Anda di halaman 1dari 23

Euthanasia

Idha Idhar Dewi Pratami 405090155

Lo 1 definisi euthanasia
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang berarti indah, bagus, terhormat atau gracefully and with dignity, dan thanatos yang berarti mati. Jadi secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik.

EUTHANASIA AKTIF

EUTHANASIA

EUTHANASIA PASIF

Euthanasia aktif artinya mengambil kehidupan seseorang untuk mengurangi penderitaannya. Ada aspek kesengajaan mematikan orang tersebut, misalnya dengan menyuntikkan zat kimia tertentu untuk mempercepat proses kematiannya. Euthanasia pasif artinya membiarkan si sakit mati secara alamiah tanpa bantuan alat bantu seperti pemberian obat, makanan, atau alat bantu buatan. Euthanasia pasif, membiarkan kematian. Selain itu, euthanasia bisa juga dibedakan atas
euthanasia voluter dan si sakit menghendaki dan memintasendiri dan mengetahui kematiannya. Maka euthanasiavoluter sering disamakan dengan bunuh diri euthanasia non-voluter sering disamakandenganpembunuhan.

Ada berbagai macam jenis euthanasia menurut cara melakukannya serta alasan diberlakukan euthanasia itu sendiri, anatara lain: 1. Euthanasia sukarela
Apabila si pasien itu sendiri yang meminta untuk diakhiri hidupnya.

2. Euthanasia non-sukarela
Apabila pesien tersebut tidak mengajukan permintaan atau menyetujui untuk diakhiri hidupnhnya.

3. Involuntary Euthanasia
Pada prinsipnya sama seperti euthanasia non-sukarela, tapi pada kasus ini, si pasien menunjukkan permintaan euthanasia lewat ekspresi.

4. Assisted suicide
Atau bisa dikatakan proses bunuh diri dengan bantuan sesuatu. memberi informasi atau petunjuk pada seseorang untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Jika aksi ini dilakukan oleh dokter maka disebut juga, physician assisted suicide.

5. Euthanasia dengan aksi


Dengan sengaja menyebabkan kematian seseorang dengan melakukan suatu aksi, salah satu contohnya adalah dengan melakukan suntik mati.

6. Euthanasia dengan penghilangan


Dengan sengaja menyebabkan kematian seseorang dengan menghentikan semua perawatan khusus yang dibutuhkan seorang pasien. Tujuannya adalah agar pasien itu dapat dibiarkan meninggal secara wajar.

Lo 2 alasan melakukan euthanasia


1. Adanya hak moral bagi setiap orang untuk mati terhormat. Maka seseorang mempunyai hak memilih cara kematiannya. 2. Adanya hak privacy yang secara legal melekat pada tiap orang. Maka seseorang berhak sesuai privacy-nya (band. Pro-choice dalam kasus Aborsi). 3. Euthanasia adalah tindakan belas kasihan/kemurahan pada si sakit. Maka tidak bertentangan dengan peri-kemanusiaan. Meringankan penderitaan sesama adalah tindakan kebajikan.

4. Euthanasia adalah juga tindakan belas kasih pada keluarga. Bukan hanya si sakit yang menderita, tetapi juga keluarganya. Meringankan penderitaan si sakit berarti meringankan penderitaan keluarga khususnya penderitaan psikologis. 5. Euthanasia mengurangi beban ekonomi keluarga. Dari pada membuang dana untuk usaha yang mungkin sia-sia, lebih baik uang dipakai untuk keluarga yang masih hidup. 6. Euthanasia meringankan beban biaya sosial masyarakat, bukan hanya dari segi ekonomi tetapi juga beban sosial misalnya dengan mengurangi biaya perawatan mereka yang cacat secara permanen.

Lo 3 pandangan agama tentang euthanasia & jiwa


Jiwa Dalam berbagai agama dan filsafat, jiwa adalah bagian yang bukan jasmaniah (immaterial) dari seseorang. Biasanya jiwa dipercaya mencakup pikiran dan kepribadian dan sinonim dengan roh, akal, atau awak diri. Di dalam teologi, jiwa dipercaya hidup terus setelah seseorang meninggal, dan sebagian agama mengajarkan bahwa Tuhan adalah pencipta jiwa. Di beberapa budaya, benda-benda mati dikatakan memiliki jiwa, kepercayaan ini disebut animisme.

Penggunaan istilah jiwa dan roh seringkali sama, meskipun kata yang pertama lebih sering berhubungan dengan keduniaan dibandingkan kata yang kedua. Jiwa dan psyche bisa juga digunakan secara sinonim meskipun psyche lebih berkonotasi fisik, sedangkan jiwa berhubungan dekat dengan metafisik dan agama. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata jiwa memiliki arti roh manusia (yg ada di dl tubuh dan menyebabkan seseorang hidup); nyawa.

Hak atas hidup, dan menghargai hidup/jiwa manusia. Islam menegaskan bahwa pembunuhan terhadap jiwa seorang manusia ibarat membunuh seluruh umat manusia. Hak ini terkandung dalam surah Al-Maidah ayat 63 yang berbunyi :
Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi bani israil, bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memlihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keternagan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantar amereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.
(QS 5;63)

Euthanasia Euthanasia aktif


Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori pembunuhan, walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya.

Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. (QS Al-Anaam : 151) Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja). (QS An-Nisaa` : 92) Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS An-Nisaa` : 29).

Dari dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif. Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besar. Dokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan suntikan mematikan, menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh )

Euthanasia pasif Adapun hukum euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan. Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yang dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien. Karena itu, dokter menghentikan pengobatan kepada pasien, misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien.

Tergantung hukum berobat di pandang seperti apa. Yakni, apakah berobat itu :
wajib, mandub,mubah, atau makruh?

Berbagai pendapat :
jumhur ulama : mandub (sunnah) ulama Syafiiyah dan Hanabilah : wajib Abdul Qadim Zallum : mandub (sunnah)

sedangkan di sisi lain,menurut Rasulullah SAW ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan berobat bukanlah tuntutan yang tegas (wajib), tapi tuntutan yag tidak tegas (sunnah). Di antara hadits-hadits tersebut, adalah
Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah Kalian. (HR Ahmad, dari Anas RA)

Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat. Menurut ilmu Ushul Fiqih, perintah itu hanya memberi makna adanya tuntutan bukan menunjukkan kewajiban Ini sesuai kaidah ushul :
Perintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutan. (An-Nabhani, 1953)

Jadi, hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat. Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib. Bahkan, qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib. Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobat. Dengan demikian, jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah, termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien.

Abdul Qadim Zallum mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya, maka para dokter berhak menghentikan pengobatan, seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya. Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah, bukan wajib. Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien. Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi, tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien, karena organ-organ ini pun akan segera tidak berfungsi.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah, karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah. Karena itu, hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien setelah matinya/rusaknya organ otak hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter. Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien, dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu

Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter, disyaratkan adanya izin dari pasien, walinya, atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien). Jika pasien tidak mempunyai wali, atau washi, maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa.

Lo 4 solusi
Menjelaskan pada pihak keluarga keadaan pasien Menjelaskan keterkaitan yang akan terjadi dari berbagai aspek Memberikan pilihan kepada keluarga pasien setelah semuanya di jelaskan

Anda mungkin juga menyukai