Anda di halaman 1dari 17

CASE REPORT

SEORANG WANITA 71 TAHUN DENGAN OPEN FRAKTUR 1/3 PROKSIMAL DAN CLOSED FRAKTUR 1/3 DISTAL TIBIA DEXTRA

Disusun Oleh : MILLIAN AZHAR ELFERA PURI NUR ILMA J500080046 J500090051

PEMBIMBING : dr. FARHAT, M. Kes, Sp. OT

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Harjono Ponorogo Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta 2013
1

CASE REPORT
SEORANG WANITA 71 TAHUN DENGAN OPEN FRAKTUR 1/3 PROKSIMAL DAN CLOSED FRAKTUR 1/3 DISTAL TIBIA DEXTRA

Disusun Oleh : MILLIAN AZHAR ELFERA PURI NUR ILMA J500080046 J500090051

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari

Pembimbing : dr. Farhat, M.Kes, Sp.OT (.........................................)

Dipresentasikan dihadapan: dr. Farhat, M.Kes, Sp.OT (.........................................)

Disahkan Ka. Program Profesi: dr. Dona Dewi Nirlawati (.........................................)

I.

IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin Umur Alamat Agama Pekerjaan Tanggal masuk RS Tanggal pemeriksaan Tanggal Operasi : Ny. J : Perempuan : 71 tahun : Pacitan : Islam : Petani : 12 September 2013 : 13 September 2013 : 18 September 2013

II.

ANAMNESA A. Keluhan utama : Nyeri pada tungkai bawah kanan, karena jatuh B. MOI : Jatuh dalam posisi tengkurap tungkai bawah terkena batu C. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IRD RSUD Ponorogo dengan keluhan nyeri pada tungkai bawah, nyeri dirasakan sangat mengganggu dengan rasa cekot-cekot, tidak menjalar, terus menerus, semakin memberat saat digerakkan dan berkurang bila diistirahatkan. Nyeri dirasakan setelah pasien jatuh dalam posisi tengkurap dengan tungkai bawah terkena batu, sebelum jatuh pasien tidak ada gangguan dalam berjalan dan menggunakan kakinya. Tidak ada rasa kesemutan ataupun rasa berat sebelah. Setelah terjatuh pasien tidak bisa berdiri dan mengangkat kaki kanannya, namun masih bisa menggerakkan jari dan telapak kakinya. Pada lokasi nyeri terdapat adanya luka. Pasien mengaku dirinya terjatuh pada saat akan berpegangan pada rumput di sawah, karena pegangan yang kurang kuat pasien berbalik badan dan akhirnya jatuh ke sungai kecil di sawah yang terdapat banyak batu, pasien jatuh tengkurap dan tungkai bawah sebelah kanan terkena batu. Pasien ditolong oleh petani yang ada 3

di dekat tempat kejadian, kaki kanan langsung tidak bisa digerakkan. Kemudian oleh keluarga dibawa ke IGD RSUD Dr. Harjono Ponorogo. Pasien tidak mengeluh adanya nyeri dibagian tubuh lain, pingsan (-), pusing (-), sakit kepala (-), demam (-), mual (-), muntah (-), sesak nafas (-), nyeri dada (-), nyeri perut (-), . D. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Asma Riwayat Alergi Riwayat Hipertensi Riwayat Penyakit Jantung/Paru Riwayat Diabetes Mellitus Riwayat Sakit Ginjal/Liver Riwayat Operasi sebelumnya Riwayat Trauma` : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Alergi dalam keluarga Riwayat Asma dalam keluarga : disangkal : disangkal

Riwayat Hipertensi dalam keluarga : disangkal Riwayat DM dalam keluarga : disangkal

F. Anamnesis Sistem Sistem Serebrospinal Sistem Respirasi ) Sistem Kardiovaskuler : Nyeri dada (-), Pucat (-) Sistem Digestivus Sistem Urogenital nyeri (-) Sistem Muskuloskeletal : Ada hambatan dalam bergerak di regio Genu Dextra Sistem Integumentum 4 : Suhu teraba hangat : Mual (-), Muntah (-), BAB lancar : BAK lancar, jernih kekuningan, : Pusing (-), Demam (-) : Batuk (-), Pilek (-), sulit bernafas (-

III.

PEMERIKSAAN FISIK A. Status Generalis Keadaan Umum Gizi Kesadaran Vital Sign Tek. Darah Nadi RR Suhu B. Pemeriksaan fisik a) Kepala/Leher Jejas (-), ekskoriasi (-), nyeri tekan (-), hematom (-), rhinorea (-), otorhea (-), peningkatan JVP (-), : Baik : Cukup : Compos mentis, GCS E4V5M6 : : 120/80 mmHg : 80 x/menit isi cukup dan reguler : 20 x/menit : 36,8 oC per axilla

pembesaran kelenjar getah bening (-), brill hematome (-) b) Mata Konjungtiva Sklera Pupil : Anemis (-/-) : Ikterus (-/-) : Ukuran 3 mm reguler, Reflek cahaya

(+/+), isokor (+/+) Palpebra : Edema (-/-)

c) Thoraks Dinding thoraks : Jejas (-) Paru - Inspeksi dan kiri - Palpasi : Ketinggalan gerak (-), Fremitus taktil : Gerakan Pernafasan Simetris kanan

kanan dan kiri (N) - Perkusi - Auskultasi : Sonor diseluruh lapang paru : Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-

/-), wheezing (-/-)

Jantung - Inspeksi - Palpasi : Iktus kordis tidak tampak : Iktus kordis teraba kuat angkat pada

SIC V sinistra 1 jari sisi medial linea midclavicula sinistra - Perkusi : Batas jantung tidak membesar Batas kiri jantung Atas : SIC II sinistra di sisi lateral linea

parasternalis sinistra. Bawah : SIC V sinistra 1 jari sisi medial linea midclavicula sinistra. Batas kanan jantung Atas : SIC II dextra di sisi lateral linea

parasternalis dextra. Bawah : SIC IV dextra di sisi lateral linea parasternalis dextra. - Auskultasi jantung (-) d) Abdomen Inspeksi darm contour (-) Auskultasi Perkusi : Peristaltik (+) bising usus normal : Timpani, hepar pekak, hepatomegali (-), splenomegali (-) Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), defans muskular (-), hepatomegali (-), splenomegali (-) e) Ekstremitas o Atas (-/-) Bawah (-/-) 6 : ekskoriasi (+/-), luka terbuka (+/-), NVD : ekskoriasi (-/-), luka terbuka (-/-), NVD : Jejas (-), distensi (-), darm steifung (-), : Suara Jantung I-II regular, Bising

C. Status Lokalis a) Lokasi trauma b) Look Deformitas Angulasi Translasi : (-/-) : ke medial : True Length (78/80) Appearance Length (80/83) Anatomical Length (36/38) Rotasi Edema Luka Sianosis Nekrosis : (-/-) : (+/-) : (+/-) : (-/-) : (-/-) : Regio Cruris dextra

c) Feel False movement Nyeri tekan Krepitasi Akral Hangat Capilarry refill time : (+/-) : (+/-) : (+/-) : (+/+) : (+/+)

Pulsasi a. Tibialis posterior : (+/+) pulsasi a. Tibialis posterior kanan teraba lemah karena udem, irama reguler Pulsasi a. Dorsalis pedis reguler Fungsi sensorik : n. Tibialis (+/+) N (+/+) n. Peroneus Profundus (+/+) d) Move Nyeri gerak Fungsi Motorik : (+/-) : n. Tibialis (+/+) n. (+/+) 7 Peroneus superfisialis peroneus Superfisialis : (+/+) teraba kuat, irama

n. Peroneus Profundus (+/+) ROM IV. DIAGNOSIS BANDING Soft Tissue Injury Suspek Close Fraktur Tibia Dextra Suspek Close Fraktur Fibula Dextra Suspek Open Fraktur Tibia Dextra V. PLANING DIAGNOSA Foto Rontgen Cruris Dextra AP dan Lateral VI. TERAPI Pemasangan IV line Antibiotik (Inj Cefotaxim 3x1 g vial) Analgesik (inj ketorolac 2x 30 mg) Spalk Hecting pada luka terbuka VII. EDUKASI Istirahatkan sendi lutut VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Pemeriksaan Darah Lengkap Pemeriksaan Hb Eritrosit Hematokrit Lekosit Trombosit GDS Cloting time Bleeding time Hasil 13,0 4,65 39,8 13,4* 203 145 10 3 Satuan gr/dl 106 uL % 103 uL 103 uL mg/dl Detik Detik Nilai Normal 11,0 - 16,0 gr/dl 3,5 - 5,5 106 uL 37-50 % 4-10 103 uL 100-300 103 uL < 200 mg/dl 5-11 detik 1-5 detik : terbatas karena nyeri

B. Pemeriksaan Radiologi

Foto rontgen milik Ny J usia 71 tahun diambil pada tanggal 12 September 2013 foto cruris dextra dengan posisi AP dan Lateral : Tampak soft tissue swelling Susunan tulang baik Sela sendi tak menyempit Permukaan sendi irreguler Tampak diskontinuitas jaringan tulang tibia 1/3 proximal dan distal di sebelah medial Tampak diskontinuitas jaringan tulang pada tulang fibula 1/3 proksimal di sebelah lateral Tak tampak lesi litik dan sklerotik Kesan : gambaran fraktur pada 1/3 Proksimal dan Distal Tibia Medial Dextra dan 1/3 Fibula Lateral Dextra

IX.

DIAGNOSA Open Fraktur 1/3 Proksimal Tibia Dextra Closed Fraktur 1/3 Distal Tibia Dextra Closed Fraktur 1/3 Proksimal Fibula Dextra

X.

TERAPI Terapi Konservatif :

Reposisi tertutup manual dan immobilisasi dengan fiksasi externa menggunakan Long Leg cast selama pre operatif Terapi Operatif :

Open Reduction Internal Fixation Plating

10

PEMBAHASAN Pasien perempuan berusia 71 tahun, datang ke RSUD Dr. Harjono Ponorogo dengan keluhan nyeri pada tungkai bawah kanan setelah jatuh dari sawah dan kakinya terkena batu, nyeri tidak menjalar dan terasa memberat saat digerakkan. Sebelum jatuh pasien tidak ada gangguan dalam berjalan dan menggunakan kakinya. Dari pemeriksaan fisik regio cruris dextra didapatkan pada look: deformitas (+), edema (+), luka (+) feel: false movement (+), nyeri tekan (+), krepitasi (+), move: Nyeri gerak (+), ROM terbatas karena nyeri. Dari hasil foto rontgen didapatkan hasil gambaran fraktur pada 1/3 Proksimal dan Distal Tibia Medial Dextra dan 1/3 Fibula Lateral Dextra. Kemudian dilakukan Open Reduction Internal Fixation Plating. Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian pergelangan kaki. Berdasarkan pengertian para ahli dapat

disimpulkan bahwa fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya, yang di sebabkan karena trauma atau tenaga fisik yang terjadi pada tulang tibia dan fibula. Osteum tibialis dan fibularis merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah os femur yang

membentuk persendian lutut dengan os femur, pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut os maleolus lateralis. Os tibia bentuknya lebih kecil dari pada bagian pangkal melekat pada os fibula pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut os maleolus medialis.

ANATOMI TIBIA Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan berfungsi sebagai penyangga berat badan. Tibia bersendi di atas dengan condylus femoris dan caput fibulae, di bawah dengan talus dan ujung distal fibula. Tibia mempunyai ujung atas yang melebar dan ujung bawah yang yang lebih kecil, serta sebuah corpus. 11

Pada ujung atas terdapat condyli lateralis dan medialis (kadangkadang disebut plateu tibia lateral dan medial), yang bersendi dengan condyli lateralis dan medialis femoris, dan dipisahkan oleh menisci lateralis dan medialis. Permukaan atas facies articulares condylorum tibiae terbagi atas area intercondylus anterior dan posterior di antara kedua area ini terdapat eminentia intercondylus. Pada aspek lateral condylus lateralis terdaoat facies articularis yang kecil bersendi dengan caput fibulae. Pada aspek posterior condylus medialis terdapat insersio m. Semimebranosus. Ujung bawah tibia sedikit melebar dan pada aspek inferiornya terdapat permukaan sendi berbentuk pelana untuk os talus. Ujung bawah dan medial untuk membentuk malleolus medialis. Facies lateralis dari malleolus medialis bersendi dengan talus. Pada facies lateral ujung bawah tibia terdapat lekukan yang lebar dan kasar untuk bersendi dengan fibula.

FIBULA Fibula adalah tulang lateral tungkai bawah yang langsing. Tulang ini tidak ikut berartikulasi pada articulatio genus, tetapi di bawah, tulang ini membentuk malleolus lateralis dari articulatio talocruralis. Tulang ini tidak berperan dalam menyalurkan berat badan, tetapi merupakan tempat melekat otot-otot. Fibula mempunyai ujung atas yang melebar, corpus, dan ujung bawah. Ujung atas, atau caput fibulae, ditutup oleh processus styloideus. Bagian ini mempunyai facies articularis untuk bersendi dengan condylus lateralis tibiae. Corpus fibulae panjang dan langsing. Ciri khasnya adalah mempunyai empat margines dan empat facies. Margo medialis atau margo interosseus memberikan tempat perlekatan untuk membrana interossea. Ujung bawah fibula membentuk malleolus lateralis yang berbentuk segitiga dan terletak subkutan. Pada facies artikularis yang bebentuk segitiga untuk besendi dengan aspek lateral os talus. Di bawah dan belakang facies articularis terdapat lekukan yang disebut fossa malleolaris.

12

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Karena terletak pada subkutan, tibia lebih sering mengalami fraktur, dan lebih sering mengalami fraktur terbuka, dibandingkan tulang panjang lainnya. Pada fraktur tibia saja, pada usia berapa pun cedera langsung, misalnya akibat tendangan dapat menyebabkan fraktur melintang atau fraktur yang sedikit oblik pada tibia saja, di tempat yang terkena. Memar dan pembengkakan lokal biasanya jelas, tetapi gerakan lutut dan pergelangan kaki dapat dilakukan. Sebagian besar fraktur fibula spiral menyertai cedera pergelangan kaki atau lutut, terutama pada fraktur tinggi, pergelangan kaki harus diperiksa dan difoto dengan sinar X. Fraktur fibula yang terisolasi (biasanya melintang ) dapat diakibatkan oleh tekanan atau pukulan langsung. Terdapat nyeri tekan lokal, tetapi pasien dapat berdiri dan menggerakan lutut dan pergelangan kaki. Gambaran klinik pada fraktur tibia dan fibula, kulit mungkin tidak rusak atau robek dengan jelas, kadang-kadang kulit tetap utuh tetapi melesak atau telah hancur. Kaki biasanya memuntir keluar dan deformitas tampak jelas. Kaki dapat menjadi bengkak dan memar. Nadi dipalpasi untuk menilai sirkulasi, dan jari kaki diraba untuk menilai sensasi. Pada fraktur gerakan tidak boleh dicoba, tetapi pasien diminta untuk menggerakan jari kakinya. Sebelum merencanakan terapi, perlu dilakukan penentuan beratnya cedera. Pada pemeriksaan foto rontgen, pada fraktur spiral biasanya terjadi pada segitiga bagian bawah batang tibia, fraktur fibula juga berbentuk spiral dan biasanya pada tingkat yang lebih tinggi sering terdapat pergeseran lateral, tumpang tindih, dan pemuntiran keluar di bawah fraktur. Pada fraktur melintang kedua tulang patah pada tingkat yang sama, dan mungkin terdapat pergeseran, kemiringan atau pemuntiran pada setiap arah, kadang terdapat fragmen kupu-kupu berbentuk segitiga yang terpisah. Prinsip terapi adalah : 1) membatasi kerusakan jaringan lunak dan mempertahankan penutup kulit, 2) mencegah atau sekurang-kurangnya 13

mengetahui pembengkakan kompartemen, 3) memperoleh penjajaran (aligment) fraktur, 4) untuk memulai pembebanan dini ( pembebanan membantu penyembuhan ), 5) memulai gerakan sendi secepat mungkin. Prioritas pertama adalah menilai tingkat lerusakan jaringan lunak. Meskipun fraktur itu tertutup, fraktur berat dengan kontusio jaringan lunak yang luas dapat membutuhkan fiksasi luar dini dan peninggian tungkai. Bila ada ancaman sindroma kompartemen, fasiotomi perlu segera dilakukan. Sebagian besar fraktur dengan sedikit kerusakan jaringan lunak atau sedang dapat diterapi secara tertutup. Kalau fraktur tak bergeser atau sedikit bergeser, gips panjang dari paha atas sampai leher metatarsal dipasang dengan posisi lutut sedikit berfleksi dan pergelangan kaki pada posisi sudut siku-siku. Kalau fraktur bergeser, ini dapat direduksi dibawah anestesi umum dengan pengawasan sinar X. Aposisi tidak perlu lengkap tetapi penjajaran harus mendekati sempurna (angulasi tidak lebih dari 7 derajat) dan rotasi benar-benar sempurna. Gips panjang dipasang seperti pada fraktur tidak bergeser (tetapi perhatikan bahwa kalau penempatan pergelangan kaki pada 0 derajat menyebabkan fraktur bergeser, bebrapa derajat ekuinus dapat diterima). Posisi dicek dengan sinar X, tingkat angulasi yang kecil masih dapat dikoreksi dengan membuat potongan melintang pada gips dan menenkannya ke dslam posisi yang lebih baik. Tungkai ditinggikan dan pasien diobservasi selama 48-72 jam. Kalau terdapat pembengkakan, gips dibelah. Setelah 2 minggu posisi dicek dengan menggunakan sinar X. Gips dipertahankan atau diperbarui kalau sudah longgar hingga fraktur menyatu dimana pada anak-anak memakan waktu 8 minggu tetapi pada orang dewasa jarang dibawah 16 minggu.

KOMPLIKASI 1. Syok Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bisa menyebabkan

14

penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra. 2.Sindroma Kompartement Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan cidera remuk). 3.Infeksi Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union, delayed union, dan non union. a. Mal union Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Mal union dilakukan dengan pembedahan dan

reimobilisasi yang baik. b. Delayed Union Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union

merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang. c. Non union Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Non union di

15

tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis.

16

DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. 2005. Jakarta: EGC 2. Apley A, Graham & Solomon, Louis. BukuAjar Ortopedi & Fraktur Sistem Apley Edisi VII. 1995. Jakarta: Widya Medika. 3. Puts R and Pabst R.. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 22. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jilid 1. Jakarta. 2006. 4. Buranda Theopilus et. al., Osteologi dalam : Diktat Anatomi Biomedik I. Penerbit Bagian Anatomi FK Unhas. Makassar. 2011.

17

Anda mungkin juga menyukai