Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Rekayasa genetika merupakan salah satu ilmu terapan dalam merekayasa materi genetik untuk kepentingan manusia. Rekayasa genetika sudah digunakan dalam berbagai bidang kehidupan yaitu bidang kedokteran dan farmasi, ilmu pangan, kedokteran hewan, pertanian (termasuk peternakan dan perikanan), serta teknik lingkungan juga telah melibatkan ilmu ini untuk mengembangkan bidang masing-masing. Rekayasa genetika sendiri merupakan teknik untuk memodifikasi DNA (sebagai substansi kimiawi dalam kromosom yang bertanggung jawab atas pewarisan sifat) untuk menghasilkan produkproduk baru yang memiliki kombinas sifat yang diinginkan (Chang 2009). Teknik yang digunakan dalam merekayasa suatu DNA adalah DNA rekombinan. DNA rekombinan adalah penyambungan molekul DNA yang satu dengan molekul DNA yang lainnya. DNA rekombinan merupakan gabungan antara DNA vektor dan DNA asing yang merupakan gen target. Gen yang terdapat di dalam DNA asing dimasukkan dalam suatu DNA vektor atau biasa disebut DNA plasmid (Brown 2010). Plasmid merupakan DNA ekstrakromosomal yang berbeda karakternya dengan DNA kromosomal. Plasmid berupa DNA sirkuler yang terdapat di sitoplasma, beruntai ganda serta mampu secara independen bereplikasi. Di dalam satu sel, dapat ditemukan lebih dari satu plasmid dengan ukuran yang sangat bervariasi namun semua plasmid tidak mengkodekan fungsi yang penting untuk pertumbuhan sel tersebut (Royston 1972). Umumnya, plasmid mengkodekan gen-gen yang diperlukan agar dapat bertahan pada keadaan yang kurang menguntungkan sehingga bila lingkungan kembali normal, DNA plasmid dapat dibuang (Royston 1972). Plasmid biasanya digunakan dalam teknologi DNA rekombinan menggunakan E. coli sebagai host, sehingga dalam rekayasa genetika plasmid sering digunakan sebagai vektor untuk membawa molekul DNA yang diinginkan ke dalam suatu sel inang. Penggunaan plasmid dalam DNA rekombinan dilakukan karena plasmid memiliki tiga region yang berperan penting untuk DNA kloning, yaitu, replication origin, marker yang memungkinkan adanya seleksi (biasanya gen resisten antibiotik) dan region yang mampu disisipi oleh fragmen DNA dari luar. Salah satu karakteristik plasmid, yaitu memiliki titik ORI (Origin of replication). Inti dari isolasi plasmid bakteri adalah menghancurkan membran sel sehingga semua organel sel dapat keluar (Jusuf 2001). Pada praktikum ini, DNA plasmid diisolasi dari bakteri Eschericia coli XL1 blue yang mengandung plasmid pMAT yang sudah disisipi gen AtHKT1 yang merupakan gen yang tahan terhadap kondisi lingkungan yang kering. Keberadaan plasmid merupakan hal terpenting dalam teknik DNA rekombinan. Keberhasilan suatu teknik DNA rekombinan tergantung dari hasil mengisolasi dan memurnikan DNA plasmid dari bakteri atau yeast. Pemurnian DNA plasmid dilakukan untuk menghilangkan berbagai pengotor-pengotor yang berasal dari bagian sel yaitu dinding sel dan beberapa protein (Sambrook & Russell 2006). Melalui praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat

memahami teknik isolasi DNA plasmid dan mampu mendapatkan hasil isolasi DNA yang maksimal.

1.2 Tujuan Agar mahasiswa dapat memahami teknik atau cara mengisolasi DNA plasmid dari bakteri Escherichia coli XL1 Blue, juga dapat memahami teknik elektroforesis dan PCR.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Deoxyribonucleic acid (DNA) Deoxyribonucleic acid (DNA) merupakan senyawa kimia yang paling penting dalam makhluk hidup. DNA merupakan senyawa yang mengandung informasi genetik makhluk hidup dari satu generasi ke generasi selanjutnya (Suryo 2004: 57). Keseluruhan DNA dalam suatu sel akan membentuk genom. Genom meliputi bagian gen yang fungsional maupun nonfungsional dalam sel organisme. DNA genom meliputi gen dan intergen (Campbell dkk, 2004: 221). DNA organisme prokariot dan eukariot mempunyai perbedaan bentuk. Organisme prokariot memiliki DNA berbentuk sirkular, sedangkan organisme eukariotik mempunyai DNA berbentuk linier. DNA eukariot terletak dalam inti sel, sedangkan DNA prokariot terletak dalam sitoplasma (Jusuf 2001:7). DNA eukariot tidak hanya dijumpai pada nukleus, tetapi dapat ditemukan pada mitokondria dan kloroplas. DNA yang diisolasi dari kloroplas menunjukkan sifat berbentuk sirkular, terdiri dari untai ganda, replikasi semikonservatif, dan bebas dari protein histon. DNA kloroplas penting dalam proses fotosintesis (Raven & Johnson 2002: 94). DNA juga dijumpai pada organisme prokariotik. DNA prokariot mempunyai DNA ekstranuklear yang dinamakan plasmid. Plasmid merupakan DNA yang tidak terlalu esensial bagi fungsi kehidupan bakteri, tetapi penting dalam pengaturan siklus hidup dan pertumbuhan dalam lokasi hidupnya. Plasmid Kebanyakan plasmid adalah sirkular dan tersusun dari beberapa ribu pasangan basa. Plasmid mempunyai titik ori (origin of replication) sehingga mampu mereplikasi diri tanpa pengaturan dari DNA kromosom. Replikasi dimulai dari titik ori hingga semua plasmid tereplikasi (Pierce, 2005:203). Plasmid merupakan salah satu vektor pembawa molekul DNA di dalam proses rekayasa DNA melalui teknologi DNA rekombinan. Plasmid banyak sekali digunakan dalam pengklonan DNA, karena relatif mudah dalam penanganannya. Plasmid adalah molekul DNA utas ganda sirkuler (tidak berujung) yang berukuran kecil yang terdapat di dalam sitoplasma dan dapat melakukan replikasi secara autonom (Suharsono dan Widyastuti, 2006). Beberapa hal penting yang dapat menyebabkan plasmid dapat digunakan sebagai wahana (vektor) kloning, antara lain adalah : a). plasmid mempunyai ukuran molekul yang kecil sehingga DNAnya lebih mudah diisolasi dan dimanipulasi; b). DNAnya berbentuk sirkuler sehingga DNA akan lebih stabil selama diisolasi secara kimia; c). mempunyai titik ori (origin of replication) sehingga dapat memperbanyak diri (bereplikasi) di dalam sel inang secara otonomi; d). mempunyai jumlah kopi yang banyak (multiple copy) sehingga terdapat di dalam sel dalam jumlah banyak dan membuat DNA lebih mudah diamplifikasi; e). mempunyai penanda seleksi, yakni gen ketahanan terhadap antibiotik tertentu sehingga lebih memudahkan dalam mendeteksi plasmid yang membawa gen tertentu (Brock, et al., 1994). Secara garis besar isolasi plasmid terdiri dari tiga tahapan kegiatan, yaitu tahap kultivasi dan harvesting, tahap lisis dan tahap pemurnian DNA plasmid. Kultivasi yaitu

memberikam kesempatan bagi bakteri untuk memperbanyak diri sehingga pada saat pemanenan didapatkan plasmid dalam jumlah yang banyak. Lisis (pemecahan dinding sel), membran sel bakteri tersusun atas membran luar dan membran dalam, membran luar terdiri atas lipopolisakarida, protein, fosfolipid, lipoprotein, dan peptidoglikan sedangkan membran dalam tersusun atas membran fosfolipid bilayer yang juga terintegrasi protein di dalamnya (Saunders and Parkers, 1999). Secara kimia lisis dinding sel dapat dilakukan dengan menambahkan senyawa kimia seperti lisozim, EDTA (ethilendiamin tetraasetat), dan SDS (sodium dodesil sulfat). Dalam hal ini fungsi EDTA adalah sebagai perusak sel dengan cara mengikat magnesium. Ion ini berfungsi untuk mempertahankan integritas sel maupun mempertahankan aktivitas enzim nuklease yang merusak asam nukleat. Adapun SDS yang merupakan sejenis deterjen dapat digunakan untuk merusak membran sel. Ini semua menyebabkan sel menjadi lisis. Kotoran sel yang ditimbulkan akibat perusakan oleh EDTA dan SDS dibersihkan dengan cara sentrifugasi, sehingga yang tertinggal hanya molekul nukleotida (DNA dan RNA). Untuk menghilangkan protein dari larutan, digunakan phenol (mengikat protein dan sebagian kecil RNA) dan chloroform (membersihkan protein dan polisakarida dari larutan). Etanol berfungsi untuk memekatkan, memisahkan DNA dari larutan dan mengendapkan DNA (Muladno, 2002). Plasmid umumnya membawa satu atau sejumlah gen yang dapat berupa gen pembawa sifat resisten terhadap antibiotik dan penyandi enzim restriksi. Sebagian besar percobaan pengklonan menggunakan bakteri Escherichia coli (E.coli) sebagai inang sehingga vektor yang tersedia untuk bakteri ini jumlah dan ragamnya paling tinggi serta dapat digunakan untuk mengekspresikan gen asing dalam rangka memproduksi protein tertentu yang bernilai komersial dalam skala besar (Sartika, 2006). Escherichia coli Bakteri Escherichia coli merupakan salah satu mikroorganisme yang sangat bermanfaat dalam kloning karena memiliki karakteristik ideal sebagai sel inang bagi gen yang akan dikloning, antara lain mudah dimanipulasi, mampu tumbuh dengan cepat dalam medium kultur biasa, non-patogen, serta dapat ditransformasi DNA asing (Brock dkk, 1994: 295). Bakteri E.coli berbentuk batang dengan genom sekitar 4,5 juta bp, dapat tumbuh cepat dalam medium pengayaan, serta memiliki banyak strain yang telah dikarakterisasi (Davis dkk, 1994:47). Bakteri E.coli merupakan organisme yang paling banyak digunakan sebagai sel inang dalam penelitian kloning dan ekspresi, karena berbagai gen asing yang mengkode protein target dapat diterima dan diekspresikan dengan baik oleh E.coli (Sambrook & Russell, 2001:152). Elektroforesis Dalam kegiatan biologi molekuler, elektroforesis merupakan salah satu cara untuk memvisualisasikan keberadaan DNA, plasmid, dan produk PCR. DNA dapat dilihat secara langsung dan dapat ditentukan ukurannya berdasarkan migrasinya pada gel agarose maupun gel poliakrilamid. Migrasi DNA dalam gel disebut sebagai elektroforesis. Untuk dapat divisualisasikan, maka DNA yang terdapat di gel diwarnai dengan ethidium bromida (EtBr),

kemudian dilihat di atas sinar ultra violet. Ethidium bromida dapat menangkap sinar ultra violet sehingga pendaran sinar UV ini dapat terlihat. Ethidium mengikat molekul DNA, sehingga molekul DNA dapat terlihat ketika dilihat di atas sinar ultra violet. DNA merupakan molekul bermuatan negatif, sehingga bila diletakkan dalam medan listrik, DNA akan bermigrasi dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan migrasi ditentukan oleh : i) ukuran molekul DNA; ii) prosentase/kerapatan gel yang dilalui DNA; iii) arus listrik yang diberikan untuk memigrasikan molekul DNA. Semakin kecil ukurannya DNA akan semakin cepat migrasi DNA. Semakin rapat media yang digunakan, semakin tinggi prosentasenya, maka semakin lambat DNA bermigrasi. Semakin besar arus yang diberikan, maka semakin cepat DNA bermigrasi. Gel elektroforesis digunakan untuk memisahkan fragmen DNA berdasarkan ukurannya. Dimana jika sentrifugasi berarti memisahkan molekul menggunakan kekuatan gravitasi sementara gel elektroforesis berarti memisahkan molekul dengan menggunakan kekuatan elektrik. Gel elektroforesis mengambil keuntungan bahwa, sebagai asam organik, DNA bermuatan negatif. Ketika diletakkan di dalam medan listrik, molekul DNA menuju ke kutub positif (anoda) dan menjauhi kutub negatif (katoda). Sebelum dilakukan elektroforesis, suspensi DNA terlebih dahulu harus ditambahkan loading buffer (dye), yang berfungsi untuk i) menambah densitas, sehingga DNA akan selalu berada di dasar sumur; ii) pewarna untuk memudahkan meletakkan sampel DNA ke dalam sumur, iii) agar dapat bergerak ke arah anoda dengan laju yang dapat diperkirakan sehingga dapat digunakan sebagai tanda migrasi DNA. Pewarna yang biasa digunakan adalah bromophenol blue dan xylene cyanol. Selain itu, pembacaan pita DNA di dalam gel yang telah diwarnai dengan ethidium bromida di atas lampu UV yang dibandingkan dengan DNA standar juga sering dilakukan untuk menganalisis kuantitas jumlah DNA (Suharsono dan Widyastuti, 2006). Polymerase Chain Reaction (PCR) Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan teknik yang digunakan untuk mengamplifikasi sekuen asam nukleat menggunakan polimerisasi berulang dari sekuen DNA. Teknik ini disusun dan dipraktikkan oleh Kary B. Mullis pada pertengahan tahun 1985. Kesederhanaan dan tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi sekuen DNA yang diperoleh menyebabkan teknik ini semakin luas penggunaannya (Saiki et al. 1988). Teknik PCR yang ditemukan Kary B. Mullis menggunakan fragmen Klenow DNA Polimerase I E. coli untuk mensintesis sekuen DNA yang baru. Namun, enzim ini mempunyai keterbatasan, yaitu terdenaturasi pada suhu tinggi (suhu denaturasi utas ganda DNA) pada tahap pertama proses PCR, sehingga keaktifan enzim tersebut hilang saat proses pemanjangan (elongation). Oleh karena itu, enzim harus ditambahkan setiap tahap, setelah suhu untuk proses ekstensi diturunkan sampai 37 C. Hal ini membuat PCR berjalan lambat dan cenderung membuat kesalahan (Saiki et al. 1988). Tetapi pada saat ini telah digunakan Taq polimerase yang diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus yang tergolong Archea termofilik. Enzim ini bersifat tahan panas mengingat proses PCR yang melibatkan suhu tinggi sehingga aplikasi PCR pada saat ini menjadi lebih luas dan proses kerjanya menjadi lebih cepat.

Proses PCR memerlukan dua macam oligonukleotida (primer) yang masing-masing berhibridisasi dengan salah satu utas DNA yang akan diamplifikasi pada sisi yang berbeda dan keempat deoksinukleosida trifosfat (dNTP) dalam jumlah yang cukup, serta suatu DNA polimerase khusus yang tahan panas (Koolman & Rohmn 2005). Reaksi PCR merupakan sebuah siklus yang berlangsung dalam tiga tahapan. Siklus diawali dengan tahap denaturasi pada suhu tinggi (90-95C) yang mengakibatkan untai ganda DNA mengalami pemisahan menjadi untai tunggal. Tahap selanjutnya adalah penempelan primer (annealing) biasanya terjadi pada suhu 45-55C, primer akan melekat pada DNA cetakan sesuai dengan komplementasi basa nukleotidanya. Tahap yang terakhir yaitu pemanjangan nukleotida (elongation), pembentukan molekul DNA menggunakan molekul-molekul dNTP yang merupakan komponen dari cetakan pada suhu 70-75C (Innis et al. 1991). Tahap pertama, yaitu denaturasi utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal DNA dilakukan melalui pemanasan pada temperatur tertentu atau melalui pemberian bahan kimia. Temperatur yang biasa digunakan untuk tahapan denaturasi antara 93-96C atau hingga 98C jika polimerase ekstrim termostabil yang digunakan. Temperatur denaturasi tersebut dijaga selama 1-9 menit. Penjagaan temperatur dilakukan untuk meyakinkan bahwa DNA cetakan dan primer benar-benar terdenaturasi (ikatan hidrogen antara pasangan basa dari utas ganda DNA terputus sehingga DNA menjadi dua utas tunggal yang terpisah), DNA polimerase berperan dalam memasangkan setiap dNTP yang komplemen terhadap basa pada utas tunggal DNA setelah primer menempel pada utas tunggal DNA tersebut. Tahap denaturasi kemudian dilanjutkan dengan tahap penempelan primer. Temperatur reaksi pada tahap ini diturunkan sehingga primer dapat menempel pada utas tunggal DNA cetakan. Gerak Brown menyebabkan primer bergerak di sekeliling campuran reaksi dan ikatan-ikatan hidrogen DNA-DNA dibentuk serta dirusak secara konstan antara primer dan cetakan. Ikatan yang stabil hanya dibentuk pada saat sekuen primer komplemen dengan sekuen cetakan dan basa yang komplemen menempel dengan bantuan Taq polimerase sehingga sintesis DNA baru dimulai (Reece, 2004). Polimerasasi nukleotida yang komplementer dengan urutan nukleotida DNA cetakan terjadi pada tahap selanjutnya, yaitu tahap pemanjangan nukleotida. Reaksi polimerisasi dimulai dari ujung 5-fosfat dan berakhir pada ujung 3 gugus hidroksil (OH) (Newton 1995). Tahap pemanjangan nukleotida umumnya terjadi pada temperatur 72C karena pada temperatur tersebut Taq polimerase bekerja optimal untuk sintesis DNA. Tahap ini biasanya dipertahankan selama 2 menit untuk memberi kesempatan terjadinya sintesis DNA. Tahap elongasi akhir selama 5-15 menit setelah siklus terakhir selesai diperlukan untuk meyakinkan bahwa proses pemanjangan nukleotida telah berlangsung secara utuh (Innis et al. 1991).

BAB III METODE 3.1 Pelaksanaan Praktikum Hari, tanggal : Minggu-Selasa, 15-17 Desember 2013. Tempat : Laboratorium Imunologi, Universitas Mataram.

3.2 Alat dan Bahan Alat-alat : Gelas ukur Erlenmeyer Mikropipet Microwave Sentrifus Tabung effendorf PD kolom dan tabung penyimpan Lemari pendingin Sisir dan cetakan gel agarose Timbangan analitik Electroporator Gel doc Mesin PCR Bahan-bahan : Kultur Sel bakteri Buffer PD 1, 2 dan 3 Buffer W1 Wash buffer Elution buffer Agarose Gel agarose Buffer TAE Ethidium bromide Kertas parafilm Lodingdye DNA plasmid Well agarose master mix {2 x taq master mix (6,25 ml) + primer F (1,25 ml) + primer R (1,25 ml) + MgCl2 (0,25 ml) + DNA (1 ml) + water (5 ml)}

3.3 Prosedur Kerja A. Hari Pertama (Isolasi DNA Plasmid) 1. Transfer 1,5 ml kultur sel bakteri ke dalam tabung effendorf 1,5 ml. 2. Disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 1 menit. 3. Tambahkan kembali 1,5 sisa kultur sel bakteri ke dalam tabung effendorf (no. 1), lakukan langkah no. 2 lagi. 4. Tambahkan 200 l buffer PD 1 ke dalam tabung dan diresuspensi menggunakan mikropipet atau di vortex sampai endapan larut sempurna. 5. Tambahkan 200 l buffer PD 2 dan campur perlahan dengan cara membolak-balik tabung sebanyak 10 kali. Jangan divortex (mengakibatkan kerusakan DNA). 6. Letakkan dengan posisi tegak diatas meja dan biarkan pada suhu ruang selama 2 menit. 7. Tambahkan 200 l buffer PD 3 dan bolak-balik perlahan sebanyak 10 kali. 8. Sentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 3 menit. 9. Siapkan PD kolom bersama 2 ml tabung penyimpan. 10. Transfer supernatan dari tahap no. 8 kedalam PD kolom dan sentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 30 detik. 11. Buang supernatan, masukkan kembali kolom ke dalam tabung penyimpannya. 12. Tambahkan 400 l buffer W1 ke dalam PD kolom. 13. Sentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 30 detik, buang supernatan. 14. Tambahkan 600 l Wash buffer ke dalam PD kolom. 15. Sentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 30 detik, buang supernatan. 16. Sentrifugasi kembali PD kolom tersebut dengan kecepatan 13.000 rpm selama 3 menit, agar kolom benar-benar kering dari sisa buffer. 17. Transfer PD kolom ke tabung effendorf 1,5 ml. 18. Tambahkan 50 l Elution buffer tepat di tengah materi kolom (jangan sampai menyentuh materi kolom). 19. Letakkan dengan tegak di atas meja selama 2 menit sampai elution buffer di serap oleh materi kolom. 20. Sentrifugasi pada kecepatan 13.000 rpm selama 2 menit untuk mengelusi DNA. Setelah itu DNA disimpan selama semalam pada suhu -200C.

B. Hari Kedua (Elektroforesis dan PCR) Elektroforesis DNA Total Prosedur Pembuatan Gel Agarosa 1. Siapkan cetakan gel agarose beserta sisir sampel. 2. Timbang agarose sebanyak 0,5 gr dan masukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml. 3. Tambahkan 50 ml buffer TAE 1 kali. 4. Masukkan ke dalam microwave, set pada HIGH dan waktu selama 1,30 menit. 5. Keluarkan Erlenmeyer dari microwave menggunakan kertas (Erlenmeyer sangat panas).

6. 7. 8. 9.

Dinginkan Erlenmeyer pada air mengalir sampai hangat. Tambahkan ethidium bromide 0,1 % sebanyak 10 l. Goyang perlahan dan tuang pada cetakan yang telah disiapkan. Biarkan selama 15 menit agar gel membeku.

Running Sampel 1. Lepaskan gel dari cetakan dan masukkan ke dalam chamber elektroforesis. 2. Siapkan kertas parafilm di atas meja. 3. Ambil 1 l Lodingdye (pewarna sampel) dan letakkan di atas kertas parafilm. 4. Ambil 5 l DNA plasmid dan campurkan dengan loding dye menggunakan mikropipet. 5. Ambil campuran tersebut menggunakan mikropipet dan masukkan ke dalam well agarose gel. 6. Tutup chamber dan setting alat elektroforesis pada voltase 90 selama 15 menit. 7. Angkat gel dari chamber dan masukkan pada alat gel documentation untuk melihat hasil elektroforesis. 8. Jika isolasi berhasil, maka kan Nampak warna orange berpendar pada well sampel. PCR 1. Nyalakan alat PCR agar siap digunakan. 2. Setting program sesuai primer yang digunakan. 3. Siapkan tube PCR dalam kondisi dingin. 4. Siapkan bahan yang akan digunakan. 5. Buat master mix untuk PCR. 6. Masukkan tube yang berisi sampel ke mesin PCR. 7. Tunggu sampai reaksi berhenti. 8. Sampel di elektroforesis menggunakan gel agarosa 1,5 % dalam buffer TAE 1 kali. 9. Amati hasilnya menggunakan gel documentation.

BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan

Gambar 1. Hasil Elektroforesis DNA Plasmid Klp. 1,2,3, tanpa marker

Gambar 2. Hasil PCR DNA Plasmid Klp. 1,2,3, menggunakan marker

4.2 Pembahasan Secara umum, isolasi DNA plasmid akan menghasilkan DNA plasmid yang diinginkan. Isolasi DNA plasmid yang dilakukan dengan cara isolasi DNA plasmid pMAT yang terdapat di dalam Escherichia coli XL1 Blue. Isolasi tersebut dapat dilakukan berdasarkaan kit yang tersedia (pabrikan). Hasil yang diperoleh dapat diketahui dengan cara elektroforesis gel agarosa. Prinsip kerja elektroforesis adalah memisahkan molekul-mlekul bermuatan listrik berdasarkan atas ukuran (berat molekul) dan muatan listriknya. Khusus untuk DNA pemisahan dilakukan berdasarkan ukuran dan konformasi molekulnya dengan menggunakan gel, biasanya agarosa, poliakrilamid, atau campuran keduanya. DNA bermuatan listrik negatif sehingga akan berjalan menuju kutub positif (anoda) pada saat dirunning. Agarosa gel akan membentuk kerangka lubang-lubang yang kompleks untuk dilewati molekul DNA menuju elektroda positif. Makin kecil molekul DNA makin cepat migrasinya melewati gel, sebaliknya makin besar molekul makin lambat laju migrasinya melewati gel. Berat molekul suatu fragmen DNA dapat diperkirakan dengan melihat atau membandingkan laju migrasinya dengan laju migrasi fragmen-fragmen molekul DNA standar (marker) yang telah diketahui ukurannya. Berdasarkan hasil elektroforesis, dapat dilihat adanya pita-pita DNA plasmid hasil isolasi pada ketiga sumur gel agarosa (Gambar 1). Pada tahap elektroforesis ini

tidak digunakan marker. Tapi berdasarkan pengalaman isolasi sebelumnya sudah diyakini oleh laboran, bahwa ketiga pita DNA yang tampak pada gel agarosa pada posisi tersebut adalah DNA plasmid pMAT (berukuran 5000 bp) yang berhasil diisolasi dari bakteri E.coli XL1 Blue. Artinya DNA ektrakromosomal (plasmid) tersebut sudah terpisah dari DNA kromosomal bakteri dan molekul lainnya. Sehingga pada gel agarosa hanya pita-pita DNA plasmid pMAT saja yang tampak. Tahap berikutnya adalah mengamplifikasi sekuen asam nukleat menggunakan polimerisasi berulang dari sekuen DNA menggunakan mesin PCR. Proses PCR melibatkan beberapa tahap yaitu: (1) pra-denaturasi DNA templat; (2) denaturasi DNA templat; (3) penempelan primer pada templat (annealing); (4) pemanjangan primer (extension) dan (5) pemantapan (postextension). Tahap (2) sampai dengan (4) merupakan tahapan berulang (siklus), di mana pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah DNA. Pada proses PCR, dibuat master mix yang terdiri dari 2 x taq master mix (6,25 ml) + primer F (1,25 ml) + primer R (1,25 ml) + MgCl2 (0,25 ml) + DNA (1 ml) + water (5 ml) = 15 ml. Adapun urutan basa pada primer yang digunakan untuk gen AtHKT1 yaitu 5CCACATGGACAGAGTGGTGGCAAAAATA 3 dan 5 TTAGGAAGACGAGGGG TAAAGAATCC-3. Keberhasilan suatu proses PCR sangat tergantung dari primer yang digunakan. Di dalam proses PCR, primer berfungsi sebagai pembatas fragmen DNA target yang akan diamplifikasi dan sekaligus menyediakan gugus hidroksi (-OH) pada ujung 3 yang diperlukan untuk proses eksistensi DNA. Perancangan primer dapat dilakukan berdasarkan urutan DNA yang telah diketahui ataupun dari urutan protein yang dituju. Data urutan DNA atau protein bisa didapatkan dari database GenBank. Apabila urutan DNA maupun urutan protein yang dituju belum diketahui maka perancangan primer dapat didasarkan pada hasil analisis homologi dari urutan DNA atau protein yang telah diketahui mempunyai hubungan kekerabatan yang terdekat. Pada proses PCR, dengan menggunakan sepasang primer spesifik untuk gen AtHKT1 dan enzim DNA polimerase, maka akan teramplifikasi secara eksponensial untaian-untaian DNA baru. Hal ini dapat dilihat pada pita-pita DNA yang tampak pada sumur gel agarosa (Gambar 2). Pita-pita yang terletak di bagian bawah dan sejajar dengan marker merupakan DNA murni gen AtHKT1 yang berukuran 560 bp. Sedangkan pita-pita DNA yang terletak di bagian atas merupakan pita-pita DNA total (DNA plasmid) yang berukuran lebih besar. Tahap PCR pada praktikum ini tanpa menggunakan enzim restriksi.

BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum, mahasiswa/praktikan berhasil mengisolasi gen AtHKT1 yang tersisip dalam plasmid pMAT dari bakteri Escherichia coli XL1 blue yang dianalisis melalui teknik elektoforesis dan PCR.

DAFTAR PUSTAKA

Brock, T. D., Michael T. Madigan, john M. Martinko and Paker. 1994. Biology of microorganisms. Prentice Hall. Campbell, N.A., J.B. Reece, & L.G. Mitchell. 2004. Biologi 5th ed. Jakarta :Erlangga. Innis, MA., Gelfand, dan Sninsky. 1991. PCR Protocols. California: Cetus. Jusuf, M. 2001. Genetika I Strukturdan Ekspresi Gen. Jakarta: Sagung Seto. Koolman J., dan KH Roehm. 2005. Color Atlas of Biochemistry. Edisi ke-2. New York: Thieme. Muladno, 2002. Teknik Rekayasa Genetika. Pustaka Wirausaha Muda. Bogor. Newton, CR. 1995. PCR Essential Data Chichester : John Wiley&Sons. Reece, RJ. 2004. Analyses of Genes and Genomes. England: John Willey & Sons. Sambrook J, Russell DW. 2001. Molecular Cloning a Laboratory Manual. New York: Cold Spring Harbor Laboratory. Sartika D. 2006. Bioinformatika pada gen pembungaan: karakterisasi gen homolog pada Magnoliopsida dan Liliopsida. [tesis]. Bandung: Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung. Suharsono dan Widyastuti, U. 2006. Penuntun Praktikum Pelatihan Teknik Pengklonan Gen. Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi, IPB.

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI MOLEKULER


Isolasi gen AtHKT1 dari Plasmid pMAT pada Bakteri Escherichia coli XL1 Blue

OLEH : Nurul Hafazah G1A 010 005

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNUVERSITAS MATARAM 2014

Anda mungkin juga menyukai