BAB I PENDAHULUAN 2.1 Pengertian Tekanan vena central (central venous pressure) adalah tekanan darah di atrium kanan atau vena kava. Ini memberikan informasi tentang tiga parameter volume darah, keefektifan jantung sebagai pompa, dan tonus vaskular. Tekanan vena central dibedakan dari tekanan vena perifer, yang dapat merefleksikan hanya tekanan lokal. 2.2 Lokasi Pemantauan a. Vena Jugularis interna kanan atau kiri (lebih umum pada kanan) b. Vena subklavia kanan atau kiri, tetapi duktus toraks rendah pada kanan c. Vena brakialis, yang mungkin tertekuk dan berkembang menjadi phlebitis
d. Lumen proksimal kateter arteri pulmonalis, di atrium kanan atau tepat di atas vena kava superior 2.3 Indikasi Pemasangan a. Pasien dengan trauma berat disertai dengan perdarahan yang banyak yang dapat menimbulkan syok. b. Pasien dengan tindakan pembedahan yang besar seperti open heart, trepanasi. c. Pasien dengan kelainan ginjal (ARF, oliguria).
d. Pasien dengan gagal jantung. e. f. Pasien terpasang nutrisi parenteral (dextrosa 20% aminofusin). Pasien yang diberikan tranfusi darah dalam jumlah yang besar (transfusi masif).
2.4 Komplikasi Adapun komplikasi dari pemasangan kanulasi CVP antara lain: a) Perdarahan. b) Tromboplebitis (emboli thrombus,emboli udara, sepsis). c) Pneumothorak, hematothorak, hidrothorak. d) Pericardial effusion. e) Aritmia f) Infeksi.
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN TEORI I. Pengkajian Yang perlu dikaji pada pasien yang terpasang CVP adalah tanda-tanda komplikasi yang ditimbulkan oleh pemasangan alat. a. Keluhan nyeri, napas sesak, rasa tidak nyaman
b. Frekuensi napas, suara napas c. Tanda kemerahan / pus pada lokasi punksi
d. Adanya gumpalan darah / gelembung udara pada cateter e. f. g. h. i. Kesesuaian posisi jalur infus set Tanda-tanda vital, perfusi Tekanan CVP Intake dan out put ECG Monitor
1. Resiko tinggi emboli darah berhubungan dengan efek pemasangan kateter vena central
Tujuan Keperawatan a. Perawatan akan menangani atau mengurangi komplikasi dari emboli darah
1.
Intervensi Keperawatan Konsultasikan dengan dokter untuk pemberian obat heparin dosis rendah bagi klien yang beresiko tinggi sampai ia ambulasi.(terapi heparin dosis rendah akan mengakibatkan viskositas darah dan daya ikat trombosis menurun dan memungkinkan resiko terjadinya embolisme)
2. Pantau tanda-tanda dan gejala embolisme pulmonal Nyeri dada akut dan jelas Dispnea, kelelahan, sianosis Penurunan saturasi oksigen Takikardia Distensi vena jugularis Hipotensi
Dilatasi venrikel kanan akut tanpa penyakit parenkim(pada ronsen dada) Kekacauan mental Disritmia jantung (oklusi arteri pulmonal mengganggu aliran darah ke paru-paru bagian distal mengakibatkan hipoksia) 3. Jika manifestasi ini terjadi, lakukan protokol pada syok : Pertahankan kateter IV (untuk pemberian cairan dan obat-obatan) Berikan pengobatan pemberian cairan sesuai dengan protokol Pasang kateter indwelling (foley) (untuk memantau volume sirkulasi melalui haluaran urine) Lakukan pemantauan EKG dan pemantauan invasif hemodinamik (untuk mendeteksi disritmia dan pedoman pengobatan) Berikan vasopressor untuk meningkatkan ketahanan perifer dan meningkatkan tekanan darah Berikan natrium bikarbonat sesuai indikasi (untuk mengoreksi asidosis metabolik) Berikan obat-obat digitalis, diuretik IV dan agen aritmia sesuai indikasi Berikan morfin dosis rendah secara IV (menurunkan ansietas dan menurunkan kebutuhan metabolisme ) Siapkan klien untuk prosedur angiografi dan/ atau skaning perfusi paru-paru ( untuk memastikan diagnosis dan mendeteksi luasnya atelektasis) (Karena kematian akibat embolisme pulmonal masif terjadi dalam 2 jam pertama setelah awitan, intervensi segera adalah sangat penting) 4. Berikan terapi oksigen melalui kateter nasal dan pantau saturasi oksigen. (dengan tindakan ini akan meningkatan sirkulasi oksigen secara cepat) 5. Pantau nilai elektrolit, GDA, BUN, DL (pemeriksaan laboratorium ini membantu menentukan status perfusi dan volume) 6. Lakukan pengobatan trombolisis, mis : urokinase, streptokinase sesuai dengan program dokter (trombolisis dapat menyebabkan lisisnya emboli dan meningkatkan perfusi kapiler pulmonal) 7. Setelah pemberian infus trombolisis, lakukan pemberian pengobatan dengan heparin. (IV secara terus menerus atau intermitten). (Heparin dapat menghambat atau memperlambat proses terbentuknya trombus dan membantu mencegah pembentukan dan berulangnya pembekuan. Implementasi Disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah disusun.
Evaluasi
Jelaskan bahwa gangguan aktivitas adalah kondisi sementara yang diharuskan hanya selama waktu pemantauan sementara. Rasionalisasi : Penjelasan dapat mengurangi anxietas karena rasa takut terhadap pemasangan CVP.
Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi. Rasionalisasi : Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi pemasangan CVP.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CEDERA KEPALA BERAT (DENGAN TERPASANG CVP) DI RUANG ICU RSUD. Dr. SOETOMO SURABAYA
Kasus : Tn. R., berusia 40 th, di rawat di ruang ICU RSUD. Dr. Soetmo Surabaya dengan cedera kepala berat, klien tidak sadar sejak masuk rumah sakit tanggal 20 Oktober 2001. Tindakan medis yang didapat Tn. R adalah operasi trepanasi dan dilakukan pemasangan CVP. Pada saat pengkajian dilakukan yaitu setelah 5 hari perawatan di ruang ICU, suhu tubuh 39.5 C, Pols 95 X/ menit, tensi : 140/100 mmHg, nafas : 24 X/ menit, Sel Darah Putih : 13.000 Cell/mm. therapi cairan infus Dextrose % % dan NaCl 0,9 %, antibiotik dan diet sonde 3500 Kkal A. PENGKAJIAN Data Subjektif Data Objektif : 1. Klien tidak sadar 2. Suhu tubuh 3. CVP 4. Tensi 5. Nadi 6. Nafas 7. SDP 8. Tingkat Kesadaran 9. Skor GCS 10. Kepala : 39.5 C : Terpasang sudah 4 hari dengan 10 mmHg : 140/100 mmHg : 95 X / menit : 24 X / menit : 13.000 Cell / mm : Coma :4 : Fraktur Basis Cranii :-
C. PERENCANAAN 1. Tujuan Perawat dapat menangani dan memantau tanda-tanda komplikasi septikemia 2. Kriteria hasil Setelah dilakukan tindakan perawatan dalam 1 X 24 jam tidak terjadi tanda-tanda septikemia dengan kreteria hasil :
Suhu tubuh terun sampai dengan batas normal (37 C) RR : 18 kali 20 X / menit
3. Intervensi a. Pantau tanda dan gejala septikemia (suhu, nadi, tensi, respirasi) : Suhu : > 38 C Frekweni jantung : > 90 X / menit : > 20 X / menit & PaCO2 < 32 torr
b. Tindakan Dependen
Berikan obat anti depresan, pantau dan tangani pemberian O2, imunomodulasi dan dukung nutrsi, cairan. c. Pantau dan evaluasi intake cairan (dari oral/I.V)
d. Status cairan pasien dan evaluasi intake dan out put cairan (urine) Pelaksanaan Pelaksanaan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi Evaluasi Evalluasi ditentukan atas dasar berhasil atau tidaknya kriteria hasil
DAFTER PUSTAKA Anna Owen, 1997. Pemantauan Perawatan Kritis. EGC. Jakarta. Carpenito.L.J, 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis,Edisi 6, EGC Jakarta. Hudak & Gallo, 1996, Keperaatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume II P.161, EGC Jakarta. Doenges M.E. at all, 1993. Rencana Asuhan Keperwatan. Edisi 3. EGC. Jakarta Laboratorium Anestesiologi dan Reanimasi FK Unair, Materi Pendidikan Pelatihan Perawat ICU Tahap Dasar, FK Unair Surabaya