Anda di halaman 1dari 27

CASE REPORT Stroke Non-Hemoragik

OLEH Edi Timanta Tarigan Rico Piawan Sutanto Satya Adi Nugraha Yeni Octaria Bukit 0818011056 0818011092 0918011077 0918011089

PEMBIMBING dr. Sanjoto S, Sp.KFR

SMF REHABILITASI MEDIK RSUD Dr. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG JULI 2013

STATUS NEUROLOGIS
I. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Alamat Agama Pekerjaan Status Suku Bangsa Tgl. Masuk RS Dirawat yang ke II. RIWAYAT PENYAKIT Anamnesis : Autoanamnesa : Tn. S : Alloanamnesa : Ny. E (anak pertama pasien) : Tn. S : 75 tahun : Jalan Langi : Islam : Pensiunan PNS PJKA : Menikah : Jawa : 1 Juli 2013 : Pertama

Keluhan utama

: Lengan kanan dan tungkai kanan tidak bisa digerakkan

Keluhan tambahan

: Bicara tidak jelas (pelo), sulit menelan, batuk berdahak, ngompol.

Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang Pasien datang ke RSUD AM 1 Juli 2013 dengan keluhan utama tibatiba lengan kanan dan tungkai kanan lemah untuk digerakkan. Selain itu pasien juga mengeluh bicaranya menjadi pelo, sulit menelan, batuk berdahak dan tidak mampu menahan keinginannya untuk berkemih (ngompol).

Keluhan ini dirasakan pasien sejak satu hari sebelumnya tanggal 30 Juni 2013 pasien tiba-tiba tidak dapat menggerakkan lengan kanan dan tungkai kanannya sehingga pasien terjatuh (melorot) dari kursi. Sewaktu kejadian, pasien sedang beristirahat santai dalam posisi duduk

dikursi. Pasien mengaku sadar dan ingat semua kejadian serta keadaannya sewaktu itu, pasien tidak muntah, tidak merasa sakit kepala, dan merasa lehernya tidak kaku.

Beberapa saat setelah kejadian, keluarga baru mengetahuinya dan pasien langsung dibaringkan di tempat tidur. Setelah itu, bicara pasien menjadi tidak jelas (pelo), pasien sulit menelan makanan maupun minuman, beberapa kali pasien kencing tanpa disadarinya (ngompol), dan pasien sering batuk berdahak.

Pasien mengaku tidak pernah mengalami kejadian seperti ini sebelumnya. Pasien mengaku memiliki riwayat penyakit darah tinggi yang baru diketahuinya sejak 5 tahun yang lalu dan sering kontrol ke dokter serta minum obat (untuk menurunkan darah tinggi) secara teratur. Pasien juga mengaku memiliki riwayat penyakit kencing manis sejak 7 tahun yang lalu, tetapi gula darahnya jarang dikontrol. Pasien juga mengatakan bahwa scrotum kanannya sering membesar sejak masih kecil (hernia) tetapi masih masih bisa dimasukkan kembali. Pasien menyangkal bahwa dirinya punya riwayat sakit jantung.

Pasien mengaku bahwa dirinya gemar mengkonsumsi (gorengan, makanan bersantan, jeroan, minum kopi manis) dan jarang berolahraga. Kegemaran merokok dan minum alkohol, disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat darah tinggi Riwayat kencing manis Hernia Sakit jantung disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada info Riwayat Sosio Ekonomi Pasien merupakan pensiunan PNS PJKA. Pasien memilki seorang istri dan 8 orang anak (sudah menikah semua). Saat ini pasien tinggal bersama istri, anak (Ny.E), menantu dan 3 orang cucunya. Pasien hidup dari tunjangan pensiunannya dan kiriman dari anak-anaknya yang dikelola oleh Ny.E.

III. PEMERIKSAAN FISIK Status Present Keadaan umum Kesadaran GCS : Tampak sakit sedang : Compos mentis, : 15 (E4M6V5) E4 = membuka mata secara spontan M6 = mengikuti perintah V5 = orientasi baik dengan disatria Vital sign Tekanan darah Nadi RR Suhu Gizi : : 140/ 70 mmHg : 80 x/menit : 22 x/menit : 37,1 oC : Cukup

Status Generalis Kepala Rambut Mata : Normocephalic : Putih beruban, lurus, tidak mudah dicabut : Konjungtiva ananemis, sklera anikterik palpebra udema (-/-) Telinga : Liang lapang, MT intak, serumen (-/-)

Hidung

: Septum tidak deviasi, sekret (-/-), pernafasan cuping hidung (-)

Mulut

: Bibir asimetri (miring ke kanan), bibir tidak kering, lidah kotor, lidah deviasi kekanan

Leher Pembesaran KGB Trakhea Pembesaran tiroid JVP Toraks Cor Inspeksi Palpasi Perkusi

: : (-) : Central : (-) : Tidak meningkat : : : Iktus kordis tidak terlihat : Iktus kordis teraba : Batas atas: intercostal II garis parasternal kiri Batas kanan: garis parasternal kanan Batas kiri: intercostal V garis midklavikula si Auskultasi : HR : 84 x/menit Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen Inspeksi Palpasi : Datar dan simetris : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-) Perkusi Auskultasi : Timpani, nyeri ketok (-) : Bising usus (+) normal. : Pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris : Fremitus taktil kanan = kiri : Sonor pada seluruh lapangan paru : Suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-)

Extremitas Superior Inferior

: : oedem (-/-),sianosis (-/-),turgor kulit baik,tangan kanan sulit digerakan : oedem (-/-),sianosis(-/-), turgor kulit baik., kaki kanan sulit digerakan

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS Saraf cranialis N. Olfactorius (N.I) Daya penciuman hidung N. Opticus (N.II) Tajam penglihatan Lapang penglihatan Tes warna Fundus oculi Kelopak mata Ptosis Endophtalmus Exopthalmus Pupil Ukuran Bentuk Isokor/anisokor Posisi Refleks cahaya lansung : (3 mm / 3 mm) : (Bulat / Bulat) : (Isokor / Isokor) : (Sentral / Sentral) : (+/+) : (-/-) : (-/-) : (-/-) : 3/60 / 4/60 : Buram di superior bilateral : Kurang di warna hijau dan merah : Tidak dilakukan : Normosmia / Normosmia (Kanan/kiri)

N. Occulomotorius, N.Trochlearis, N.Abdusen (N.III N.IV N.VI)

Refleks chy tdk langsung : (+/+) Gerakan bola mata Medial, lateral Superior, inferior Obliqus, superior Obliqus, inferior : (+/+) : (+/+) : (+/+) : (+/+)

Refleks pupil akomodasi : (+/+) Refleks pupil konvergensi: (+/+) N. Trigeminus (N.V) Sensibilitas Ramus oftalmikus Ramus maksilaris Ramus mandibularis Motorik M.maseter M.tempolaris M.pterigoideus lateralis Refleks Refleks kornea (sensoris N.VI, motoris N.VII) : (+/+) Refleks bersin N. Fascialis (N.VII) Inspeksi wajah sewaktu Diam Tertawa Meringis Bersiul Menutup mata Pasien disuruh untuk Mengerutkan dahi Mengembungkan pipi Sensoris Pengecapan 2/3 depan lidah N. Acusticus (N.VIII) N.cochlearis Ketajaman pendengaran : (+/+) Tinitus : (-/-) : Normal bilateral : Simetris bilateral : Kanan lebih lemah Menutup mata kuat-kuat : Simetris bilateral : Asimetris, ke kanan : Asimetris, ke kanan : Asimetris, ke kanan : Tidak dapat bersiul : Simetris bilateral : Tidak dilakukan : Baik/Baik : Baik/Baik : Baik/Baik : Normal / Normal : Normal / Normal : Normal / Normal

N.vestibularis Test vertigo Nistagmus : Tidak dilakukan : (-/-)

N. Glossopharingeus dan N.Vagus (N.IX dan N.X) Suara bindeng/nasal Posisi uvula Palatum mole : (-) : Sulit dilihat : Istirahat : Sulit dilihat Bersuara : Tidak dilakukan Arcus palatoglossus : Istirahat : Sulit dilihat Bersuara : Tidak dilakukan Arcus palatoparingeus : Istirahat : Sulit dilihat Bersuara : Tidak dilakukan Refleks batuk Refleks muntah Peristaltik usus Bradikardi Takikardi N. Accesorius (N.XI) M.Sternocleidomastodeus M.Trapezius N. Hipoglossus (N.XII) Atropi Fasikulasi Deviasi Disartria : (-) : (-) : Ke kanan,(lidah pada saat dijulurkan) : (+) : ( Normal/Normal ) : ( Normal/Normal ) : (+) : Tidak dilakukan : Bising usus (+) normal : (-) : (-)

Tanda perangsangan selaput otak Kaku kuduk Krnig test Lasseque test Brudzinsky I Brudzinsky II : (-) : (-) : (-) : (-) : (-)

Sistem motorik Gerak Kekuatan otot Tonus Klonus Tropi

Superior kanan/kiri : (hipoaktif/aktif) : (1/5) : (Normal/Normal) : (Normal/Normal) : (Normal/Normal)

Inferior kanan/kiri (hipoaktif/aktif) (1/5) (Normal/Normal) (Normal/Normal) (Normal/Normal) Pattela (+/+) Achiles (+/+)

Refleks fisiologis : Biceps (+/+) Triceps (+/+) Refleks patologis : Hoffman trommer (+/-)

Babinsky (+/-) Chaddock (+/-) Oppenheim (+/-) Schaefer (+/-) Gordon (-/-) Gonda (+/-) Sensibilitas Eksteroseptif / rasa permukaan Rasa raba Rasa nyeri Rasa suhu panas Rasa suhu dingin Proprioseptif / rasa dalam Rasa sikap Rasa getar Rasa nyeri dalam : (+/+) : Tidak dilakukan : (+/+) : (+/+) : (+/+) : (+/+) : (+/+) (Superior/Inferior)

Fungsi kortikal untuk sensibilitas Asteriognosis/taktil Grafognosis : (-) : (-)

Two point discrimination : Tidak dilakukan. Koordinasi Tes telunjuk hidung Tes pronasi supinasi : (+/+) : (+/-)

Susunan saraf otonom Miksi Defekasi Salivasi Fungsi luhur Fungsi bahasa Fungsi orientasi Fungsi memori Fungsi emosi : Baik : Baik : Baik : Baik : Inkontinensia uri : Tidak ada keluhan : Normal

Score Djoenaidi a. TIA sebelun serangan : Tidak ada =0 b. Permulaan serangan : Mendadak = 6,5 c. Waktu serangan : Duduk =1 d. Sakit kepala : Tidak ada =0 e. Muntah : Tidak ada =0 f. Kesadaran : Tidak ada gangguan =0 g. TD sistole : Waktu MRS ( 150/80) =1 h. Tanda rangsangan : Kaku kuduk tidak ada =0 i. Pupil : Isochor =0 j. Fundus Oculi Jumlah : Tidak dilakukan = 8,5

Total Score : > 20 : Stroke Hemoragic < 20 : Stroke Non Hemoragic

RESUME Pasien laki-laki umur 75 tahun, MRS RSUD AM 1 Juli 2013 datang dengan lengan dan tungkai kanan lemah untuk digerakkan. Pingsan (-), Vomittus (-), Disartria (+), Batuk Berdahak (+), Disfagi (+). Pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran Compas Mentis, GCS E4M6V5 TD = 140/70 mmHg. Nadi 80 x/menit, respirasi 22 x/menit, suhu 37,1o C. Pemeriksaan neurologis ditemukan : hemiparese dextra, parese N.VII dextra tipe central, parese N.IX dan X dextra, parese N.XII dextra tipe central. Refleks patologis : Babinsky (+/-), Chaddock (+/-), openheim (+/-), Schaefer (+/-), Gordon (-/-), Gonda (+/-). Algoritma stroke gajah mada : penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (-), Refleks babinsky (+). Djunaidi skor : 8,5 (< 20 = Stroke Non Hemoragic) DIAGNOSIS Klinis = hemiparese dextra, parese N.VII dextra tipe central, parese N.IX dan X dextra, parese N.XII dextra tipe central, Hernia Scrotalis Congenital Dextra Reponible Topis Etiologi = Sub Korteks Serebri Sinistra = Stroke non haemoragik e.c. trombosis cerebri Faktor resiko : Hipertensi Riwayat Diabetes Mellitus Usia PENATALAKSANAAN Umum Tirah baring 30o Konsul Sp.PD dan Sp.BU

10

Dietetik : Diet 1800 kalori per sonde, makanan bubur saring rendah (garam,lemak) Therapi medikamentosa Infus ringer laktat 20 tts/mnt Dower cateter Captopril 25 mg 2x1 Neurodek inj 1 amp/12 jam Piracetam inj 3 gr / 8 jam. OBH syr 3x1 C

Rehabilitasi Nursing rehabilitasi : pindah posisi (alih baring) tiap 2 jam Speech therapy Mobilisasi pasif Ocupasi Psikologi

PEMERIKSAAN PENUNJANG Kimia darah 2 Juli 2013 Natrium Kalium Calsium Chlorida : 145 mmol/dl (N : 135-150) : 3,4 mmol/dl (N : 3,5-5,5) : 9,5 mmol/dl (N : 8,8-10,5) : 114 mmol/dl (N : 98-110)

GDS Gula darah nacture Gula darah 2 jam PP PEMERIKSAAN ANJURAN 1. Thoraks foto AP 2. EKG

: 65 mg/dl (N : 70-200) : 209 mg/dL (N : <120 mg/dL) : 251 mg/dL (N : <140 mg/dL)

11

3. CT Scan PROGNOSA Quo ad vitam Quo ad Sanationam Quo ad Fungsionam = Dubia ad bonam = Dubia ad malam = Dubia ad malam

12

STROKE NON HEMORAGIK (STROKE ISCHEMIK)


DEFINISI Menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral fokal maupun menyeluruh yang berlangsung dengan cepat, lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut tanpa ditemukan penyebab selain dari gangguan vaskuler.

KLASIFIKASI Stroke ischemik dijumpai dalam 4 bentuk klinis : 1. TIA (Transient Ischemic Attack) Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam. 2. RIND (Reversible Ischemic Neurological Deficit) Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu > 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu. 3. Stroke Progresif (Stroke In Evolution) Gejala neurologik makin lama makin berat 4. Stroke Komplit (Stroke Permanent) Gejala klinis sudah menetap

PATOFISIOLOGI Infark sistematik serebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis (terbentuk ateroma) dan arteriosklerosis. Ateroklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara : Menyepitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah. Oklusi mendadak pembuluh darah oleh karena terjadinya trombus atau pendarahan ateroma. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.

13

Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian dapat robek.

Karena lesi vaskuler regional di otak timbulah hemiparalisis atau hemiparesis yang kontralateral terhadap sisi lesi. Jika lesi vaskuler menduduki daerah batang otak sesisi, maka timbulah gambaran penyakit hemiperesis atau hemihipestesia / hemihipestesia alternan yang mengikutsertakan saraf-saraf otak dikenal sebagai sindroma batang otak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak : 1. Keadaan pembuluh darah, bila menyempit akibat stenosis atau ateroma maupun tersumbat oleh trombus/embolus. 2. Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, Ht yang meningkat (polisitemil) menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia yang berat menyebabkan oksinasi ke otak menurun. 3. Kelainan jantung Menyebabkan menurunnya curah jantung, antara lain fibrilasi, blok jantung Lepasnya embulus menimbulkan iskemia otak

4. Tekanan perfusi sangat menurun karena sumbatan di bagian proksimal pembuluh arteri seperti sumbatan arteri karotis atau vertebro basilar. DIAGNOSIS Diagnosis didasarkan atas hasil : 1. Penemuan klinis Anamnesis Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak (+) Tanpa trauma kepala (-) Adanya faktor resiko gangguan peredaran darah otak (GPDO) (+) Pemeriksaan fisik Adanya defisit neurologik fokal (-)

14

Ditemukan faktor resiko (hipertensi, kelainan jantung, dll) (+)

Bising pada auskultasi atau kelainan pembuluh darah lainnya.

2. Pemeriksaan tambahan (belum dilakukan) Scan tomografik Anginografi serebral Pemeriksaan LCS

3. Pemeriksaan lain-lain (belum dilakukan) Untuk menemukan faktor resiko, seperti darah rutin (Hb, Ht, leukosit, eritrosit, LED), hitung jenis. Komponen kimia darah, gas, elektrolit. Doppler, EKG, ekokardiografi, dll.

Faktor resiko stroke 1. Umur 2. Hipertensi 3. DM 4. Penyakit jantung 5. Merokok

THERAPY Dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut : 1. Fase akut (hari ke 0 14 sesudah onset penyakit) Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya tidak mengancam fungsi otak. Respirasi : jalan nafas harus bersih dan longgar. Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau dengan EKG. Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan sampai menurunkan perfusi otak.

15

Kadar gula darah yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan drastis, terlebih pada penderita DM lama.

Bila gawat atau koma : balans cairan, elektrolit dan asam basa darah harus dipantau.

Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang menderita : a. Anti edema otak Gliselor 10% per infus, 1 gr / kgbb / 6 jam Kortikosteroid : deksametason bolus 10 20 mg IV diikuti 4 5 mg/6 jam selama beberapa hari, lalu diturunkan pelanpelan dan dihentikan setelah fase akut berlalu. b. Anti agregasi trombosit Yang umum dipakai asam asetil salisilat seperti aspirin, aspilet, dll dengan dosis 80 300 mg/hari. c. Anti koagulansia, misalnya heparin. d. Lain-lain Trombolisin (trombokinase) masih dalam uji coba. Obat baru seperti pentoksifilin, sitikolin, kodergrokinmesilat, pirasetam dan akhir-akhir ini calsium-entry blocker selektif yang telah digunakan dan masih terus dalam penelitian dan pengkajian.

2. Fase pasca akut Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan pada tindakan rehabilitasi penderita dan pencegahan terulangnya stroke a. Rehabilitasi GPDO merupakan penyebab utama kecacatan pada manusia pada usia diatas 45 tahun, maka yang paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental dengan fisiotherapy, therapy wicara dan psikotherapy.

16

b. Therapy preventif Tujuannya mencegah terulangnya serangan baru sroke dengan mengobati dan menghindari faktor-faktor resko stroke seperti : pengobatan hipertensi, mengobati DM, menghindari rokok, obesitas, stres dan olahraga teratur.

REHABILITASI MEDIK PENDERITA STROKE Rehabilitasi medik adalah suatu program yang disusun untuk memberi kemampuan kepada penderita yang mengalami disabilitas fisik dan atau penyakit kronis, agar mereka dapat hidup atau bekerja sepenuhnya sesuai dengan kapasitasnya. Pelayanan rehabilitasi medik berbeda dengan pelayanan kesehatan medik lainnya,yang dilakukan oelh tim yang terdiri dari berbagai disiplin : Dokter Rehabilitasi medik sebagai ketua tim. Perawat rehabilitasi ,melakukan positioning yang benar,latihan buang air besar /kecil,mobilisasi bersama fisioterapi dan terapi okupasional yang benar dibangsal. Fisioterapis,mmeriksa dan mengevaluasi gangguan motorik dan sensorik yang mempengaruhi fungsi dan menyesuaikan program fisioterapi secara individu sesuai keadaan pasien. Terapi okupasional , dapat memberi alat penyesuaian , alat pelindung atau alat bantu yang dibutuhkan. Pekerja sosial medik (PSM) mengadakan penilaian terhadap kebutuhan penderita dan keluarganya selama dirawat. Speech Terapist atau terapi wicara , mengevaluasi problrm komunikasi. Psikolog, mengevaluasi keadaan psikologi penderita secara tuntas , termasuk keluarganya.

17

Penderita dan keluarganya,diskusi yang memadai mengenai penyakit dan defisit neorologik adalah penting untuk mengetahui gangguan fungsional yang sebenarnya. Rehabilitasi pada jangka pendek dikerjakan pada tahap akut dan awal, dengan tujuan agar penderita secepat mungkin dapat bangkit dari tempat tidur dan bebas dari ketergantungan pada pihak lain terutama dalam kegiatan hidup sehari-hari misalnya makan, minum, dan ganti pakaian.Sementara,harapan rehabilitasi adalah percepatan pemulihan keadaan sekaligus mengurangi derajat ketidakmampuan. Untuk maksud tersebut dikenal empat macam pendekatan, ialah: 1. Memulihkan keterampilan lama, untuk anggota yang lumpuh 2. Memperkenalkan sekaligus melatih keterampilan baru, untuk anggota yang tidak lumpuh 3. Memperoleh kembali hal-hal atau kapasitas yang telah,hilang dan di luar kelumpuhan 4. Mempengaruhi sikap penderita, keluarga, dan therapeutic team.

Prinsip prinsip rehabilitasi 1. Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan dapat dimulai sejak dokter melihat penderita untuk pertama kalinya. Lebih dari itu, sebelum diagnosis pasti dapat ditegakkan, maka dokter harus segera mulai merancang program untuk mencegah komplikasi. 2. Tak ada penderita pun yang boleh berbaring satu hari lebih lama dari waktu yang diperlukan.Istirahat baring pada awalnya memberi rasa tenteram kepada penderita maupun kepada penderita maupun kepada pihak penolong, tetapi hal demikian ini sebenarnya merupakan sumber timbulnya dekubitus, kontraktur, tromboplebitis, bronkopneumonia, atrofi otot skelet, osteoporosis dengan batu ginjal, dan yang paling mengancam adalah munculnya emboli paru-paru dan hilangnya kemauan penderita untuk aktif bergerak

18

3. Rehabilitasi merupakan terapi secara multidisipliner terhadap seorang penderita, dan rehabilitasi merupakan terapi terhadap seorang penderita seutuhnya. 4. Salah satu factor yang paling penting dalam rehabilitasi adalah adanya kontinuitas perawatan. Begitu rehabilitasi dimulai maka kemajuan penderita harus selalu dipantau untuk mengetahui kapan dicapai suatu tahap plateau, apabila keadaan ini sudah dicapai maka ada indikasi untuk mengubah metode terapi. 5. Perhatian untuk rehabilitasi tidak dikaitkan dengan sebab kerusakan jaringan otak,melainkan lebih dikaitkan dengan sisa kemampuan fungsi neuromuskular yang masih ada,atau dikaitkan dengan sisa kemampuan yang masih dapat diperbaikan dengan latihan. 6. Program rehabilitasi harus bersifat individal,dan tidak ada atau tidak dapat diberlakukan suatu standard hemiplegia regimen. Untuk beberapa penderita maka program rehabilitasi dapat sedemikian sederhana sehingga tidak memerlukan tenaga atau personal rehabilitasi sedemikian kompleks dan komprehensif yang melibatkan banyak tenaga yang terampil dan berpengalaman. 7. Dalam pelaksanaan rehabilitasi termasuk pula upaya pencegahan terjadinya serangan ulang. Dalam hal ini perhatian ditujukan pada factor-foktor risiko yang mungkin ada pada penderita yang bersangkutan. 8. Penderita GPDO lebih merupakan subyek rehabilitasi dan bukannya sekedar obyek rehabilitasi. Pihak medik, peramedik,dan pihak lainnya termasuk keluarga penderita, berperan untuk memberikan pengertian, petunjuk, bimbingan dan dorongan agar penderita selalu mempunyai motivasi yang kuat untuk dapat segera memperoleh pemulihan kesehatan dengan sebaik-baiknya. Lebih jauh penderita harus didorong dan diberi keberanian untuk selalu aktif berpartisipasi dalam kegiatan hidup sehari-hari ditengah-ditengah keluarganya.

19

Tahap-tahap rehabilitasi : Tahap akut Rehabilitasi harus segera dimulai begitu penderita masuk rumah sakit.Pada saat itu mungkin saja penderita jatuh dalam keadaan koma atau renjatan, sehingga tatalaksana yang menonjol adalah upaya yang bersifat lifesaving.Bed positioning atau ubah baring merupakan suatu tatalaksana yang mempunyai dua tujuan sekaligus ialah pencegahan terjadinya kontraktur dan dekubitus. Tahap sub akut Apabila penderita sudah sadar dan kembali sudah melewati tahap akut, maka tingkat ketidak mampuan dan kemampuan yang tersisa harus segera dievaluasi. Lagkah-langkah evaluasi adalah : 1. Pemeriksaan neurologik yang menyeluruh, meliputi penentuan letak lesi serebral dan defisit neurologik yang terjadi. 2. Pemeriksaan medik yang lengkap untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah medik yang dapat menghalangi rehabilitasi.Penyakit jantung, diabetes,melitus, penyakit vaskular perifer simtomatik, hipertensi, gangguan miksi, kombinasi berbagai penyakit tadi bila tidak diatasi akan menghalangi restorasi penderita. 3. Evaluasi psiko-sosiologik. Perencanaan program rehabilitasi memerlukan pengertian tentang latarbelakang pendidikan penderita dan keluarga, tatacara kehidupan sehari-hari, status emosional penderita perlu dipahami. Terutama yang hemiplegi, atau kehilangnya kemampuan berkomunikasi secara wajar.Status mental penderita perlu pula dimengerti,terutama yang berkaitan dengan kemampuan belajar atau bekerja, intelegensi, memori orientasi waktu, dan ruang, serta persepsi dan adaptasi terhadap stres. Latihan aktif dan pasif Pada tahap awal rehabilitasi aktif dimulai dengan program mobilisasi yang terdiri dari menggerakan semua sendi anggota tubuh yang lumpuh, apabila

20

dipandang mempunyai cukup kekuatan untukmenggerakan sendi sampai terjadi reng of motion (ROM) secara penuh.Bila paralisis ataupun paresis yang berat maka diperlukan latihan gerakan sendi secara pasif oleh perawat, fisioterapi, tau keluarga, sampai penderita mampu menggerakan sendinya. Aktivasi elevasi Untuk penderita yang terbaring lebih dari satu minggu maka ambulasi terhadapnya harus dilakukan secara bertahap. Latihan dimulai dengan meninggikan letak kepala secara bertahap,kemudian posisi setengah dudukdan posisi duduk.Setelah penderita mampu duduk sendiri maka berikutnya adalah latihan duduk dengan kedua tungkai menjuntai di sisi tempat tidur. Latihan berdiri Tekanan darah terlebih dahulu diukur secara seksama dalam posisi berbaring dan duduk tegak untuk memastikan apakah terdapat hipotensi postural. Begitu penderita berdiri maka titik berat ditumpukan pada tungkai sehat dan penderita mencoba dari sedikit untuk membagi titik berat tadi kepada tungkai yang lumpuh. Latihan berjalan Segera sesudah penderita mampu berdiri maka penderita melatih distribusi berat badan pada kedua tungkai sekaligus melatih keseimbangan dalam berbagai posisi. Latihan ini dibantu oleh fisioterapis ataupun oleh keluarga.Latihan berjalan dimulai dengan pararel bars, kemudian diganti dengan walker atau tongkat kaki empat atau kaki tiga ( tripoid). Fisoterapi Selama latihan berpindah tempat ( berbaring duduk berdiri berjalan ) dilaksanankan, maka penderita juga mulai dengan program fisioterapi dan terapi okupasional. Pada awalnya dilakukan latihan penguatan otot anggota yang sehat, yang terdiri dari progressive resistance exercise terutama untuk otot-otot yang

21

diperlukan untuk berdiri dan berjalan. Otot otot tersebut antaralain depresor bahu, ekstensor siku, fleksor dan ekstensor pergelangan tangan, ekstensor dan abduktor sendi paha, dan ekstensor lutut. Pada anggota yang lumpuh juga dikerjakan latihan penguatan otot untuk keperluan fungsional.Latihan penguatan otot yang lumpuh bergantung pada derajad kelemahan yang terjadi,dan latihan untuk sekelompok otot tertentu akan bervariasi dari yang bersifat aktive assisted, active manual resistive, progresive active active exercise sampai pada progresive exercise. Tahap lanjut Apabila penderita sudah dapat berjalan, maka penderita segera diperkenalkan dengan program ADL ( activity 0f daily living ). Dalam arti yang sempit ADL berkonotasi bebas melakukan kegiatan kehidupan sehari hari tanpa bantuan pihak lain, misalnya tidur, higiene, makan, berpakaian. Dalam arti luas ADL berkaitan dengan aspek psikologik, komunikasi, sosial, dan vokasional. Perihal komunikasi juga perlu mendapat perhatian secara layak terutama untuk penderita hemiplegi kanan yang juga mengalami afasia ataupun disfasia. Diperlukan bantuan speech therapist. Rehabilitasi vokasional pada penderita hemiplegi memang cukup sulit. Sebagian besar penderita hemiplegi sudah masuk usia pensiun. Kesulitan ini akan bertambah rumit apabila penderita kehilangan kemauan atau semangat untuk bekerja sesuai kemampuannya yang masih dimiliki. Problem Khusus Dalam Rehabilitasi Stroke : a. Spastisitas Pada prinsipnya dam menagani masalah spastisitas harus dikaitkan dengan tujuan terapi yang akan ditetapkan.Fisioterapis akan mempertimbangkan kebutuhan penderita, selain itu juga sosio budaya masyarakat dimana penderita tinggal.

22

b. Kelumpuhan sebelah kiri Pasien dengan kelumpuhan sebelah kiri sering memperlihatkan ketidakmampuan persepsi visuomotor , kehilangan memori visual dan ketidakacuhan sisi kiri.Kemampuan verbal umumnya baik dan ini sering mengelabui kita menyangkut pemahaman tentang contoh gerak yang kita uraikan dengan kata-kata Penderita biasanya sering mengalami jatuh, sulit belajar dari kesalahan yang dilkukannya.,Selain gangguan persepsi raba ,propioseptif dan pendengaran ,penderita ini mendapat penawasan khusus. Jauhkan dari alat-alat yang dapat membahayakan fisik pasien ( api,benda tajam). c. Kelumpuhan sebelah kanan Penderita golongan ini biasanya mempunyai kekurangan dam kemampuan komunikasi verbal.Namun pesepsi dan memori visuomotornya sangat baik , sehingga dalm melatih perilaku tertentu harus dengan cermat diperlihatkan tahap demi tahap secara visual. d. Depresi Depresi lebih banyak terdapat pada kerusakan otak sebelah kiri.Tandatanda depersi dapat dilihat dari lamban dan rtidak konsistennya proses pemulihan . Reaksi deppresi ini harus diatasi segera dengan medikamentosa dan dukungan psikologik,antara lain : 1. Sikap yang tegas tapi tampak penuh dengan kasih sayang terhadap pasien. 2. Fisioterapi pasif sedini mungkin agar pasien merasa ada perlakuan khusus dan segera terhadap kelumpuhannya. 3. Sebaiknya menggunakan kursi roda pada pennderita yang belum dapt berjalan, agar tidak selalu terkurung dalam kamar.

23

4. Sedapat mungkin diuhakan agar pasien menerima kunjungan saudara atau relasi diruang tamu denagn duduk dikursi roda.Ini membantu penderita merasa hidup normal dan tidak terlalu merasa invalid.

REHABILITASI MEDIK PADA KOMPLIKASI TIRAH BARING LAMA

No. Sistem

Efek

Program Rehabilitasi Pencegahan

Organ
1. Muskulo Skeletal - Kekuatan otot berkurang - Daya tahan otot berkurang - Atrofi otot (disuse) - Kontraktur sendi - Osteoporosis

- Pemanasan - Latihan penguatan otot - Latihan endurance otot - Latihan LGS (lingkup gerak sendi) - Latihan peregangan otot - Latihan alih baring dan pengaturan posisi baring - Latihan pembebanan axis longitudinal tulang.

2.

Neuro Muskular

- Fungsi sensorik menurun - Koordinasi gerak motorik berkurang - Gangguan keseimbangan - Gangguan psikologi dan emotional

- Latihan penguatan otot (isometrik/isotonik/resistif) - Latihan koordinasi gerak - Latihan keseimbangan - Latihan fungsi ADL (AKS)

3.

Kardiovaskular

- Volume darah berkurang - Cardiac output

- Mobilisasi dini - Latihan endurance otot - Latihan aerobik

24

menurun - Kapasitas kerja menurun - Stasis pembuluh vena - Hipotensi postural/orthostatic - Phlebotrombosis 4. Pernafasan - Ventilasi paru menurun - Kapasitas paru menurun - Gangguan mekanisme batuk - Gangguan pembersihan sekresi 5. Urogenetal - Retensi urine - Hipercalsiuri - Incontinentia urine - Infeksi - Fungsi sexual menurun

- Elevasi tungkai - Latihan tungkai dan kaki - Stocking elastis/suportif

- Latihan bernapas panjang - Pursed lips breathing - Candle light exercise - Tehnik batuk yang benar - Vibrasi perkusi dinding dada - Postural drainage

- Mobilisasi gerak - Irigasi air pada genital - Tehnik valsava - Crede manual/perasat/tekanan daerah suprapubic - Bladder training - Psikoterapi - Latihan penguatan otot-otot dasar panggul/Kegels exercise (pelvic floor exercise)

6.

Kulit

- Atropi kulit - Ulcus decubitus

- Perawatan kulit dan massage - Alih baring tiap 2 jam

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. DR. Mahar Mardjono, Prof. DR. Priguna Sidharta : Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Edisi 6, 1997. 2. Prof. DR. S.M. Lumban Tobing : Pemeriksaan Fisik dan Mental; Neurologi Klinik, FKUI. 3. PERDOSSI : Buku Ajar Neurologi Klinis Dasar,Gajah Mada. Edisi 1,1999.

26

Anda mungkin juga menyukai