Anda di halaman 1dari 5

FRAKTUR

A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadinya jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar
dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik (Price, 1995).
Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang (Doengoes, 2000).

B. JENIS
Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran. Fraktur tidak komplet, patah hanya terjadi pada
sebagian dari garis tengah tulang.
Fraktur tertutup tidak menyebabkan robeknya kulit. Fraktur terbuka (fraktur
komplikata/kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau
membrana mukosa sampai ke patahan tulang (Mansjoer, 2000).

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri
2. Deformitas
3. Pemendekan
4. Krepitasi
5. Pembengkakan dan perubahan warna kulit.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sinar-X : Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
Scan tomogram, CT-Scan/MRI : Mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
Arteriogram : Bila dicurigai kerusakan vasculer.
Hitung darah lengkap : Hematokrit, sel darah putih.
Kreatinin : Meningkatkan beban kliens ginjal Profil koagulasi.
E. PENATALAKSANAAN
Reduksi, mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Diperlukan analgesik jika perlu anastesi. Reduksi dilakukan secara
terbuka dan tertutup.
Imobilisasi fraktur, dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna
atau interna. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi.

F. PATOFISIOLOGI
Trauma tulang

Kerusakan ← Dekontinuitas tulang → Gesekan fragmen → Nyeri


mobilitas fisik tulang

Fragmen terbuka Fraktur tertutup

Framen menembus kulit Fragmen menembus jar. Lunak

Gangguan Potensial Gangguan


Integritas kulit infeksi perfusi jaringan

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan jaringan; reflek spasme otot terhadap fraktur,
luka operasi.
Tujuan : Nyeri menurun/terkontrol.
Intervensi :
1. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik dan beratnya (skala 1-10)
R : Berguna dalam keefektifan obat, kemajuan penyembuhan.
2. Pertahankan istirahat dengan posisi sesuai kondisi.
R : Menghilangkan tegangan yang bertambah dengan posisi yang
nyaman.
3. Dorong ambulasi dini.
R : Meningkatkan normalisasi fungsi organ yang sehat/tidak ada
trauma.
4. Berikan aktivitas hiburan.
R : Meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping.
5. Berikan kompres pada daerah nyeri.
R : Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa
ujung syaraf.
6. Berikan dualgesik sesuai indikasi.
R : Menghilangkan nyeri.

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri; kerusakan integritas


tulang.
Tujuan : Mampu meminta bantuan untuk mobilisasi sesuai kebutuhan.
Mampu memaksimalkan fungsi ekstrimitas yang sehat.
Intervensi :
1. Ajarkan untuk melakukan latihan tentang gerak aktif pada anggota
gerak yang sehat sedikitnya 4x sehari.
R : Mengoptimalkan anggota gerak yang sehat, mencegah penurunan
perfusi jaringan anggota gerak yang sehat.
2. Posisikan tubuh untuk mencegah komplikasi, ubah posisi tiap 2-4 jam.
R : Mencegah komplikasi.
3. Ajarkan penggunaan alat bantu yang sesuai.
R : Membantu mobilisasi secara mandiri.
4. Ajarkan individu melakukan tindakan kewaspadaan keamanan.
R : Mencegah injuri karena kerusakan mobilitas fisik.
5. Kolaborasi untuk fisioterapi.
R : Meningkatkan kemampuan mobilitas secara bertahap.
3. Resiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
penurunan/interupsi aliran darah.
Tujuan : Mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan oleh teraba nadi,
kulit hangat/kering, sensori normal, tanda vital stabil, haluaran
urin haluaran urin adekuat.
Intervensi :
1. Kaji aliran hapiur, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur.
R : Kembalinya warna harus cepat (3-5 detik), warna kulit
menunjukkan gangguan anterial. Sianosis diduga ada gangguan
vena.
2. Kaji neoromuskuler. Perhatikan perubahan fungsi motor/sensori.
Minta pasien untuk melokalisasi nyeri/ketidaknyamanan.
R : Gangguan perasaan kebas, kesemutan, peningkatan/penyebaran
nyeri terjadi bila sirkulasi pada saraf tidak adekuat/saraf rusak.
3. Kaji keseluruhan panjang ekstrimitas yang cedera untuk pembengkakan/
pembentukan edema. Perhatikan adanya hematoma. Bandingkan
ekstrimitas yang cedera dan yang sehat.
R : Peningkatan tingkat ekstrimitas yang cedera dapat diduga adanya
pembengkakan jaringan/edema umum tetapi dapat menunjukkan
perdarahan.
4. Selidiki tanda iskemin ekstrimitas tiba (penurunan suhu kulit,
peningkatan nyeri).
R : Dislokasi fraktur sendi dapat menyebabkan kerusakan arteri yang
berdekatan sehingga aliran darah ke distal hilang/turun.
5. Ambulasi sesegera mungkin.
R : Meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah
khususnya ekstrimitas bawah.
6. Awasi tanda vital
R : Ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem
perfusi jaringan.
7. Awasi Hb/Ht, pemeriksaan koagulasi (kadar protombin).
R : Membantu dalam kalkulasi kehilangan darah dan keefektifan
terapi pengganti.
8. Siapkan intervensi bedah sesuai indikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Mansjoer, A., 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Aesculapius,


Jakarta.

Prince Wilson, 2000, Patologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, EGC,


Jakarta.

Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai