HIJAU: Kawasan agropolitan di Kampung Gunung Batu, Desa Sindangjaya, Kecamatan Cipanas, masih perawan, kemarin. (FOTO:DEDE SANDI MULYADI/RADAR CIANJUR) CIPANASBanyak kalangan yang menilai Pemkab Cianjur kurang serius menangani kawasan wisata Agropolitan yang terletak di Desa Sindangjaya, Kecamatan Cipanas yang dibuka sejak 2002 lalu. Pasalnya, kawasan agropolitan yang dibangun dengan menghabiskan biaya sekitar Rp 3,2 milyar bersumber dari dari pemerintah pusat melalui Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil), kini kondisinya seakan kurang terurus dan berkembang. Bahkan, bagi sebagian kalangan, konsep kawasan agrowisata dinilainya tidak jelas sehingga terkesan dibiarkan. Padahal dari segi potensi alam kawasan tersebut sangat berpotensi untuk dikembangkan hingga menjadi salahsatu sektor pendapatan. Konsep pembukaan kawasan Agropolitan tidak jelas, padahal sangat berpotensi apabila dijadikan pusat sayur-mayur atau kawasan wisata, kata Sekjen Pemerhati Sosial dan lingkungan (Pasal), Eko Wiwid, kemarin.Dikatakannya, kawasan agropolitan seharusnya bisa dikembangkan lantas dijadikan pusat hasil pertanian. Bahkan, selebihnya bisa dijadikan tempat wisata atau penelitian mengenai sayur-mayur.Ini artinya, konsep agropolitan tidak tuntas dan tidak memberdayakan petani lokal, ujarnya.Menurutnya, seharusnya pemerintah Cianjur membuat konsep agro wisata yang lengkap serta memberikan peluang ekonomi bagi rakyat di sektor riil (Mikro), memberdayakan sektor pertanian bagi warga petani. Jika pemerintah mau serius menangani masalah kawasan agropolitan. Hal itu, merupakan peluang besar bagi peningkatan ekonomi masyarakat lokal dan pengembangan sektor wisata agropolitan, ungkapnya. (des)
Short URL: http://radarsukabumi.com/?p=3004
osted by admin on 13 Feb 2012. Filed under CIANJUR. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Both comments and pings are currently closed.
Diakses 20-4-13
Situs Resmi Pemerintah Kota Banjar - Jawa Barat Rubrik : Bisnis dan Ekonomi
PENGEMBANGAN
KAWASAN
AGROPOLITAN
DALAM
RANGKA
Oleh :
1. Kebijakan Pengembangan
a. Kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berorientasi pada kekuatan pasar (market driven), melalui pemberdayaan masyarakat yang tidak saja diarahkan pada upaya pengembangan usaha budidaya (on-farm) tetapi juga meliputi pengembangan agribisnis hulu (penyediaan sarana pertanian) dan agribisnis hilir (processing dan pemasaran) dan jasa-jasa pendukungnya.
b. kemudahan melalui penyediaan dalam prasarana suatu dan sarana yang yang utuh dapat dan
pengembangan
agribisnis
kesisteman
mulai dari subsistem budidaya (on-farm), subsistem agribisnis hulu, hilir, dan jasa penunjang.
c. Agar terjadi sinergi daya pengembangan tenaga kerja, komoditi yang akan dikembangkan hendaknya yang bersifat export base bukan row base, dengan demikian hendaknya konsep pengembangan kawasan agropolitan mencakup agrobisnis, agroprocessing dan agroindustri.
d. Diarahkan pada consumer oriented melalui sistem keterkaitan desa dan kota (urban-rural linkage).
2. Strategi Pengembangan
a. Penyusunan master plan pengembangan kawasan agropolitan yang akan menjadi acuan dilakukan disusun jangka rintisan terdapat masing-masing oleh lebih Pemerintah akomodatif. (5 tahun) stimultans. plan, metriks Daerah Disusun dan wilayah/ dan propinsi. sehingga panjang tahun) Penyusunan program (10 yang yang tahun), bersifat
masyarakat jangka
dalam
jangka
Dalam
pendek
setidaknya jawab
kegiatan
penanggung
b. dimulai
selanjutnya dengan
mengusulkan Potensi
kawasan dan
terlebih
melakukan potensi
Identifikasi lokasi
mengetahui Potensi
kondisi
unggulan), kondisi
SDA,
SDM,
Kelembagaan, dengan
serta
terkait
sistem
permukiman
nasional,
propinsi,
c. Sosialisasi Program Agropolitan; dilakukan kepada seluruh stakeholder yang terkait dengan pengembangan program agropolitan baik di Pusat maupun di Daerah, sehingga pengembangan program agropolitan dapat lebih terpadu dan terintegrasi.
a. Penyiapan Master Plan Kawasan Agropolitan termasuk didalamnya rencanarencana prasarana dan sarana.
Pada tahun 1 (pertama) dukungan PSK diarahkan pada kawasan-kawasan sentra produksi, terutama pemenuhan kebutuhan air baku, jalan usaha tani, dan pergudangan.
Pada tahun ke 2 (kedua) dukungan PSK diprioritaskan untuk meningkatkan nilai tambah dan pemasaran termasuk sarana untuk menjaga kualitas serta pemasaran ke luar kawasan agropolitan.
Pada tahun ke 3 (ketiga) dukungan PSK diprioritaskan untuk meningkatkan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman.
c. Pendampingan agropolitan,
Pelaksanaan
Program;
dalam harus
pelaksanaan
program
masyarakat
ditempatkan
sebagai pelaku utama sedangkan pemerintah berperan memberikan fasilitasi dan pendampingan sehingga mendapatkan keberhasilan yang lebih optimal.
d. Pembiayaan Program Agropolitan; pada prinsipnya pembiayaan program agropolitan dilakukan masyarakat, hasil, melalui pelaku dana baik petani, pelaku dan untuk penyedia penyedia Pemda agroinput, jasa. dan pelaku Fasilitasi masyarakat oleh pengolah pemerintah diarahkan
pemasaran stimultans
pelaku
mendorong
untuk membiayai prasarana dan sarana yang bersifat publik dan strategis.
1. Bantuan teknik Penyusunan Rencana Teknis dan DED 7 kawasan di 7 Propinsi sebagai acuan pengembangan kawasan agropolitan.
3. sosialisasi tingkat sosialisasi program-program kawasan program dan pengembangan tingkat kabupaten kawasan kawasan (7
Rintisan), Tingkat
pengembangan
agropolitan
Nasional
Agropolitan
acuan
dalam
2. Pedoman Mengingat Penyusunan Master Plan Pengembangan Master Plan Kawasan akan
pelaksanaannya
penyusunan
dilaksanakan
Pemerintah
Daerah,
untuk
memfasilitasi
kegiatan
tersebut
diperlukan
3. dengan maka kesepakatan dihimbau untuk antara dapat Departemen Pertanian Program dengan Dep.
mengembangkan
Pengembangan
yang ditetapkan dalam Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan dan Hasil maka Wilayah Kaji Departemen bersama Tindak Pertanian instansi Identifikasi dan Departemen lainnya di Potensi dan dan Masalah, Prasarana dan
terkait satu
propinsi,
kabupaten,
menetapkan
salah
kawasan
agropolitan
dikembangkan
Berdasarkan pengembangan kawasan agropolitan ini, terdapat beberapa hal yang cukup
menarik untuk dicermati dan menjadi tantangan untuk pengembangan kawasan agropolitan berikutnya, yaitu:
1.
Berkembangnya
proses pencaloan/ ijon, telah mengakibatkan produk pertanian dikuasai oleh pengijon dan dijual langsung ke pasar yang lebih luas tanpa melalui pusat kawasan agropolitan. Bila praktek ini terus terjadi, maka proses pengembangan kawasan agropolitan sebagai satu kesatuan kawasan antara pusat agropolitan dan pusat produksi akan sulit diwujudkan dan nilai tambah yang diharapkan tidak akan terjadi di kawasan.
2. produktifitas meningkatkan petani yang cenderung akan subsisten sangat dan sulit
Tingkat untuk
produktifitasnya
berpengaruh
terhadap
pengembangan agroindustri yang membutuhkan dukungan sediaan produk pertanian dalam jumlah besar dan konstan. Perlu adanya pelatihan yang terus menerus sehingga budaya yang bersifat subsisten tersebut dapat dirubah.
3. ruas-ruas mampu pusat banyak jalan yang ada antar di kawasan di agropolitan kawasan akan poros
desa-desa di pada
agropolitan
agropolitan terutama
Cipanas, jalan
tetapi dan
masih desa
rusak
desa
4. ekonomi Cipanas) seperti belum pasar setempat, dan pasar kaget, untuk dan pasar induk
memadai
mencukupi
kebutuhan
pemasaran
DED,
wewenang desa
dengan
stakeholder
Penutup
Pembangunan kawasan dibutuhkan. antara perdesaan Hal ini tidak didasari bisa dipungkiri hanya merupakan karena akan hal yang mutlak
bukan dengan
kawasan potensi
perdesaan di
perkotaan
tingginya
kawasan
perdesaan
yang
potensial
Pengembangan
kawasan
agropolitan
menjadi
sangat
penting
dalam
kontek
2. kawasan agropolitan dapat meningkatkan pemerataan mengingat dipilih merupakan basis aktifitas masyarakat.
3. dari sektor pengembangan yang dipilih kawasan dan sektor menjadi lebih pasti dan
mempunyai
keunggulan
kompetitif
Hal yang perlu digaris bawahi adalah pengembangan kawasan agropolitan tidak
bisa terlepas dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) sebagai matra tersebut, spasial nasional yang kawasan andalan/ disepakati agropolitan terkait bersama. tetap harus Berdasarkan mengacu hal
pengembangan andalan.
dengan
pengembangan
Dengan
sinkronisasi
tersebut,
pembangunan
nasional
Minyak
Atsiri
di
Pedesaan
Jakarta, Juli 2010 Pengembangan pengolahan minyak atsiri di pedesaan merupakan langkah strategis dalam memacu pertumbuhan perekonomian daerah, selain dapat meningkatkan kesempatan kerja, meningkatkan nilai tambah dan daya saing, serta pendapatan petani
Co-Benefits: Pendekatan Bagi Pembangunan dan Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Dikirim 05 Februari 2010 by Administrator
Co-Benefits atau keuntungan-bersama didefinisikan sebagai upaya terintegrasi untuk menangani perubahan iklim yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan pada negara-negara berkembang. Hal ini mengingat pembangunan ekonomi dan sosial merupakan prioritas negara-negara berkembang disamping tuntutan untuk dapat berkontribusi pada pengelolaan lingkungan global. Selengkapnya
Workshop Pendekatan Keuntungan Bersama (Co-Benefits Approach) Dalam Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia Dikirim 03 Februari 2010 by Admin Pengolahan Hasil Pertanian
Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia bekerjasama dengan Pusat Kerjasama Luar Negeri (Overseas Environmental Cooperation CenterOECC) dan Japan International Cooperation Agency (JICA) menyelengarakan Workshop Pendekatan Keuntungan Bersama (Co-Benefits Approach) Dalam Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia dengan Tema: Development Strategies on Climate Change:... Selengkapnya
Bimbingan Teknis / Pengawalan Pengolahan Dikirim 19 Juni 2009 by Admin Pengolahan Hasil Pertanian
Hasil
Pertanian
Berkaitan dengan pelaksanaan Tugas Pembantuan kegiatan Pengembangan Agroindustri Kelapa Terpadu dan Pengolahan Tepung-tepungan, Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, Ditjen PPHP mengadakan Bimbingan Teknis Pembinaan dan Pengawalan Pengolahan Hasil Pertanian. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 24 dan 25 Maret 2009 di Jakarta. Selengkapnya
Ucapan
Terima
Kasih
kepada:
Dr.
Ir.
Soenarno,
Dipl.HE.
Mantan
Menteri
Pemukiman
dan
Prasarana
Wilayah
(Menkimpraswil)
1.
Fakultas
Tehnik
Sipil
Universitas
Gajah
Mada
Yogyakarta.September
1962
2. IHE Delft (Sp.I) International Institute for Hydraulic and Environmental Engineering Delft, The Netherlands September 1977
3. Doctorate Degree Program in Civil Engineering Columbia Pacific University, San Rafael, California, USA Nopember 1982
To all my friend 1. Riki (Civil Engineering, Universitas Indonesia) 2. Widia P. M. (Civil Engineering, UNIGA) 3. Erwin P. L. (Civil Engineering, UNIGAL) 4. Fadly F. (Civil Engineering, UMY) 5. Gilang G. N. K. (Civil Engineering. ITENAS) 6. Deni Nugraha (Kota Banjar) 7. Ismail M. S (Pertanian UNSOED)
Referensi
1. Douglas, Michael, Regional Networks Development, UNHCS-Bappenas, 1986 2. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Profil Kawasan DPP dan Agropolitan, 3. Direktorat Penyusunan Jenderal Rencana Perkotaan Teknis dan dan DED 7 Perdesaan, kawasan di Bantuan 7 Propinsi, teknik 2002 2002.
4. Porter, Michael, The Competitive Advantage of Nations, Cambridge, 1998. 5. Soenarno, Pengembangan Kawasan Agropolitan Dalam Rangka Pengembangan Wilayah, 2003.
6. UU NO 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang Nasional, Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN), 1992.
Semoga bermanfaat dan Terima Kasih Situs Resmi Pemerintah Kota Banjar - Jawa Barat : http://www.banjar-jabar.go.id Versi Online : http://www.banjar-jabar.go.id/?pilih=news&aksi=lihat&id=2231 Diakses 23-8-2013