Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH (TINJAUAN PUSTAKA)

Obat Obatan Emergensi di Bidang Obstetri

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SYARAT KEPANITERAAN KLINIK BIDANG ANESTESIOLOGI DAN RAWAT INTENSIF DI BLUD RSUD KOTA SEMARANG

Oleh : Handi Suntama Effendy 406127135

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA SEMARANG 2013

LEMBAR PENGESAHAN

Nama NIM Fakultas Universitas Tingkat Bidang Pendidikan

: Handi Suntama Effendy : 406127135 : Kedokteran : Universitas Tarumanagara Jakarta : Program Pendidikan Profesi Dokter : Anestesiologi dan Terapi Intensif

Periode Kepaniteraan Klinik : 9 Desember 29 Desember 2013 Judul Makalah Diajukan Pembimbing : Obat Obatan Emergensi di Bidang Obstetri : Desember 2013 : Dr. Purwito Nugroho, Sp. An, MM

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL : ..................................

Mengetahui : Ketua Program Studi Coass Anestesiologi dan Rawat Intensif BLUD RSUD Kota Semarang, PEMBIMBING:

Dr. Purwito Nugroho, Sp. An, MM NIP. 19551221 198301 1 002

Dr. Donni I.K., Sp. An, Msi.Med NIP. 19551221 198301 1 002

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah dengan judul Obat Obatan Emergensi di Bidang Obstetri ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Klinik Bidang Anestesiologi dan Rawat Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di BLUD RSUD Kota Semarang periode 12 Agustus 1 September 2013. Di samping itu, makalah ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang telah diberikan selama penyusunan referat ini, kepada : 1. 2. Dr. Susi Herawati, M.Kes, selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang. Dr. Wahyu Hendarto, Sp.An. , MH.Kes. , selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota Semarang. 3. Dr. Purwito Nugroho, Sp.An M.M., selaku Koordinator SMF Bagian Anestesiologi dan Rawat Intensif serta sebagai pembimbing Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota Semarang. 4. Dr. Donni Indra Kusuma, Sp.An. , Msi. Med. , selaku pembimbing Kepaniteraan klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota Semarang. 5. Dr. Satrio Adi Wicaksono, Sp.An., selaku pembimbing Kepaniteraan klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota Semarang. 6. Dr. Sony, selaku Residen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro serta Staff Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota Semarang. 7. Rekan- rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota Semarang. Penulis menyadari masih banyak kekurangan, maka penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak, supaya referat ini dapat menjadi lebih baik dan dapat berguna bagi semua yang membacanya. Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun kekurangan dalam makalah ini.

Semarang, Desember 2013 Penulis

OBAT OBATAN EMERGENSI DI BIDANG OBSTETRI Handi Suntama Effendy*, Donni Indra Kusuma**
ABSTRACT Drugs are defined as compounds that are used to prevent, treat, diagnose, disease / disorder, or cause a certain condition, such as making a person infertile, or paralyze skeletal muscles during surgery. While emergency cases are cases that require immediate treatment which in case of any delay can lead to death. In the field of obstetrics would be very dangerous to the mother and the fetus. Health facilities such as blood bank in the hospital were minimal, which influenced the outcome of the cases. Speed and accuracy in action is absolutely necessary in the event of an emergency case. Keywords: medicine, mother, fetus, emergency, obstetric

ABSTRAK Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis, penyakit / gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu, misalnya membuat seseorang infertil, atau melumpuhkan otot rangka selama pembedahan. Sedangkan kasus emergensi adalah kasus yang memerlukan penanganan segera yang bila terlambat dapat menyebabkan kematian. Dalam bidang obstetrik tentunya akan sangat membahayakan sang ibu dan juga janin yang dikandungnya. Fasilitas medis seperti persediaan darah di rumah sakit yang minim, akan mempengaruhi proses selanjutnya pada kasus kasus tersebut kecepatan dan ketepatan dalam bertindak adalah hal yang sangat dibutuhkan dalam hal terjadinya kasus emergensi. Kata kunci: obat, ibu, janin, emergensi, obstetrik

*Coassistant Anestesiologi FK Tarumanagara Jakarta **Dokter spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif di BLUD RSUD Kota Semarang

PENDAHULUAN
Gawat darurat adalah suatu hal yang membutuhkankan pertolongan cepat, dimana bila terjadi keterlambatan akan mengakibatkan kematian. Dalam bidang obstetrik,
4

tidak jarang pula sang bayi yang ikut dikandung oleh sang ibu ikut terancam nyawanya. Beberapa keadaan yang termasuk dalam kondisi gawat darurat dalam bidang obstetri adalah: pendarahan post partum, eklamsia, retensi plasenta, prolapsus tali pusat. Untuk mengatasi hal tersebut tentunya dibutuhkan kecepatan dan ketepatan dalam bertindak. Ketenangan juga merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan. Karena panik hanya memperburuk keadaan. Suatu waktu dapat terjadi kenyataan dimana harus mengorbankan satu nyawa untuk menyelamatkan nyawa yang lain. Untuk situasi itu dokter tidak hanya berkemampuan mendiagnosis apa yang diderita sang ibu, dokter juga harus tahu apa yang akan dia lakukan sebagai penatalaksanaannya dan obat obatan yang digunakan agar dapat memberikan yang terbaik bagi pasien serta dapat menjelaskan keuntungan dan kerugian tindakan yang di ambil dengan tepat kepada keluarga pasien. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia merupakan angka tertinggi dibandingkan dengan negara negara ASEAN lainnya.

Berbagai faktor yang terkait dengan resiko terjadinya komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan dan cara pencegahannya telah diketahui, namun demikian jumlah kematian ibu dan bayi masih tetap tinggi (Depkes RI, 2001).1 Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2006 (2008, dalam Depkes RI), AKI Indonesia adalah 307/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002, sedangkan AKB di Indonesia sebesar 35/1000 kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian maternal yang paling umum di Indonesia adalah perdarahan 28%, eklamsi 24%, dan infeksi 11%. Penyebab kematian bayi yaitu BBLR 38,94%, asfiksia lahir 27,97%. Hal ini menunjukkan bahwa 66,91% kematian perinatal dipengaruhi oleh kondisi ibu saat melahirkan.1 Prinsip obat emergensi dalam bidang obstetrik adalah untuk menanggulangi kegawatdaruratan dengan menurunkan tekanan darah, meningkatkan denyut jantung,

meningkatkan kontraksi uterus, serta menghentikan pendarahan yang berlebihan.

Jenis Obat Emergensi Umum Epinefrin2,3,4


Epinefrin merupakan prototipe obat kelompok adrenergik. Dengan mengerti efek epineferin, maka mudah bagi kita untuk mengerti efek obat adrenergik yang bekerja di reseptor lainnya. Epinefrin 5

bekerja pada semua reseptor adrenergik (1, 2, 1, 2) yang berefek relaksasi otot polos bronkus, stimulasi jantung, dan dilatasi vaskuler otot skeletal, dosis kecil berefek vasodilatasi melalui reseptor -2 pada vaskuler. Dosis besar menyebabkan kontriksi otot polos vaskuler dan skelet. Absorpsi epinefrin pada pemberian oral tidak dapat mencapai dosis terapeutik karena dirusak enzim COMT dan MAO yang terdapat pada usus dan hati. Pada pemberian intra subkutan, absorpsi lambat karena terjadinya vasokontriksi lokal, pada IM absorbsinya cepat dan pada inhalasi efeknya terutama pada saluran nafas. Epinefrin stabil dalam pembuluh darah dan didegradasi terutama di hati serta di eksresi melalui ginjal. Epinefrin digunakan pada kasus kasus henti jantung, syok, perdarahan, asma bronkial dan hindari penggunaan epinefrin pada dilatasi jantung, insufisiensi koroner, kerusakan otak organik, glaukoma sudut tertutup. Efek samping dari penggunaan epinefrin dapat mengenai beberapa organ. Pada sistem kardiovaskuler dapat terjadi angina, aritmia, flushing, hipertensi, peningkatan kebutuhan oksigen, pallor, palpitasi, arrest, takikardi, vasokontriksi, ektopik ventrikuler. Pada sistem saraf pusat terjadi anxietas, pusing, sakit kepala, insomnia. Pada gastrointestinal tenggorokan kering, mual, muntah, xerostomia. Pada genitourinari terjadi retensi urin akut pada pasien dengan gangguan aliran kandung kemih. Pada kehamilan epinefrin termasuk pregnensi kategori C. Dosis penggunaan tergantung pada masing masing indikasi. Pada dewasa untuk henti jantung menggunakan epinefrin 1 mg IV diulang tiap 5 menit selama RJP dilakukan, untuk syok anafilaksis diberikan 0,3-0,5 mg SK/IM, dapat diulang tiap 10-15 menit bila perlu. Untuk asma dengan dosis yang sama tiap 20 menit hingga 4 jam. Pada kasus syok berat, harus digunakan rute IV. Dosis 0,1 0,25 IV (diencerkan 1:10.000) diberikan pelan dalam waktu 10-15 menit, dan diikuti pemberian infus 1 4 mcg/ menit. Absorpsi melalui oral buruk dan tidak dapat mencapai dosis terapeutik karena dirusak enzim MAO & COMT di usus dan hati. Onset absorpsi SC 5 10 menit, inhalasi 1 menit, IV langsung. Metabolisme epinefrin oleh MAO & COMT di neuron adrenergik serta ekskresinya melalui urin. (2-4)

Sulfas Atropin
Penghambat reseptor muskarinik atau anti muskarinik dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu alkaloid antimuskarinik (atropin dan skopolamin), derivat semisintetisnya, dan derivat sintetis. Sintesis dilakukan dengan maksud mendapatkan obat dengan efek khusus terhadap gangguan tertentu dan efek samping yang lebih ringan. Kelompok obat ini bekerja pada reseptor muskarinik dengan afinitas berbeda untuk berbagai subtipe reseptor muskarinik. Oleh karena itu saat ini terdapat antimuskarinik yang digunakan untuk mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya, 6

antispasmodik, penggunaan lokalny misalnya pada mata sebagai midriatikum, untuk lambung dan saluran cerna dapat menghambat dan menurunkan motilitasnya, untuk memperoleh efek sentral misalnya digunakan sebagai obat parkinson, juga sebagai bronkodilatasi. Atropin (campuran dan l-hiosiamin) terutama ditemukan pada Atropa belladonna dan Datura stramonium, merupakan ester organik dari asam tropat dengan tropanol atau skopin (basa organik). Walaupun selektif menghambat reseptor muskarinik, pada dosis sangat besar atropine memperlihatkan efek penghambatan juga di ganglion otonom dan otot rangka yang reseptornya nikotinik. Sulfas atropin biasanya digunakan pada kasus kasus bradikardi / CPR, pramedikasi, reversi dari blokade neuromuskuler, terapi tambahan pada pengobatan bronkospasme dan tukak lambung. Sulfas atropin secara kompetitif mengantagonis aksi asetilkolin pada reseptor muskarinik. Menrunkan sekresi saliva, bronkus, lambung, dan merelaksasi otot polos bronkus. Tonus dan motilitas gastrointestinal berkurang. Tekanan sfingter esofagus bagian bawah berkurang, dan tekanan intraokuler mengingkat. Dalam dosis yang digunakan untuk pramedikasi, peningkatan TIO ini secara klinis tidak bermakna. Dosis yang besar dapat meningkatkan suhu tubuh dengan mencegah sekresi keringat. Blokade vagus perifer dari sinus dan nodus AV meningkatkan nadi. Penurunan sementara dari nadi pada dosis yang kecil disebabkan dari efek agonis kolinergik muskarinik perifer yang lemah. Atropin merupakan suatu amin tersier dan karena itu melintasi sawar darah otak. Pada dosis yang tinggi merangsang dan kemudian mendepresi medula dan pusat otak yang lebih tinggi.2 Onset jika diberikan IV 45 60 detik, intratekal 10 20 detik, IM 5 40 menit, PO 30 menit 2 jam, inhalasi 3 5 menit dengan efek puncak IV 2 menit, inhalasi 1 2 jam. Atropin mencapai puncak pada pemberian IV 2 menit, inhalasai 1 2 jam. Metabolismenya oleh hati, dan ekskresinya kebanyakan melalui urin. Dosis yang digunakan secara klinis berbeda beda tergantung indikasinya. Buat bradikardi / CRP devasa IV 0,5 mg, diulang tiap 3 5 menit sesuai indikasi dengan dosis maksimumnya 40 mcg/kg, untuk anak anak IV/IM/SK 10 20 mcg/kg. premedikasi dewasa IV/IM/SK 0,4 0,6 mg, PO 0,4 0,6 mg tiap 4 6 jam, untuk anak anak < 5 kg 0,02mg/kgbb, > 5 kg 0,01 0,02 mg/kgbb dengan dosis maksimal 0,4 mg. Untuk reversi blokade neuromuskuler IV 0,015 mg/kg dengan antikolinesterase neostigmin IV 0,02 mg /kg atau edrofonium IV 0,5 1 mg/kg. untuk bronkodilatasi dengan inhalasi dewasa 0,021mg/kg setiap 6 8 jam dan anak anak 0,05 mg/kg setiap 6 8 jam dengan dosis maksimum 2,5mg/dosis. 3

Ephedrin
7

Efedrin adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan yang disebut efedra atau ma huang yang merupakan herbal dari Cina selama 2000 tahun. Di Cina digunakan untuk obat pelangsing, obat penyegar atau pelega napas. Pada tahun 1924 efedrin pertama kali dikenal dunia kedokteran moderen sebagai obat simpatomimetik pertama yang dapat dikonmusmsi secara oral. Karena efedrin adalah suatu non-katekolamin maka efedrin memiliki bioavailabilitas yang tinggi dan secara relative memiliki durasi kerja yang lama.5 Kemampuan efedrin megaktivasi reseptor mungkin bermanfaat pada pengobatan awal asma. Karena efeknya yang mencapai susunan saraf pusat maka efedrin adalah suatu perangsang SSP ringan. Pseudoefedrin yang merupakan suatu dari empat turunan efedrin, telah tersedia secara luas sebagai campuran dalam obat dekongestan. Meskipun demikian penggunaan efedrin sebagai bahan baku methamfetamin menyebabkan penjualnya telah dibatasi.6 Efedrin mempengaruhi sistem saraf adrenergik secara langsung maupun tidak langsung yang bekerja pada reseptor alfa dan beta adrenergik, yang tidak langsung dengan melepaskan noreprinefrin atau epinefrin dari vesikel sistem adrenergik. Pengaruh pada reseptor beda adrenergik berefek inotropik dan kronotropik positif, secara vasodilatasi pembuluh darah otot lurik. Pengaruh reseptor alfa adrenergik menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah mukosa, kulit, splanknik dan ginjal. Absorpsi efedrin melalui saluran cerna baik, efeknya setelah 2 jam. Biotransformasi terjadi dalam hati dan pengaruh MAO dan MOMT, dalam 60 70% diekskresikan dengan urin daalam bentuk utuh, dengan masa paruh 2,5 3,6 jam. Onset IV langsung, IM 10 20 menit dan durasinya 3 6 jam (PO), 60 menit (IV/SC).7 Indikasi penggunaan efedrin adalah untuk reaksi alergi terutama yang menyebabkan bronkospasme atau asma bronkial, meningkatkan tekanan aliran pembuluh darah, memperkuat kontraksi otot jantung, narcolepsy, depresi, myasthenia grafis (gangguan fungsi neuromuskuler yang disebabkan oleh adanya antibody terhadap reseptor asetikolin pada persambungan neuromuskuler). Dosis yang digunakan pada dewasa 25 50 mg IM/SC, 5 25 IV (boleh diulang tiap 5 10 menit) PRN maksimum 150mg/hari dan pada anak anak 2 3 mg/kgbb dengan potensi toksik pada anak < 6 tahun.8 Efek samping efedrin bisa terjadi seperti ansietas, gangguan kesadaran, sulit tidur, pusing, sakit kepala, mual muntah. Bisa juga terjadi gejala overdosis jia pemakaian melewati batas maksimum dosis, akan terjadi sianosis, iritabel, demam, takikardi, pupil dilatasi, pandangan kapur, opistotonus, spasme, pulmonari edem, koma, gagal napas, perubahan personalitas, hipertensi dengan anuri. Kontraindikasi pemakaian efedrin bila hipersensitif, wanita hamil dengan TD >130/80mmHg, digunakan dengan agen simpatomimetik lain.9

Dexametasone4,10,11
Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak; dan

mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ lain. Korteks adrenal berfungsi homeostatis, artinya penting bagi organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan lingkungan.4 Glukokortikoid ini memiliki fungsi yang sangat banyak meliputi: Meningkatkan sintesis surfaktan Kerja langsung pada sel hemostatik insulin dan glukagon Mengurangi inflamasi Meningkatkan efek obat-obatan adrenergik beta terhadap produksi APM-siklik, Menghambat mekanisme bronkokonstriktor. Menekan proliferasi limfosit melalui sitolisis langsung, Dll. Penggunaannya dosisnya tergantung indikasinya masing seperti penyakit radang atau inflamasi dengan dexametason IV/IM 0,75 0,9 mg/hari atau PO dengan dosis terbagi 2 4 x sehari. untuk edem serebri, 10 mg IV, kemudian 4 mg IM tiap 6 jam sampai ada perbaikan klinis dan dapat dikurangi setelah 2 4 hari. Untuk penanganan syok digunakan 1 6mg/kg IV dosis tunggal atau 40mg Iv diulang 2 6 jam PRN. Untuk alergi digunakan pada hari pertama 4 8 mg IM, hari selanjutnya dosis di turunkan setengah dosis tiap hari sampai hari ke 5 6. Bronkospasme dengan dosis inhalasi 30mcg/ semprotan m3. Onset IM/IV beberapa menit, efek puncak antinflamasi IV/IM 12 24 jam. Durasi IV/IM 36 54 jam.10 Dibidang obstetri dexametason terutama digunakan untuk pematangan paru dan produksi surfaktan pada paru fetus pada saat adanya tanda tanda akan terjadi kelahiran prematur. Dosis yang digunakan 12 mg dosis tunggal diusahakan sampai 5 hari. Pada dasarnya suatu derivat berfluorinasi dari perednisolon dengan efek anti-inflamasi poten 0,75mg setara dengan 20mg kortisol. Deksametason dapat mengurangi jumlah dan aktivitas dari sel radang, meningkatkan efek obat-obatan adrenergik beta terhadap produksi APM-siklik, menghambat mekanisme bronkokonstriktor. Untuk pemakaian jangka panjang dari dexametason terdapat efek samping superesi kelenjar adrenal, imunosupresi, diabetes melitus, perforasi GI, osteoporsis, chusing sindrom, dll. Pemberian

kortikosteroid juga merupakan kontraindikasi dari infeksi jamur, hipersensitif, malaria serebral, diberikan bersamaan dengan vaksin hidup.11

Jenis Obat Emergensi Obstetri MgSO4


Magnesium sulfat (MgSO4) adalah obat yang paling umum digunakan untuk pengobatan eklampsia dan profilaksis pada pasien dengan pre-eklampsia berat. Hal ini biasanya diberikan melalui IV (4-5g dicairkan dalam 250ml NS/D5W) lalu dilanjutkan maksimal 10g (10ml dari 50% larutan murni) terbagi diberikan IM tiap bokong. Efek klinis dan toksisitas MgSO4 dapat dihubungkan dengan konsentrasi dalam plasma. Konsentrasi 1,8 3,0 mmol/L telah disarankan untuk pengobatan kejang eklampsia. Dosis magnesium yang sebenarnya dan konsentrasi yang dibutuhkan untuk profilaksis belum pernah diperkirakan.12 Peringatan pertama adanya toksisitas pada ibu adalah hilangnya refleks patella pada konsentrasi plasma antara 3,5 dan 5 mmol/L. kelumpuhan pernapasan terjadi pada 5 sampai 6,5 mmol/L. Serangan jantung dapat terjadi ketika konsentrasi melebihi 12,5 mmol/L.13 Ketika terjadi intoksikasi MgSO4, segera hentikan pemakaian dan beri kalsium glukonas 10% 1g (10% dalam 10cc) diberikan intravena selama 3 menit. Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh pemberian magnesium sulfat adalah: Penurunan kontraksi uterus Hiporefleksia Gagal nafas Sirkulasi kolaps Kontraindikasi pemberian MgSO4 termasuk hipersensitif, kerusakan miokard, koma diabetikum, heart block, hipermagnesemi.14 MgSO4 bekerja dengan menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghabat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinap. Pada pemberian MgSO4, magnsesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibitor antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah akan menghambat
10

Hipotermi Hipotensi Dll.

kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai sekarang tetap menjadi pilihan utama untuk anti kejang pada eklampsia. MgSO4 pada sistem kardiovaskuler melambatkan impuls dari SA node dan

memperpanjang waktu konduksi, pada sistem sel mendorong pergerakan kalsium, kalium, dan natrium masuk atau keluar sel dan stabilitas membran eksitabel, pada gastrointestinal mendorong retensi osmotik dari cairan dalam kolon, mengakibatkan distensi dan peningkatan aktifitas peristaltik. Pemberian MgSO4 dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50% dari pemberiannya menimbulkan efek panas. Pemberian MgSO4 secara parenteral merupakan kontraindikasi pada pasien dengan blok jantung atau kerusakan miokard. Onset antikonvulsannya jika melalui IV akan langsung terlihat, IM 1 jam baru terlihat. Durasinya pada IV hanya 30min, IM 3-4 jam. Pada pembuluh darah 30% MgSO4 akan berikatan dengan protein, 1 2% terdistribusi ke ekstraseluler. Eliminasi MgSO4 akan diekskresikan melalui urin.15

Metildopa
Metildopa merupakan adrenolitik sentral. Merupakan pilihan utama untuk pengobatan hipertensi pada kehamilan karena terbukti aman untuk janin. Sasaran penggunaan obat ini adalah memperoleh tekanan darah diastolik 90 sampai 105 mmhg. Metildopa merupakan prodrug yang dalam SSP menggantikan kedudukan DOPA dalam sintesis, katekolamin dengan hasil akhir -metilorepinefrin. Diduga efek hipertensinya lebih disebebkan oleh stimulasi reseptor -2 di sentral sehingga mengurangi sinyal simpatis ke perifer. Metildopa menurunkan resistensi vaskular tanpa mempengaruhi frekuensi dan curah jantung. Onset 3-6 jam Efek maksimal dicapai setelah 6-8 jam setelah pemberian oral atau 4-6 jam pemberian IV. Hipotensi ortostatik jarang terjadi selama penggunaan obat ini. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal tidak dipengaruhi oleh metildopa. Pada pemakaian jangka panjang sering terjadi retensi air sehingga efek antihipertensinya semakin berkurang. Hal ini disebut toleransi semu. Dapat diatasi dengan pemberian diuretik.15 Efek samping yang sering ditimbulkan oleh obat ini adalah:

11

Sedasi Mulut kering Hipotensi postural

Pusing Sakit kepala

Dapat juga terjadi sindrom seperti lupus dengan pemebentukan antibodi antinukleus (ANA). Bila terjadi hemolisis segera hentikan penggunaan obat. Penghentian mendadak obat ini akan mengakibatkan fenomena rebound berupa peningkatan tekanan darah yang mendadak.16 Metildopa tidak boleh diberikan kepada pasien dengan penyakit hati aktif, hipersensitif, feokromositoma, dan tidak boleh diberikan bersama MAOIs. Termasuk pregnensi kategori B. Dosis efektif minimal adalah 2 x 125 mg perhari dan dosis maksimal 3 g perhari. Untuk hipertensi paska bedah sering diberkan secara IV dengan infus intermiten 250 sampai 1000 g tiap 6 jam.17

Oksitosin
Oksitosis adalah hormon alami yang menyebabkan uterus berkontraksi. Oksitosisn digunakan untuk menginduksi persalinan atau memperkuat kontraksi persalinan saat melahirkan, dan untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Oksitosis juga digunakan untuk merangsang kontraksi uterus pada wanita dengan keguguran tidak lengkap atau terancam.17 Stimulasi sensoris pada serviks, vagina dan payudara secara reflaks melepaskan hormon oksitosis dari hipofisis posterior. Sensitivitas uterus terhadap oksitosin meningkat bersamaan bertambahnya umur kehamilan. Pada kehamilan tua dan persalinan spontan, pemberian oksitosisn mengingkatkan kontraksi. Oksitosin merangsang frekuensi dan kekuatan otot polos uterus. Efek ini tergantung dari konsentrasi esterogen. Pada konsentrasi estrogen yang rendah, efek oksitosin terhadap uterus juga berkurang. Oksitosin dapat memulai atau meningkatkan ritme kontraksi uterus pada setiap saat, namun pada kehamilan muda diperlukan dosis tinggi. Pemberian infus oksitosin harus disertai pemantauan klinis yang serius. Karena pada dosis kecil saja sudah cukup efektif pada presalinan aterm.
12

Oksitosin juga meningkatkan produksi prostaglandin yang merangsang kontraksi uterus. Selain untuk merangsang kontraksi uterus, oksitosin juga berguna untuk proses ejeksi susu.18 Oksitosin memberikan hasil baik pada pemberian perenteral. Pemberian intranasal kurang efektif. Oksitosin diabsorbsi melalui mukosa mulut, sehingga memungkinkan untuk diabsorbsi melalui tablet hisap. Diduga bahwa sumber oksitosin adalah plasenta. Waktu paruh oksitosin sangat singkat, antara 3-5 menit dan durasinya IM 2-3 jam, IV 1 jam. Oksitosin tidak terikat oleh protein plasma dan dieliminasi oleh ginjal dan hati. Suntikan oksitosin berisi 10 unit USP/ml. Dapat diberikan melalui IM / IV. Satu unit USP oksitosin kira-kira setara dengan 2 mcg hormon murni. Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh oksitosin adalah: Denyut jantung yang tidak teratur Pendarahan yang berlebihan Kram otot Neonatal seizure Fetal death dll

setelah melahirkan Muntah-muntah hebat

Jangan diberikan pada KPD, malpresentasi, fetal distres , hipertonik uteri.19

Alkaloid Ergot
Alkaloid ergot yang Jamur ini menyintesis histamin, asetilkolin, tyramine, dan

produk biologis aktif lainnnya. Alkaloid memperngaruhi adrenoreseptor, reseptor dopamin, reseptor 5-HT, dan jenis reseptor mungkin lainnya. Alkaloid serupa dihasilkan oleh jamur parasit ke sejumlah lainnya seperti tanaman rumput. Konsumsi alkaloid ergot dalam biji-bijian yang terkontaminasi dapat ditelusuri kembali lebih dari 2000 tahun dari deskripsi wabah keracunan ergot (ergotism). Efek yang paling dramatis dari keracunan adalah demensia dengan halusinasi, muka kemerahan, vasospasme berkepanjangan yang dapat mengakibatkan gangeren, dan stimulasi otot polos rahim, yang pada kehamilan dapat menyebabkan aborsi (Pregnancy Category X). Dalam dosis yang sangat kecil, ergot dapat membangkitkan kontraksi berirama dan relaksasi rahim. Pada konsentrasi tinggi, obat ini menginduksi kontraksi kuat dan berkepanjangan. Ergonovine lebih selektif daripada alkaloid ergot lainnya dalam
13

memperngaruhi rahim dan merupakan agen pilihan dalam aplikasi obstetrik. Dosis yang digunakan biasanya 0,2mg IM boleh di ulang 2 4 jam, maksimal 5 dosis. Pemberian IV hanya untuk emergensi karena berpotensial hipertensi dan CVA (Cerebrovascular Accident). Dapat juga diberikan oral 0,2 0,4 mg tiap 6 - 12 jam jika perlu sampai 49 jam / bahaya atoni uteri teratasi. Onset 5 15 menit pada PO, 2 5 menit pada IM, dan langsung pada IV. Durasinya 3 jam pada PO, 3 jam pada IM, dan 45 min pada IV. Dimetabolisme di hati dan di eksresi pada urin dan feses. Efek toksik yang paling umum dari derivat ergot adalah diare, mual, aktivasi pusat muntah. Sebuah efek toksik lebih berbahaya dari overdosis dengan agen seperti ergotamine dan ergonovine adalah vasospasme berkepanjangan. Seperti dijelaskan di atas, ini tanda stimulasi otot pembuluh darah halus dapat menyebabkan gangren dan memerlukan amputasi. Infark usus juga telah dilaporkan dan mungkin memerlukan reseksi. Jangan diberikan pada pasien yang mengalami hipertensi, keracunan, hamil, hipersensitif, atau penggunaan jangka panjang dan saat menyusui.20

Prostaglandin
Didalam tubuh manusia terdapat banyak jenis prostaglandin dan tempat kerjanya berbeda-beda, serta saling megadakan dengan autakoid lain, neurotransmitter, hormon serta obat-obatan. Prostaglandin ditemukan ovarium, miometrium dan cairan menstrual yang berbeda beda selama siklus haid. Prostaglandin sudah dipastikan bersifat oksitoksik sehingga berinteraksi dengan oksitosin dan memperkuat efek oksitosin. Prostaglandin berfungsi dalam proses ovulasi dan luteolisis, serta mempengaruhi hormon lain seperti LH. Prostaglandin berperan penting dalam proses persalinan. Berbeda dengan oksitosin, prostaglandin dapat merangsang terjadinya persalinan pada setiap usia kehamilan.20 Efek samping pemberian prostaglandin sedikit lebih sering ditemukan daripada pemberian oksitosin. Efek samping dari pemberian prostaglandin adalah mual, muntah, diare, demam, nyeri perut. Prostaglandin kontraindikasi dengan PID, penyakit paru, asma, pendarahan vagina profuse.21 Selain digunakan pada proses persalinan, prostaglandin juga dapat digunakan sebagai obat untuk menterminasi kehamilan. Banyak penelitian di seluruh dunia telah menetapkan
14

bahwa pemberian prostaglandin efisien dalam menterminasi kehamilan. Obat-obatan yang digunakan untuk aborsi pertama dan trimester kedua dan untuk pematangan serviks sebelum aborsi. Prostaglandin ini tampaknya melunakan leher rahim dengan meningkatkan isi dari proteoglycan dan mengubah sifat biofisik dari kolagen. Dinoprostone, preparat sintetis PGF2, diberikan vagina untuk penggunaan oksitoksik. Di Amerika Serikat, telah disetujui untuk penggunaanya dalam aborsi pada trimester kedua kehamilan, untuk mola hidatidosa jinak, dan untuk pematangan leher rahim untuk induksi persalinan. Dosis yang digunakan untuk terminasi kehamilan adalah 20mg suppository intravaginal tiap 3 5 hari sampai aborsi. Carboprost trometamin(15-metil- PGF2) digunakan untuk menginduksi aborsi pada trimester kedua dan untuk mengontrol pendarahan postpartum yang tidak mampu diatasi melalui metode konvensional dari manajemen. Tingkat keberhasilan adalah sekitar 80%. Hal ini diberikan sebagai injeksi 250-mcg tunggal intramuskular, diulang jika perlu. Muntah dan diare terjadi umumnya, mungkin karena stimulasi otot gastrointestinal. Peningkatan suhu dapat terlihat disekitar seperdelapan dari pasien yang menggunakan obat ini.22 Prostaglandin mencapai puncak dalam plasma 30 45 menit. Onset 10 menit dan durasinya 2 3 jam dengan dinoprostone suppositoria intravaginal. Waktu paruhnya 2,5 5 menit. Di metabolisme dengan cepat pada paru, ginjal, limpa, dan jaringan lain dengan ekskresinya banyak di urin, sedikit di feses.

Obat obatan lain Antikonvulsan


Mencegah kejang pada saat hamil adalah cara terbaik mengatasi kejang pada kehamilan karena semua obat antikonvulsan memiliki efek teratogenik (pregnensi kategori D). Jika kejang tetap tidak dapat terkontrol, resiko harus diambil untuk menghentikan kejang dan harus melalui konseling terlebih dahulu terhadap keluarga pasien sebelum menggunakan agen yang teratogenik.23 Beberapa contoh obat dengan hubungan teratogeniknya: o Diazepam mengakibatkan resiko malformasi kongenital seperti bibir sumbing.
15

o Trimethadion berhubungan kuat dengan malformasi dan mental retardasi. o Asam valproat menyebabkan resiko tinggi spinabifida, prenatal tes untuk defek neural tube harus dilakukan pada pasien yang menggunakan agen ini saat hamil. o Carbamazepine memiliki resiko yang tinggi terhadap malformasi kraniofasial dan tungkai bawah minor dan keterlambatan perkembangan. o Phenytoin mengakibatkan fetal hydantoin sindrom termasuk anomali kraniofasial, deformitas tungkai bawah, gagal tumbuh, retardasi mental.

Kardiovaskuler o Adenosine digunakan untuk mengatasi SVT pada kehamilan o Verapamil sukses digunakan tetapi memiliki resiko hipotensi, bradikardi, atau asistol dengan fetal efek sekunder. o Heparin digunakan untuk pasien hamil dengan resiko trombosis intravaskuler. Heparin aman jika dimonitor ketat dan heparin tidak menembus plasenta. o Warfarin kontraindikasi terhadap kehamilan karena tercatat baik memiliki efek teratogenik (pregnensi kategori X).

KESIMPULAN
Obat-obat emergency sangat diperlukan untuk mengatasi kondisi-kondisi gawat darurat. Obat-obat ini menghasilkan efek life saving pada kondisi dimana tindakan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan. Obat-obata ini harus tersedia di rumah sakit, puskesmas, serta klinik. Obat-obatan tersebut harus ditempatkan pada tempat yang mudah dijangkau oleh petugas medis. Petugas medis juga diharapkan tahu obat apa saja yang harus diberikan serta tahu kapan obat tersebut harus diberikan. Emergensi dalam bidang obstetrik ada dua nyawa yang terancam. Walaupun nyawa pasien telah terselamatkan, obat obatan yang kita berikan tidak lepas dari resiko yang akan diterima oleh pasien, maka dari itu setidaknya sebagai dokter kita dapat menjelaskan resiko tersebut walau tak bisa dihindari.

Daftar Pustaka
16

1. Angka kematian ibu, bayi, dan Balita Indonesia. Available from :


http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/12345678/17198/5/chapter%20I.pdf. Diunduh pada tanggal 22 Desember 2013.

2. Abu-Laban,R.B, Prehospital Care, in: Tintinalli, J.E, Kelen, G.D, Stapcznski, J.S, Emergency
Medicine A Comprehensive Study Guide, 6th edition. London: The McGraw Hill Companies, Inc, 2008, 10-13.

3. Anonim, Infrormatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta: Depkes RI, 2000: 128 131, 153. 4. Dollery, C, Therapeutic Drugs, 2nd Edition, D80-D82. London: Churchil Livingstone, 2006;
198 201.

5. Obat-obat emergensi. Available from:


http://dinkes.tasikmalayakota.go.id/index.php/pencarian.html?searchword=efedrin&ordering= newest&searchphrase=all. Diunduh pada tanggal 26 Desember 2013.

6. Farmakologi efedrin. Available from: http://www.drugs.com./cdi/ephedrine_capsule.html.


Diunduh pada tanggal 26 Desember 2013.

7. Emergency drug. Available from: http://www.drugs.com./cdi/ephedrine.html. Diunduh pada


tanggal 26 Desember 2013.

8. Efedrine. Available from: http://www.medicinenet.com/ephedrine-injectable/article.htm.


Diunduh pada tanggal 26 Desember 2013.

9. Efedrine. Available from:


http://www.medscape.com/druginfo/dosage?=89400&drugname=Ephedrine+Sulfate+Inj&mo notype=default. Diunduh pada tanggal 26 Desember 2013.

10. Ikawati, Zulies., Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernafasan, Yogyakarta: Pustaka Adipura,
2007.

11. Grgi G, Fatusi Z, Bogdanovi G., Stimulation of fetal lung maturation with dexamethasone
in unexpected premature labor. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15022581. Diunduh tanggal 22 Desember 2013.

12. Magnesium sulfate in eclamsia and pre-eclamsia: pharmacokinetic principles. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10803454. Diunduh pada tanggal 22 Desember 2013.

13. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka: 2008 14. Magnesium Sulfate (MgSO4), Medscape. Available from:
http://reference.medscape.com/drug/mgso4-magnesium-sulfate-344444#4. Diunduh pada tanggal 22 Desember 2013.

15. Chestnut, David. Obstetric Anesthesia: Principle and Practice. Elsevier. 2004 available from:
http://ebookee.org/Obstetric-Anesthesia-principles-andPractice-by-David-HChestnut_710038.html. Diunduh pada tanggal 22 Desember 2013.

17

16. Metyldopa, Medscape. Available from: http://reference.medscape.com/drug/aldometmethyldopa-342385. diunduh pada tanggal 22 Desember 2013.

17. Departemen Farmakologi dan terapeutik FKUI, Farmakologi dan terapi. Jakarta: Penerbit
Gaya Baru, 2007

18. Postpartum Hemorrhage in Emergency Medicine Treatment & Management, Medscape.


Available from: http://emedicine.medscape.com/article/796785-treatment. Diunduh pada tanggal 22 Desember 2013.

19. Oxytocin. Available from: http://www.drugs.com/mtm/oxytocin.html. Diunduh pada tanggal


22 Desember 2013.

20. Katzung, B, dkk. Basic and clinical pharmacology. Singapore: McGraw-hill. 2007 21. Prostaglandins in obstetrics. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc1504222/?page=1. Diunduh pada tanggal 22 Desember 2013.

22. Elective Abortion Medication, Medscape. Available from:


http://emedicine.medscape.com/article/252560-medication#showall. Diunduh tanggal 22 Desember 2013.

23. Swartz, Principle and Practice of Emergency Medicine 4th, Chapter 56 Obstetric Emergency,
Medication Use in Pregnancy. Diunduh tanggal 22 Desember 2013.

18

Anda mungkin juga menyukai