Anda di halaman 1dari 11

DISLOKASI

Disusun oleh : Herningtias R Baiq Ulfa Lailiana Lutfi Isnaini Chasanah Arifia Purwanti Rian Adhitia P J 210100019 J 2101000 J 210100021 J 210100045 J 210100025

KEPERAWATAN S1 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

A. PENGERTIAN

Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner & Suddarth). Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif, dkk. 2000). Dislokasi adalah patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang di sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah,) Jadi, dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).

B.ETIOLOGI Dislokasi disebabkan oleh 1. Cedera olahraga Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olahraga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain. 2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi. 3. Terjatuh Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin 4. Patologis : terjadinya tear ligament dan kapsul articuler yang merupakan . kompenen vital penghubung tulang.

C. MANIFESTASI KLINIK 1. Deformitas pada persendiaan Kalau sebuah tulang diraba secara sering akan terdapat suatu celah.2. Gangguan gerakan 2. Otot-otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang tersebut. 3. Pembengkakan Pembengkakan ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat menutupi deformitas. 4. Rasa nyeri sering terdapat pada dislokasi

Sendi bahu, sendi siku, metakarpal phalangeal dan sendi pangkal paha servikal. 5. Kekakuan.

D. PATOFISIOLOGI Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan. Humerus terdorong kedepan, merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi. Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur. Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ; lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi da bawah karakoid). Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

E. KLASIFIKASI Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Dislokasi congenital Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan. 2. Dislokasi patologik Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang. 3. Dislokasi traumatic Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi : a. Dislokasi Akut Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi. b. Dislokasi Kronik

c. Dislokasi Berulang Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint. Berdasarkan tempat terjadinya : 1. Dislokasi Sendi Rahang Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena : a. Menguap atau terlalu lebar. b. Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali. 2. Dislokasi Sendi Bahu Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di anterior dan medial glenoid (dislokasi anterior), di posterior (dislokasi posterior), dan di bawah glenoid (dislokasi inferior). 3. Dislokasi Sendi Siku Merupakan mekanisme cederanya biasanya jatuh pada tangan yg dapat menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan siku jelas berubah bentuk dengan kerusakan sambungan tonjolan-tonjolan tulang siku. 4. Dislokasi Sendi Jari Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke arah telapak tangan atau punggung tangan. 5. Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal dan Interphalangeal Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperekstensi-ekstensi persendian. 6. Dislokasi Panggul Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan atas acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan caput femur menembus acetabulum (dislokasi sentra). 7. Dislokasi Patella a. Paling sering terjadi ke arah lateral.

b. Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan ke arah medial pada sisi lateral patella sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan. c. Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah. F. KOMPLIKASI Dini 1. Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut. 2. Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak. 3. Fraktur disloksi. Komplikasi lanjut 1. Kekakuan sendi bahu : Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi. 2. Dislokasi yang berulang : terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid 3. Kelemahan otot. G. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK Dengan cara pemeriksaan Sinar-X (pemeriksaan X-Rays) pada bagian anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antara kaput humerus dan fossa glenoid, kaput biasanya terletak di bawah dan medial terhadap terhadap mangkuk sendi serta Radiologi (CT Scan). H. PENATALAKSANAAN 1. Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat. rotasi

2. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi. 3. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi, harus 3-4x sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi. 4. Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan. I. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian a. Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis. b. Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari disklokasi yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit. c. Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi, serta penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan klien dan menghambat proses penyembuhan. d. Pemeriksaan Fisik Pada penderita Dislokasi pemeriksan fisik yang diutamakan adalah nyeri, deformitas, fungsiolesa misalnya: bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu.

2. Diagnosa Keperawatan a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan. b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi. c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. d. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.

e. Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh.

3. Intervensi Keperawatan Dx Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan. Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan rasa nyeri teratasi, dengan kriteria hasil : - Klien tampak tidak meringis lagi. - Klien tampak rileks. - Kaji skala nyeri.

1). Berikan posisi relaks pada pasien. R/ Mengetahui intensitas nyeri. 2). Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi. R/ Posisi relaksasi pada pasien dapat mengalihkan focus pikiran pasien pada nyeri. Tehnik relaksasi dan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri. 3). Berikan lingkungan yang nyaman, dan aktifitas hiburan. R/ Meningkatkan relaksasi pasien 4). Kolaborasi pemberian analgesik. R/ Analgesik mengurangi nyeri

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi. Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan gangguan mobilitas fisik klien teratasi, dengan kriteria hasil : - Klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari). - Klien menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal. 1). Kaji tingkat mobilisasi pasien.

R/ Menunjukkan tingkat mobilisasi pasien dan menentukan intervensi selanjutnya 2). Berikan latihan ROM. R/ Memberikan latihan ROM kepada klien untuk mobilisasi. 3). Anjurkan penggunaan alat bantu jika diperlukan. R/ Alat bantu memperingan mobilisasi pasien. 4). Monitor tonus otot. R/ Agar mendapatkan data yang akurat. 5). Membantu pasien untuk imobilisasi baik dari perawat maupun keluarga. R/ Dapat membantu pasien untuk imobilisasi. b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi, dengan kriteria hasil : Klien menunjukkan peningkatan atau mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal. - Tidak mengalami tanda mal nutrisi. - Klien menunjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai.

1). Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai. R/ Mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi. 2). Observasi dan catat masukkan makanan pasien. R/ Mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan. 3). Timbang berat badan setiap hari. R/ Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi. 4). Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan. R/ Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster. 5). Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan.

R/ Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ. 6). Berikan dan bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka. R/ Meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. 7). Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet. R/ Membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual. 8). Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan laboraturium. 9). Kolaborasi; berikan obat sesuai indikasi. R/ Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi. c. Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan pasien teratasi, dengan kriteria hasil : - Klien tampak rileks. - Klien tidak tampak bertanya-tanya. 1). Kaji tingakat ansietas klien. R/ Mengetahui tingakat kecemasan pasien dan menentukan intervensi selanjutnya 2). Bantu pasien mengungkapkan rasa cemas atau takutnya. R/ Mengali pengetahuan dari pasien dan mengurangi kecemasan pasien 3). Kaji pengetahuan pasien tentang prosedur yang akan dijalaninya. R/ Agar perawat mengetahui seberapa tingkat pengetahuan pasien dengan R/ penyakitnya. 4). Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani pasien... R/ Agar pasien mengerti tentang penyakitnya dan tidak cemas lagi.

d. Gangguan body image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh. Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan gangguan body image teratasi. 1). Kaji konsep diri pasien. R/ Dapat mengetahui pasien 2). Kembangkan BHSP dengan pasien.

R/ Menjalin saling percaya pada pasien 3). Bantu pasien mengungkapkan masalahnya R/ Menjadi tempat bertanya pasien untuk mengungkapkan masalahnya. Mengetahui masalah pasien dan dapat memecahkannya. 4). Bantu pasien mengatasi masalahnya. .

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2000. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC. Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC Brunner, Suddarth,. 2001. Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 3. EGC : Jakarta Doenges, Marilynn E, dkk, 2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai