Anda di halaman 1dari 9

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Anak merupakan anugerah yang diberikan Tuhan pada setiap umat manusia. Setiap anak dilahirkan dengan berbagai kemampuan, bahkan ketika ia dilahirkan. Orang tua yang diberi anugerah anak kemudian mempunyai tanggung jawab yang besar agar mampu menjaga dan mendidik anak sehingga dapat tumbuh kembang sebagaimana mestinya. Tidak dapat disangkal lagi, orang tua merupakan pemberi stimulus pertama kali yang akan menunjang segala kemampuan anak dikemudian hari, terutama dalam usia satu sampai enam tahun yang sering kali disebut sebagai usia emas (the golden age) karena pentingnya usia ini dalam tahap perkembangan seorang anak (Gunarsa, 2006). Pada usia inilah perkembangan anak terjadi dengan pesatnya, segala kemampuan yang ada dalam diri anak akan segera berkembang dalam usia ini. Pada usia ini umumnya seorang anak disebut juga sebagai usia pra sekolah, karena dalam rentang perkembangan usia ini seorang anak umumnya diikutsertakan oleh orang tua dalam program pendidikan pra sekolah baik itu formal, non formal, maupun pendidikan program pra sekolah informal (Gunasa, 2006). Karakteristik anak usia prasekolah meliputi: 1) pertumbuhan fisik dan jasmani seperti pertumbuhan tinggi badan, pertumbuhan gigi, berat badan, motorik kasar dan motorik halus, 2) perkembangan intelektual dan emosional anak usia prasekolah yang normal biasanya telah dapat berfikir secara logis untuk hal-hal nyata, sehingga dapat mengontrol emosinya dengan baik, 3) karakteristik perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah yang diajarkan cara berbahasa yang baik sehingga anak akan berinteraksi dengan baik kepada orang lain, 4) perkembangan

sikap anak biasanya anak meniru perbuatan dan sikap orang tuanya, apabila orang tuanya bersikap baik dengan didikan yang baik, anak tentu akan tumbuh menjadi anak yang baik (Rasyid, 2009). Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak. Kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada sistem lainnya, sebab melibatkan kemampuan kognitif, sensori motor, psikologis, emosi dan lingkungan disekitar anak (Soetjiningsih, 2003). Anak yang tumbuh dan berkembang dengan baik ditandai dengan perkembangan bahasa yang meningkat baik. Hal ini juga ditunjukkan dengan kemampuan anak secara bertahap berubah dari melakukan ekspresi suara kemudian berekspresi dengan berkomunikasi dan dari hanya berkomunikasi dengan menggunakan gerakan dan isyarat untuk menunjukkan kemauan, berkembang menjadi komunikasi melalui perkataan yang tepat dan jelas (Patmodewo, 2003). Anak pra sekolah biasanya telah mampu mengembangkan keterampilan berbahasa melalui percakapan yang dapat menarik perhatian orang lain. Mereka dapat menggunakan bahasa dengan berbagai cara, antara lain dengan bertanya, melakukan dialog dan bernyanyi. Sejak berusia dua tahun anak memiliki minat yang tinggi untuk menyebut berbagai nama benda. Minat tersebut akan terus berlangsung dan meningkat bersamaan dengan bertambahnya perbendaharaan kata dari yang telah dimiliki sebelumnya (Patmodewo, 2003). Hal-hal disekitar anak akan mempunyai arti apabila anak mengenal nama diri. Pengalaman dan situasi yang dihadapi anak akan mempunyai arti apabila anak mampu menggunakan kata-kata untuk menyebut benda-benda atau menjelaskan peristiwa. Dengan demikian akan membantu anak untuk membentuk gagasan yang dapat dikomunikasikan kepada orang lain. Pendengar ataupun penerima berita akan mampu memahami apa yang dimaksudkan

oleh pengirim berita melalui bahasa yang digunakan. Anak-anak dapat menggunakan bahasa dengan ungkapan yang lain, misalnya bermain peran, isyarat yang ekspresif, dan melalui bentuk seni contohnya menggambar. Ungkapan tersebut dapat merupakan petunjuk bagaimana anak memandang lingkungan sekitarnya dalam kaitan dirinya dengan orang lain (Patmodewo, 2003). Beberapa data menunjukkan angka kejadian anak dengan keterlambatan bicara (speech delay) cukup tinggi. Gangguan komunikasi dan gangguan kognitif merupakan bagian dari gangguan perkembangan anak, terjadi pada sekitar 8%. Menurut NCHS (National Center for Health Statistics AS), berdasarkan atas laporan orang tua (diluar gangguan pendengaran dan celah pada palatum) angka kejadiannya 0,9 % pada anak dibawah umur 5 tahun dan 1,94% pada anak usia 5 sampai dengan 14 tahun. Dari hasil evaluasi langsung terhadap anak usia sekolah, angka kejadiannya 3,8 kali lebih tinggi dari yang berdasarkan hasil wawancara. Berdasarkan hal ini diperkirakan gangguan bicara dan bahasa pada anak adalah sekitar 4% sampai dengan 5% (Soetjiningsih, 2003). Berdasarkan data kunjungan pasien di ruang poli tumbuh kembang RS Dr. Kariadi Semarang selama bulan Juni sampai November 2004 dimana 100 dari 250 jumlah kunjungan melakukan pemeriksaan Denver Developmental Screening Test (DDST) dan dari 100 ditemukan gangguan bahasa sebanyak 75% kasus lain antara lain malnutrisi, retardasi mental dan ADHD (hiperaktif dan autisme). Hartanto (2011), menerangkan selama tahun 2007 di poliklinik tumbuh kembang anak RS Dr. Kariadi Semarang didapatkan 22,9% dari 436 kunjungan baru datang dengan keluhan terlambat bicara, 13 (2,98%) di antaranya didapatkan gangguan perkembangan bahasa. Yuli (2010), gangguan wicara pada anak adalah salah satu kelainan yang sering dialami oleh anak-anak dan terjadi pada 1 dari 12 anak atau 5% sampai 8% dari anak-anak prasekolah. Hal ini mencakup gangguan berbicara 3% dan gagap 1%.

Di Indonesia masalah keterlambatan perkembangan masih sangat banyak padahal program peningkatan kualitas anak di Indonesia menjadi salah satu prioritas pemerintah. Sampai saat ini belum ada data pasti mengenai jumlah anak Indonesia yang mengalami keterlambatan perkembangan. Anak Indonesia yang kurang dari dua tahun, 6,5% mengalami keterlambatan perkembangan bahasa (Alisjahbana, 2003). Apabila masalah tersebut tidak segera ditangani, maka anak tersebut akan mengalami ganggguan dalam berkomunikasi dengan keluarga, dan orang lain disekitar lingkungannya. Hal ini juga dapat menimbulkan terjadinya kekerasan fisik kepada temannya untuk mengungkapkan ketidakmampuan berbahasanya (Hidayatullah, 2004). Anak yang mengalami kelainan bahasa pada prasekolah 40% hingga 60% akan mengalami kesulitan belajar dalam bahasa tulisan dan mata pelajaran akademik. Sidiarto (2002) menyebutkan bahwa anak yang dirujuk dengan kesulitan belajar spesifik, lebih dari 60% mempunyai keterlambatan bicara. Rice (2007) menyebutkan, apabila disfasia perkembangan tidak diatasi secara dini, 40% sampai dengan 75% anak akan mengalami kesulitan untuk membaca. Keterlambatan anak dalam kemampuan berbahasa dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti tingkat ekonomi orang tua, lingkungan, pendidikan, status gizi, dan pengetahuan orang tua. Pengetahuan orang tua sangat berperan penting dalam pengembangan bahasa terhadap anak. Sebelum anak memasuki lingkungan sosial yang lebih luas, masa bermain dan bersekolah, lingkungan keluarga seharusnya bisa menjadi arena yang menyenangkan bagi proses perkembangan anak (Hurlock, 2005). Syamsu Yusuf (2004) mengatakan bahwa perkembangan bahasa dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu: faktor kesehatan, intelegensi, status sosial ekonomi, jenis kelamin, dan hubungan keluarga.

Menurut Gunarsa (2000) dorongan terhadap kemampuan berbahasa anak berhubungan erat dengan pembinaan dari keluarga. Keluarga dan suasana keluarga memegang peran utama untuk menanamkan dan mengembangkan kemampuan berbahasa anak. Bagaimana orang tua bersikap, berhubungan dan menerapkan keterlibatannya terhadap anak memegang peranan penting dalam menanamkan dan membina kemampuan berbahasa. Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya, sikap ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari cara orang tua memberikan peraturan kepada anak, cara memberikan hadiah dan hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritas dan cara orang tua memberikan perhatian atau tanggapan terhadap keinginan anak. Dengan demikian yang disebut dengan pola asuh orang tua adalah bagaimana cara mendidik orang tua terhadap anak, baik secara langsung maupun tidak langsung (Chabib Thoha, 2000). Pola asuh pada prinsipnya merupakan parental control. Hal senada juga dikemukakan oleh Kohn yang menyatakan bahwa pola asuh merupakan cara orangtua berinteraksi dengan anaknya, meliputi; pemberian aturan, hadiah, hukuman dan pemberian perhatian, serta tanggapan terhadap perilaku anak (Baumrind, dikutip oleh Wawan Junaidi, 2010). Menurut Theresi (2009) pola asuh adalah pola interaksi antara orang tua dan anak yaitu bagaimana cara bersikap atau perilaku orang tua saat berinteraksi dengan anak, termasuk cara penerapan aturan, mengajarkan nilai/norma, memberikan perhatian dan kasih sayang serta menunjukkan sikap dan perilaku baik sehingga dijadikan panutan bagi anaknya Pada penelitian oleh Diana Baumrind di bedakan adanya pola pengasuhan orangtua yang bersikap Authoritarian, permissive, authotaritative. Pada penelitian yangdilakukan oleh hurlock, shneiders dibedakan pola perilaku orang tua kedalam 7 kriteria yaitu: overprotective, permissive, rejection, acceptance, domination, submission, puniveness (overdisipline). (Yusuf ,2005)

Dari survey penilaian tumbuh kembang anak melalui DDTK(deteksi dini tumbuh kembang anak) di Dinas Kesehatan Kabupaten Solok tahun 2009-2010 terhadap penilaian bahasa dan bicara anak dari 750 anak pada usia pra sekolah didapatkan sekitar 5% mengalami keterlambatan bahasa dan bicara pada umur 3-10 tahun dan pada tahun 2011-2012 meningkat sekitar 7% anak mengalami keterlambatan bahasa. Sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang diteliti oleh Lidya Maryeni Fitri yang berjudul Gambaran Pola Asuh Ibu Dengan Tingkat Perkembangan Bahasa pada anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-Kanak AL Falah Bukittinggi Tahun 2009 yaitu dari hasil analisa data terlihat Ada Hubungan Antara Pola Asuh Ibu Dengan tingkat Perkembangan Bahasa Pada Anak Usia Prasekolah. Berdasarkan study awal yang di lakukan di Taman Kanan-kanak Nagari Koto Anau Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok didapatkan gambaran data anak didik lokal A untuk playgroup yang berjumlah 6 orang anak didik dan lokal B untuk taman kanak-kanak yang terdiri dari 3 lokal yang masing-masing lokal terdiri dari 22 orang anak didik. Jadi jumlah anak didik yang ada ditaman kanak-kanak Nagari Koto Anau Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok adalah sebanyak 72 orang. Dari hasil observasi dan wawancara pada survey awal pada tanggal 2 januari 2013 observasi dari hasil raport 85 anak didik didapatkan anak mengalami keterlambatan perkembangan bahasa 7 orang anak didik dan hasil observasi langsung dengan anak didik didapatkan ada anak yang hanya diam ketika ditanya dan diminta untuk mengulangi kalimat dan juga ada anak yang bingung dan bicara tidak jelas dalam menjawab dan mengulangi kalimat yang sudah beberapa kali diterangkan. Dari hasil wawancara dengan guru kelas didapatkan 7 orang anak didik mengalami keterlambatan bahasa saat anak diminta untuk

berhitung,mengulangi sebuah kalimat dan menerangkan sebuah gambar,mungkin disini dikarenakan pola asuh orang tua yang kurang efektif terhadap anak seperti orang tua yang kurang berinteraksi dengan anak dan kurang melatih anak dalam memperkenalkan kosakata.

Berdasarkan uraian di atas peneliti telah meneliti tentang Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Bahasa Pada Anak Prasekolah di Taman Kanak-Kanak Nagari Koto Anau Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok Tahun 2013.

B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan, yaitu apakah terdapat hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan bahasa pada anak prasekolah di Taman Kanak-Kanak Nagari Koto Anau Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok Tahun 2013

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah di Taman Kanak-Kanak Nagari Koto Anau Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok tahun 2013.

2. Tujuan Khusus a. Diketahui distribusi frekuensi perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah di Taman Kanak-Kanak Nagari Koto Anau Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok tahun 2013.

b. Diketahui distribusi frekuensi pola asuh orang tua di Taman Kanak-Kanak Nagari Koto Anau Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok tahun 2013. c. Diketahui distribusi frekuensi pola asuh orang tua dengan perkembangan bahasa pada anak prasekolah di Taman Kanak-Kanak Nagari Koto Anau Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok tahun 2013.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan wawasan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang pola asuh anak dan perkembangan bahasa anak prasekolah, serta dapat menyampaikan pada masyarakat umumnya dan keluarga terdekat khususnya mengenai hubungan pola asuh dengan perkembangan bahasa anak usia prasekolah. 2. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat menambah sumber referensi bagi mahasiswa STIKES Indonesia, khususnya materi perkembangan bahasa anak prasekolah. 3. Bagi Taman Kanak-Kanak Nagari Kecamatan Lembang Jaya Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi sekolah, khususnya para guru dalam membantu mengatasi anak dengan keterlambatan/gangguan perkembangan bahasa dengan bekerjasama dengan orang tua murid. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pedoman bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk meneliti masalah perkembangan bahasa anak prasekolah dengan variabel yang lebih luas.

E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah di Taman Kanak-Kanak Nagari Koto Anau Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok. Dengan variabel dependen adalah perkembangan bahasa anak prasekolah dan variabel independen adalah pola asuh orang tua. Jumlah populasi adalah 72 orang tua siswa. Sampel berjumlah 72 orang yang diambil secara Total Sampling.

Anda mungkin juga menyukai