Anda di halaman 1dari 32

SKENARIO 3

BERCAK BIRU PADA LUTUT

Seorang ibu datang membawa bayi laki- laki berumur 7 bulan ke dokter puskesmas dengan keluhan ditemukan bercak biru pada lutut. Keluhan ini muncul sejak bayinya mulai belajar merangkak. Pada pemeriksaan fisik didapatkan bayi tidak tampak sakit konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Jantung, paru, dan abdomen tidak ada kelainan pada kedua lutut tampak bercak kebiruan 4x5 cm. Dokter menganjurkan beberapa pemeriksaan laboratorium, hasilnya sebagai berikut :

Pemeriksaan Hemoglobin (HB) Hematoktrit (HT) Leukosit Trombosit Masa Perdarahan (BT) cara Duke Masa Protrombin (PT) Masaa Tromboplastin Teraktivasi (APTT) Masa Trombin (TT)

Kadar 11g/ dl 39 % 9.500 / l 350.000/ l 2 11,5 Parsial 76

Nilai normal 10.5 13,4 gr/dl 34 - 40 % 6.000 17.000/ l 250.000 450.000 l 1 3 11 14 27 37

13

12- 15

SASARAN BELAJAR
LI.1. Memahami dan Menjelaskan HEMOSTASIS LO.1.1 Memahami dan Menjelaskan DEFINISI HEMOSTASIS LO.1.2. Memahami dan Menjelaskan FUNGSI HEMOSTASIS LO.1.3. Memahami dan Menjelaskan FAKTOR- FAKTOR HEMOSTASIS LO.1.4. Memahami dan Menjelaskan MEKANISME HEMOSTASIS LO.1.5. Memahami HEMOSTASIS dan Menjelaskan PEMERIKSAAN PENYARING

LI.2. Memahami dan Menjelaskan HEMOFILIA LO.2.1. Memahami dan Menjelaskan DEFINISI HEMOFILIA LO.2.2. Memahami dan Menjelaskan EPIDEMILOGI HEMOFILIA LO.2.3. Memahami dan Menjelaskan ETIOLOGI HEMOFILIA LO.2.4. Memahami dan Menjelaskan KLASIFIKASI HEMOFILIA LO.2.5. Memahami dan Menjelaskan MANIFESTASI KLINIK HEMOFILIA LO.2.6. Memahami dan Menjelaskan PATOFISIOLOGI HEMOFILIA LO.2.7. Memahami dan Menjelaskan PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG HEMOFILIA LO.2.8. Memahami dan Menjelaskan DIAGNOSIS BANDING HEMOFILIA LO.2.9. Memahami dan Menjelaskan PENATALAKSAAN HEMOFILIA LO.2.10. Memahami dan Menjelaskan KOMPLIKASI HEMOFILIA LO.2.11. Memahami dan Menjelaskan PENCEGAHAN HEMOFILIA LO.2.12. Memahami dan Menjelaskan PROGNOSIS HEMOFILIA

HIPOTESIS

Pada Hemostasis dapat terjadi kemampuan untuk menghentikan perdarahan pada lokasi luka oleh spasme pembuluh darah, adhesi trombosit dan keterlibatan aktif faktor koagulasi, adanya koordinasi dari endotel pembuluh darah, agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Hemostasis ini dapat juga menyebab penyakit Hemofilia. Penyakit Hemofilia dapat terjadi pembekuan darah yang diturunkan oleh kromosom X yang terjadi karena kelainan faktor VIII dan Faktor IX yang termasuk pada jalur Intrinsik yang dapat diketahui pada pemeriksaan Masa Tromboplastin Parsial Teraktivasi (activated parsial thromboplastin time APTT). Penyakit hemophilia ini dapat kita temukan pada anakanak yang baru belajar berjalan, anak- anak yang melakukan sirkumsisi dan manifestasi kliniknya dapat ditemukan abdomen yang abnormal.

LI.1. Memahami dan Menjelaskan HEMOSTASIS LO.1.1 Memahami dan Menjelaskan DEFINISI HEMOSTASIS Kemampuan alami untuk menghentikan perdarahan pada lokasi luka oleh spasme pembuluh darah, adhesi trombosit dan keterlibatan aktif faktor koagulasi, adanya koordinasi dari endotel pembuluh darah, agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi.

LO.1.2. Memahami dan Menjelaskan FUNGSI HEMOSTASIS Fungsi utama mekanisme koagulasi adalah menjaga keenceran darah (blood fluidity) sehingga darah dapat mengalir dalam sirkulasi dengan baik, serta membentuk thrombus sementara atau hemostatic thrombus pada dinding pembuluh darah yang mengalami kerusakan (vascular injury) 1. Mencegah keluarnya darah dari pembuluh darah yang utuh. Hal ini tergantung dari: a. b. 2. Intergritas Pembuluh darah. Fungsi trombosit yang normal.

Menghentikan perdarahan dari pembuluh darah yang terluka . Proses yang terjadi setelah Adanya suatu luka adalah: a. b. c. Vasokonstriksi pembuluh darah. Pembentukan sumbat trombosit Proses pembekuan darah.

Bila terjadi suatu luka pada pembuluh darah, maka pemb darah tersebut akan mengalami vasokonstriksi, sehingga aliran darah terhambat, dan darah yang dikeluarkan juga serta terjadi kontak antara trombosit dengan dinding pembuluh darah yang cukup lama. Kontak trombosit dengan pemb darah tersebut akan mengakibatkan adesi trombosit dengan jaringan kolagen. Proses ini memerlukan adanya glikoprotein lb dari trombosit, dan factor Von Willebrand dari pembuluh darah. Trombosit yang mengalami adesi akan melepaskan ADP (Adenosine DiPhosphat dan tromboxan A2 yang akan menyebabkan terjadinya agegrasi trombosit, sehingga te-ientuklah suatu sumbat trombosit yang tidak stabil.

LO.1.3. Memahami dan Menjelaskan FAKTOR- FAKTOR HEMOSTASIS 1. Pembuluh darah Dinding pembuluh darah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam hemostasis. Bagaimana pembuluh darah bisa berperan daam hemostasis. Pembuluh darah terdiri dari tunika intima, tunika media, dan tunika eksterna. Tunika intima lah yang berperan dalam hemostasis. Tunika intima ini pun juga terdiri dari 3 lapis, yaitu endotel, membranabasalis, dan subendotel. Subendotel pada vena terdiri dari kolagen dan fibroblas. Pada arteri, subendotel terdiri dari kolagen, fibroblas, dan otot polos.
4

Perangkat yang mendukung koagulasi tersebut adalah: Vasokonstriksi Jika ada kerusakan endotel, endotelin-1 akan disekresikan. Endotelin ini akan menginduksi vasokonstriksi. Hal ini menyebabkan lumen pembuluh darah menyempit sehingga aliran darah ke daerah luka akan menurun, darah yang keluar pun juga berkurang. Kolagen

Di subendotel yang berfungsi sebagai tempat penempelan trombosit. Melalui vWF, kolagen akan berikatan dengan GP1b yang ada di permuk aan trombosit. vWF

Merupakan suatu glikoprotein yang disekresi oleh endotel. vWF ini berfungsi untuk perantara ikatan trombosit dengan kolagen. P-selectin

Yang disekresikan oleh endotel untuk melapisi dirinya. P-selecin ini berfungsi untuk menarik trombosit dan leukosit agar menempel. ICAM (intercellular Adhesion Molecules) dan PECAM ( Platelet endothelial cell adhesion molecules)

Yang menginduksi pengikatan leukosit. Otot polos dan fibroblas yang mendukung suatu protein permukaan yang disebut Tissue Factor. Tissue Factor ini akan menginduksi aktivasi faktor VII sehingga jalur koagulasi ekstrinsik akan teraktivasi. 2. TROMBOSIT Bila endotel rusak endotelin akan menarik trombosit untuk adesi pada kolagen pembuluh darah Trombosit diaktifkan akan membentuk pseudopodia sehingga : Melepas substasi ADP, serotonin, dll- Mudah melekat ke kolagen endotel- Mudah melekat ke trombosit lain (agregasi trombosit) Trombin menghambat sintesaAMP siklik -> peningkatan ion kalsium-> hiperagregasi trombosit

Pada sikresi ADP yang berlebih akan mengaktifkan membran fosfolipid (faktor trombosit 3) sehingga terjadi aktifasi sistim koagulasi Faktor-faktor pembekuan Faktor I II Fibrinogen Protrombin Nama deskriptif Bentuk aktif Subunit fibrin Protease serin
5

III V VII VIII IX X XI

Faktor jaringan (tissue tromboplastin) Faktor labil Prokonvertin Faktor antihemofilik Faktor Christmas Faktor Stuart-Power Prekursor tromboplastin Plasma (plasma thromboplastin antecedent) Faktor Hageman Faktor penstabil fibrin Prekallikrein (faktor Fletcher) HMWK (faktor Fitzgerald)

Reseptor/kofaktor Kofaktor Protease serin Kofaktor Protease serin Protease serin Protease serin

XII XIII

Protease serin Transglutaminase Protease serin Kofaktor

Catatan : serin protease adalah Memiliki residu serin dalam lokasi aktifnya. Bersifat endopeptidase. Yang termasuk enzim ini: tripsin, kimotripsin, elastase dan subtilin LO.1.4. Memahami dan Menjelaskan MEKANISME HEMOSTASIS Hemostasis terjadi dalam beberapa fase, yaitu :
a.

Fase vascular Terjadi karena akibat dari adanya trauma pada pembuluh darah maka respon yang pertama kali adalah respon dari vaskuler/kapiler yaitu terjadinya kontraksi dari kapiler disertai dengan extra-vasasi dari pembuluh darah, akibat dari extra vasasi ini akan memberikan tekanan pada kapiler tersebut (adanya timbunan darah disekitar kapiler). Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang rusak menyebabkan dinding pembuluh berkontraksi sehingga aliran darah dari pembuluh darah yang pecah barkurang. Kontraksi terjadi akibat refleks syaraf dan spasme miogenik setempat. Refleks saraf dicetuskan oleh rasa nyeri atau lewat impuls lain dari pembuluh darah yang rusak. Kontraksi miogenik yang sebagian besar menyebabkan refleks saraf ini, terjadi karena kerusakan pada dinding pembuluh darah yang menimbulkan transmisi potensial aksi sepanjang pembuluh darah. Konstriksi suatu arterioul menyebabkan tertutupnya lumen arteri.
b.

Fase Platelet/trombosit Perbaikan oleh trombosit terhadap pembuluh darah yang rusak didasarkan pada fungsi penting dari trombosit itu sendiri. Pada saat trombosit bersinggungan dengan pembuluh darah yang rusak misalnya dengan serabut kolagen atau dengan sel endotel yang rusak, trombosit akan berubah sifat secara drastis. Trombosit mulai membengkak, bentuknya irreguler dengan tonjolan yang mencuat ke permukaan. Trombosit menjadi lengket dan melekat pada serabut kolagen dan mensekresi ADP. Enzimnya membentuk tromboksan A, sejenis prostaglandin yang disekresikan kedalam darah oleh trombosit. ADP dan tromboksan A kemudian mengaktifkan trombosit yang berdekatan sehingga dapat melekat pada trombosit yang semula aktif. Dengan demikian pada setiap lubang luka akan terbentuksiklus aktivasi trombosit yang akan menjadi sumbat trombosit pada dinding pembuluh. Pada saat terjadinya pengecilan lumen kapiler (vasokontriksi) dan extra vasasi ada darah yang melalui permukaan asar (jaringan kolagen) dengan akibatnya trombosit. Akibat dari bertemunya trombosit dengan permukaan kasar maka trombosit tersebut akan mengalami adhesi serta agregasi.
6

Setelah terjadinya adhesi maka dengan pengaruh ATP akan terjadilah agregasi yaitu saling melekat dan desintegrasi sehingga terbentuklah suatu massa yang melekat. Peristiwa trombosit yang mulai pecah/lepas- lepas hingga menjadi suatu massa yang melekat disebut Viscous metamorphosis. Akibat dari terjadinya semua proses ini maka terjadilah gumpalan plug (sumbatan) baru kemudian terjadi fase yang ketiga.
c.

Fase koagulasi (pembentukan bekuan darah) Bekuan mulai terbentuk dalam 15-20 detik bila trauma pembuluh sangat hebat dan dalam 1-2 menit bila trauma pembuluh kecil. Banyak sekali zat yang mempengaruhi proses pembekuan darah salah satunya disebut dengan zat prokoagulan yang mempermudah terjadinya pembekuan dan sebaliknya zat yang menghambat proses pembekuan disebut dengan zet antikoagulan. Dalam keadaan normal zat antikoagulan lebih dominan sehingga darah tidak membeku. Tetapi bila pembuluh darah rusak aktivitas prokoagulan didaerah yang rusak meningkat dan bekuan akan terbentuk. Pada dasarnya secara umum proses pembekuan darah melalui tiga langkah utama yaitu pembentukan aktivator protombin sebagai reaksi terhadap pecahnya pembuluh darah, perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisa oleh aktivator protombin, dan perubahan fibrinogen menjadi benang fibrin oleh trombin yang akan menyaring trombosit, sel darah, dan plasma sehingga terjadi bekuan darah.

Gb.1 Koagulasi Fase ini terdiri dari tiga tahapan yaitu : 1. Pembentukan prothrombinase/prothrombin activator Aktivator protombin dapat dibentuk melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik. Pada jalur ekstrinsik pembentukan dimulai dengan adanya peristiwa trauma pada dinding pembuluh darah sedangkan pada jalur intrinsik, pembentukan aktivator protombin berawal pada darah itu sendiri. a. Langkah-langkah mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembekuan : - Pelepasan tromboplastin jaringan yang dilepaskan oleh jaringan yang luka. Yaitu fosfolipid dan satu glikoprotein yang berfungsi sebagai enzim proteolitik. - Pengaktifan faktor X yang dimulai dengan adanya penggabungan glikoprotein jaringan dengan faktor VII dan bersama fosfolipid bekerja sebagai enzim membentuk faktor X yang teraktivasi.
7

- Terjadinya ikatan dengan fosfolipid sebagai efek dari faktor X yang teraktivasi yang dilepaskan dari tromboplastin jaringan. Kemudian berikatan dengan faktor V untuk membentuk suatu senyawa yang disebut aktivator protombin. b. Langkah-langkah mekanisme intrinsik sebagai awal pembekuan: - Pengaktifan faktor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah yang terkena trauma. Bila faktor XII terganggu misalnya karena berkontak dengan kolagen, maka ia akan berubah menjadi bentuk baru sebagai enzim proteolitik yang disebut dengan faktor XII yang teraktivasi. - Pengaktifan faktor XI yang disebabkan oleh karena faktor XII yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap faktor XI. Pada reaksi ini diperlukan HMW kinogen dan dipercepat oleh prekalikrein. - Pengaktifan faktor IX oleh faktor XI yang teraktivasi. Faktor XI yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap faktor IX dan mengaktifkannya. - Pengaktifan faktor X oleh faktor IX yang teraktivasi yang bekerja sama dengan faktor VIII dan fosfolipid trombosit dari trombosit yang rusak untuk mengaktifkan faktor X. - Kerja dari faktor X yang teraktivasi dalam pembentikan aktivator protombin. Langkah dalam jalur intrinsic ini pada prinsipnya sama dengan langkah terakhir dalam jalur ekstrinsik. Faktor X yang teraktivasi bergabung dengan faktor V dan fosfolipid trombosit untuk membentuk suatu kompleks yang disebut dengan activator protombin. Perbedaannya hanya terletak pada fosfolipid yang dalam hal ini berasal dari trombosit yang rusak dan bukan dari jaringan yang rusak. Aktivator protombin dalam beberapa detik mengawali pemecahan protombin menjadi trombin dan dilanjutkan dengan proses pembekuan selanjutnya.

Gb.2 Skema Kaskade Koagulasi 2. Perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisis oleh activator protombin Setelah activator protombin terbentuk sebagai akibat pecahnya pembuluh darah, activator protombin akan menyebabkan perubahan protombin menjadi trombin yang selanjutnya akan menyebabkan polimerisasi molekul-molekul fibrinogen menjadi benang-benang fibrin dalam 10-15 detik berikutnya. Pembentukan activator protombin adalah faktor yang membatasi kecepatan
8

pembekuan darah. Protombin adalah protein plasma, suatu alfa 2 globulin yang dibentuk terus menerus di hati dan selalu dipakai untuk pembekuan darah. Vitamin K diperlukan oleh hati untuk pembekuan protombin. Aktivator protombin sangat berpengaruh terhadap pembentukan trombin dari protombin. Yang kecepatannya berbanding lurus dangan jumlahnya. Kecepatan pembekuan sebanding dengan trombin yang terbentuk. 3. Perubahan fibrinogen menjadi fibrin Trombin merupakan enzim protein yang mempunyai kemampuan proteolitik dan bekerja terhadap fibrinogen dengan cara melepaskan 4 peptida yang berberat molekul kecil dari setiap molekul fibrinogen sehingga terbentuk molekul fibrin monomer yang mempunyai kemampuan otomatis berpolimerisasi dengan molekul fibrin monomer lain sehingga terbentuk retikulum dari bekuan. Pada tingkat awal dari polimerisasi, molekul-molekul fibrin monomer saling berikatan melalui ikatan non kovalen yang lemah sehingga bekuan yang dihasilkan tidaklah kuat daan mudah diceraiberaikan. Oleh karena itu untuk memperkuat jalinan fibrin tersebut terdapaat faktor pemantap fibrin dalaam bentuk globulin plasma. Globulin plasma dilepaskan oleh trombosit yang terperangkap dalam bekuan. Sebelum faktor pemantap fibrin dapat bekerja terhadap benang fibrin harus diaktifkan lebih dahulu. Kemudian zat yang telah aktif ini bekerja sebagai enzim untuk menimbulkan ikatan kovalen diantara molekul fibrin monomer dan menimbulkan jembatan silang multiple diantara benang-benang fibrin yang berdekatan sehingga menambah kekuatan jaringan fibrin secara tiga dimensi. Sistem Fibrinolitik Fibrinolisis adalah proses penghancuran deposit fibrin oleh sistem fibrinolitik, sehingga aliran darah akan terbuka kembali. Tiga komponen utama dalam sistem ini adalah (1) plasminogen yang diaktifkan menjadi plasmin, (2) aktivator plasminogen, dan (3) inhibitor plasmin dan plasminogen. Aktivator plasminogen adalah substansi yang akan mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Berdasarkan asalnya, aktivator plasminogen ini dibedakan menjadi: 1. Aktivator instrinsik Terdapat di dalam darah, seperti FXIIa dan kalikrein. 2. Aktivator ekstrinsik Terdapat pada endotel pembuluh darah dan bermacam-macam jaringan, disebut tissue plasminogen activator (t-PA). 3. Aktivator eksogen Contohnya adalah urokinase yang dibentuk ginjal dan diekskresi ke dalam urin, dan streptokinase yang merupakan produk streptokokus beta hemolitikus. Inhibitor plasmin adalah substansi yang dapat menetralkan plasmin dan disebut sebagai antiplasmin. Bermacam-macam antiplasmin terdapat di dalam plasma, seperti alfa-2 plasmin inhibitor (yang bekerja paling cepat), alfa-2 makroglobulin, alfa-1 antitripsin, dan AT. Selain inhibitor plasmin, dikenal juga inhibitor plasminogen yang disebut plasminogen activator inhibitor (PAI), yang kemudian diberi nomer urut oleh International Committee on Thrombosis and Haemostasis sebagai berkiut : 1. PAI-1 (endothelial cell-type PAI) adalah suatu glikoprotein yang disintesis oleh sel endotel, disamping itu ia juga disintesis oleh kultur sel hati, sel melanoma, fibroblast, paru-paru, sel fibrosarkoma, sel granulosa, dan sel otot polos. Bekerja menghambat urokinase dan t-PA. Kadarnya meningkat pada keadaan seperti trombosis vena profunda, penyakit jantung koroner, dan pasca bedah, sehingga diduga PAI-1 ikut berperan dalam peningkatan resiko trombosis pada keadaankeadaan tersebut.
9

2. PAI-2 disintesis oleh plasenta dan bereaksi dengan t-PA maupun urokinase. Inhibitor ini juga ditemukan pada granulosit, monosit, dan makrofag. 3. PAI-3 ditemukan dalam urin dan identik dengan inhibitor terhadap protein C aktif.

Mekanisme Sistem Fibrinolitik Sistem fibrinolitik akan dimulai dengan adanya aktivator plasminogen yang akan memecah plasminogen menjadi plasmin. Aktivasi plasminogen terjadi melalui 3 jalur yang berbeda yaitu jalur intrisik, ekstrinsik, dan eksogen. Pada jalur intrinsik, saat terjadi aktivasi FXII menjadi FXIIa dibantu oleh cofactor HMWK, hal itu juga akan mengubah prekalikrein menjadi kalikrein, kalikrein yang terbentuk akan mengaktivasi plasminogen. Dari jalur ekstrinsik akan dikeluarkan tPA, t-PA mempunyai afinitas tinggi terhadap fibrin dan ikatan ini akan mengaktifkan plasminogen, begitu pula dari jalur eksogen akan keluar aktivator-aktivator plasminogen, seperti yang telah disebutkan diatas. Sebagian besar plasminogen terikat pada fibrin dan sebagian lagi terdapat bebas di dalam plasma. Saat plasminogen ini diaktifkan, dia akan berubah bentuk menjadi plasmin bebas dan plasmin yang terikat fibrin. Plasmin bebas akan segera dinetralkan oleh antiplasmin, karena berbahaya. Apabila plasmin bebas terdapat dalam jumlah berlebihan melebihi kapasitas antiplasmin, maka plasmin tsb akan memecah fibrinogen, FV, dan FVIII. Plasmin (enzim proteolitik) yang terbentuk yang akan memecah fibrin menjadi fragmen-fragmen yang disebut fibrin degradation product (FDP). Selanjutnya FDP akan dibersihkan dari sirkulasi darah oleh hati dan RES

Gb.3 Skema Fibrinolisis

LO.1.5. Memahami HEMOSTASIS

dan

Menjelaskan

PEMERIKSAAN

PENYARING

10

1. 2. 3. 4. 5.

Percobaan pembendungan Masa perdarahan Hitung trombosit Masa protombin plasma (Prothrombin Time, PT) Masa tromboplastin partial teraktivasi (Activated partial thromboplastin time, APTT) 6. Masa trombin (Thrombin time, TT) Tes penyaring meliputi : Percobaan Pembendungan Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan dinding kapiler darah dengan cara mengenakan pembendungan pada vena, sehingga tekanan darah di dalam kapiler meningkat. Dinding kapiler yang kurang kuat akan menyebabkan darah keluar dan merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga nampak titik-titik merah kecil pada permukaan kulit, titk itu disebut dengan petekia. Untuk melakukan percobaan ini mula-mula dilakukan pembendungan pada lengan atas dengan memasang tensimeter pada pertengahan antara tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Tekanan itu dipertahankan selama 10 menit. Jika percobaan ini dilakukan sebagai lanjutan masa perdarahan, cukup dipertahankan selama 5 menit. Setelah waktunya tercapai bendungan dilepaskan dan ditunggu sampai tanda-tanda stasis darah lenyap. Kemudian diperiksa adanya petekia di kulit lengan bawah bagian voler, pada daerah garis tengah 5 cm kira-kira 4 cm dari lipat siku. Pada orang normal tidak atau tidak sama sekali didapatkan petekia. Hasil positif bila terdapat lebih dari 10 petekia. Seandainya di daerah tersebut tidak ada petekia tetapi jauh di distal ada, hasil percobaan ini positif juga. Jika pada waktu dilakukan pemeriksaan masa perdarahan sudah terjadi petekie, berarti percobaan pembendungan sudah positif hasilnya dan tidak perlu dilakukan sendiri. Pada penderita yang telah terjadi purpura secara spontan, percobaan ini juga tidak perlu dilakukan. Walaupun percobaan pembendungan ini dimaksudkan unntuk mmengukur ketahanan kapiler, hasil tes ini ikut dipengaruhi juga oleh jumlah dan fungsi trombosit. Trombositopenia sendiri dapat menyebabkan percobaan ini barhasil positif. Masa Perdarahan Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kemampuan vascular dan trombosit untuk menghentikan perdarahan. Prinsip pemeriksaan ini adalah menentukan lamanya perdarahan pada luka yang mengenai kapiler. Terdapat 2 macam cara yaitu cara Ivy dan Duke. Pada cara Ivy, mula-mula dipasang tensimeter dengan tekanan 40 mmHg pada lengan atas. Setalah dilakukan tindakan antisepsis dengan kapas alkohol, kulit lengan bawah bagian voler diregangkan lalu dilakukan tusukan denagn lancet sedalam 3mm. Stopwatch dijalankan waktu darah keluar. Setiap 30 detik darah dihisap dengan kertas saring. Setelah darah tidak keluar lagi, stopwatch dihentikan. Nilai normal berkisar antara 1-6 menit. Pada cara duke, mula-mula dilakukan tindakan antisepsis pada anak daun telinga. Dengan lancet, dilakukan tususkan pada tepi anak daun telinga. Stopwatch dijalankan waktu darah keluar. Setiap 30 detik, darah dapat dihisap dengan kertas saring. Setelah darah tidak keluar lagi, stopwatch dihentikan. Nilai normal berkiasar antara 1-3 menit. Cara Duke sebaiknya dipakai untuk bayi dan anak kecil dimana sukar atau tidak mungkin dilakukan pembendungan.
11

1.

2.

Pemeriksaan masa perdarahan merupakan suatu tes yang kurang memuaskan karena tidak dapat dilakukan standarisasi tusukan baik mengenai dalamnya, panjangnya, lokalisasinya maupun arahnya sehingga korelasi antara hasil tes ini dan keadaan klinik tidak begitu baik. Perbedaan suhu kulit juga dapat mempengaruhi hasil tes ini. Pada pemeriksaan ini tusukan harus cukup dalam, sehingga salah satu bercak darah pada kertas saring mempunyai diameter 5 mm atau lebih. Masa perdarahan yang kurang dari 1 menit juga disebabkan tusukan yang kurang dalam. Dalam hal seperti ini, percobaan dianggap batal dan perlu diulang. Hasil pemeriksaan menurut cara Ivy lebih dapat dipercaya daripada cara Duke, karena pada cara Duke tidak dilakukan pembendungan sehingga mekanisme hemostatis kurang dapat dinilai. Apabila pada cara Ivy perdarahan berlangsung lebih dari 10 menit dan hal ini diduga karena tertusuknya vena, perlu dilakukan pemeriksaan ulang pada lengan yang lain. Kalau hasilnya tetap lebih dari 10 menit, hal ini membuktikan adanya suatu kelainan dalam mekanisme hemostatis. Tindakan selanjutnya adalah mencari letak kelainan hemostatis dengan mengerjakan pemeriksaan-pemeriksaan lain. 3. Hitung Trombosit Hitung trombosit dapat dilakukan dengan cara langsung dan tak langsung. Cara langsung dapat dilakukan dengan cara manual, semi otomatik, dan otomatik. Pada cara manual, mula-mula darah diencerkan dengan larutan pengencer lalu diidikan ke dalam kamar hitung dan jumlah trombosit dihitung dibawah mikroskop. Untuk larutan pengencer yang dipakai larutan Rees Ecker atau larutan amonium oksalat 1%. Cara manula mempunyai ketelitian dan ketepatan yang kurang baik, karena trombosit kecil sekali sehingga sukar dibedakan dari kotoran kecil. Lagi pula trombosit mudah pecah dan cenderung saling melekat membentuk gumpalan serta mudah melekat pada permukaan asing. Oleh karena itu alat-alat yang dipakai harus betul-betul bersih dan larutan pengencer harus disaring terlebih dahulu. Sebagai bahan pemeriksaan d ipakai darah dengan anticoagulant sodium ethylendiamine tetraacetate yang masih dalam batas waktu yang diijinkan artinya tidak lebih dari 3 jam setelah pengambilan darah. Pada cara semi otomatik dan otomatik dipakai alat electronic particle counter sehingga ketelitiannya lebih baik daripada cara manual. Akan tetapi cara ini masih mempunyai kelemahan, karena trombosit yang besar (giant trombocyte) atau beberapa trombosit yang menggumpal tidak ikut terhitung, sehingga jumlah trombosit yang dihitung menjadi lebih rendah. Pada cara tak langsung, jumlah trombosit pada sediaan hapus dibandingkan jumlah trombosit dengan jumlah eritrosit kemudian jumlah mutlaknya dapat diperhitungkan dari jumlah mutlak eritrosit. Karena sukarnya dihitung, penilaian semi kuantitatif tentang jumlah trombosit dalam sediaan hapus darah sangat besar artinya sebagai pemeriksaan penyaringan. Pada sediaan hapus darah tepi, selain dapat dilakukan penilaian semi kuantitatif, juga dapat diperiksa morfologi trombosit serta kelainan hematologi lain. Bila sediaan hapus dibuat langsung dari darah tanpa antikoagulan, maka trombosit cenderung membentuk gumpalan. Jika berarti membentuk gumpalan berarti tedapat gangguan fungsi trombosit. Dalam keadaan normal jumlah trombosit sangat dipengaruhi oleh cara menghitungnya dan berkisar antar 150.000 400.000 per l darah. Pada umumnya, jika morfologi dan fungsi trombosit normal, perdarahan tidak terjadi jika jumlah lebih dari 100.00/l. Jika fungsi trombosit normal, pasien dengan jumlah trombosit diatas 50.000/l tidak mengalami perdarahan kecualai terjadi
12

trauma atau operasi. Jumlah trombosit kurang dari 50.000/l digolongkan trombositopenia berat dan perdarahan spontan akan terjadi jika jumlah trombosit kurang dari 20.000/l.

4. Masa Protrombin Plasma (protrombin time PT) Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melalui jalur ekstrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan VII, X, V, protrombin dan fibrinogen. Selain itu juga dapat dipakai untuk memantau efek antikoagulan oral karena golongan obat tersebut menghambat pembentukan faktor pembekuan protrombin, VII, IX, dan X. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan bila ke dalam plasma yang diinkubasi pada suhu 37C, ditambahkan reagens tromboplastin jaringan dan ion kalsium. Hasil pemeriksaan ini dipengaruhi oleh kepekaan tromboplastin yangh dipakai oleh teknik pemeriksaan. Karena itu pemeriksaan ini harus dilakukan duplo dan disertai kontrol dengan plasma normal. Nilai normal tergantung dari reagen, cara pemeriksaan dan alat, dan alat yang digunakan. Sebaiknya tiap laboratorium mempunyai nilai normal yang ditetapkan sendiri dan berlaku untuk laboratorium tersebut. Jika hasil PT memanjang maka penyebabnya mungkin kekurangan faktor-faktor pembekuan di jalur ekstrinsik dan bersama atau adnya inhibitor. Untuk membedakan hal ini, pemeriksaan diulang sekali lagi dengan menggunakan campuran plasma penderita dan plasma kiontrol dengan perbandingan 1:1. Bila ada inhibitor, masa protombin plasma tetap memanjang. Selain dilaporkan dalam detik, hasil PT juga dilaporkan dalam rasio, aktivitas protombin dan indeks. Rasio yaitu perbandingan antara PT penderita dengan PT kontrol. Aktivitas protombin dapat ditentukan dengan menentukan dengan menggunakan kurva standart dan dinyatakan dalam %. Pemeriksaan PT juga sering dipakai untuk memantau efek pemberian antikoagulan oral. Pemberian kepekaan reagen tromboplastin yang dipakai dan perbedaan cara pelaporan menimbulkan kesulitan bila pemantauan dikerjakan di laboratorium yang berbeda-beda. Untuk mengatasi masalah tersebut ICTH (International Comittee on Thrombosis and Haemostasis) dan ICSH (International Comitte for Standardization in Haematology) menganjurkan agar tromboplastin jaringan yang akan digunakan harus dikalibrasi terlebih dahulu terhadap tromboplastin rujukan untuk mendapatkan ISI (International Sensitivity Index). Juga dianjurkan agar hasil pemeriksaan PT dilaporkansecara seragam dengan menggunakan INR (International Normalized Ratio), yaitu rasio yang dipangkatkan dengan ISI dari reagens tromboplastin yang digunakan. 5. Masa Tromboplastin Parsial Teraktivasi (activated parsial thromboplastin time APTT) Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melaui jalur intrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan XII, prekalikrein, kininogen, XI, IX, VIII, X, V, protombin dan fibrinogen. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan bila ke dalam plasma ditambahkan reagens tromboplastin parsial dan aktivator serta ion kalsium pada suhu 370C. reagen tromboplastin parsial adalah fosfolipid sebagai pengganti platelet factor 3. Nilai normal tergantung dari reagens, cara pemeriksaan dan alat yang dipakai. Juga dianjurkan agar tiap laboratorium menentukan nilai normalnya sendiri. Hasilnya
13

memanjang bila terdapat kekurangan faktor pembekuan dijalur intrinsik dan bersama atau bila terdapat inhibitor. Sama seperti PT, untuk membedakan hal ini dilakukan pemeriksaan ulang terhadap campuran plasma penderita dan plasma kontrol dengan perbandinagn 1:1. Bila hasilnya tetap memanjang, berarti ada inhibitor. Pada hemofilia A maupun hemofilia B, APTT akan memanjang, tetapi pemeriksaan ini tidak dapat membedakan kedua kelainan tersebut. Pemeriksaan ini juga dipakai untuk memnatau pemberian heparin. Dosis heparin diatur sampai APTT mencapai 1,5-2,5 kali nilai kontrol.

6. Masa Trombin (thrombin time TT) Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan pada suhu 37C bila ke dalam plasma ditambahkan reagens thrombin. Nilai normal tergantung dari kadar thrombin yang dipakai. Hasil TT dipengaruhi oleh kadar dan fungsi fibrinogen serta ada tidaknya inhibitor. Hasilnya memanjang bila kadar fibrinogen kurang dari 100 mg/dl atau fungsi fibrinogen abnormal atau bila terdapat inhibitor thrombin seperti heparin atau FDP (Fibrinogen degradation product). Bila TT memanjang, pemeriksaan diulang sekali lagi dengan menggunakan campuran plasma penderita dan plasma control dengan perbandingan 1:1 untuk mengetahui adanya tidaknya inhibitor. Untuk membedakan apakah TT yang memanjang karena adanya heparin, fibrinogen abnormal atau FDP, dilakukan pemeriksaan masa reptilase. Reptilase berasal dari bisa ularAneistrodon Rhodostoma. Apabila TT yang memanjang disebabkan oleh heparin maka masa reptilase akan memberikan hasil normal, sedangkan fibrinogen abnormal atau FDP akan menyebabkan masa reptilase memanjang. 7. Pemeriksaan Penyaring Untuk Faktor XIII Pemeriksaan ini dimasukkan dalam pemeriksaan penyaring, karena baik PT, APTT, maupun TT tidak menguji factor XIII, sehingga adanya defisiensi F XIII tidak dapat di deteksi dengan PT, APTT, maupun TT. Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai kemampuan factor XIII dalam menstabilkan fibrin. Prinsipnya F XIII mengubah fibrin soluble menjadi fibrin stabil karena terbentuknya ikatan cross link. Bila tidak ada F XIII, ikatan dalam molekul fibrin akan dihancurkan oleh urea 5M atau monokhlorasetat 1%. Cara pemeriksaannya adalah dengan memasukkan bekuan fibrin ke dalam larutan urea 5M atau asam monokhloroasetat 1%, kemudian setelah 24 jam stabilitas bekuan dinilai. Bila factor XIII cukup, setelah 24 jam bekuan fibrin tetap stabil dalam larutan urea 5M. jika terdapat defisiensi factor XIII bekuan akan larut kembali dalam waktu 2-3 jam.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan hemostasis : 1. Antikoagulan Untuk pemeriksaan koagulasi antikoagulan yang dipakai adalah natrium sitrat 0,109 M dengan perbandingan 9 bagian darah dan 1 bagian natrium sitrat.Untuk
14

hitung trombosit antikoagulan yang dipakai adalah Na2EDTA.Jika dipakai darah kapiler, maka tetes darah pertama harus dibuang. 2. Penampung Untuk mencegah terjadinya aktivasi factor pembekuan, dianjurkan memakai penampung dari plastic atau gelas yang telah dilapisi silicon. 3. Semprit dan Jarum Dianjurkan memakai semprit plastic dan jarum yang cukup besar. Paling kecil nomor 20.

4.

Cara pengambilan darah Pada waktu pengambilan darah, harus dihindari masuknya tromboplastin jaringan. Yang dianjurkan adalah pengambilan darah dengan memakai 2 semprit. Setelah darah dihisap dengan semprit pertama, tanpa mencabut jarum, semprit pertama dilepas lalu pasang semprit kedua. Darah semprit pertama tidak dipakai untuk pemeriksaan koagulasi, sebab dikhawatirkan sudah tercemar oleh tromboplastin jaringan.

5.

Kontrol Setiap kali mengerjakan pemeriksaan koagulasi, sebaiknya diperiksa juga satu kontrol normal dan satu kontrol abnormal. Selain tersedia secara komersial, kontrol normal juga dapat dibuat sendiri dengan mencampurkan plasma yang berasal dari 10 sampai 20 orang sehat, yang terdiri atas pria dan wanita yang tidak memakai kontrasepsi hormonal. Plasma yang dipakai sebagai kontrol tidak boleh ikterik, lipemik, maupun hemolisis. Penyimpangan dan pegiriman bahan Pemeriksaan koagulasi sebaiknya segara dikerjakan, karena beberapa faktor pembekuan bersifat labil. Bila tidak dapat diselesaikan dalam waktu 4 jam setelah pengambilan darah, plasma disimpan dalam tempat plastik tertutup dan dalam keadaan beku. Untuk pemeriksaan APTT dan assay faktor VIII atau IX, bahan yang dikirim adalah plasma citrat dalam tempat plastik bertutup dan diberi pendingin, tetapi untuk PT dan agregasi trombosit jangan diberi pendingin karena suhu dingin dapat mengaktifkan F VII tetapi menghambat agregasi trombosit.

6.

LI.2. Memahami dan Menjelaskan HEMOFILIA

LO.2.1. Memahami dan Menjelaskan DEFINISI HEMOFILIA Hemofilia adalah kelainan koagulasi darah bawaan yang paling sering dan serius, berhubungan dengan defisiensi faktor pembekuan VIII, IX, XI. Biasanya hanya terdapat pada laki-laki, terpaut kromosom X yang bersifat resesif. Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex linked recessive pada kromosom X ( ). Meskipun hemophilia merupakan penyakit herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak memiliki gangguan pembekuan darah, sehingga diduga akibat lingkungan endogen ataupun eksogen.
15

Ada 2 macam hemophilia yang diturunkan secara sex linked recessive yaitu a. Hemofilia A (hemophilia klasik), akibat defisiensi atau disfungsi faktor pembekuan VIII (FVIIIc). b. Hemofilia B (Christmas disease) akibat defisiensi atau disfungsi FIX ( faktor Christmas) LO.2.2. Memahami dan Menjelaskan EPIDEMILOGI HEMOFILIA Penyakit ini bermanifestasi klinis pada laki-laki. Angka kejadian hemofilia A sekitar 1 : 10.000 orang dan hemofilia B sekitar 1 : 25.000 30.000 orang. Belum adat data mengenai angka kejadian di Indonesia, namun diperkirakan sekitar 20.000 kasus dari 200 juta penduduk Indonesia saat ini. Kasus hemofilia A lebih sering dijumpai diobandingkan kasus hemofilia B, yaitu berturut-turut mencapai 80 85%dan 10 15% tanpa memandang ras, geografi, dan keadaan sosial ekonomi. Mutasi gen secara spontan diperkirakan mencapai 20 30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat keluarga. Berdasarkan data terakhir dari Yayasan Hemofilia Indonesia (HMHI) Pusat jumlah penderita hemofilia yang sudah teregistrasi sampai Juli 2005 sebanyak 895 penderita yang tersebar di 21 provinsi dari 30 provinsi, berarti ada 9 provinsi yang belum membuat data registrasi kemungkinan adanya penderita hemofilia di daerahnya, dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 217.854.000 populasi (BPS Indonesia, 2004), secara nasional prevalensi hemofilia hanya mencapai 4,1/1 juta populasi, angka ini sangat kecil dibandingkan prediksi secara epidemiologi seharusnya di Indonesia penderita hemofilia 21.000 orang. LO.2.3. Memahami dan Menjelaskan ETIOLOGI HEMOFILIA
Hemofilia A dan hemofilia B disebabkan oleh kerusakan pada pasangan kromosom. Defek genetik ini berpengaruh pada produksi dan fungsi dari faktor pembekuan. Semakin sedikit faktor pembekuan tersebut maka semakin berat derajat hemofili yang diderita. Hemofilia A disebabkan oleh kelainan produksi dari faktor VIII, sedangkan hemofilia B disebabkan oleh kelainan produksi dari faktor IX. Meskipun hemofilia merupakan penyakit genetik, hemofilia dapat timbul secara spontan ketika kromosom yang normal mengalami abnormalitas (mutasi) yang berpengaruh pada gen untuk faktor pembekuan VIII atau IX. Anak yang mewarisi mutasi tersebut dapat lahir dengan hemofilia atau dapat juga hanya sebagai carrier. Sementara itu untuk hemofilia C disebabkan defisiensi kongenital faktor XI yang disebabkan mutasi gen faktor XI. Hal ini dapat terlihat dari 6 orang Ashkenazi Jewish, dimana pada pasien hemofilia C tersebut terlihat adanya mutasi gen faktor XI. Akibat dari mutasi ini terjadi kegagalan produksi protein aktif yang berkaitan dengan disfungsi molekul factor pembekuan.

Hemofilia terjadi akibat beberapa kelainan gen yang sifatnya diturunkan, diturunkan melalui ibu tetapi hampir selalu menyerang anak laki-laki.

16

Hemofilia disebabkan oleh defisiensi faktor koagulasi VIII (FVIII) atau IX (FIX) yang terletak pada kromosom X yang berkaitan dengan mutasi gen faktor pembekuan.

Pria penderita hemofilia menikah dengan wanita normal, maka kemungkinan anak mereka adalah 50% anak laki-laki normal dan 50% anak perempuan carrier (pembawa sifat) hemofilia.Karena seorang carrier hanya memiliki satu buah kromosom X normal yang dapat memproduksi sejumlah Faktor VIII atau Faktor IX didalam susunan pembeku darah, maka mereka dapat terhindar dari segala jenis hemofilia berat yang jumlah kadar zat pembekunya <1 %. Bagaimanapun juga, tingkatan dalam zat pembeku darah yang bervariatif pada seorang pembawa sifat sangatlah luas. Jumlah kadar zat pembeku darah seorang carrier hemofilia akan memiliki jumlah yang sama dengan penderita hemofilia hanya saja mereka masih dalam taraf yang normal. Hal ini terjadi karena adanya 2 buah kromosom X, salah satu gennya memiliki pembawa sifat hemofilia sehingga fungsinya tidak seimbang. Bila kromosom X hemofilia fungsionilnya terjadi di setiap sel, maka seorang carrier akan memiliki aktifitas pembeku darah dengan tingkatan yang paling rendah. jika seorang laki- laki normal memiliki anak dari seorang wanita pembawa sifat hemophilia. Jika mereka mendapatkan anak laki -laki, maka anak tersebut 50% kemungkinan terkena hemofilia. Ini tergantung dari mana kromosom X pada anak laki laki itu didapat. Jika ia mewarisi kromoson X normal dari sang ibu, maka ia tidak akan terkena hemofilia. Jika ia mewarisi kromosom X dari sang ibu yang mengalami mutasi, maka ia akan terkena hemofilia. Dengan jalan yang sama, sepasang anak perempuan memiliki 50% kemungkinan adalah pembawa sifat hemofilia. Ia akan normal jika ia mewarisi kromosom X normal dari sang ibu. Dan sebaliknya ia dapat mewarisi kromosom X dari
17

sang ibu yang memiliki sifat hemofilia, sehingga ia akan menjadi pembawa sifat hemofilia. Jika laki-laki hemophilia dan wanita nya juga carrier (pembawa hemophilia), maka anaknya laki-laki normal, yang satu lagi hemophilia. Sedangkan anak perempuannya terkena carrier dan satunya lagi letal. Intinya : Etiologi dari hemofilia adalah faktor VII dan IX yang terletak pada kromosom X serta bersifat resesif, maka penyakit ini dibawa oleh perempuan (carrier, Xh X) dan bermanifestasi klinis pada laki-laki (pasien Xh Y); dapat bermanifestasi klinis pada perempuan bila kedua kromosom X pada perempuan terdapat kelainan (XhXh)

LO.2.4. Memahami dan Menjelaskan KLASIFIKASI HEMOFILIA a. Hemofilia A Ditandai karena penderita tidak memiliki zat anti hemofili globulin (factor VIII).Kirakira 80 % dari kasus hemophilia adalah tipe ini.Seseorang mampu membentuk antihemofilia globulin (AHG) dalam serum darahnya karena ia memiliki gen dominan H sedang alelnya resesif tidak dapat membentuk zat tersebut.Oleh karena gennya terangkai X maka perempuan normal dapat mempunyai genotif H_.Perempuan hemophilia mempunyai genotif hh,sedangkan lakilaki hemophilia h b. Hemofilia B atau penyakit Christmas Penderita tidak memiliki komponen plasma tromboplastin (KPT;faktorIX).Kira kira 20% dari hemophilia adalah tipe ini c. Hemofilia C Penyakit hemophilia C tidak disebabkan oleh gen resesif kromosom X melainkan oleh gen resesif yang jarang dijumpai dan terdapatnya pada auotosom.Tidak ada 1% dari kasus hemophilia adalah tipe ini.Penderita tidak mampu membentuk zat plasma,tromboplastin anteseden (PTA). LO.2.5. Memahami dan Menjelaskan MANIFESTASI KLINIK HEMOFILIA Beratnya perdarahan pada seorang penderita hemofilia ditentukan oleh kadar F VIII C di dalam plasma. Berdasarkan kadar FVIII C dan klinik, hemofilia dibagi 4 golongan : a. Hemofilia berat : kadar F VIII C di dalam plasma 0-2% Perdarahan spontan sering terjadi. Perdarahan pada sendi-sendi (hemarthrosis) sering terjadi. Perdarahan karena luka atau trauma dapat mengancam jiwa.
18

b. Hemofilia sedang: kadar F VIII C di dalam plasma 3-5% Perdarahan serius biasanya terjadi bila ada trauma. Hemarthrosis dapat terjadi walaupun jarang dan akalu ada biasanya tanpa cacat. c. Hemofilia ringan : kadar F VIII C di dalam plasma berkisar antara 6-25% Perdarahan spontan biasanya tidak terjadi. Hemarthrosis tidak ditemukan. Perdarahan biasanya ditemukan sewaktu operasi berat, atau trauma. d. Sub hemophilia Beberapa penulis menyamakannya dengan karier hemofilia. Kadar F VIII C 26-50%. Biasanya tidak disertai gejala perdarahan. Gejala mungkin terjadi sesudah suatu operasi besar dan lama. Salah satu gejala khas dari hemofilia adalah hemarthrosis yaitu perdarahan ke dalam ruang sinovia sendi, misalnya pada sendi lutut. Persendian besar lainnya seperti lengan dan bahu juga dapat terkena. Perdarahan ini bisa dimulai dengan luka kecil atau spontan dalam sendi. Darah berasal dari pembuluh darah sinovia, mengalir dengan cepat mengisi ruangan sendi. Penderita dapat merasakan permulaan timbulnya perdarahan pada sendi ini karena ada rasa panas. Akibat perdarahan, timbul rasa sakit yang hebat, menetap disertai engan spasme otot, dan gerakan sendi yang terbatas. Karena perdarahan berlanjut, tekanan di dalam ruangan sendi terus meningkat dan menyebabkan iskemia sinovia dan pembuluh-pembuluh darah kondral. Keadaan ini merupakan permulaan kerusakan sendi yang permanen. Akibat perdarahan yang berulang pada sendi yang sama, sering terjadi peradangan dan penebalan jaringan sinovia, kemudian terjadi atropi otot. Keadaan kontraksi sendi yang stabil ini merupakan predisposisi kerusakan selanjutnya. Akhirnya kartilago dan substansi tulang hilang. Kista tulang dan kontraktus yang permanen menyebabkan hilangnya gerakan sendi. Bisa juga terjadi hipertrofi karena radang sinovia kronik dan menghasilkan pembengkakan sendi yang persisten tanpa disertai nyeri yang nyata. Selain hemarthrosis, ada sebuah fenomena perdarahan yang terlambat (delayed bleeding) yang juga merupakan gejala khas dari hemofilia A. Peristiwa ini biasanya ditemukan sesudah tindakan ekstraksi gigi. Pada permulaan perdarahan berhenti dan sesudah beberapa jam sampai beberapa hari kemudian, perdarahan timbul kembali. Hal ini dapat diterangkan, pada permulaan trombosit dan pembuluh darah dapat menghentikan perdarahan untuk sementara, tetapi karena jaringan fibrin tidak ada atau kurang terbentuk untuk menutup luka maka timbul perdarahan kembali. Perdarahan bawah kulit atau di dalam otot juga merupakan manifestasi hemofilia yang paling umum. Lesi ini biasanya dimulai sebagai akibat trauma dan menyebar mengenai satu daerah yang luas dan sering tanpa ada perbedaan warna kulit diatasnya. Perdarahan jaringan lunak di daerah leher karena trauma kecil bisa menyebabkan komplikasi yang serius karena jalan napas bisa tertekan; dan bahkan menyebabkan kematian. Perdarahan di bawah leher ini dapat terjadi sesudah anestesi mandibular, punksi vena jugular. Pada penderita hemofili C, pada pemeriksaan fisik biasanya normal kecuali jika terjadi manifestasi perdarahan. Pada beberapa tempat dapat terjadi memar-memar. Pasien juga kadang mengeluhkan demam, kelemahan, dan takikardia jika terjadi perdarahan yang masif.
19

LO.2.6. Memahami dan Menjelaskan PATOFISIOLOGI HEMOFILIA

Gangguan itu dapat terjadi karena jumlah pembeku darah jenis tertentu (F.VIII dan F.IX) kurang dari jumlah normal, bahkan hampir tidak ada. Perbedaan proses pembekuan darah yang terjadi antara orang normal (Gambar 1) dengan penderita hemofilia (Gambar 2). a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh. b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil. c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh. d. Faktor-faktor pembeku darah bekerja membuat anyaman (benang benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh.

Gambar 1 a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh. b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil. c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh. d. Kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk sempurna, sehingga darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh.

20

Gambar 2

LO.2.7. Memahami dan Menjelaskan PENUNJANG HEMOFILIA PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN

FISIK

DAN

1. Anamnesis Anamnesis, diarahkan pada riwayat mudah timbul lebam sejak usia dini, perdarahan yang sukar berhenti setelah suatu tindakan, trauma ringan atau spontan, atau perdarahan sendi dan otot. Riwayat keluarga dengan gangguan perdarahan terutama saudara laki-laki atau dari pihak ibu juga mendukung ke arah hemophilia 2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan Fisik 1. Pengkajian sistem neurologik a. Pemeriksaan kepala b. Reaksi pupil c. Tingkat kesadaran d. Reflek tendo e. Fungsi sensoris 2. Hematologi a. Tampilan umum b. Kulit : (warna pucat, petekie, memar, perdarahan membran mukosa atau dari luka suntikan atau pungsi vena) c. Abdomen (pembesaran hati, limpa)

3. Pemeriksaan Penunjang 1. Percobaan pembendungan (Rumple Leede, Tourniquet) Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan dinding kapiler dengan cara pembendungan vena, sehingga tekanan darah di dalam vena meningkat. Dinding kapiler yang kurang kuat akan menyebabkan darah keluar dan merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga nampak titik merah kecil (petekia). Tujuan : Untuk menguji ketahanan dinding pembuluh darah Dipengaruhi oleh jumlah dan fungsi trombosit Pada trombositopenia (+) Pasang tensimeter ditengah nilai sistol dan diastole, tunggu sampai menit lalu liat daerah pengamatan 2. Masa Perdarahan Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kemampuan vaskular dan trombosit untuk menghentikan perdarahan. Prinsip pemeriksaan ini adalag menentukan lamanya perdarahan pada luka yang mengenai kapiler. Terdapat 2 macam cara yaitu cara Ivy dan Duke. Hasil pemeriksaan menurut cara Ivy
21

lebih dapat dipercaya, apabila perdarahan berlangsung lebih dari 10 menit dah hal ini diulang pada lengan yang lain hasilnya tetap lebih dari 10 menit, hal ini membuktikan adanya suatu kelainan dalam mekanisme hemostasis. 3. Hitung Trombosit Hitung trombosit dapat dilakukan dengan cara langsung dan tak langsung. Dalam keadaan normal jumlah trombosit sangat dipengaruhi oleh cara menghitungnya dan berkisar antara 150.000-400.000 sel/l darah. Pada umumnya jika morfologi dan fungsi trombosit normal perdarahan tidak terjadi jika jumlah trombosit > 100.000/l. Jikas fungsi trombosit normal,pasien dengan jumlah trombosit diatas 50.000/l tidak mengalami perdarahan kecuali terjadi trauma atau oprasi. Jumlah trombosit < 50.000/l digolongkan trombositopenia berdat dan perdarahan spontan akan terjadi jika jumlah trombosit < 20.000/l. 4. Masa Protrombin plasma ( prothrombin time PT) Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melalui jalur ekstrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan VII,X,V, protombin dan fibrinogen. Selain itu juga dapat dipakai untuk memantau efek antikoagulan oral. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan bila ke dalam plasma yang diinkubasi pada suhu 37C ditambhakan reagens tromboplastin jaringan dan ion kalsium. Hasil pemeriksaan ini dipengaruji oleh kepekaa tromboplastin yang dipakai. Jika hasil PT memanjang maka penyebab mungkin kekurangan faktor-faktor pembekuan dijalur estrinsik dan bersama atau adanya inhibitor. PT memanjang jika : o Defisiensi salah satu factor diatas o Inhibitor 5. Masa Tromboplastin Parsial Teraktivasi (APTT) Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melalui jalur intrinsik dan jalur bersama yaitu faltor pembekuan XII, prekalikrein, kininogen, XI,IX,VIII,X,V,protombin dan fibrinogen. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan bila ke dalam plasma ditambahkan reagens tromboplastin parsial dan aktivator serta ion kalsium pada suhu 37C. Hasil memanjang bila terdapat kekurangan faktor pembekuan di jalur intrinsik dan bersama atau bila terdapat inhibitor. Pada hemofilia A maupun B, APTT akan memanjang, tetapi pemeriksaan ini tidak dapat mebedakan kedua kelainan tersebut. APTT memanjang pada : o Defisiensi factor-faktor diatas o Inhibitor 6. Masa Trombin (trombin time TT) ( N: 16-20 detik) Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan pada suhu 37C bila ke dalam plasma ditambahkan reagens trombin. Nilai normal tergantung dari kadar trombin yang dipakai. Hasilnya dipengaruhi oleh kadar dah fungsi fibrinogen serta ada tidaknya inhibitor. Hasilnya memanjang bila kadar fibrinogen kurang dari 100 mg/dl atau fungsi fibrinogen abnormal atau bila terdapat inhibitor trombin seperti heparin atau FDP.
22

7. Pemeriksaan penyaring untuk faktor XIII Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai kemampuan faktor XIII dalam menstabilkan fibrin. Prinsipnya faktor XIIIa mengubah fibrin soluble menjadi fibrin stabil karena terbentuknya ikatak cross link. Bila tidak ada faktor XIII, ikatan dalam molekul fibrin akan dihancurkan oleh urea 5M atau monokhlorasetat 1%. Pemeriksaan khusus dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti suatu penyakit. Pada hemofilia A dilakukan Pemeriksaan faktor pembekuan VIII dan pada hemophilia B dilakukan pemeriksaan faktor pembekuan IX.

2. Pemeriksaan pencitraan : Hipertropi sinovial, deposit hemosiderin, fibrosis, dan kerusakan kartilago yang progresif dengan terbentuknya bone kista dapat diperlihatkan dengan film konvensional, terutama terdapat pada pasien yang tidak diobati atau diobati dengan tidak adekuat atau jika sering terjadi perdarahan sendi yang berulang. Pemeriksaan Ultrasonography digunakan untuk evaluasi sendi yang berkaitan dengan efusi akut atau kronik. Namun tehnik ini tidak didapat digunakan untuk evaluasi tulang atau kartilago. MRI digunakan untuk evaluasi kartilago, sinovial dan hubungan antara sendi. Sedangkan untuk hemofilia C tidak satupun pemeriksaan pencitraan (raadiologi) yang diperlukan dalam konfirmasi diagnosis defisiensi faktor XI. Namun demikian, pemeriksaan radiologis dapat dilakukan untuk mengevaluasi perdarahan saat dilakukan tindakan terapi terhadap perdarahan pada tempattempat tertentu. 3. Pemeriksaan histologis Perdarahan sendi yang berulang dengan pemeriksaan histologis akan memperlihatkan adanya hipertropi sinovial, deposit hemosiderin, fibrosis dan kerusakan dari kartilago. Ada beberapa tahapan yang terlihat dari pemeriksaan histologis untuk menunjukkan adanya artropati hemofilia yang dimulai dengan adanya edema intraartikular dan periartikular; terjadinya erosi yang luas dari kartilago yang menyebabkan hubungan antara sendi menghilang, terjadi fusi dari sendi, dan pembentukan fibrosis dan kapsul sendi. Analisis genetik pada hemofilia C digunakan untuk mengetahui adanya mutasi dari gen faktor XI yang menyebabkan terjadinya defisiensi. LO.2.8. Memahami dan Menjelaskan DIAGNOSIS BANDING HEMOFILIA Hemofilia A Hemofilia B Penyakit von Willebrand Dominan (Inkomplint) Membran Mukosa,sayatan dikulit, pasca Trauma atau pascaoperasi
23

Pewarisan Lokasi Utama Perdarahan

Terkait jenis kelamin Otot,sendi,pascatrauma atau pascaoprasi

Terkait jenis kelamin Otot,sendi,pascatrauma atau pascaoprasi

Hitung Trombosit PFA- 100 (Massa Perdarahan) Waktu Protombin Waktu tromboplastin parsial Faktor VIII Faktor IX VWF Agregasi Trombosit Dipicu ristosetin

Normal Normal Normal Memanjang

Normal Normal Normal Memanjang

Normal Memanjang Normal Memanjang/N

Rendah Normal Normal Normal

Normal Rendah Normal Normal

Berkurang Normal Rendah Terganggu

LO.2.9. Memahami dan Menjelaskan PENATALAKSAAN HEMOFILIA a. Terapi Suportif : Pengobatan rasional pada hemophilia adalah menormalkan kadar faktor anti hemophilia yang kurang. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan: 1. Melakukan pencegahan baik menghindari luka/benturan 2. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50% 3. Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan pertama seperti rest, ice, compression, elevation (RICE) pada lokasi perdarahan 4. Kortikosteroid, pemberian kortikosteroid sangat membantu untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis. Pemberian prednisone 0,5-1 mg.kg BB/hari selama 5-7 hari dapat mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (atrosis) yang mengganggu aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup pasien hemophilia 5. Analgetik, pemakaian analgetik diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak mengganggu agregasi trombosit (harus dihindari pemakain aspirin dan antikoagulan) 6. Rehabilitas medik, sebaiknya dilakukan sedini mungkin karena keterlambatan pengelolaan akan menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan baik fisik, okupsi maupun psikososial dan edukasi. Rehabilitas medic atritis hemophilia meliputi: latihan pasif/aktif, terapi dingin dan panas (hati-hati), penggunaan ortosis, terapi psikososial dan terapi rekreasi serta edukasi. Terapi Pengganti Faktor Pembekuan Pemberian faktor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk menghindari kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemophilia dapat melakukan aktivitas normal. Namun untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan faktor anti hemophilia (AHF) yang cukup banyak dengan biaya yang tinggi. Terapi ini dilakukan dengan memberikan F VIII/IX, baik rekombinan, konsentrat maupun
24

b.

komponen darah yang mengandung cukup banyak faktor-faktor pembekuan tersebut. 1. Konsentrat F VIII/F IX Hemophilia A berat maupun ringan dan sedang dengan episode perdarah yang serius membutuhkan koreksi faktor pembekuan dengan kadar yang tinggi dan harus diterapi dengan konsentrat F VIII yang telah dilemahkan virusnya. F IX tersedia dalam dua bentuk yaitu prothrombin complex concentrates (PCC) yang berisi F II, VII, IX dan X. purified F IX concentrates yang berisi sejumlah faktor IX tanpa faktor yang lain. PCC dapat menyebabkan thrombosis paradoksial dan koagulasi intravena tersebar yang disebabkan oleh sejumlah konsentrat faktor pembekuan lain. Resiko ini dapat meningkat pada pemberian F IX berulang, sehingga purified konsentrat F IX lebih diinginkan. Waktu paruh F VIII adalah 8-12 jam sedangkan F IX 24 jam dan volume distribusi dari F IX kira-kira 2x dari F VIII. Kebutuhan F VIII/F IX dihitung berdasarkan rumus: Volume plasma (VP) = 40 mlkg BB x BB (kg) F VIII/F IX yang diinginkan (U) = VP x (kadar yang diinginkan (%) kadar sekarang (%) /100 F VIII (U) = BB (kg) x kadar yang diinginkan (%)/2 F IX (U) = BB (kg) x kadar yang diinginkan (%) Metode perhitungan alternative lain adalah satu unit F VIII mampu meningkatkan aktivitasnya dalam plasma 0,02 U/ml (2%) selama 12 jam, sedangkan 1 unit F IX dapat meningkatkan aktivitasnya di dalam plasma sampai 0,01 U/ml (1%) selama 24 jam.

2.

Kriopresipitat AHF Kriopresipitat AHF adalah salah satu komponen darah non seluler yang merupakan konsentrat plasma tertentu yang mengandung F VIII, fibrinogen, faktor von Willebrand. Dapat di berikan apabila konsentrat FVIII tidak ditemukan. Satu kantong kriopresipitat berisi 80-100 U F VIII dapat meningkatkan F VIII 35%. Efek samping dapat terjadi reaksi alergi dan demam.

c.

Terapi Hormon 1-Deamino 8-D Arginin Vasopressin (DDAVP) atau Demopresin Hormone sintetik anti diuretic (DDAVP) merangsang peningkatan kadar aktivitas F VIII di dalam plasma sampai 4x, namun bersifat sementara. Sampai saat ini mekanisme kerja DDAVP belum diketahui seluruhnya, tetapi dianjurkan untuk diberikan pada hemophilia A ringan dan sedang dan juga pada perempuan karier yang simtomatik. Pemberian dapat secara intravena dengan dosis 0,3 mg/kgBB dalam 30-50 NaCl 0,9 % selama 15-20 dengan lama kerja 8 jam. Efek puncak pada pemberian ini mencapai dalam waktu 30-60 menit. Pada tahun 1994 telah dikeluarkan konsentrat DDAVP dalam bentuk semprot intranasal. Dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan BB < 50 kg 150 mg (sekali
25

semprot), dan 300 mg untuk pasien dengan BB > 50 kg (2x semprot), dengan efek puncak terjadi setelah 60-90 menit. Pemberian DDAVP untuk pencegahan terhadap kejadian perdarahan sebaiknya dilakukan setiap 12-24 jam. Efek samping yang terjadi berupa takikardia, flushing, thrombosis (sangat jarang) dan hiponatremi. d. Antifibrinolitik Preparat antifibrinolitik digunakan pada pasien hemophilia B untuk menstabilkan bekuan/fibrin dengan cara menghambat proses fibrinolisis. Hal ini sangat membantu dalam pengelolaan pasien hemophilia dengan perdarahan, terutama pada kasus perdarahan mukosa mulut akibat ekstraksi gigi karena saliva bayak mengandung enzim fibrinolitik. Epsilon aminocaproic acid (EACA) dapat diberikan secara oral maupun intravena dengan dosis awal 200 mg/kgBB, diiukuti 100 mg/kgBB setiap 6 jam (maksimum 5 gr setiap pemberian). Asam traneksamat diberikan dengan dosis 25 mg/kgBB (maksimum 1,5 gr) secara oral, atau 10 mg/kgBB (maksimum 1 gr) secara intravena setiap 8 jam. Terapi gen Penelitian terapi gen dengan menggunakan vector retrovirus, adenovirus dan adeno-associated virus memberikan harapan baru bagi pasien hemophilia. Saat ini sedang intensif dilakukan penelitian invivo dengan memindahkan vector adenovirus yang membawa gen antihemofilia ke dalam sel hati.

e.

Table.2 Pemberian faktor pembekuan pada perdarahan pasien hemophilia Lokasi Kadar aktivitas Faktor pembekuan 40-80 % Hemofilia A 20-40 U/kgBB/hari 20-40 U/kgBB/hari 25 U/kg BB Hemophilia B 30-40 U/kgBB selang sehari 30-40 U/kgBB selang sehari 50 U/kg BB Modalitas terapi lain Istirahat, imobilisasi, fisioterapi Istirahat, imobilisasi, fisioterapi Antifibrinolitik, jangan gunakan PCCs Tampon/ kauterisasi pleksus kisselbach Antifibrinolitik (dapat digunakan) Prednisone 1-2 mg/hari selama 5-7 hari Antikonvulsa, fungsi lumbal harus dilindungi F pembekuan
26

Sendi

Otot

40-80 %

Mukosa mulut

50% dianjurkan antifibrinolitik 80-100% dipertahankan 30% 100% kemudian dipertahankan 30% 100% kemudian dipertahankan 30% 100% kemudian dipertahankan 50-100%

Epiptaksis

40-50 U/kg BB kemudian 30-40 U/kgBB/hari 40-50 U/kg BB kemudian 30-40 U/kgBB/hari 40-50 U/kg BB kemudian 30-40 U/kgBB/hari 50 U/kgBB kemudian 25 U/kgBB/12 jam atau perinfus

Gastrointestinal

Genitourinaria

SSP

80-100 U/kgBB kemudian 70-80 U/kgBB selang sehari 80-100 U/kgBB kemudian 70-80 U/kgBB selang sehari 80-100 U/kgBB kemudian 70-80 U/kgBB selang sehari 100 U/kgBB kemudian 50 U/kgBB/hari atau perinfus

Trauma/operasi

100% kemudia 50% sampai luka menutup, dipertahankan 30%

50 U/kgBB kemudian 50 U/kgBB/12 jam atau perinfus

100 U/kgBB kemudian 50 U/kgBB/hari atau perinfus

Rencana pengelolaan pra dan pasca operasi sangat menentukan

Penyulit pengobatan a. Inhibitor faktor pembekuan Penyulit yang berpotensi mengancam kehidupan pasien, terbentuknya antibody poliklonal terhadap F VIII/F IX yang akan menghambat aktivitas pembekuan Penularan penyakit Hepatitis, malaria, HIV/AIDS, virus Epstein barr Reaksi alergi Hipertensi pulmoner jantung

b. c. d.

Perawatan khusus untuk Hemofilia A : 1. Transfusi konsentrat faktor VII atau kresipitat. 2. Dosis: Faktor VIII yang dibutuhkan (unit) = 0,5 x BB 9Kg) x kadar yang diinginkan (%). Satu kantong kresipitat mengandung 100- 150 unit faktor VIII. 3. Sebagai patokan kadar faktor VIII yang diperlukan adalah: Jika ada hemartros ringan atau hematoma maka kadar faktor VIII 15-20% dari normal. Jika ada hemartros berat atau hematoma luas maka faktor VIII 20-40% normal, dan operasi berat kdr faktor VIII 80-100% normal 4. Lama pemberian tergantung derajat beratnya perdarahan, misalnya untuk pencabutan gigi atau epistaksis 2-5 hari, operasi atau luka laserasi luas 7-10 hari. 5. Bila tidak tersedia faktor VIII dapat diberikan plasma segar 10-15 ml/KgBB, dan bila terjadi perdarahan masih dapat diberikan fresh whole blood 10-20 ml/KgBB disusul dengan pemberian kriopresipitat. 6. Bila terjadi hemartros berat harus dilakukan sinovektomi untuk mencegah terjadinya kontraktur akibat dari fiobrosis. Hemartros ringan mungkin dapat diatasi dengan fisioterapi, pemberian sedasi dan analgetika untuk menghilangkan nyeri. 7. Perdarahan kecil dibalut dan ditekan, jika perlu diisi dgn aplikasi lokal dr tepung trombin 8. Bila tersedia preparat faktor VIII komersial (Koate), diberikan dgn dosis 25 u/KgBB. Perawatan khusus untuk Hemofili B dan Hemofili C 1. Prinsip pengobatan sama dengan hemofili A 2. Untuk hemofili B dosis diberikan 2 kali dosis pada hempfili A 3. Untuk hemofili C cukup diberikan fresh frozen plasma dan tdk ada pengobatan spesifik Obat-obat yang diperlukan pada penderita hemofilia : (1,12) 1. DDAVP Suatu hormon sintesis anti diuretik yaitu 1-deamino-8-D-arginine vasopressine (DDAVP) dapat menaikkan kadar F VIII C. Pada hemophilia ringan sampai sedang obat ini menaikkan
27

kadar F VIII C 3-6 kali lipat. Diberikan pada hemofilia dan penyakit vol Willebrand dengan dosis 0,2- 0,5 ug/kgBB. Obat ini dilarutkan dalam 30 cc garam fisiologis dan diinfus selama 15-20 menit. Dapat diulang dalam beberapa jam. Infus yang diberikan dengan cepat dapat menimbulkan takikardia dan muka menjadi merah. Hasil pengobatan sangat bervariasi.

2. EACA dan Tranexamic Acid Epsilon Amino Caproid Acid (EACA) dan asama traneksamik (Tranexamic Acid), dapat mengurangi perdarahan pada hemofilia. Hal ini dapat diterangkan karena sifat anti fibrinolisis EACA dan asam traneksamik menyebabkan fibrin yang sudah terbentuk tidak segera dilisiskan, oleh plasmin. Dengan dosis 50-100 mg/kgBB intravena atau peroral, segerak sebelum tindakan dimulai, kemudian diulang 3 jam berikutnya, dan seterusnya setiap 6 jam selama 1 minggu berikutnya memberikan hasil yang baik. Juga dapat diberikan dosis 4-5 g tiap 4 jam pada orang dewasa dengan hasil yang baik. 3. Kortikosteroid Pada sinovitis akut yang terjadi sesudah serangan akut hemarthrosis pemberian kortikosteroid sangat berguna. Kortikosteroid juga diberikan bila timbul anti koagulan atau reaksi anafilaksis sesudah pemberian kriopresipitat.

4. Analgetik Bila terjadi suatu rasa sakit yang hebat pada sendi, atau rasa sakit sebab lainnya, obt analgetik dapat diberikan. Sebaiknya aspirin harus dihindarkan, begitu pula obat analgetik lainnya yang mengganggu agregasi trombosit. Pengobatan utama pada penderita hemofilia C terutama dengan pemberian produk plasma (FFP). Keuntungan pemberian FFP ini adalah mudah dilakukan, sedangkan kerugiannya dalam bentuk dapat terjadi over volume darah, potensial untuk transmisi agen infektif, dan kemungkinan terjadi reaksi alergi. Fresh frozen plasma ini juga dapat digunakan jika tidak didapatkan konsentrat faktor XI. Dosis pemberian untuk loading dose adalah 15-20 mL/kg IV, yang selanjutnya diberikan 3-6 mL/kg 4 kali 12 jam setelah hemostasis terjadi. Selama pemberian harus selalu dimonitor overload cairan terutama pada anak-anak kecil; adanya reaksi alergi; premedikasi yang diberikan adalah acetaminophen dan anti histamine (seperti diphenhydramine) untuk mengurangi reaksi alergi. LO.2.10. Memahami dan Menjelaskan KOMPLIKASI HEMOFILIA Komplikasi terpenting yang timbul pada hemofilia A dan B adalah : 1. Timbulnya inhibitor. Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor VIII atau faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya. 2. Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang. Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis). Namun secara normal, kerusakan merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang pada sendi yang sama selama beberapa tahun. Makin sering perdarahan dan makin banyak perdarahan makin besar kerusakan. 3. Infeksi yang ditularkan oleh darah seperti HIV, hepatitis B dan hepatitis C yang ditularkan melalui konsentrat faktor pada waktu sebelumnya.

28

Komplikasi yang sering ditemukan adalah artropati hemofilia, yaitu penimbunan darah intra artikular yang menetap dengan akibat degenerasi kartilago dan tulang sendi secara progresif. Hal ini menyebabkan penurunan sampai rusaknya fungsi sendi. Hemartrosis yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menyebabkan sinovitis kronik akibat proses peradangan jaringan sinovial yang tidak kunjung henti. Sendi yang sering mengalami komplikasi adalah sendi lutut, pergelangan kaki dan siku. Perdarahan yang berkepanjangan akibat tindakan medis sering ditemukan jika tidak dilakukan terapi pencegahan dengan memberikan faktor pembekuan darah bagi hemofilia sedang dan berat sesuai dengan macam tindakan medis itu sendiri (cabut gigi, sirkumsisi, apendektomi, operasi intraabdomen/intratorakal). Sedangkan perdarahan akibat trauma seharihari yang tersering berupa hemartrosis, perdarahan intramuskular dan hematom. Perdarahan intrakranial jarang terjadi, namun jika terjadi berakibat fatal. LO.2.11. Memahami dan Menjelaskan PENCEGAHAN HEMOFILIA Belum banyak yang dapat dilakukan dalam program pencegahan penurunan secara genetik dari hemofilia ini baik di Indonesia maupun di luar negeri, dua hal yang perlu dipikirkan saat ini dan bila mungkin dapat dilaksanakan agar tidak mendapat keturunan yang menderita hemofilia yaitu: 1. Menentukan apakah seorang wanita sebagai carier hemofilia atau tidak, dengan pemeriksaan DNA probe untuk menentukan kemungkinan adanya mutasi pada kromosom X, cara ini yang paling baik. Atau dari wawancara riwayat keluarga namun cara ini kurang akurat yaitu:

Seorang wanita diduga carier bila dia merupakan anak perempuan dari seorang laki-laki penderita hemofilia, Bila dia merupakan ibu dari seorang anak laki-lakinya penderita hemofilia, Wanita dimana saudara laki-lakinya penderita hemofilia atau dia merupakan nenek dari seorang cucu laki-laki hemofilia,

2. Antenatal diagnosis hemofilia yaitu dengan menentukan langsung F VIII dan F IX sampel darah yang diambil dari vena tali pusat bayi di dalam kandungan dengan kehamilan 16-20 minggu. Pemeriksaan seorang carier hemofilia dengan pemeriksaan DNA probe dan diagnosis antenatal hemofilia sampai saat ini masih belum dapat dilakukan di Indonesia. LO.2.12. Memahami dan Menjelaskan PROGNOSIS HEMOFILIA

Membaik Memburuk menderita

: Dengan penanganan yang teratur : Sebelum faktor konsentrat dikembangkan, orang-orang yang hemofilia memiliki harapan hidup yang rendah secara nyata yaitu kurang lebih 11 tahun

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Agaliotis DP. Hemophilia, overview. Department of Medicine, Division of Hematology/Medical Oncology. University of Florida Health Science Center at Jacksonville. Copyright 2002, eMedicine.com, Inc. Http://www. eMedicine.com.html ( Diakses tanggal 09- November- 2012, pukul 20.34 WIB) 2. Arif, Mansjoer, dkk., ( 2000), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica Aesculpalus, FKUI, Jakarta 3. Bakta, I Made. 2006. Hematologi Kinik Ringkas. Jakarta : EGC 4. Bakta, I Made. 2006. Hematologi Kinik Ringkas. Jakarta : EGC

5. Elzinga HS. Hemophilia. In : Christopher T. Coughlin (ed). Hematology. 2002. Http://www.Hemophilia.Html. ( Diakses tanggal 09- November- 2012, pukul 20.34 WIB) 6. Bakta, I Made. 2006. Hematologi Kinik Ringkas. Jakarta : EGC 7. Hoffbrand AV, Catouvsky, D, Tuddenham EGD. Postgraduate haematology, 5th ed.Blackwell publishing. UK. 2005

8. Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi manusia dari sel ke sistem . Ed.6 . Jakarta: EGC
30

9. Sylvia A. Price Lorraine M. Wilson, 2002, Patofisiologi, Jilid1, EGC, Jakarta

10. Tambunan KL, Widjanarko A. Kelainan hemostasis bawaan. Dalam : Ssoeparman dkk (eds). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 1990 : 452-9.

31

32

Anda mungkin juga menyukai