Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberian pelayanan untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi maupun badan diperlukan upaya-upaya nyata dengan meningkatkan pelayanan di Bidang Perhubungan Darat; b. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 10 Tahun 2006 tentang Penataan Transportasi Darat perlu ditindaklanjuti dengan penetapan Retribusi Bidang Perhubungan Darat; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Bidang Perhubungan Darat. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah- Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah; 2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Batang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2757); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lambaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 2 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480); 5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1992 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Penangguhan Mulai Berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3494); 6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048); 7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 8. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 10. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor: 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 12. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 3 13. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1986 tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan dari Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan ke Kota Kajen di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 70); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1988 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan, Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan dan Kabupaten Daerah Tingkat II Batang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3581); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3527); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3528); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3530); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 23. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara 4 Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 24. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan; 25. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 9 Tahun 2006 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Pekalongan Tahun 2006 Nomor 9); 26. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 10 Tahun 2006 tentang Penataan Transportasi Darat (Lembaran Daerah Kabupaten Pekalongan Tahun 2006 Nomor 10).
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN DAN BUPATI PEKALONGAN
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI BIDANG PERHUBUNGAN DARAT.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Pekalongan. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Bupati adalah Bupati Pekalongan. 4. Dinas adalah Dinas yang membidangi Perhubungan Kabupaten Pekalongan. 5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas yang membidangi Perhubungan Kabupaten Pekalongan. 6. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lain, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, 5 perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan, dana pensiun, organisasi masa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap serta bentuk usaha lain. 7. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi sagala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. 8. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. 9. Kendaraan adalah suatu alat yang dapat bergerak di jalan, terdiri dari kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor. 10. Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknis yang berada dalam kendaraan tersebut. 11. Pemeriksaan Teknis Kendaraan adalah serangkaian kegiatan memeriksa bagian-bagian kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan khusus dalam rangka pemenuhan terhadap persyaratan teknis dan laik jalan. 12. Penilaian Teknis Kendaraan Bermotor adalah penilaian terhadap komponen kendaraan yang akan dihapuskan atau dibesituakan dalam satuan prosentase. 13. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. 14. Angkutan adalah pemindahan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. 15. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. 16. Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang diperlengkapi dengan sebanyak-banyaknya 8 tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan bagasi. 17. Mobil bus adalah setiap kendaraan bermotor yang diperlengkapi dengan lebih dari 8 tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan bagasi. 18. Mobil barang adalah kendaraan selain mobil bus, mobil penumpang dan kendaraan bermotor roda dua. 19. Kendaraan khusus adalah kendaraan bermotor selain daripada kendaraan bermotor untuk penumpang dan kendaraan bermotor untuk barang, yang penggunaanya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus. 6 20. Angkutan khusus adalah kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum mengangkut orang untuk keperluan khusus atau untuk mengangkut barang-barang khusus. 21. Kereta gandengan adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengangkut barang yang seluruh bebannya ditumpu oleh alat itu sendiri dan dirancang untuk ditarik oleh kendaraan bermotor. 22. Kereta tempelan adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengangkut barang yang dirancang untuk ditarik dan sebagian bebannya ditumpu oleh kendaraan bermotor penariknya. 23. Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum yang merupakan wujud simpul jaringan transportasi. 24. Jasa pelayanan terminal adalah pelayanan yang diberikan oleh terminal kepada setiap kendaraan pada masing-masing trayek untuk menggunakan fasilitas terminal. 25. Usaha penunjang terminal adalah usaha yang dilakukan di terminal tanpa mengurangi fungsi pokok terminal. 26. Izin penggunaan jalan selain untuk kepentingan lalu lintas adalah izin yang diberikan untuk menggunakan/menutup sebagian/seluruh badan jalan selain untuk kepentingan lalu lintas, baik diberikan kepada perorangan maupun kepada badan. 27. Izin bengkel adalah izin untuk mengoperasikan bengkel konstruksi, bengkel perbaikan, bengkel perawatan dan bengkel uji asap dengan kategori masing-masing sebagai bengkel terdaftar, bengkel tertunjuk dan bengkel pelaksana. 28. Izin usaha penderekan adalah izin untuk mendirikan perusahaan penderekan. 29. Izin penyelenggaraan pendidikan sekolah mengemudi adalah izin untuk menyelenggarakan pendidikan sekolah mengemudi. 30. Izin trayek adalah izin untuk mengangkut orang dengan mobil bus dan/atau mobil penumpang umum pada jaringan trayek. 31. Izin operasi adalah izin untuk mengangkut orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek. 32. Izin insidentil adalah izin yang diberikan kepada perusahaan yang telah memiliki izin trayek untuk menggunakan kendaraan bermotor menyimpang dari izin trayek yang dimiliki. 33. Izin pendirian pool dan/atau agen adalah izin yang diberikan untuk mendirikan pool dan/atau agen penjualan/pemesanan karcis. 7 34. Izin usaha angkutan jalan adalah izin yang diberikan untuk melakukan usaha angkutan dengan kendaraan umum. 35. Retribusi jasa umum bidang perhubungan adalah pembayaran atas pemberian pelayanan jasa umum di bidang perhubungan kepada orang pribadi dan/atau badan. 36. Retribusi jasa usaha bidang perhubungan adalah pembayaran atas pemberian pelayanan di terminal dan kegiatan usaha penunjang terminal. 37. Retribusi perizinan bidang perhubungan adalah pembayaran atas pemberian izin di bidang perhubungan kepada orang pribadi dan/atau badan. 38. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi termasuk pemungutan dan pemotongan retribusi tertentu. 39. Surat Pemberitahuan Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut SPTRD adalah surat uang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan retribusi daerah. 40. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang dapt disingkat SKRD adalah surat ketentuan retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi. 41. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang dapat disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan / atau sanksi administrasi berupa bunga dan / atau denda. 42. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDKB adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terhutang dan jumlah yang masih harus dibayar. 43. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar darpiada retribusi yang terutang dan tidak seharusnya terutang. 44. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKRDKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi daerah yang telah ditetapkan. 45. Perhitungan retribusi daerah adalah perincian besarnya retribusi yang harus dibayar oleh wajib retribusi baik pokok retribusi, bunga, kekurangan pembayaran, kelebihan pembayaran, maupun sanksi administrasi. 8 46. Pembayaran retribusi daerah adalah besarnya kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib retribusi sesuai dengan Surat Ketetapan Retribusi Daerah dan Surat Tagiah Retribusi Daerah ke Kas Daerah atau ke tempat lain yang ditunjuk dengan batas waktu yang telah ditentukan. 47. Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya. 48. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi tugas wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan. 49. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan. 50. Kadaluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang.
BAB II NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 2 Dengan nama Retribusi Bidang Perhubungan Darat dipungut Retribusi sebagaimana pembayaran atas pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah di Bidang Perhubungan.
Pasal 3 Obyek Retribusi adalah pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah di Bidang Perhubungan, meliputi : a. Pemeriksaan Teknis Kendaraan Bermotor; b. Penilaian Teknis Kendaraan; c. Parkir di Jalan Umum; d. Pelayanan Terminal; e. Kegiatan Usaha Penunjang Terminal; f. Izin Penggunaan Jalan selain untuk Kepentingan Lalu lintas; g. Izin Bengkel; h. Izin Usaha Penderekan; i. Rekomendasi Izin Usaha Penyelenggaraan Sekolah Mengemudi; 9 j. Izin Usaha Angkutan Bermotor di Jalan; k. Izin Trayek dan rekomendasi Izin Trayek AKDP dan AKAP; l. Izin Operasi; m. Izin Insidentil; n. Izin Pool dan Keagenan.
Pasal 4
Subyek Retribusi adalah instansi, badan dan/atau orang pribadi yang memperoleh pelayanan dari Pemerintah Daerah di Bidang Perhubungan.
BAB III GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 5 Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 adalah golongan Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha dan Retribusi Perizinan Tertentu.
BAB IV CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 6 (1) Tingkat penggunaan jasa untuk jenis retribusi jasa umum diukur berdasarkan jenis kendaraan yang mendapat pelayanan jasa umum. (2) Tingkat penggunaan jasa untuk jenis retribusi jasa usaha diukur berdasarkan: a. Retribusi jasa pelayanan terminal didasarkan jenis trayek dan kunjungan untuk kendaraan selain angkutan umum; b. Retribusi kegiatan usaha penunjang terminal berdasarkan jenis usaha yang dilakukan. (3) Tingkat penggunaan jasa untuk jenis retribusi perizinan tertentu diukur berdasarkan: a. Retribusi izin penggunaan jalan selain untuk kepentingan lalulintas berdasarkan kepentingan, kelas jalan dan luasan jalan yang digunakan; b. Retribusi izin bengkel berdasarkan klasifikasi bengkel; c. Retribusi izin usaha penderekan berdasarkan masa waktu; 10 d. Retribusi izin penyelenggaraan pendidikan sekolah mengemudi berdasarkan masa waktu; e. Retribusi izin usaha angkutan umum berdasarkan jenis kendaraan; f. Retribusi izin trayek berdasarkan jenis kendaraan; g. Retribusi izin operasi berdasarkan jenis angkutan; h. Retribusi izin insidentil berdasarkan jenis kendaraan; i. Rertribusi pendirian pool dan/atau agen berdasarkan masa waktu;
BAB V PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN BESARNYA TARIF
Pasal 7 Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditetapkan sebagai berikut : a. Untuk golongan Retribusi Jasa Umum berdasarkan kebijakan Daerah dengan mempertimbangkan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat. b. Untuk Golongan Retribusi Jasa Usaha berdasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak. c. Untuk Golongan Retribusi Perizinan Tertentu berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.
BAB VI STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Bagian Pertama Retribusi Jasa Umum Bidang Perhubungan Darat
Pasal 8 Struktur dan besarnya tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut: a. Tarif Retribusi Pemeriksaan Teknis Kendaraan Bermotor No Komponen Retribusi Tarif (Rp. ) 1) Buku Uji 7.500,- 2) Stiker Uji 12.500,- 3) Tanda Uji, Baut, Mur, Kawat dan Segel 5.500,- 4) Biaya Uji Mobil Penumpang Umum 19.000,- 11 No Komponen Retribusi Tarif (Rp. ) Mobil bus, mobil barang, kendaraan khusus dan angkutan khusus 23.500,- Mobil barang lebih dari 2 sumbu 30.000,- Kereta gandengan, kereta tempelan 21.000,- 5) Penggantian Buku Uji yang hilang 50.000,- 6) Penggantian Stiker Uji yang hilang/Rusak 15.000,- 7) Penggantian Tanda Uji yang hilang 20.000,- 8) Pencucian/pembersihan bagian bawah kendaraan uji 5.000,-
9) Mutasi kendaraan Mobil Penumpang Umum 19.000,- Mobil bus, mobil barang, kendaraan khusus dan angkutan khusus 23.500,- Mobil barang lebih dari 2 sumbu 30.000,- Kereta gandengan, kereta tempelan 21.000,- 10) Rekomendasi numpang uji 15.000,- 11) Perubahan status dan perubahan bentuk kendaraan
Rubah Status Kendaraan 20.000,- Rubah Bentuk Kendaraan 30.000,-
b. Tarif Retribusi Penilaian Teknis Kendaraan No Jenis Obyek Retribusi Tarif (Rp. ) Sepeda motor 15.000,- Mobil Penumpang dan sejenisnya 19.000,- Mobil bus, mobil barang, kendaraan khusus dan angkutan khusus 23.500,- Mobil barang lebih dari 2 sumbu 30.000,- Kereta gandengan, kereta tempelan 21.000,-
c. Tarif Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum No Jenis Obyek Retribusi Tarif (Rp. ) Sepeda motor 500,- Mobil Penumpang dan sejenisnya 1.000,- Mobil bus, mobil barang, kendaraan khusus dan angkutan khusus 1.200,- Mobil barang lebih dari 2 sumbu 1.500,- Kereta gandengan, kereta tempelan 2.000,- 12 Bagian Kedua Retribusi Jasa Usaha Bidang Perhubungan Darat
Pasal 9
Struktur dan besarnya tarif retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d dan huuruf e, ditetapkan sebagai berikut: a. Retribusi Jasa Pelayanan Terminal. No Komponen Retribusi Tarif (Rp. ) 1) Tarif Retribusi Jasa Penggunaan Tempat Parkir Kendaraan Untuk Menaikkan Danmenurunkan Penumpang
a. Bus AKAP (sekali masuk) 1.500,- b. Bus AKDP (sekali masuk) 1.000,- c. Angkutan Perdesaan dengan jadwal tetap dan teratur (sekali masuk) 500,-
3) Tarif Retribusi Penggunaan Fasilitas Tempat Parkir Kendaraan selain Angkutan Umum
a. Sepeda motor (sekali parkir) 500,- b. Mobil (sekali parkir) 1.000,-
b. Retribusi Kegiatan Usaha Penunjang Terminal No Komponen Retribusi Tarif (Rp. /hari ) 1) Usaha makanan, minuman, penjualan rokok dan minuman 1.000,- 2) Usaha cindera mata dan bahan bacaan 1.000,- 3) Usaha tempat peristirahatan awak kendaraan umum 2.000,- 4) Usaha jasa telepon, paket dan sejenisnya 1.000,- 5) Usaha penjualan tiket angkutan 2.000,- 6) Usaha pencucian kendaraan 1.000,- 7) Jasa MCK (untuk sekali masuk) 1.500,- 8) Usaha penunjang lainnya 4.000,- 9) Penitipan kendaraan a. Kendaraan tidak bermotor 1.000,- b. Kendaraan bermotor roda dua 1.500,- c. Kendaraan bermotor roda empat 3.000,-
13 Bagian Ketiga Retribusi Perizinan Bidang Perhubungan
Pasal 10
Struktur dan besarnya tarif retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k, huruf k, huruf l, huruf m, dan huruf n, ditetapkan sebagai berikut: a. Retribusi Izin Penggunaan Jalan selain Untuk Kepentingan Lalu lintas No Status Jalan Kepentingan Tarif (Rp./m2) 1) Arteri Sosial/ Keagamaan Perorangan Komersial 0 ,- 3.000,- 5.000,- 2) Kolektor Sosial/ Keagamaan Perorangan Komersial 0 ,- 2.500,- 4.000,- 3) Lokal Sosial/ Keagamaan Perorangan Komersial 0 ,- 2.000,- 3.500,-
b. Retribusi Izin Bengkel No Klasifikasi Bengkel Tarif Ijin (Rp) 1)
Bengkel Perbaikan Roda 4 200.000,- Bengkel Perbaikan Roda 2 100.000,- 2) Bengkel Perawatan Roda 4 100.000,- Bengkel Perawatan Roda 2 50.000,- 3) Bengkel Uji Asap 100.000,-
c. Retribusi Izin Usaha Penderekan 1) Izin Operasi Penderekan Rp. 150.000,-
d. Retribusi Rekomendasi Izin Usaha Penyelenggaraan Sekolah Mengemudi 1) Izin Operasi Sekolah Mengemudi Rp. 150.000,-
e. Retribusi Izin Usaha Angkutan Bermotor di Jalan 1) Untuk Angkutan Orang No Jenis Kendaraan Tarif (Rp) a) Bus kapasitas 9 s/d 19 seat 50.000,- 14 b) Bus kapasitas 20 s/d 30 seat 75.000,- c) Bus kapasitas 31 seat ke atas 100.000,-
2) Untuk Angkutan Barang No Jenis Kendaraan Tarif (Rp) a) Konfigurasi sumbu 1.1 50.000,- b) Konfigurasi sumbu 1.2 75.000,- c) Konfigurasi sumbu 1.2.2 100.000,-
f. Retribusi Izin Trayek dan Rekomendasi Izin Trayek AKDP dan AKAP (berlaku 5 Tahun) No Jenis Kendaraan Tarif (Rp) a) Bus kapasitas 9 s/d 19 seat 100.000,- b) Bus kapasitas 20 s/d 30 seat 150.000,- c) Bus kapasitas 31 seat ke atas 200.000,- d) Rekomendasi Izin Trayek AKDP dan AKAP 25.000,-
g. Retribusi Izin Operasi (berlaku 5 Tahun) No Jenis Kendaraan Tarif (Rp) a) Angkutan Taksi 200.000,- b) Angkutan Sewa 200.000,- c) Angkutan Antar Jemput 200.000,-
h. Retribusi Izin Insidentil No Jenis Kendaraan Tarif (Rp) a) Bus kapasitas 9 s/d 19 seat 10.000,- b) Bus kapasitas 20 s/d 30 seat 15.000,- c) Bus kapasitas 31 seat ke atas 20.000,-
i. Retribusi Izin Pool dan Keagenan No Jenis Kegiatan Tarif (Rp) a) Pendirian Pool 50.000,- b) Pendirian Agen 25.000,-
15 BAB VII WILAYAH DAN KEWENANGAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Pasal 11
Retribusi terutang dipungut di Daerah.
Pasal 12 (1) Retribusi terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipungut oleh wajib pungut di daerah. (2) Wajib pungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat Dinas.
BAB VIII TATA CARA PENETAPAN RETRIBUSI
Pasal 13 (1) Wajib retribusi wajib mengisi SPTRD dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib retribusi atau kuasanya. (2) Berdasarkan SPTRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan retribusi terutang dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (3) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan data baru dan/atau data yang semula terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah retribusi yang terutang, maka dikeluarkan SKRDKB. (4) Bentuk, isi dan tata cara penerbitan SPTRD, SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan SKRDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Bupati.
BAB IX TATA CARA PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Pasal 14 Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan.
Pasal 15 Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
16 BAB X TATA CARA PEMBAYARAN RETRIBUSI
Pasal 16
(1) Pembayaran retribusi dilakukan di Kas Daerah atau di tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati sesuai waktu yang ditentukan dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Dalam hal pembayaran retribusi dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, hasil pembayaran retribusi harus disetor ke kas daerah dalam waktu selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati.
Pasal 17 (1) Pembayaran retribusi harus dilakukan secara tunai/ lunas. (2) Tata cara pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Bupati.
Pasal 18
(1) Setiap pembayaran retribusi diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan. (2) Bentuk, isi, kualitas, ukuran buku penerimaan dan tanda bukti pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati.
BAB XI TATA CARA PENAGIHAN RETRIBUSI
Pasal 19
(1) Penerbitan surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagai langkah awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi kepada wajib retribusi, dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran. (2) Apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib retribusi tidak melakukan tindakan yang berkaitan dengan penagihan retribusi dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27. (3) Surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Dinas. 17 (4) Bentuk dan isi surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Bupati.
BAB XII TATA CARA PENGURANGAN, KERINGANAN, PEMBETULAN, PENBATALAN DAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 20
(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan, pembetulan, pembatalan dan pembebasan retribusi. (2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan, pembetulan, pembatalan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Bupati.
BAB XIII TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN RETRIBUSI
Pasal 21 (1) Wajib retribusi harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk untuk perhitungan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi. (2) Berdasarkan permohonan dimaksud pada ayat (1), kelebihan pembayaran retribusi dapat langsung diperhitungkan terlebih dahulu dengan utang retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga. (3) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang berhak atas kelebihan pembayaran tersebut dapat diperhitungan dengan pembayaran retribusi selanjutnya.
Pasal 22 (1) Dalam hal kelebihan pembayaran retribusi yang masih tersisa setelah dilakukan perhitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, diterbitkan SKRDLB paling lambat 2 (dua) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi. (2) Kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan kepada wajib retribusi paling lambat 2 (dua) bulan sejak diterbitkan SKRDLB. (3) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB, Bupati memberikan imbalan bunga 2% (dua perseratus) sebulan atas keterlambatan pembayaran retribusi. 18 Pasal 23
(1) Pengembalian dimaksud dalam Pasal 23 dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah membayar kelebihan retribusi. (2) Atas perhitungan dimaksud dalam Pasal 22 diterbitkan bukti pemindahbukuan yang berlaku juga sebagai bukti pembayaran.
BAB XIV KADALUWARSA RETRIBUSI DAN PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI KARENA KADALUWARSA PENAGIHAN
Pasal 24
(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terhutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi. (2) Kadaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila; a. diterbitkan surat teguran, atau; b. ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung.
Pasal 25 (1) Piutang retribusi yang dapat dihapus adalah piutang retribusi yang tercantum dalam SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, disebabkan karena wajib retribusi meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris, tidak dapat ditemukan, tidak mempunyai harta kekayaan lagi atau karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa. (2) Untuk memastikan keadaan wajib retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilakukan pemeriksaan setempat terhadap wajib retribusi, sebagai dasar menentukan besarnya retribusi yang tidak dapat ditagih lagi. (3) Piutang retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dihapuskan setelah adanya penelitian administrasi mengenai kadaluwarsa penagihan retribusi oleh Dinas Pendapatan Daerah. (4) Atas dasar laporan dan penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap akhir tahun takwim Dinas Pendapatan daerah membuat daftar penghapusan piutang untuk setiap jenis retribusi yang berisi nama wajib retribusi, jumlah retribusi yang terutang, jumlah 19 retribusi yang telah dibayar, sisa piutang retribusi dan keterangan mengenai wajib retribusi. (5) Dinas yang membidangi Pendapatan Daerah menyampaikan usul penghapusan piutang retribusi kepada Bupati pada setiap akhir tahun takwim dengan dilampiri daftar penghapusan piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (6) Bupati menetapkan keputusan penghapusan piutang retribusi yang sudah kadaluwarsa. (7) Tata cara penghapusan piutang retribusi ditetapkan oleh Bupati.
BAB XV SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 26 Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua perseratus) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB XVI PENYIDIKAN
Pasal 27 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang lalu lintas angkutan jalan, serta tindak pidana di bidang retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana tersebut; c. meminta keterangan dan tanda bukti dari pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana tersebut; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang lain yang berkenaan dengan tindak pidana tersebut; 20 e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana tersebut; g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf e; h. memotret seseorang berkaitan dengan tindak pidana tersebut; i. memanggil seseorang untuk didengar keterangan dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana tersebut menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberi catatan dimulainya penyidikan dan penyampaian hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang- undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XVII KETENTUAN PIDANA
Pasal 28 (1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajiban sehingga merugikan keuangan daerah diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi yang terutang. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Bupati.
Pasal 30 Pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini maka : 21 a. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 1 Tahun 1999 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum (Lembaran Daerah Kabupaten Pekalongan Tahun 1999 Nomor 5, Seri B Nomor 3); b. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 11 Tahun 1999 tentang Retribusi Terminal (Lembaran Daerah Kabupaten Pekalongan Tahun 1999 Nomor 14 Seri B Nomor 8); c. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 12 Tahun 1999 tentang Retribusi Tempat Khusus Parkir (Lembaran Daerah Kabupaten Pekalongan Tahun 1999 Nomor 15, Seri B Nomor 9); d. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 9 Tahun 2002 tentang Retribusi Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor (Lembaran Daerah Kabupaten Pekalongan Tahun 2002 Nomor 22, Seri C Nomor 3); e. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 10 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Trayek (Lembaran Daerah Kabupaten Pekalongan Tahun 2002 Nomor 23, Seri C Nomor 4) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 31
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pekalongan.