Anda di halaman 1dari 22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.

1 Definisi Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal disekitarnya. 3 2.2 Epidemiologi Diantara tumor ganas ginekologi kanker servix menduduki peringkat pertama dari 5 kanker terbanyak di Indonesia. Umur penderita antara 30-60 tahun, terbanyak antara 45-50 tahun. Periode laten dari kanker prainvasif menjadi invasif memerlukan waktu sekitar 10 tahun. Hanya 9% dari wanita berusia < 35 tahun yang menunjukan kanker serviks yang invasif saat di diagnosis, sedangkan 53% dari KIS terdapat pada wanita dibawah usia 35 tahun. Mempertimbangkan keterbatasan yang ada, kita sepakat secara nasional melacak (mendeteksi dini) setiap wanita sekali saja setelah melewati usia 30 tahun dan menyediakan sarana penanganannya, untuk berhenti sampai usia 60 tahun. Yang penting dalam pelacakan ini adalah cakupannya (coverage). Bahkan direncanakan melatih tenaga sukarelawati (dukun, ibuibu PKK) untuk mengenali bentuk portio yang mencurigakan untuk dapat di Pap smear oleh dokter atau bidan di Puskesmas atau Puskesling sebagaimana disarankan oleh WHO. 2 2.3 Etiologi Sebab langsung dari kanker serviks belum diketahui. Ada bukti kuat kejadiannya mempunyai berhubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, diantaranya yang terpenting jarang ditemukan pada orang belum menikah, insiden lebih tinggiterjadi pada mereka yang sudah menikah dari pada yang belum menikah, terutama pada gadis yang telah koitus pertama kali pada usia muda. Insiden meningkat dengan tingginya paritas, apalagi bila jarak persalinan terlampau dekat, mereka dengan sosial ekomi yang rendah,

akitivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan. Sering ditemukan pada wanita yang mengalami infeksi virus HPV. 2

2.4 Faktor Resiko Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim. Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia. 4 Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20 tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang wanita yang menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling rawan bila dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi terlalu rentan terhadap perubahan. 4 Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti pasangan. Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya penyakit
3

kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak sehingga tidak terkendali sehingga menjadi kanker. 4 Wanita yang merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping meropakan kokarsinogen infeksi virus. Nikotin, mempermudah semua selaput lendir sel-sel tubuh bereaksi atau menjadi terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paru-paru maupun serviks. Namun tidak diketahui dengan pasti berapa banyak jumlah nikotin yang dikonsumsi yang bisa menyebabkan kanker leher rahim. 4 Riwayat penyakit kelamin seperti kondiloma akuminata (kutil

kelamin). Wanita yang terkena penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena virus HPV, karena virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya kanker leher rahim sehingga wanita yang mempunyai riwayat penyakit kelamin berisiko terkena kanker serviks. 4 Paritas (jumlah kelahiran). Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang ada, seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim. 4 Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama. Penggunaan kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim 1,5-2,5 kali. 4

2.5 Patofisiologi Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai Squamo-Columnar Junction (SCJ). Histologik antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari porsio dengan epitel kuboid /silindris pendek selapis bersilia dari

endoserviks kanalis serviks. Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri eksternum, sedang pada wanita usia>35 tahun SCJ berada di dalam kanalis servikalis. Pada awal perkembangannya kanker serviks tidak memberi tanda dan keluhan. Pada pemeriksaan dengan spekulum tampak sebagai porsio yang erosif (metaplasi skuamosa) yang fisiologik atau patologik. 2 Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks; epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian ini disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Akibat proses metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 lapisan skuamo kolumnar, yaitu lapisan skuamo kolumnar asli dan lapisan skuamo kolumnar baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar. Daerah di antaranya ini disebut daerah transformasi. Masuknya mutagen atau bahan-bahan yang dapat mengubah perangai sel secara genetik pada saat fase aktif metaplasia dapat menimbulkan sel-sel yang berpotensi ganas. Perubahan ini biasanya terjadi di daerah transformasi. Mutagen tersebut berasal dari agen-agen yang ditularkan secara hubungan seksual dan diduga bahwa HPV memegang peranan penting. Sel yang mengalami mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia. Perbedaan derajat displasia didasarkan atas tebal epitel yang mengalami kelainan dan berat ringannya kelainan pada sel. Sedangkan karsinoma in-situ adalah gangguan maturasi epitel skuamosa yang menyerupai karsinoma invasif tetapi membrana basalis masih utuh. 2 Klasifikasi terbaru menggunakan istilah Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS) untuk kedua bentuk displasia dan karsinoma in-situ. NIS terdiri dari: 1) NIS 1, untuk displasia ringan; 2) NIS 2, untuk displasia sedang; 3) NIS 3, untuk displasia berat dan karsinoma in-situ. 2 Patogenesis NIS dapat dianggap sebagai suatu spektrum penyakit yang dimulai dari displasia ringan, sedang, berat dan karsinoma in-situ untuk kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Beberapa penelitian

menemukan bahwa 30-35% NIS mengalami regresi, yang terbanyak berasal dari NIS 1/NIS 2. Karena tidak dapat ditentukan lesi mana yang akan berkembang menjadi progresif dan mana yang tidak, maka semua tingkat NIS dianggap potensial menjadi ganas sehingga harus ditatalaksanai sebagaimana mestinya (2).

Gambar 2.1 Gambaran sel normal dan sel kanker Tumor dapat tumbuh : 1) eksofitik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis ; 2) endofitik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus ; 3) ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas. 2 Umumnya fase prainvasif antara 3-20 tahun (rata-rata 5-10 tahun). Perubahan epitel diplastik serviks secara kontinyu masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan pengobatan/ tanpa diobati itu dekenal dengan unitarian concept dari Richart. Histopatologik sebagian terbesar (9597%) berupa epidermoid atau squamous cell carcinoma, sisanya

adenokarsinoma, clearcell carcinoma/ mesonephroid carcinoma, dan yang paling jarang adalah sarkoma. 2

2.6 Penyebaran Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah: a. kearah fornises dan dinding vagina
6

b. kearah korpus uterus c. kearah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal dan kandung kemih. 2 Melalui pembuluh darah getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat menyebar ke kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam (hipogastrika). Penyebaran melalui pembuluh darah (blood borne metastasis) tidak lazim. Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung dari kondisi imunulogik tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi lebih dari 1mm dan sel tumor belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat lebih dari 1mm dari membrana basalis, atau lebih dari 1mm tetapi sudah tampak berada dalam pembuluh limfe atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin telah menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik. Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen menuju kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum (menjalar) menuju fornises vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke perimetrium akan menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoretis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus dikanan danvena subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati, ginjal, tulang, dan otak. 2 Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan oleh perdarahan perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena obstruksi ureter ditempat ureter masuk ke dalam kandung kemih.
2

2.7 Pembagian Tingkat Keganasan Tabel 2.1 Tingkat Keganasan klinik menurut FIGO 5 Tingkat 0 Kriteria Karsinoma In Situ (KIS) atau karsinoma intra epitel, membrana basalis masih utuh.
7

I Ia

1a1 Ia2 Ib Ib1 Ib2 II IIa IIa1 IIa2 IIb III IIIa IIIb IV IVa IVb

Proses terbatas pada serviks ( perluasan ke korpus uteri diabaikan) Invasi kanker hanya dapat dikenali dengan pemeriksaan mikroskopis, dengan kedalaman invasi 5 mm dan lebar lesi 7 mm Invasi ke stroma dengan kedalaman 3 mm dan lebar 7 mm Invasi ke stroma dengan kedalaman > 3 mm tp tidak lebih dari 5 mm dengan lebar tidak lebih dari 7 mm Lesi terbatas pada serviks atau secara mikroskopis lebih besar dari 1a Besar lesi secara klinis 4 cm Besar lesi secara klinis > 4 cm Kanker serviks telah menyebar ke uterus, tapi penyebaran belum sampai ke dinding pelvis ataupun 1/3 bawah vagina Tidak ada penyebaran ke parametrium Besar lesi secara klinis 4 cm Besar lesi secara klinis > 4cm. Sudah terjadi penyebaran ke parametrium Tumor telah menyebar ke dinding pelvis dan atau menyebar ke sepertiga bawah vagina dan menyebabkan hidronefrosis Tumor telah menyebar ke sepertiga bawah vagina, tapi belum terjadi perluasan ke dinding pelvis Telah terjadi perluasan ke dinding pelvis atau adanya hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal. Kanker telah menyebar ke pelvis dan telah menyebar ke mukosa kandung kemih atau rektum Metastasis ke kandung kemih atau rektum Metastasis ke organ jauh

Tabel 2.2 Pembagian Tingkat Keganasan Menurut sistem TNM 2 Tingkat T T1S T1 T1a T1b T2 Kriteria Tak ditemukan tumor primer. Karsinoma pra-invasif, ialah KIS (Karsinoma In Situ). Karsinoma terbatas pada serviks, (walaupun adanya perluasan ke korpus uteri). Pra-klinik adalah karsinoma yang invasif yang dibuktikan dengan pemeriksaan histologik. Secara klinis jelas karsinoma yang invasif. Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum

T2a T2b T3

sampai dinding panggul, atau karsinoma telah menjalar ke vagina, tetapi belum sampai 1/3 bagian distal. Karsinoma belum menginfiltrasi parametrium. Karsinoma telah menginfiltrasi parametrium. Karsinoma telah melibatkan 1/3 bagian distal vagina atau telah mencapai dinding panggul (tak ada celah bebas antara tumor dengan dinding panggul). Adanya hidronefrosis atau gangguan faal ginjal akibat stenosis ureter karena infiltrasi tumor, menyebabkan kasus dianggap sebagai T3 meskipun pada penemuan lain kasus itu seharusnya masuk kategori yang lebih rendah (T1 atau T2). Karsinoma telah menginfiltrasi mukosa rektum atau kandung kemih, atau meluas sampai di luar panggul. Karsinoma melibatkan kandung kemih atau rektum saja dan dibuktiksn secara histologik. Karsinoma telah meluas sampai di luar panggul. Pembesaran uterus saja belum ada alasan untuk memasukkannya sebagai T4. Bila tidak memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+ ditambahkan untuk tambahan ada atau tidak adanya informasi mengenai pemeriksaan histologik, jadi NX+ atau NX-. Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi. Kelenjar limfa regional berubah bentuk sebagaimana ditunjukkan oleh cara diagnostik yang tersedia (misal limfografi, CT Scan panggul). Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor. Tidak ada metastasis berjarak jauh. Terdapat metastasis berjarak jauh, termasuk kelenjar limfa di atas bifurkasio arteri iliaka komunis.

NB

T4 T4a T4b NB NX

N0 N1

N2

M0 M1

2.8 Gambaran Klinis gejala kanker serviks pada kondisi pra-kanker ditandai dengan Fluor albus (keputihan) merupakan gejala yang sering ditemukan getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami segera setelah bersenggama (disebut sebagai perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75 -80%). Pada tahap awal, terjadinya kanker serviks tidak ada gejala-gejala khusus. Biasanya
9

timbul gejala berupa ketidak teraturannya siklus haid, amenorhea, hipermenorhea, dan penyaluran sekret vagina yang sering atau perdarahan intermenstrual, post koitus serta latihan berat. 4 Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama akan lebih sering terjadi, juga diluar senggama (perdarahan spontan). Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tinkat klinik lebih lanjut ( II atau III ), terutama pada tumor yang bersifat eksofitik. Pada wanita yang sudah usia lanjut yang sudah tak melayani suami secara seksual, atau janda yang sudah mati haid (menopause) bilamana mengidap kanker serviks sering terlambat datang meminta pertolonga. Perdarahan spontan saat defekasi akibat tergesernya tumor eksofitik dari serviks oleh skibala, memaksa mereka datang ke dokter. Adanya perdarahan spontan pervaginam saat berdefekasi, perlu dicurigai kemingkinan adanya karsinoma serviks tingkat lanjut. Adanya bau busuk khas memperkuat dugaan karsinoma. Anemia akan menyertai sebagai akibat perdarahan pervaginam berulang. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor keserabut saraf, memerlukan pembiusan umum untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam yang cermat, khususnya pada lumen vagina yang sempit dan dinding yang sklerotik dan meradang. Gejala lain yang dapat timbul ialah gejala-gejala yang disebabkan oleh metastasis jauh. Sebelum tingkat akhir (terminal stage), penderita meninggal akibat perdarahan yang eksesif, kegagalan faal ginjal (CRF = Chronic Renal Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih, yang menyebabkan obstruksi total. Membuat diagnosis karsinoma serviks uterus yang klinis sudah agak lanjut tidaklah sulit. Yang menjadi masalah adalah bagaimana mendiagnosa dalam tingkat yang sangat awal, misalnya dalam tingkat pra invasif, lebih baik bila dapat menangkapnya dalam tingkatan pra-maligna (displasia/diskariosis serviks). 2 2.9 Skrining Kanker Serviks 1. Pemeriksaan Pap smear Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada sekret yang diambil dari porsi serviks. Pemeriksaan ini harus mulai

10

dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah melakukan aktivitas seksual sebelum itu. Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap smear setiap tiga tahun sekali sampai usia 65 tahun. Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker leher rahim secara akurat dan dengan biaya yang tidak mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker leher rahim pun menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal, maka pemeriksaan pap smear dapat dilakukan 2 atau 3 tahun sekali. 4 2. Pemeriksaan HPV DNA HPV merupakan virus DNA yang terdir atas 100 tipe. Berdasarkan onkogenitasnya HPV dibagi menjadi 2 tipe, HPV resiko tinggi dan HPV resiko rendah. HPV resiko tinggi memiliki resiko tinggi untuk mengubah sel epitel serviks berkembang menjadi kanker serviks. Pemeriksaan HPV dalam proses deteksi dini lesi prakanker serviks mempunyai peran triase pasien dengan atypical squamous cells of undetermined signifinance (ASCUS) dan LIS-derajat rendah surveilens dari SIL derajat tinggi dan kanker mikroinvasif setelah pengobatan dan sebagai skrining primer baik sendiri maupun dikombinasi dengan sitologi serviks. 6 3. Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) IVA adalah pemeriksaan yang pemeriksaanya mengamati serviks yang telah diberi asan asetat 3-5%. Pemberian asam asetat itu akan mempengaruhi epitel abnormal, bahkan juga akan meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler. Cairan ekstraseluler yang bersifat hipertonik ini akan menarik cairan dari intraseluler sehingga membran akan kolaps dan jarak antar sel akan semakin dekat. Sebagai akibatnya, jika permukaan epitel mendapat sinar, sinar tersebut tidak akan diteruskan ke stroma, tetapi dipantulkan keluar sehingga permukaan epitel abnormal akan berwarna putih. 6

11

Jika makin putih dan makin jelas, makin tinggi derajat kelainan histologiknya. Demikian pula, makin tajam batasnya, makin tinggi derajat jaringannya. 6

2.10 Diagnosis Diagnosis kanker seviks diperoleh melalui pemeriksaan

histopatologi jaringan biosi, hasil pemeriksaan sitologi tidak boleh digunakan sebagai dasar penetapan diagnosis. Pada dasarnya bila dijumpai lesi seperti kanker secara kasat mata harus dilakukan biopsi walaupun hasil pemeriksaan papsmear masih dalam batas normal. Sementara biopsi lesi yang tak kasat mata dilakukan dengan kolposkopi. 6 Teknik biopsi yang biasa dilakukan adalah punch biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy yang menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan yang ada pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor saja. 4

2.11 Penatalaksanaan Setelah diagnosis kanker serviks ditegakan, harus ditentukan terapi apa yang tepat untuk setiap kasus. Secara umum jenis terapi yang dapat diberikan tergantung pada usia dan keadaan umum penderita, luasnya penyebaran, dan komplikasi lain yang menyertai. Untuk itu diperlukan pemeriksaan fisik yang yang saksama. 6 Pada stadium Ia, kasus stadium sangat dini ini biasanya dijumpai di negara yang maju, dimana program skrining sudah menjadi hal rutin. Pada kasus ini dimungkinkan dilakukannya tindakan terapi yang lebih konservatif, seperti histerektomi simple. Bahkan, pada penderita yang masih ingin hamil dapat dilakukan konisasi serviks. Tingkat kesembuhan pada stadium ini dapat diharapkan hingga 100%. 6 Stadium Ia2, kasus pada stadium ini harus dilakukan histerektomi radikal dengan limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis atau radiasi bila

12

ada kontra indikasi tindakan operasi. Bagi penderita yang masih ingin hamil dapat dilakukan trakhelektomi. 6 Pada kasus dengan stadium Ib pengobatannya adalah histerektomi radikal dengan limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis dengan atau tanpa kelenjar getah bening paraaorta, memberikan hasil yang efektif. Hasil yang sama efektifnya bila diberikan terapi radiasi. Bagi penderita yang masih ingin hamil dengan ukuran lesi , 2cm dapat dilakukan trakhelektomi radikal, asal tidak ditemukan penyebaran pada kelenjar getah bening pelvis. 6 Pada kanker serviks stadium Ib2 atau disebut juga kanker serviks bentuk barel karena ukurannya yang besar, kemungkinan penyeberan ke kelenjar getah bening regional sekitar 20-25%. Dengan bentuk yang besar tersebut, secara anatomis bila diberikan terapi radiasi akan meninggalkan bagian tengah yang lebih radioresisten karena bagian tengah lebih hipoksik. Setelah radiasi selesai dberikan ada kecenderungan terjadi kekanbuhan sentral. ini. 6 Terapi radiasi diberikan secara eksternal (teleterapi) dan radiasi internal (brakhiterapi). Radiasi eksternal diberikan perfraksi setiap hari sebanyak 5 kali seminggu dengan dosis 180-200 Gy perfraksi sampai dosis 40-50 Gy. Radiasi eksternal ini bertujuan untuk mengobati jaringan parametrium dan dinding panggul termasuk kelenjara getah bening pelvis. 6 Setelah radiasi eksternal selesai dilanjutkan radiasi internal hingga total dosis yang diterima 70-80 Gy. Dosis total lebih dari 80 Gy akan memberikan komplikasi jangka panjanglebih banyak. Total dosis ini diberikan tidak lebih dari 7 minggu. Bila lebih dari waktu ini akan mengurangi tingkat harapan hidup dan meningkatkan kekambuhan. 6 Stadium IIa jenis terapinya sangat individual tergantung pada perluasan tumor ke vagina. Keterlibatan vagina yang minimal dapat dilakukan histerektomi radikal, limfadenektomi pelvis, dan vaginektomi bagian atas. Terapi optimal pada kebanyakan stadium IIa adalah kombinasi radiasi eksternal dan radiasi intrakaviter. Operasi radikal dengan Beberapa institusi melakukan radiasi praoperatif kemudian

dilanjutkan operasi sebagai upaya untuk menanggulangi kekambuhan sentral

13

pengangkatan kelenjar getah bening pelvis dan paraaorta serta pengangkatan vagina bagian atas dapat memberikan hasil yang optimal asalkan tepi sayatan bebas dari invasi sel tumor. 6 Stadium IIb, III, dan Iva, pada stadium ini tidak mungkin dilakukan tindakan operatif karena tumor telah menyebar jauh keluar dari serviks. National Cancer Institute (NCI) di Amerika mengumumkan hasil pengobatan kemoradiasi berbasis platinum memberikan hasil yang lebih baik pada kanker serviks stadium IIb-Iva, stadium Ia2-IIa resiko tinggi dan stadium Ib2 lesi besar. 6 Stadium IVb, stadium terminal ini prognosisnya sangat jelek, jarang dapat bertahan hidup sampai 1 tahun semenjak didiagnosis. Penderita stadium IVb bila keadaan memungkinkan dapat diberikan kemoradiasi konkomitan, tetapi hanyabersifat paliatif. 6

2.12 Pencegahan Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia muda, pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks. Wanita yang berhubungan seksual dibawah usia 20 tahun serta sering berganti pasangan beresiko tinggi terkena infeksi. Namun hal ini tak menutup kemungkinan akan terjadi pada wanita yang telah setia pada satu pasangan saja. 4 Wanita usia di atas 25 tahun, telah menikah, dan sudah mempunyai anak perlu melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali. Disarankan untuk melakukan tes Pap setelah usia 25 tahun atau setelah aktif berhubungan seksual dengan frekuensi dua kali dalam setahun. Bila dua kali tes Pap berturut-turut menghasilkan negatif, maka tes Pap dapat dilakukan sekali setahun. 4

Pemberian vaksin pencegah infeksi HPV tipe 16 dan 18 yang menjadi


penyebab kanker serviks. Vaksin ini bekerja dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh dan menangkap virus sebelum memasuki sel-sel serviks. Selain membentengi dari penyakit kanker serviks, vaksin ini juga bekerja ganda melindungi perempuan dari ancaman HPV tipe 6 dan 11 yang

14

menyebabkan kutil kelamin.Yang perlu ditekankan adalah, vaksinasi ini baru efektif apabila diberikan pada perempuan yang berusia 9 sampai 26 tahun yang belum aktif secara seksual. Vaksin diberikan sebanyak 3 kali dalam jangka waktu tertentu. Dengan vaksinasi, risiko terkena kanker serviks bisa menurun hingga 75%. 4

15

BAB 3 LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Nama Usia : Ny. Asni : 32 Tahun

Pendidikan : SD Pekerjaan Alamat MKB : PRT : Jl Sutorejo, labansari 135 : 19-03-2013

Nama Suami : Tn Imam Syafii Usia : 32 Tahun

Pendidikan : SD Pekerjaan : Kuli Bangunan

3.2 Anamnesis: 1. RPS : pasien datang dengan keluhan perdarahan dari kemaluan. Darah yang keluar banyak dan bergumpal. Pasien sudah tiga bulan ini selalu keluar darah flek-flek, 3 hari darah yang keluar lebih banyak dan hari ini darah yang keluar banyak sekali dan disertai gumpalan darah. Pasien mengaku sering bedarah jika berhubungan seksual dengan suami. Nyeri abdomen (-), pusing (-), nyeri punggung (-). Selama mengalami flek-flek pasien tidak pernah memeriksakan diri ke dokter ataupun puskesmas. 2. RPD: DM disangkal, HT disangkal, 3. RPK: DM disangkal, HT disangkal 4. R KB: pasien dulu suntik 3 bulanan namun tahun 2012 berhenti dan sekarang sudah tidak menggunakan KB. 5. R. Menikah : menikah 1x 16 tahun (menikah usia 16 tahun) 5. R. Menstruasi: Menarche : usia 12 tahun, haid biasanya teratur Siklus haid: 28 hari, darah haid biasanya banyak Dismenore : nyeri selama haid

16

HPHT

: 3 bulan yang lalu, pasien lupa tanggal pastinya

6. R. Keputihan: pasien mengaku pernah mengalami keputihan selama 2 bulan, warana putih, berbau dan gatal. 7. Riw obstetri : I 9 bulan/ Spt B/ bidan/ 3700 g/ laki-laki/ 15 tahun II 9 bulan/ SC/ dr/ RS/ 4000 g/ laki-laki/ 11 tahun

3.3 Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum Vital Sign o Nadi o RR o t ax o TD K/L o Anemis (+), iketrus (-), cyanosis (-), dispnea (-) o Pembesaran KGB (-) Thoraks : o Pulmo :Normochest, simetris, Vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/o Cor : iktus cordis tidak tampak, S1S2 tunggal, mumur (-), gallop () Abdomen Extremitas : simetri, Supel, nyeri tekan (-),Bising usus (+) N : : lemah/ CM/ 456 : : 88 x/menit : 21 x/menit : 36,8 C : 100/600 mmHg

o Akral hangat : +/+ +/+ o Oedem : -/-/Pemeriksaan Dalam: Vulva/vagina Portio Cervix uteri : fluksus (+), flour (-) : tertutup, berdungkul, rapuh : tidak membesar

Adnexa parametrium D/S: Massa (-), nyeri (-)

17

Cavum Douglasi : tidak ada kelainan Pemeriksaan Inspekulo: didapatkan porsio berdungkul-dungkul, rapuh dan mudah berdarah apa bila diambil.

3.4 Diagnosis: Suspek Ca Cerviks

3.5 Planning : Diagnosis : Cek DL Biosi PA Terapi : inf RL 500 cc/24 jam Asam tranexamat 3x500 mg oral Asam mefenamat 3x500 mg SF 2x1

18

SOAP harian tanggal 20-03-2013 S Lemas, mual, muntah O KU: lemah TD 100/60 N: 80x/m RR: 20x/m k/l: A+/I-/C/Dc/p: dbn abdomen: dbn A S. Ca Cervix P - Asam mef enamat 3x 500 mg tab - asam tranexamat 3x 500 mg tab Sf 1x1 -Aff tampon 2x24 jam Asam mef enamat 3x 500 mg tab - asam tranexamat 3x 500 mg tab Sf 1x1

21-03-2013

Lemas, pusing

Jam 19.15 Darah dari kemaluan

Jam 07.00 KU: lemah TD 100/60 N: 80x/m RR: 20x/m k/l: A+/I-/C/Dc/p: dbn abdomen: dbn fluksus +

S. ca Cervix

Cek Dl asam tranexamat 3x 500 mg iv hasil lab: Hb 6,8 pro transfusi prc , ek lab post transfusi Transfusi prc SF 2x1 Diit TKTP Ranitidin 2x1 iv Ondancetron 3x1 iv

22-03-2013

Lemas, mual muntah

KU: lemah TD 100/70 N: 88x/m RR: 20x/m k/l: A+/I-/C/Dc/p: dbn abdomen: dbn KU: lemah TD 100/70 N: 84x/m RR: 20x/m k/l: A+/I-/C/Dc/p: dbn

S. ca Cervix

23-03-2013

lemes

S. ca Cervix

Transfusi prc SF 2x1 Diit TKTP Ranitidin 2x1 iv prn Ondancetron 3x1 iv prn

19

abdomen: dbn 24-03-2013 Keluhan KU: lemah TD 110/70 N: 84x/m RR: 20x/m k/l: A-/I-/C/Dc/p: dbn S. ca Cervix

Lab post transfusi SF 2x1 Asam mef enamat 3x 500 mg tab - asam tranexamat 3x 500 mg tab Aff tampon

20

BAB 4 PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis yang dilakukan pada pasien Ny. Asni usia 32 tahun, didapatkan bahwa pasien bekerja sebagai pembantu rumah tangga, dan suami pasien berprofesi sebagai kuli bangunan hal tersebut sesuai dengan teori bahwa insiden kanker serviks meningkat pada mereka dengan sosioekonomi yang rendah, dimana higenitas seksual rendah. 2 Dari anamnesia didapatkan keluhan berupa keluar darah dari kemaluan berupa flek-flek selama 3 bulan, pasien juga mengeluhkan sering mengalami perdarahan setelah melakukan hubungan suami istri. Hal tersebut sesuai dengan teori yang ada. Pada tahap awal, terjadinya kanker serviks tidak ada gejala-gejala khusus. Biasanya timbul gejala berupa ketidak teraturannya siklus haid, amenorhea, hipermenorhea, dan penyaluran sekret vagina yang sering atau perdarahan intermenstrual, post koitus serta latihan berat. 4 Selain itu pasien mengeluh keputihan selama 2 bulan, berwarna putih, berbau dan gatal. Hal tersebut sesuai dengan gejala awal kanker serviks, dimana terdapat keputihan yang banyak dan biasanya keputihan berbau dan semakin lama keputihan semakin berbau. 4 Di dapatkan pula pasien menikah usia 16 tahun, salah satu faktor resiko kanker serviks adalah hubungan seksual pertama kali pada usia < 20 tahun meningkatkan kejadian kanker serviks 10-12 kali lebih besar. Hal tersebut dikarenakan alat reproduksi belum matang pada usia 20 tahun. 4 Pada teori dikatakan bahwa untuk mendiagnosis kanker serviks harus dari pemeriksaan histopatologi.
6

pasien ini sudah dilakukan pemeriksaan biopsi

PA namun hasil belum ada sehingga pada kasus ini diagnosis yang dibuat adalah suspek kanker serviks

21

BAB 5 PENUTUP

Dilaporkan pasien Ny Asni usia 32 tahun dengan diagnosis suspek kanker serviks. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis terhadap pasien serta pemeriksaan fisik yang dilakukan, pada psien ini telah dilakukan pemeriksaan histo PA dari jaringan yang di dapat dari porsio pasien. Namun hasil pemeriksaan histo PA belum ada sehingga diagnosis disini adalah suspek kanker srviks. Pada kasus ini pasien mendapatkan terapi sesuai dengan keluhan pasien, yaitu : inf RL 500 cc/24 jam, Asam tranexamat 3x500 mg oral, Asam mefenamat 3x500 mg, SF 2x1. Pasien belum mendapatkan untuk kanker serviks, karena diagnosis pasti kanker serviks pada pasien masih menunggu hasil histi PA.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, Scorge, Schaffer et al. Cervical cancer. In Williams Gynecology. Mc Graw Hill; 2008. P 1285 1318. 2. Wiknjosastro,Hanifa. Ilmu Kandungan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta. 2009. Hal 380-390. 3. Bosch FX. The causal relation between human papillomavirus and cervical cancer. J Clin Pathol, 2002. 55: 244-265. 4. Dalimartha,S. Deteksi Dini Kanker dan Diplasia Anti Kanker. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta. 2004. 5. Pecorelli, S. Revised FIGO staging for carcinoma of the vulva, cervix, and endometrium. International Journal of Gynecology and Obstetrics, Milan. 2009. 6. Aziz,F, Andrijono, Saifuddin,AB. Buku Acuan Nasional Onkologi Genekologi. PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta. 2006.

23

Anda mungkin juga menyukai