Anda di halaman 1dari 18

BAB I LANDASAN TEORI

A. MEDIS 1. Pengertian Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001). Cruris berasal dari bahasa latin crus atau cruca yang berarti tungkai bawah yang terdiri dari tulang tibia dan fibula (Ahmad Ramali, 1987). 1/3 distal dextra adalah tulang dibagi menjadi tiga bagian kemudian bagian paling bawah yang diambil. Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000).

2. Anatomi Fisiologi

Gambar 1 : Anatomi fisiologi tulang

Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25 % BB dan otot menyusun kurang lebih 50 %. Kesehatan dan baiknya fungsi sistem muskuloskeletal sangat tergantung pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulang memberi perlingdungan terhadap organ vital termasuk otak, jantung, dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak. Matriks tulang menyimpan kalsium, posfor, magnesium, dan fluor. Lebih dari 99 % kalsium tubuh total terdapat dalam tulang. Sumsum tulang merah terdapat dalam rongga tulang menghasilkan sel darah merah dan putih dalam proses yang dinamakn hematopoesis. Kontraksi otot menghasilkan suatu usaha mekanik untuk gerakan maupun produksi panas untuk

mempertahankan temperatur tubuh. Tulang tersusun atas sel, matriks protein, dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasarosteoblas, osteosit, dan osteoklas.

a. Osteoblast Sel pembentuk tulang. Memproduksi klagen tipe I dan berespon terhadap perubahan PTH.Tulang baru dibentuk oleh osteoblast yang membentuk osteoid dan mineral pad matriks tulang bila proses ini selesai osteoblast menjadi osteocytes dan terperangkap dalam matriks tulang yg mengandung mineral b. Osteocytes Berfungsi memelihara kontent mineral dan elemen organik tulang c. Osteoclast Menyerap tulang selama pertumbuhan dan perbaikan

Penyerapan tulang dengan cara mengeluarkan asam laktat dan kolagenase menghancurkan mineral dan merusak kolagen (Evelyn C . Pearce. Jakarta : 1992).

3. Klasifikasi Ada 2 tipe dari fraktur cruris yaitu: a. Fraktur intra capsuler yaitu terjadi dalam tulang sendi panggul dan captula 1) Melalui kapital fraktur 2) Hanya dibawah kepala femur 3) Melalui leher dari femur b. Fraktur ekstra kapsuler 1) Terjadi diluar sendi dan kapsul melalui trokanter cruris yang lebih besar atau yang lebih kecil pada daerah intertrokanter 2) Terjadi di bagian distal menuju leher cruris tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokanter terkecil

Selain 2 tipe di atas ada lebih dari 150 klasifikasi fraktur diantaranya 5 yang utama adalah : a. Incomplete Fraktur yang hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang satu sisi patah yang lain biasanya hanya bengkok (green stick) 1) Complete Garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan frgmen tulang biasanya berupa tempat 2) Tertutup (simple) Fraktur tidak meluas melewati kulit 3) Terbuka ( complete ) Fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit dimana potensial untuk terjadi infeksi 4) Patologis Fraktur terjadi pada penyakit tulang ( seperti kanker, osteoforosis ) dengan tak ada trauma hanya minimal.

Gambar 2: Klasifikasi fraktur femur

4. Etiologi a. Trauma langsung menyebabkan fraktur pada titik terjadinya trauma itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil maka tulang akan patah, tepat ditempat benturan. b. Trauma tidak langsung menyebabkan fraktur di tempat yang jatuh dari tempat terjadinya trauma. c. Trauma akibat tarikan otot, jarang terjadi. d. Adanya metastase kanker tulang dapat melunakkan struktur tulang dan menyebabkan fraktur e. Adanya penyakit primer seperti osteoporosis. ( E. Oerswari, 1989 : 147 )

5. Patofisiologi

Ketika tulang patah, periosteum dan pembuluh darah di bagian korteks, sumsum tulang dan jaringan lunak didekatnya (otot) cidera pembuluh darah ini merupakan keadaan derajat yang memerlukan pembedahan segera sebab dapat menimbulkan syok hipovolemik. Pendarahan yang terakumulasi menimbulkan pembengkakan jaringan sekitar daerah cidera yang apabila di tekan atau di gerakan dapat timbul rasa nyeri yang hebat yang mengakibatkn syok neurogenik. (Mansjoer Arief, 2002) Sedangkan kerusakan pada system persyarafan akan menimbulkan kehilangan sensasi yang dapat berakibat paralysis yang menetap pada fraktur juga terjadi keterbatasan gerak oleh karena fungsi pada daerah cidera. Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah, kedalam jaringan lemak tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa sisa sel mati di mulai. Di tempat patah terdapat fibrin hematoma fraktur dan berfungsi sebagai jala-jala untuk membentukan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yg disebut callus.Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tuulang baru mengalmi remodelling untuk membentuk tulang sejati. (Mansjoer Arief, 2002) Tahap penyembuhan tulang a. Haematom : 1) Dalam 24 jam mulai pembekuan darah dan haematom 2) Setelah 24 jam suplay darah ke ujung fraktur meningkat 3) Haematom ini mengelilingi fraktur dan tidak diabsorbsi selama penyembuhan tapi berubah dan berkembang menjadi granulasi. b. Proliferasi sel :

1) Sel-sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitar fraktur 2) Sel ini menjadi prekusor dari osteoblast, osteogenesis berlangsung terus, lapisan fibrosa periosteum melebihi tulang. 3) Beberapa hari di periosteum meningkat dengan fase granulasi membentuk collar di ujung fraktur. c. Pembentukan callus : 1) Dalam 6-10 hari setelah fraktur, jaringan granulasi berubah dan terbentuk callus. 2) Terbentuk kartilago dan matrik tulang berasal dari pembentukan callus. 3) Callus menganyam massa tulang dan kartilago sehingga diameter tulang melebihi normal. 4) Hal ini melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan kekuatan, sementara itu terus meluas melebihi garis fraktur. d. Ossification 1) Callus yang menetap menjadi tulang kaku karena adanya penumpukan garam kalsium dan bersatu di ujung tulang. 2) Proses ossifikasi dimulai dari callus bagian luar, kemudian bagian dalam dan berakhir pada bagian tengah 3) Proses ini terjadi selama 3-10 minggu. e. Consolidasi dan Remodelling Terbentuk tulang yang berasal dari callus dibentuk dari aktivitas osteoblast dan osteoklast.

6. Manifestasi klinis a. Deformitas Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :

1) Rotasi pemendekan tulang 2) Penekanan tulang b. Bengkak Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur c. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous d. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur e. Tenderness/keempukan f. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan. g. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan) h. Pergerakan abnormal i. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah j. Krepitasi. ( Joyce. M. Black, 1993 : 199 ) 7. Pemeriksaan Diagnostik a. Foto Rontgen 1) Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung 2) Mengetahui tempat atau tipe fraktur. Biasanya diambil sebelum dan sesudah serta selama proses penyembuhan secara periodik. b. Arteiogram bila ada kerusakan vaskuler c. Hitung darah lengkap HT mungkin terjadi (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada organ multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah kompensasi normal setelah fraktur. d. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau trauma hati.

e. Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan sinar rontgen (x-ray). Hal yang harus dibaca pada x-ray: 1) Bayangan jaringan lunak. 2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi. 3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction. 4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi. f. Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti: 1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya. 2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma. 3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa. 4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak. g. Pemeriksaan Laboratorium 1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang. 2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang. 3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

10

h. Pemeriksaan lain-lain 1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi. 2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi. 3) Elektromyografi: diakibatkan fraktur. 4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan. 5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang. 6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. (Ignatavicius, Donna D, 1995) terdapat kerusakan konduksi saraf yang

8. Penatalaksanaan Medis Prinsip penanganan fraktur meliputi rekognisi, traksi, reduksi imobilisasi dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi. a. Rekognasi Pergerakan relatif sesudah cidera dapat mengganggu

suplai neurovascular ekstremitas yang terlibat. Karena itu begitu diketahui kemungkinan fraktur tulang panjang, maka ekstremitas yang cedera harus dipasang bidai untuk melindunginya dari kerusakan yang lebih parah. Kerusakan jaringan lunak yang nyata dapat juga dipakai sebagai petunjuk kemungkinan adanya fraktur, dan dibutuhkan pemasangan bidai segera dan pemeriksaan lebih lanjut. Hal ini khususnya harus dilakukan pada cidera tulang belakang bagian servikal, di

mana contusio dan laserasio pada wajah dan kulit kepala menunjukkan perlunya evaluasi radiografik, yang dapat memperlihatkan fraktur tulang

11

belakang bagian servikal dan/atau dislokasi, serta kemungkinan diperlukannya pembedahan untuk menstabilkannya (Smeltzer C dan B. G Bare, 2001). b. Traksi Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur untuk meluruskan bentuk tulang. Ada 2 macam yaitu: 1) Skin Traksi Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menempelkan plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera, dan biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam). 2) Skeletal traksi Adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera pada sendi panjang untuk mempertahankan bentuk dengan memasukkan pins / kawat ke dalam tulang. c. Reduksi Dalam penatalaksanaan fraktur dengan reduksi dapat dibagi menjadi 2 yaitu: 1) Reduksi Tertutup/ORIF (Open Reduction Internal Fixation) Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragment tulang pada

kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, traksi, dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus disiapkan untuk menjalani prosedur dan harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anesthesia.Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

12

Reduksi tertutup pada banyak kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragment tulang ke posisinya (ujung-

ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. 2) Reduksi Terbuka/OREF (Open Reduction Eksternal Fixation) Pada Fraktur tertentu dapat dilakukan dengan reduksi eksternal atau yang biasa dikenal dengan OREF, biasanya dilakukan pada fraktur yang terjadi pada tulang panjang dan fraktur fragmented. Eksternal dengan fiksasi, pin dimasukkan melalui kulit ke dalam tulang dan dihubungkan dengan fiksasi yang ada dibagian luar. Indikasi yang biasa dilakukan penatalaksanaan dengan eksternal fiksasi adalah fraktur terbuka pada tulang kering yang memerlukan perawatan untuk dressings. Tetapi dapat juga dilakukan pada fraktur tertutup radius ulna. Eksternal fiksasi yang paling sering berhasil adalah pada tulang dangkal tulang misalnya tibial batang. d. Imobilisasi Fraktur Setelah fraktur di reduksi, fragment tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.

9. Komplikasi a. Dini 1) Compartement syndrome Merupakan komlikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh odem atau perdarahan yang menekan otot, saraf

13

dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips, dan embebatan yang terlalu kuat a) Tekanan intracompartement dapat diukir langsung dengan cara whitesides. b) Penanganan: dalam waktu kurang 12 jam harus

dilakukan fascioterapi. 2) Infeksi 3) System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi di mulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi juga bisa karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat 4) Avaskuler nekrosis Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ketulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkmans Ischemia 5) Shock Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya

oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur. (Padila, 2012 : 306) b. Lanjut 1) Malunion: biasanya terjadi pada fraktur yang komminutiva sedang immobilisasinya longgar, sehingga terjadi angulasi dan rotasi. Untuk memperbaiki perlu dilakukan osteotomi. 2) Delayed union: terutama terjadi pada fraktur terbuka yang diikuti dengan infeksi atau pada frakter yang communitiva. Hal ini dapat diatasi dengan operasi bonegraft alih tulang spongiosa.

14

3) Non union: Disebabkan karena terjadi kehilangan segmen tulang tibia disertai dengan infeksi. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan bone graftingmenurut cara papineau. 4) Kekakuan sendi: Hal ini disebabkan karena pemakaian gips yang terlalu lama. Pada persendian kaki dan jari-jari biasanya terjadi hambatan gerak, hal ini dapat diatasi dengan fisiotherapi . (Padila, 2012 : 306)

B. KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Pengkajian primer 1) Airway Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk 2) Breathing Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi 3) Circulation TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut b. Pengkajian sekunder 1) Aktivitas/istirahat a) kehilangan fungsi pada bagian yangterkena b) Keterbatasan mobilitas 2) Sirkulasi a) Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas) b) Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)

15

c) Tachikardi d) Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera e) Cailary refil melambat f) Pucat pada bagian yang terkena g) Masa hematoma pada sisi cedera 3) Neurosensori a) Kesemutan b) Deformitas, krepitasi, pemendekan 4) Kelemahan a) Kenyamanan b) nyeri tiba-tiba saat cidera c) spasme/ kram otot 5) Keamanan a) laserasi kulit b) perdarahan c) perubahan warna d) pembengkakan lokal

2. Diagnosa Keperawatan a. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitasr fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler b. Gangguan Rasa Nyaman ;Nyeri b.d spasme otot , pergeseran fragmen tulang c. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka , bedah perbaikan

3. Perencanaan a. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitasr fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler

16

Tujuan : kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperaawatan Kriteria hasil: 1) Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin 2) Mempertahankan posisi fungsinal 3) Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit 4) Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas Intervensi: 1) Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan 2) Tinggikan ekstrimutas yang sakit 3) Instruksikan klien/bantu dalam latian rentanng gerak pada ekstrimitas yang sakit dan tak sakit 4) Beri penyangga pada ekstrimit yang sakit diatas dandibawah fraktur ketika bergerak 5) Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas 6) Berikan dorongan ada pasien untuk melakukan AKS dalam lngkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhanAwasi teanan daraaah, nadi dengan melakukan aktivitas 7) Ubah psisi secara periodik 8) Kolabirasi fisioterai/okuasi terapi

b. Gangguan Rasa Nyaman :Nyeri b.d spasme otot , pergeseran fragmen tulang Tujuan ; nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan Kriteria hasil: 1) Klien menyatakan nyeri berkurang 2) Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat 3) Tekanan darahnormal

17

4) Tidak ada peningkatan nadi dan RR Intervensi: 1) Kaji ulang lokasi, intensitas dan tpe nyeri 2) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring 3) Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan 4) Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi 5) Jelaskanprosedu sebelum memulai 6) Akukan danawasi latihan rentang gerak pasif/aktif 7) Drong menggunakan tehnik manajemen stress, contoh : relasksasi, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan 8) Observasi tanda-tanda vital 9) Kolaborasi : pemberian analgetik

c. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka , bedah perbaikan Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan Kriteria hasil: 1) Penyembuhan luka sesuai waktu 2) Tidak ada laserasi, integritas kulit baik Intervensi: 1) Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainae 2) Monitor suhu tubuh 3) Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol 4) Lakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh 5) Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan 6) Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alkohol

18

7) Gunakan tenaat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi 8) Kolaborasi emberian antibiotik.

Anda mungkin juga menyukai