Anda di halaman 1dari 9

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dalam hubungannya agama dan ilmu pengetahuan tidak dapat di pisahkan. Karena agama membutuhkan ilmu untuk beribadah sedangkan ilmu membutuhkan agama untuk memperkuat keyakinan terhadap apa yang di yakini benar. Filsafat merupakan hasil dari pemikiran manusia yang radikal, tajam, dan menukik terhadap setiap persoalan. Dalam mencari kebenaran pun hanya menggunakan akal semata, sehingga kebenarannya merupakan kebenaran rasionalitas yang tentunya bersifat relatif atau nisbi. Ilmu merupakan hasil dari penelitian yang dibuktikan dengan kegiatan ilmiah melalui tahap pengujian, pembuktian, dan penyesuaian degan fakta yang terjadi. Kebenarannya diperoleh melalui pandangan manusia terhadap realita, sehingga kebenarannta bersifat empiris dan masih relative atau nisbi. Sedangkan agama merupakan kebenaran yang diperoleh melalui wahyu (agama samawi) yang bersifat intuisi serta rohani. Kebenarannya pun bersifat mutlak atau hakiki. Permasalahan akan muncul jika antara perkembangan filsafat, ilmu, dan agama terdapat kesenjangan dan ketimpangan dalam praktek kehidupan manusia. Akibat yang akan terjadi bila antara filsafat, ilmu, dan agama tidak berjalan seirama dan seimbang Dalam proses perkembangannya ilmu pengetahuan. Agama islam mempunyai paradigma keilmuan mendasar yang berbeda dengan paradigma keilmuan barat maupun agama agama lainnya.

B. Rumusan masalah 1. Apa paradigma keilmuan dalam Islam ? 2. Apa saja hubungan ilmu pengetahuan dengan agama islam ? 3. Bagaimana proses pengembangan ilmu pengetahuan dalam islam?

C. Tujuan Pembahasan 1. Untuk mengetahui paradigma keilmuan dalam islam. 2. Untuk mengetahui hubungan ilmu pengetahuan dengan agama islam. 3. Untuk mengetahui proses pengembangan ilmu pengetahuan dalam agama Islam.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengetahuan dan Ilmu Ilmu dalam bahasa Arab, yakni ilm yang diartikan pengetahuan. Dalam filsafat, ilmu dan pengetahuan itu berbeda, pengetahuan bukan berarti ilmu, tetapi ilmu merupakan akumulasi pengetahuan, sebagaimana berbedanya antara science dan knowledge dalam bahasa inggris.1 Kedua hal tersebut (Pengetahuan & Ilmu) mempunyai perbedaan. Pengetahuan merupakan semua hal yang di diperoleh melalui indera manusia saja dan hanya berobyek pada hal yang tampak (empiris). Dalam pengetahuan ini tentunya mempunyai kebenaran yang berbeda-beda (relatif). Perbedaan tersebut dikarenakan masing-masing individu mempunyai selera, kepekaan indera, kapasitas serta kondisi kesehatan yang berbeda. Contohnya adalah ketika dua orang atau lebih sama-sama memakan satu mangkuk soto. Ketika di tanyakan dari masing-masing tentang rasa soto pastilah berbedabeda meskipun ada yang sama, ada yang mengatakan enak, gurih, pedas dan sebagainya. Disinilah letak kebenaran yang relatif. Sedangkan Ilmu merupakan produk yang memadukan indra dan akal manusia dengan melakukan research sehingga mendapatkan kebenaran yang rasional. Contohnya ialah seperti peradaban orang pada masa dulu yang mengetahui gerhana bulan dan mereka mempercayai bahwa ada raksasa yang memakan bulan tersebut. Hal tersebut masilah sangat tidak logis, karena setelah terjadi gerhana, bulan masih tetap muncul di hari hari berikutnya. Inilah paradigma lama yang tidak bertahan karena masa sekarang hal tersebut telah terpecahkan oleh research yang membuktikan bahwa bumi berada di antara bulan dan matahari sehingga bulan tidak mendapatkan pantulan cahaya matahari, dan hal tersebut logis serta empiris (rasional). Semua hal di atas merupakan sebagian dari penjelasan Prof. Dr. Moh. Soleh yang mengatakan bahwa manusia memiliki tiga pengetahuan yaitu
1

Beni Ahmad Saebani, Filsafat Ilmu (Bandung: Pustaka Setia, 2009) h. 35

Knowledge, Science, Filsafat, dan Suprarasional (mistik). Dalam tabel digambarkan seperti berikut.

PENGETAHUAN

OBYEK

Cara Memperoleh

POTENSI

Standard Kebenaran

Knowledge Science Filsafat Suprarasional

Empiris Empiris Abstrak Supra Abstrak

Mengindera Research Berfikir mendalam Riyadha

Indera Indera dan Akal Akal Hati

Relatif Logis dan Empiris (Rasional) Logis Iman

B. Ilmu Pengetahuan dan Agama Islam 1. Paradigma Keilmuan dalam Islam Bangunan sebuah teori ilmu pengetahuan sangat bergantung kepada paradigma ilmu pengetahuan itu sendiri. Secara etimologis, paradigma diartikan sebagai suatu model, teladan, dan ideal. Paradigma juga diartikan sebagai model dalam teori ilmu pengetahuan; dan kerangka berfikir.2 Pendapat Thomas Khun mengindikasikan bahwa paradigma tidak bersifat baku. Pembentukan paradigma melalui rangkaian proses dalam bentuk siklus: normal science anomali-revolusi - normal science (sains normal). Anomali diartikan sebagai kondisi ketidaknormalan atau penyimpangan, hingga kepercayaan terhadap paradigma normal science perlu dipertanyakan kembali kebenarannya. Bila paradigma tersebut tidak dapat bertahan maka akan lahir sains normal yang baru. Proses ini akan berulang terus - menerus.3 Dalam pandangan Islam, hasil pemikiran manusia berupa komitmen para ilmuwan yang merupakan sumber dari paradigma dalam keilmuan barat tersebut, semuanya berpangkal dari sumber tunggal, yakni pesan2 3

Jalaluddin, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 242 Ibid., h. 243

pesan Kitab Suci (Al-Quran). Setidaknya pendapat bahwa Al-Quran adalah kitab yang komplit, sempurna dan mencangkup segala-galanya ini didasarkan pada pernyataan pernyataan ayat Al-Quran itu sendiri, antara lain: Hari ini telah kusempurnakan bagimu agamamu. Kulengkapkan bagimu nikmat-Ku dan Aku ridha Islam itu menjadi agama bagimu (Al-Maidah [5]:3) Selanjutnya dalam ayat-ayat lain dinyatakan pula: Dan tidak ada binatang binatang yang ada di bumi ini dan burung burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalan kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan (Al-Anam [6]:38). Dan kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang Muslim (An-Nahl [16]:89). Ayat ayat ini memang dapat diartikan, bahwa Al-Quran adalah kitab yang sempurna isinya dalam arti suatu pun tidak dilupakan di dalamnya. Segala-galanya dijelaskan di dalamnya.4

2. Hubungan Ilmu Pengetahuan dengan Agama Islam Dalam paradigma keilmuan Islam yang diterangkan sebelumnya. Umat muslim pastilah berpegang teguh kepada Al-Quran yang menjadi paradigma keilmuannya. Sehingga penjelasan dari segala ilmu pastilah terdapat dalam Al-Quran. Hal itu berbeda dengan paradigma keilmuan Barat yang bersumber dari hasil pemikiran manusia berupa komitmen para ilmuwan. Menurut al-Quran, semua pengetahuan datang dari Allah. Adapun dalam pembagiannya terdapat dua pengetahuan menurut Islam: a) Pengetahuan yang diwahyukan Pengetahuan yang diwahyukan ini merupakan pengetahuan yang diterima. Pengetahuan ini diwahyukan hanya kepada orang yang

Ibid., h. 244

dipilih Allah SWT. Sehingga kebenaran pengetahuan yang diwahyukan ini bersifat Absolut.

b) Pengetahuan yang diperoleh Maksud diperoleh adalah dicari sendiri oleh manusia dengan menggunakan indera, akal dan hatinya. Pengetahuan ini kebenarannya tidak mutlak.5

Seperti diungkapkan oleh Mahmud Syaltud, bahwa sesungguhnya Tuhan tidak menurunkan Al-Quran untuk menjadi satu kitab yang menerangkan kepada manusia mengenai teori-teori ilmiah, problemproblem seni, serta aneka warna pengetahuan. Pemahaman ini bukan berarti Al-Quran sama sekali tidak ada hubungannya dengan ilmu pengetahuan. Setidaknya, menurut M. Quraish Shihab, ada sekian banyak kebenaran ilmiah yang dipaparkan oleh Al-Quran, tetapi tujuan pemaparan ayat ayat dimaksud adalah untuk menunjukkan kebesaran Tuhan dan ke-Esa-an-Nya. Selain itu juga untuk mendorong manusia agar memerhatikan, memikirkan serta mengadakan observasi dan penelitian kepada alam sekitarnya guna menguatkan iman dan kepercayaan kepadaNya.6 Salah satu sinyalmen Al-Quran yang terkait erat dengan masalah masalah keilmuan ini adalah: Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Quran itu adalah benar (Fuhshilat [41]: 53). Dalam konteks ini Tosihiko Izutsu secara jeli melihat hubungan dimaksud. Menurutnya tanda tanda (ayat) Allah dapat diklasifikasikan menjadi: 1) ayat yang bersifat verbal, yaitu Al-Quran dan 2) ayat yang non-verbal, yaitu alam semesta. Keduanya bersumber dari Dzat yang Esa, tidak mungkin bertentangan. Dalam pernyataan Izutsu
5 6

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), h. 11 - 12 Jalaluddin, op. cit., h. 246

menampilkan kesan keterkaitan dan hubungan antara Al-Quran dengan Sunnatullah (hukum hukum Allah yang dalam dunia keilmuan dikenal sebagai hukum alam).7

3. Analisa Proses Pengembangan Ilmu Pengetahuan dalam Agama Islam Paradigma keilmuan terkait erat dengan pembentukan sebuah tradisi keilmuan. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa paradigma keilmuan Barat dan paradigma keilmuan Islam itu berbeda. Jika paradigma keilmuan Barat bersumber dari hasil pemikiran manusia, lain halnya dengan paradigma keilmuan Islam yaitu paradigma al-Quran. Maka sudut pandang maupun proses pengembangan keilmuan dari keduanya pun berbeda. Dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan dalam agama Islam selalu mengedepankan al-Quran. Jika sebuah teori yang ditemukan bertentangan dengan al-Quran, maka umat Islam pastilah menolak dengan tegas. Karena memang kitab suci al-Quran adalah kitab yang mulia dan berasal dari Tuhan YME yaitu Allah SWT. Di sinilah keterkaitan paradigma yang mempengaruhi pembentukan tradisi keilmuan. Dalam dunia barat yang paradigmanya bersumber dari pemikiran manusia merupakan kebebasan manusia dalam berfikir. Bahkan harus murni dari apa yang mereka ketahui sendiri dan mereka rasakan sendiri sebagai ilmuwan, sehingga norma-norma agama harus dikesampingkan. Dalam pertentangan dari kedua hal di atas (paradigma al-Quran dan paradigma dari hasil pemikiran manusia), saya berasumsi bahwa Teori Darwin yang mengatakan manusia turunan kera tersebut merupakan kebebasan berfikir yang merupakan paradigma keilmuan barat. Sehingga melemahkan al-Quran dan karena teori tersebut al-Quran dipertanyakan kebenarannya.

Ibid., h. 246 - 247

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Pengetahuan merupakan sebuah hal yang hanya di dapat melalui mengindera sedangkan ilmu merupakan produk kedua setelah pengetahuan di proses dengan melakukan berbagai research yang menggunakan indera dan akal. Paradigma itu tidak baku apabila masih terdapat anomali dalam paradigma tersebut. Anomali di sini diartikan sebagai kondisi ketidaknormalan atau penyimpangan, hingga kepercayaan terhadap paradigma normal science perlu dipertanyakan kembali kebenarannya. Hubungannya ilmu pengetahuan dengan agama islam yaitu untuk mendorong umat muslim melakukan berbagai riset penelitian tentang kebenaran al-Quran dan menambah kekuatan iman akan apa yang di dapatkannya jika benar. Agama juga membutuhkan ilmu untuk menjalankan ibadahnya. Dalam proses pengembangan keilmuan dalam islam selalu bergantung pada al-Quran yang sekaligus di bantu oleh Hadist Nabi dan Rasul. Di mana hubungannya al-Quran berada di atas Hadist secara hiraris dan al-Quran berada di samping Hadist secara fungsional.

DAFTAR PUSTAKA

Saebani, Ahmad Beni. 2009. Filsafat Ilmu. Penerbit: Pustaka Setia. Bandung. Jalaluddin. 2013. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Penerbit: PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Tafsir Ahmad. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Penerbit: PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai