. PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN STIKes .............. 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan di Indonesia dalam tiga dekade ini telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan. Namun demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Permasalahan utama yang dihadapi adalah rendahnya kualitas kesehatan penduduk yang antara lain ditunjukkan dengan masih tingginya angka kematian bayi, anak, balita, dan ibu, serta tingginya proporsi balita yang menderita gizi kurang. Masih tingginya angka kematian tersebut diakibatkan beberapa penyakit menular serta kecenderungan semakin meningkatnya penyakit tidak menular, kesenjangan kualitas kesehatan, dan akses terhadap pelayanan kesehatan yang kurang bermutu antar wilayah/daerah, gender, dan antar kelompok status sosial ekonomi, belum memadainya jumlah tenaga kesehatan, penyebaran, komposisi, dan mutu, serta terbatasnya sumber pembiayaan kesehatan dan belum optimalnya alokasi pembiayaan kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2005). Untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, banyak hal yang perlu diperhatikan, salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peranan yang cukup penting ialah menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan ialah upaya yang

diselenggarakan secar a mandiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. (Saifuddin AB, 2006). Upaya pemerintah yang nyata guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat salah satunya difokuskan pada program kesehatan ibu dan anak di setiap layanan kesehatan. Program kesehatan ibu dan anak yang telah dilaksanakan selama ini bertujuan untuk meningkatkan status derajat kesehatan ibu dan anak serta menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Untuk itu diperlukan upaya pengelolaan program kesehatan ibu dan anak yang bertujuan untuk memanfaatkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan kesehatan ibu dan anak secara efektif dan efisien (Departemen Kesehatan RI, 2008). Kondisi derajat kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini masih memprihatinkan, antara lain ditandai dengan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2007, AKI di Indonesia menunjukkan angka 248 per 100.000 kelahiran hidup, AKB menunjukkan angka yang masih tinggi yaitu 34 per 100.000 kelahiran hidup, penyebab kematian bayi baru lahir salah satunya disebabkan oleh asfiksia (27%) (SKRT, 2007) yang merupakan penyebab kedua kematian bayi baru lahir setelah BBLR

(Departemen Kesehatan RI, 2008).

Di Provinsi Jawa Barat tahun 2007 Angka Kematian Ibu menunjukkan angka yang cukup tinggi mencapai 98 per 1.000 kelahiran hidup, dengan Angka Kematian Bayi tahun 2008 sedikitnya mencapai 38 per 1.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian bayi baru lahir salah satunya akibat hipoksia intra uterus dan asfiksia lahir (29,39 %) (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2008). Angka Kematian Ibu maternal pada tahun 2008 di Kabupaten .............. sebesar 131 per 1000 kelahiran hidup diantaranya disebabkan akibat perdarahan (25%), eklampsi (7,14%), infeksi (7,14%), dan faktor lain (60,71%) . Jumlah kasus kematian bayi mencapai 106 per 1000 kelahiran hidup dengan penyebab utama terbesar akibat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (24,5%) dan Intra Uterin Fetal Death (IUFD) (22,9%) dan asfiksia (8,11%) (Dinas Kesehatan Kabupaten .............., 2009). Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur setelah lahir lahir atau beberapa saat setelah lahir dan dapat menimbulkan komplikasi (Bagus I, 2005). Berdasarkan data hasil rekam medik Di BRSUD Cideres tahun 2009 dari jumlah 607 sebanyak 96 bayi dengan kejadian asfiksia (15,82%). Di RSUD .............. pada tahun 2008 diketahui dari jumlah bayi yang dirawat

sebanyak 789 bayi didapatkan dengan kejadian asfiksia sebanyak 136 bayi (17,24%), sedangkan pada tahun 2009 dari jumlah bayi yang dirawat sebanyak 1159 terdapat bayi normal (4,47%), asfiksia (16,31%), BBLR

(14,92%), dan faktor lain (67,23%) dengan angka kematian bayi akibat asfiksia sebanyak 36 bayi (19,1%). Hal ini menunjukkan kejadian asfiksia di RSUD .............. (16,31%) lebih tinggi dibandingkan dengan kejadian asfiksia di BRSUD Cideres (15,82%). Pada penelitian ini diprediksi faktor-faktor yang menyebabkan asfiksia di objek penelitian diantaranya berhubungan dengan berat badan lahir, jenis persalinan, dan jarak rumah ke tempat pelayanan kesehatan dan lain-lain.. Faktor-faktor yang menyebabkan kejadian asfiksia diantaranya faktor ibu, faktor tali pusat, dan faktor bayi Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia (JNPK-KR, 2007). Berdasarkan hal itu maka peneliti tertarik untuk mengangkat masalah tersebut dalam penelitian yang berjudul Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia Di RSUD .............. Tahun 2009 1.2 Rumusan Masalah Hasil rekam medik di RSUD .............. tahun 2009 kajadian asfiksia (16,31%) dari jumlah bayi yang dirawat sebanyak 1159 dengan angka kematian bayi akibat asfiksia sebanyak 36 bayi ( 19,1%). Sehingga rumusan masalahnya adalah Adakah faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian asfiksia di RSUD .............. tahun 2009?

1.3 Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam penelitian ini yang dibatasi pada faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian asfiksia adalah berat badan lahir bayi, jenis persalinan ibu, dan jarak rumah ke tempat pelayanan kesehatan. Data yang diteliti adalah data sekunder berupa data register bayi di RSUD .............. tahun 2009. 1.4 Tujuan 1.4.1 Tujuan Umum Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian asfiksia di RSUD .............. tahun 2009. 1.4.2 Tujuan Khusus 1.4.2.1 Diketahuinya gambaran kejadian asfiksia di RSUD .............. tahun 2009. 1.4.2.2 Diketahuinya gambaran faktor yang berhubungan dengan kejadian asfiksia (berat badan lahir bayi, jenis persalinan, dan jarak rumah) di RSUD .............. tahun 2009. 1.4.2.3 Diketahuinya hubungan antara berat badan lahir bayi dengan kejadian asfiksia di RSUD .............. tahun 2009. 1.4.2.4 Diketahuinya hubungan antara jenis persalinan ibu dengan kejadian asfiksia di RSUD .............. tahun 2009.

1.4.2.5 Diketahuinya hubungan antara jarak rumah ke tempat persalinan dengan kejadian asfiksia di RSUD .............. tahun 2009.

1.5 Manfaat 2.1.1 Bagi Institusi Pendidikan Menambah literature kepustakaan STIKes .............. tentang faktorfaktor yang menyebabkan asfiksia. 2.1.2 Bagi Lahan Praktek Sebagai bahan informasi untuk lahan penelitian agar dapat menjadi acuan untuk dipedomani dalam meningkatkan program pelayanan kesehatan yang lebih baik. 2.1.3 Bagi Masyarakat Sebagai tambahan wawasan dan ilmu pengetahuan tentang kesehatan, terutama dalam meningkatkan peran serta masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bayi Baru Lahir 2.1.1 Pengertian Bayi baru lahir adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua system. Neonatus bukanlah miniatur orang dewasa, bahkan bukan pula miniatur anak. (Warih BP, dan Abubakar M. 2002 ) Bayi baru lahir disebut juga neonatal yaitu periode tersingkat dari semua periode perkembangan. Masa ini dimuali dari kelahiran dan berakhir pada saat bayi menjelang dua minggu. Periode yang tersingkat dari semua periode perkembangan yang ada. Menurut criteria medis penyesuaian ini akan berakhir pada saat tali pusat lepas dari pusarnya. (Warih BP dan Abubakar M., 2002 ) Asuhan seger a pada bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan pada bayi tersebut selama jam pertama setelah kelahiran. Sebagian besar bayi yang baru lahir akan menunjukkan usaha pernafasan spontan dengan sedikit bantuan atau gangguan (Saifuddin, 2006 : 30).

2.1.2 Tujuan Asuhan Bayi Baru Lahir Asuhan bayi baru lahir bertujuan untuk menilai kondisi bayi baru lahir dan memantau dimulainya pernaf asan serta mencegah hipotermi dan infeksi. (Departemen Kesehatan RI, 2001 :40) Sesuai standar pelayanan kebidanan maka bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan spontan, mencegah asfiksia, menemukan kelainan, dan melakukan tindakan atau merujuk sesuai dengan kebutuhan. Bidan juga harus mencegah atau menangani hipotermi, dan mencegah hipoglikemia dan infeksi. Adapun hasil asuhan yang diharapkan menurut Departemen Kesehatan RI (2001 : 40) yaitu : 1. Bayi baru lahir menerima perawatan dengan segera dan tepat 2. Bayi baru lahir mendapatkan perawatan yang tepat untuk dapat memulai pernafasan dengan baik. 3. Penurunan kejadian hipotermia, asfiksia, infeksi, hipoglekemia pada bayi baru lahir 4. Penurunan terjadinya kematian bayi baru lahir. 2.1.3 Asuhan Bayi Baru Lahir Asuhan bayi baru lahir yang dilakukan berdasarkan standar pelayanan kebidanan menurut Saifuddin AB (2006) adalah : 2.1.3.1 Pencegahan Infeksi Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi yang disebabkan oleh paparan atau kontaminasi mikroorganisme selama proses persalinan

berlangsung maupun beberapa saat setelah lahir. Sebelum menangani bayi

baru lahir, pastikan penolong persalinan telah melakukan upaya pencegahan infeksi berikut : 1. Cuci tangan dengan seksama sebelum dan setelah bersentuhan dengan bayi. 2. Pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum dimandikan. 3. Pastikan semua peralatan dan bahan yang digunakan, terutama klem, gunting, pengisap lendir DeLee dan benang tali pusat telah di disinfeksi tingkat tinggi atau steril. Gunakan bola karet yang baru dan bersih jika akan melakukan pengisapan lendir dengan alat tersebut (jangan bola karet penghisap yang sama untuk lebih dari satu bayi). 4. Pastikan semua pakaian, handuk, selimut dan kain yang digunakan untuk bayi, sudah dalam keadaan bersih. Demikian pula halnya timbangan, pita pengukur, termometer, stetoskop dan benda-benda lain yang akan bersentuhan dengan bayi, juga bersih. Dekontaminasi dan cuci setiap kali setelah digunakan. 2.1.3.2 Penilaian Segera setelah lahir, letakkan bayi di atas kain bersih dan kering yang disiapkan pada perut ibu. Bila hal tersebut tidak memungkinkan maka letakkan bayi dekat ibu (diantara kedua kaki atau disebelah ibu) tetapi harus dipastikan bahwa area tersebut bersih dan kering. Segera pula lakukan penilaian awal dengan menjawab 2 pertanyaan : (Saifuddin, AB,

2006).

1. Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan? 2. Apakah bayi bergerak dengan aktif atau lemas? 2.1.3.3 Mencegah kehilangan panas Mencegah terjadinya kehilangan panas menurut Prawirohardjo (2008) dilakukan melalui upaya sebagai berikut : 1. Keringkan bayi dengan seksama. 2. Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat. 3. Selimuti bagian kepala bayi. 4. Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya. 5. Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir. 6. Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat. 7. Nasehat untuk merawat tali pusat a. Jangan membungkus puntung tali pusat atau perut bayi atau mengoleskan cairan atau bahan apapun ke puntung tali pusat. b. Nasehati hal yang sama bagi ibu dan keluarganya. c. Mengoleskan alkohol atau betadine (terutama jika pemotong tali pusat tidak terjamin disinfektan tingkat tinggi atau steril) masih diperkenankan tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan tali pusat basah/lembab d. Berikan nasehat pada ibu dan keluarga sebelum meninggalkan bayi : 1) Lipat popok di bawah puntung tali pusat.

2) Jika puntung tali pusat kotor, bersihkan (hati-hati) dengan air DTT (Disinfeksi Tingkat Tinggi) dan sabun dan segera keringkan secara seksama dengan menggunakan kain bersih. 3) Jelaskan pada ibu bahwa ia harus mencari bantuan jika pusat menjadi merah, bernanah , berdarah atau berbau. 4) Jika pangkal tali pusat (pusat bayi) menjadi merah, mengeluarkan nanah atau darah, seger a rujuk bayi ke fasilitas yang dilengkapi perawatan untuk bayi baru lahir. 2.1.4 Tanda-tanda Bahaya Bayi Baru Lahir Tanda-tanda bahaya pada bayi baru lahir yang perlu penanganan segera menurut Saifuddin AB. (2006) diantaranya yaitu : 2.1.4.1 Bayi menjadi lesu, tidak mau makan, atau memperlihatkan perilaku yang luar biasa. 2.1.4.2 Bayi tidak berkemih dalam 24 jam pertama. 2.1.4.3 Bayi tidak defekasi selama 48 jam. 2.1.4.4 Tali pusat mulai mengeluarkan bau tidak enak atau mengeluarkan nanah. 2.1.4.5 Suhu bayi di bawah 36 derajat atau di atas 37 derajat celcius ketika pengukuran suhu dilakukan di ketiak bayi. 2.1.4.6 Bagian putih mata bayi menjadi kuning dan warna kulit tampak kuning, cokelat, atau persik.

2.2 Kematian Bayi 2.2.1 Pengertian Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. (Statistik Indonesia, 2009) Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Kematian bayi eksogen atau kematian post neonatal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar. 2.2.2 Faktor-faktor yang Menyebabkan Kematian Bayi 2.2.2.1 Hypotermi Hipotermi yaitu kondisi dimana suhu inti tubuh turun sampai dibawah 35C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermi merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian (Indarso, F, 2001). Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal.

Adapun suhu normal bayi adalah 36,5-37,5 C. Suhu normal pada

neonatus 36,5-37,5C (suhu ketiak). Gejala awal hipotermi apabila suhu <36C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi terasa dingin maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (suhu 3236C). Disebut hipotermi berat bila suhu <32C, diperlukan termometer ukuran rendah ( low reading thermometer ) yang dapat mengukur sampai 25C (Saifuddin AB, 2006). Etiologi Penyebab terjadinya hipotermi pada bayi yaitu jaringan lemak subkutan tipis, perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar, cadangan glikogen dan brown fat sedikit, BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan (Indarso, F, 2001) 2.2.2.2 Berat Badan Lahir Rendah Menurut Saifuddin AB (2006) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram). 1. Berkaitan dengan bayi baru lahir kurang bulan

a. Toxemia Gravidarum. b. Penyakit sistemik akut pada ibu (pneumonia, pyeloneksitis, typus, appendiksitis akut). c. Kehamilan kembar d. Tidak diketahui penyebabnya (50 %) 2. Berkaitan dengan bayi KMK (Kecil Masa Kehamilan), ibu dengan : a. Diabetes Melitus

b. Hipertensi c. Pre Eklamsia d. Infeksi e. Malnutrisi f. Obat-obatan 3. Pembagian BBLR a. Bayi kurang bulan murni (Prematur) 1) Lahir masa gestasi kurang dari 37 minggu 2) Berat bdan sesuai dengan berat badan masa gestasi 3) Imaturitas sistem organ b. Bayi Kecil Masa Kehamilan (KMK) 1) Berat badan tidak sesuai masa gestasi 2.2.2.3 Ketuban Pecah Dini Ketuban Pecah Dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan. (Saifuddin, AB, 2006) Kejadian KPD berkisar 5-10% dari semua kelahiran, dan KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan. 70% kasus KPD terjadi pada kehamilan cukup bulan. KPD merupakan penyebab kelahiran prematur

sebanyak 30%

2.3 Asfiksia 2.3.1 Pengertian Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbondioksida (hiperkapnea).Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipokasik) dan terjadi kematian (Saifuddin AB, 2006) Asfiksia adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernafasan normal. Gangguan tersebut dapat disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran pernafasan dan gangguan yang diakibatkan karena terhentinya sirkulasi (Muhammad, 2007). Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur setelah lahir atau beberapa saat setelah lahir dan dapat menimbulkan komplikasi (Bagus I, 2005). Asfiksia menimbulkan kematian bayi baru lahir karena sumbatan jalan napas, yaitu satu dari beberapa penyebab kegagalan oksigenasi jaringan yang biasanya karena kekerasan. Asfiksia berasal dari bahasa yunani yang artinya tidak berdenyut, pengertian ini sering salah digunakan sehingga sering menimbulkan kebingungan untuk membedakan dengan status anoksia lain pada defisiensi Hb, racun sianida, sirkulasi darah yang terganggu dimana

ambilan oksigen oleh jaringan terganggu (Bagus I, 2005).

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO 2 (karbondioksida) dan asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saifuddin, AB, 2006 : 347) 2.3.2 Penyebab Asfiksia Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu menurut Saifuddin AB (2006) yang diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi berikut ini: 1. Faktor ibu a. Preeklampsia dan eklampsia b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta) c. Partus lama atau partus macet d. Demam selama persalinan infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV) e. Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan) 2. Faktor Tali Pusat a. Lilitan tali pusat

b. Tali pusat pendek c. Simpul tali pusat

d. Prolapsus tali pusat 3. Faktor Bayi a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan) b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep) c. Kelainan bawaan (kongenital) d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) Penolong persalinan harus mengetahui faktor-f aktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan. 2.3.3 Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia Beberapa gejala dan tanda asfiksia menurut Saifuddin AB (2006) diantaranya bayi tidak bernafas atau bernafas megap-megap, warna kulit kebiruan, kejang, penurunan kesadaran. 2.3.4 Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya

melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan

efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan. Penilaian untuk melakukan resusitasi menurut Saifuddin AB (2006) semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu penafasan, denyut jantung dan warna kulit Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan ventilasi dengan tekanan positif (VTP). 2.3.5 Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir 2.3.5.1 Persiapan Resusitasi Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah : (Saifuddin AB, 2006) 1. Mengantisipasi kebutuhan akan r esusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum. 2. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan minumum antara lain : alat pemanas siap pakai, oksigen, alat pengisap, alat sungkup dan balon resusitasi, alat intubasi dan obat-

obatan

2.3.5.2 Prinsip-Prinsip Resusitasi Yang Efektif Menurut Saifuddin AB (2006) prinsip-prinsip resusitasi yang efektif diantaranya : 1. Tenaga kesehatan yang siap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan. 2. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien 3. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim yang terkoordinasi. 4. Prosedur resusitasi dilaksanakan dengan segera tiap tahapan berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien. 5. Segera seor ang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia dan siap pakai. 2.3.5.3 Penatalaksanaan 1. Resusitasi Beberapa tindakan resusitasi menurut Saifuddin AB (2006) meliputi tahapan yang dikenal dengan ABC Resusitasi sebagai berikut: a. Memastikan saluran napas terbuka 1) Letakkan bayi dalam posisi telentang atau miring dengan leher agak tengadah (ekstensi) 2) Keringkan tubuh dan mulut bayi dengan handuk kering, kecuali

pada bayi dengan meconium staining

3) Bila perlu letakkan lipatan handuk atau selimut di belakang bahu bayi 4) Hisap lendir mulai dari mulut kemudian hidung bayi sampai dengan orofaring dan bila diperlukan sampai trakea. 5) Bila perlu masukkan pipa endotrakeal untuk memastikan saluran napas terbuka. b. Memulai pernapasan 1) Lakukan rangsangan taktil dengan menepuk telapak kaki, menyentil tumit atau menggosok punggung/dada bayi 2) Nilai pernapasan, denyut jantung dan warna kulit berturut-turut : napas apakah apnu atau pernafasan normal, f rekwensi denyut jantung : hitung frekuesi jantung apakah > 100 x/menit atau < 100 x/menit, warna kulit : kemerahan (tanpa sianosis), sianois perifer atau sianosis sentral 3) Berikan ventilasi tekanan positip bila bayi apnu, megap-megap, frekwensi denyut jantung < 100 x/menit. 4) Bila perlu memakai sungkup atau balon 5) Bila perlu pasang pipa endotrakeal dan balon pernapasan 6) Berikan O2 100% dengan kecepatan 5 l/menit sebaiknya menggunakan balon mengembang sendiri reservoir oksigen 7) Lakukan ventilasi selama 15 30 detik dengan frekwensi 40 60 napas/menit

8) Periksa frekwensi Denyut Jantung

1) Denyut Jantung > 100x/menit, napas spontan, hentikan VTP, bila tidak napas spontan, VTP lanjut 2) Denyut Jantung 60 100 x/menit dan bertambah, lanjutkan VTP 3) Denyut Jantun 60 100 x/menit dan tidak bertambah lanjutkan VTP, bila Denyut Jantung < 80x/menit lakukan pijat jantung/kompresi dada 4) Denyut Jantung < 60 x/menit lakukan ventilasi dan segera lakukan pijat jantung / kompresi dada. c. Mempertahankan sirkulasi darah Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara: 1) Pijat Jantung/Kompresi dada 2) Merupakan indikasi bila sesudah 15-30 detik melakukan VTP dengan O2 100% frekwensi denyut jantung < 60x/menit atau 60-80 x/menit dan tidak bertambah. 3) Bila frekwensi denyut Jantung sama atau sudah lebih dari 80x/menit tindakan kompresi dada dihentikan 4) Teknik penekanan ada 2 cara : Teknik Ibu Jari atau Teknik 2 Jari.Lokasi penekanan pada 1/3 bawah sternum. Penekanan dada 3x dalam waktu 1,5 detik, selanjutnya dilakukan pemberian ventilasi 1x selama 0,5 detik (rasio 3:1). Setelah 30 detik melakukan tindakan kompresi dada, frekwensi jantung

dikontrol selama 6 detik.

5) Penilaian jika frekwensi denyut jantung < 80 x/menit: lanjutkan penekanan dada, lanjutkan ventilasi dengan O2 100%, lanjutkan pengontrolan jantung secara periodic, berikan obat-obatan sedangkan bila frekwensi denyut jantung = 80x/menit: hentikan kompresi dada, lanjutkan tindakan ventilasi sampai denyut jantung > 100x/menit dan bayi bernapas spontan. Bila perlu pasang sonde lambung melalui mulut untuk mengurangi tekanan udara dalam lambung Intubasi Endotrakeal Pada Asfiksia Neonatorum Indikasi : 1) Bila diperlukan VTP agak lama 2) Bila ventilasi dengan balon dan sungkup tidak efektif 3) Bila perlu melakukan penghisapan lendir di trakea 4) Bila ada kecurigaan hernia diafragmatika 2. Cara a. Penolong berdiri di sisi atas kepala bayi sambil memegang laringoskop dengan tangan kiri b. Masukkan daun laringoskop dengan menyusurkan daun laringoskop melalui lidah ke valekulum. c. Setelah daun laringoskop masuk, angkat daun laringoskop sedikit sehingga lidah akan terjulur dan farings terlihat

d. Segera setelah pita suara dan trakea terlihat masukkan pipa endotrakeal, dengan memegang pipa tersebut dengan tangan kanan dan memasukkannya dari sebelah kanan mulut bayi e. Bila pita suara membuka masukkan pipa sampai tanda pita suara di pipa, sehinggga pipa akan terletak dalam trakea di tengah antara pita suara dan karina. f. Keluarkan laringoskop, periksa letak pipa untuk meyakinkan pipa masuk ke trakea 2.3.6 Klasifikasi Pembagian klasifikasi asfiksia menurut Saifuddin AB (2006) dibuat berdasarkan nilai apgar score yaitu : 2.3.6.1 Asfiksia berat Apgar score 0-3, bayi memerlukan resusitasi segera secara aktif dan pemberian O2 terkendali. 2.3.6.2 Asfiksia sedang Apgar score 4-6 memerlukan resusitasi dan pemberian O2 sampai bayi dapat bernafas normal kembali. 2.3.6.3 Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai apgar 7-10). Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa

Tabel 2.1 Penilaian Apgar Score Tanda Score 012 Apperance Biru pucat Tubuh kemerahan, Tubuh dan (warna kulit) ekstremitas biru ekstremitas kemerahan Pulse Tidak ada =100 x/i = 100 x/i (Denyut nadi) Grimace Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan kuat dan (refleks) menagis Activity Lumpuh Gerakan lemah Gerakan aktif (tonus otot) Respiratory Tidak ada Lambat Teratur, menangis

(usaha bernafas) kuat (Saifuddin, AB., 2006) 2.4 Faktor-faktor yang Menyebabkan Kejadian Asf iksia 2.4.1 Berat Badan Lahir Berat badan merupakan pengukuran yang terpenting pada bayi baru lahir. Dan hal ini digunakan untuk menentukan apakah bayi termasuk normal atau tidak (Supariasa,dkk, 2001). Berat badan merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh antara tulang, otot, lemak, cairan tubuh. Parameter ini yang paling baik untuk melihat perubahan yang terjadi dalam waktu singkat karena konsumsi makanan dan kondisi kesehatan (Soetjiningsih, 2001). Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut :mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain, mudah diperoleh dan relatif murah harganya, ketelitian penimbangan maksimum 0,1 kg, skalanya mudah dibaca, aman untuk menimbang balita.

Berat badan bayi pada kejadian asfiksia berhubungan dengan resusitasi yang selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonat 7,5% dengan dosis 2,4 ml per kg berat badan, dan cairan glucose 40%1-2 ml/kg berat badan, diberikan via vena umbilikalis. Kategori Berat badan sangat mempengaruhi terutama pada kejadian asfiksia berat pada klasifikasi nilai Agpar 0-3 (Hanifa, 2007). 2.4.2 Jenis Persalinan Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks, dan diakhiri dengan pelahiran plasenta. (Varney, 2005 : 672). Menurut jenisnya persalinan terbagi atas : (Hanifa, 2007 : 150). 2.2.4.1 Partus immaturus kurang dari 28 minggu lebih dari 20 minggu dengan berat janin antara 1000 500 gram. 2.2.4.2 Partus prematurus adalah suatu partus dari hasil konsepsi yang dapat hidup tetapi belum aterm (cukup bulan). Berat janin antara 1000 sampai 2500 gram atau tua kehamilan antara 28 minggu sampai 36 minggu. 2.2.4.3 Partus postmaturus atau serotinus adalah partus yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang diperkirakan. Jenis persalinan berhubungan dengan kejadian asfiksia yaitu

menyangkut kegagalan pernafasan sebagaimana menurut Towell (1996) bahwa faktor predisposisi yang mempengaruhi kegagalan pernafasan pada kejadian asfiksia diantaranya faktor ibu menyangkut faktor persalinan

yaitu partus lama dan partus dengan tindakan (SC, Vakum Ekstraksi). (Bagus I, 2005) 2.4.3 Jarak Rumah Jarak rumah adalah angka yang menunjukkan seberapa jauh suatu benda berubah posisi melalui suatu lintasan tertentu. Dalam fisika atau dalam pengertian sehari-hari, jarak dapat berupa estimasi jarak fisik dari dua buah posisi berdasarkan kriteria tertentu (misalnya jarak tempuh antara Jakarta-Bandung) (Wikipedia, 2009) Jarak pada penelitian ini adalah jarak rumah ibu bayi ke tempat pelayanan kesehatan terdekat. Jarak tempuh dari sarana pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor yang penting dalam utilisasi rawat sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat cenderung memanfaatkan sarana yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Jarak lima kilometer dianggap sebagai jarak yang dekat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. (Susanto dkk., 2004). Menurut Mochtar R, (1998) dalam Sutrisno (2008) Jarak rumah ke tempat pelayanaan kesehatan mempengaruhi status asfiksia menyangkut keadaan bayi hidup atau mati. Terutama pada asfiksia berlanjut, bayi menunjukkan pernafasan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, bayi terlihat lemah (pasif), pernafasan makin lama makin lemah yang perlu ditangani dengan segera, sehingga jika lokasi jarak bayi berada jauh dari tempat pelayanan kesehatan maka sedikit kemungkinan untuk

hidup.

2.5 Kerangka Teori Faktor Bayi Prematur Persalinan tindakan Berat Badan Kelainan bawaan Lahir (kongenital) Air ketuban bercampur mekonium Kejadian Faktor Tali Pusat Asfiksia BBL Faktor Ibu Jenis Preeklampsia dan Persalinan eklampsia Pendarahan Partus lama atau partus macet Demam

Jarak Kehamilan lewat waktu Rumah Diagram 2.1 Kerangka Teori faktor-faktor Ynag Berhubungan Dengan Kejadian Asfiksia (Saifuddin AB, 2006)

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitianpenelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2005). Adapun kerangka konsep penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian asfiksia di RSUD .............. tahun 2008-2009 dapat divisualisasikan sebagai berikut : 3.1.1 Visualisasi Kerangka Konsep Berat Badan Lahir Bayi Jenis Persalinan Ibu Kejadian Asfiksia Jarak Rumah Variabel Independen Variabel Dependen Diagram 3.1 Visualisasi Kerangka Konsep Penelitian 3.1.2 Variabel Penelitian Variabel pada penelitian ini dibagi dua yaitu variabel independen (bebas) antara lain berat badan lahir bayi, jenis persalinan ibu dan jarak rumah, sedangkan variabel dependen (terikat) yaitu kejadian asfiksia.

3.2 Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Cara Alat No Variabel Definisi Operasional Ukur Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Independen 1. Ordinal Berat Hasil pengukuran Melihat Data 0 = BBLR, jika Badan berat tubuh bayi Register register berat bayi

Lahir yang ada di < 2500 gr Bayi rekam medik 1 = Normal, yang ditimbang jika berat dengan skala bayi > kilogram 2500 gr (Supariasa, dkk, 2001) 2. Ordinal Jenis Persalinan Melihat Data 0 = Tindakan, Persalinan

adalah rangkaian Register register jika persaliIbu proses yang nan SC, berakhir dengan VE, FE pengeluaran 1 = Normal, hasil konsepsi jika oleh ibu. persalinan (Varbney, 2005) spontan 3. Ordinal Jarak Angka yang Melihat

Data 0 = Jauh, jika Rumah menunjukkan Register register jarak seberapa jauh rumah > antara rumah median pasien dengan 1 = Dekat, jika RSUD .............. jarak (Wikipedia, 2009) rumah < median Dependen 1. Ordinal Kejadian

Keadaan dimana Rekam Data 0 = Asfiksia, Asfiksia terjadi gangguan medik register jika Apgar dalam pertukaran Score < 7 udara pernafasan 1 = Normal, normal jika, Apgar berdasarkan Score > 7 diagnosis rekam medik (Saifuddin AB, 2006)

3.3 Hipotesis 3.3.1 Ada hubungan antara berat badan lahir bayi dengan kejadian asfiksia di RSUD .............. tahun 2008-2009 3.3.2 Ada hubungan antara jenis persalinan ibu dengan kejadian asfiksia di RSUD Majalaengka tahun 2008-2009 3.3.3 Ada hubungan antara jarak rumah dengan kejadian asfiksia di RSUD Majalaengka tahun 2008-2009 3.4 Metode Penelitian 3.4.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional . Jenis kuantitatif yaitu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2009) 3.4.2 Populasi dan Sampel 3.4.2.1 Populasi Menurut Notoatmodjo (2005) populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. Populasi yang diambil pada penelitian ini adalah seluruh bayi baru lahir yang diteliti di RSUD .............. periode

tahun 2009 sebanyak 1159 bayi.

3.4.2.2 Sampel Sampel penelitian menurut Notoatmodjo (2005) adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Karena data yang diambil pada penelitian ini adalah data sekunder, sehingga peneliti akan mengambil semua populasi menjadi sampel penelitian yaitu seluruh bayi baru lahir di RSUD .............. periode 2009 sebanyak 1159 bayi. 3.4.3 Pengolahan Data 3.2.5.1 Teknik Pengolahan Data Pengolahan data untuk mengumpulkan informasi yang benar dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut : a. Editing Yaitu langkah yang diambil untuk melakukan pengecekan kelengkapan data, kesinambungan data dan keragaman data. b. Coding Pengkodean yaitu langkah yang diambil untuk memberi kode setiap responden pada data register c. Scoring Yaitu pemberian nilai terhadap instrumen penelitian masingmasing variabel yang tercakup dalam klasifikasi register rekam medik.

d. Tabulating Yaitu pengelompokkan data dalam suatu bentuk tabel menurut sifat, yang dimiliki sesuai tujuan penelitian dan disajikan dalam bentuk narasi dan tabel distribusi frekuensi

e. Processing Proses pengolahan data selanjutnya yaitu dilakukan dengan data enri dari instrumen penelitian menggunakan softwar e program komputer yang relevan. f. Cleaning Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientry, dilakukan apabila terdapat kesalahan dalam memasukan data yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti. 3.2.5.2 Teknik Analisis Data 1. Analisis Univariat Analisis univariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap variabel dari hasil penelitian umumnya hasil analisis ini menghasilkan distribusi untuk memperoleh distribusi dari tiap variabel yang diteliti dengan menggunakan rumus : f (Budiarto, 2001) P x 100

% N Keterangan : P =Proporsi f =jumlah kategori sampel yang diambil N=jumlah populasi 2. Analisis bivariat Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan satu sama lain dapat dalam kedudukan yang sejajar pada

pendekatan komparasi dan kedudukan yang merupakan sebab akibat (eksperimentasi) tujuan analisis ini untuk melihat hubungan variabel independen dan variabel uji yang dipakai adalah uji chi square dengan batas kemaknaan 0.5 pada tes signifikasi sebagai berikut :

a. P value < a, Ho ditolak yang berarti ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen. b. P value > a, Ho gagal ditolak yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen.

DAFTAR PUSTAKA Aminulloh. 2006. Hubungan Anemia pada Ibu hamil yang M engalami Persalinan Spontan. [ online] Available http://www.docstoc.com , diakses tanggal 20 Januari 2010. Badriah. 2006. Metodologi Penelitian Ilmu-Ilmu Kesehatan . Bandung: Multazam. Budiarto, Eko. 2001. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat . Chaniago, A. 2002. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia . Bandung: CV. Pustaka Setia. Departemen Kesehatan RI. 2004. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: Depkes RI. Dinas Kesehatan Kuningan. 2009. Profil Layanan Kesehatan

. Kuningan: Dinas Kesehatan Kuningan. Drew, David. 2008. Resusitasi Bayi Baru Lahir Seri Praktik Kebidanan . Jakarta: EGC. Effendi, Nasrul. 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002. Hapsari. 2009. Promosi Kesehatan Bidang pada Bayi. [online] available http://safesbidanhaspari.wordpress.com , diakses tanggal 20 Januari 2010. Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta : Bineka Cipta. Ilham. 2002. Buku Ilmu Kesehatan Anak.

Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Manuaba, IBG. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan dan Keluarga Untuk Dokter Umum . Jakarta. EGC. Manuaba, IBG. 2008. Buku Ajar: Patologi Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC. Mueser, Anne Maria. 2007. Panduan Lengkap Perawatan Bayi dan Anak A-2. Djogjakarta: Diglosia. Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan . Rineka Cipta : Jakarta. Notoatmodjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-prinsip Dasar). Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo. 2005, Metodologi Pendidikan Kesehatan,

Jakarta : Rineka Cipta. Prawirohardjo, S. 1999. Ilmu Kebidanan . Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, S. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Saifuddin, A.B. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Saifuddin, A. B. 2006. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Material dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. SK Gubernur Jawa Barat No: 561/Kep.1665-Bangsos/2009 Sugiyono. 2004. Statistik Penelitian. Bandung: Alfabeta. Undang-Undang no. 2 tahun 1999

Anda mungkin juga menyukai