Anda di halaman 1dari 4

CARBON DIOXIDE EMISSIONS FROM INTERNATIONAL AIR FREIGHT AUTHORS : Oliver J.A. Howitt, Michael A. Carruthers, Inge J.

Smith, Craig J. Rodger. Kata Kunci : Pengangkutan udara internasional, emisi gas CO2, emisi gas rumah kaca, perdagangan di New Zealand, emisi penumpang pesawat udara, faktor emisi pesawat terbang. Abstrak Pengantar Jurnal ini menyajikan metode perhitungan faktor emisi gas CO2 pada pengangkutan udara internasional pada Negara atau wilayah tertentu. Walaupun saat ini belum ada metode yang secara internasional diterima untuk membagi emisi penerbangan internasional, namun penelitian terakhir mengatakan bahwa bahan bakar komersil mendukung pengisian bahan bakar pesawat di New Zealand untuk mendapatkan faktor emisi gas CO2 pada pengangkutan udara. Karena membutuhkan data bahan bakar, maka penelitian ini jarang untuk dilakukan. Kontribusi dari sektor penerbangan terhadap tenaga radiasi global turut membantu sejarah emisi dan juga berkontribusi secara pasti terhadap perubahan iklim dalam kehidupan manusia dibandingkan dengan gas emisi CO2 itu sendiri. Namun tidak dapat dipastikan apakah perjanjian tentang perubahan iklim global akan membahas tentang emisi gas pada penerbangan udara internasional dalam masalah yang akan datang.Selain itu, karena tidak ada standar yang pasti untuk menghitung efek emisi gas non- CO2 pada penerbangan udara maka tenaga metrik radiasi tidak dimasukkan dalam perhitungan. Dalam kasus ini, New Zealand akan digunakan sebagai contoh karena wilayahnya tertutup sehingga harus bergantung pada sektor udara dan laut sebagai sarana transportasi masyarakat dan barang. Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerbangan pesawat udara New Zealand dalam jarak rata-rata adalah penerbangan antara negara itu sendiri dan penerbangan ke luar diperkirakan lebih besar dari negara lain. Oleh karena itu penerbangan dibedakan menjadi dua yaitu jarak pendek dan panjang. Berdasarkan pembagian itu, didapatkan data berupa faktor emisi internasional gas CO2 yaitu 0,82 kg CO2 per ton kilometer (t-km) untuk perjalanan pendek dan 0,69 kg CO2 per ton kilometer (t-km) untuk perjalanan panjang. Selain itu, perhitungan ini juga dapat digunakan untuk menghitung emisi gas CO2 pada penerbangan penumpang. Pada Pengangkutan barang, antara New Zealand dan 20 negara lain dihasilkan 0.70 kg CO2 per t-km and 0.71 kg CO2 per tkm untuk impor-ekspor sehingga dapat dikatakan impor

memakan 56% dari total emisi CO2 emissions dan bahan bakar, sementara 44% sisanya berasal dari ekspor. Selain itu, dibandingkan juga hasil emisi dari pengangkutan laut dan penerbangan pengangkutan penumpang. Di tahun 2007,pengangkutan laut mengangkut 99,5% dari total ekspor impor (lebih banyak dari angkutan udara). Namun, menghasilkan emisi gas CO2 lebih sedikit yakni 87%. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan efisiensi CO2 dari dua model transportasi yang berbeda (perbedaan faktor emisi CO2) yaitu, 17 g CO2 per t-km untuk transportasi laut dan 820 g CO2 per t-km dan 690 g CO2 per t-km untuk penerbangan jarak pendek dan panjang.

Jurnal ini pada dasarnya membahas tentang metodologi penghitungan gas CO2 berdasarkan negara atau wilayah tertentu dengan angkutan udara internasional sebagai faktornya. Dalam kasus ini New Zealand digunakan sebagai wilayah sample berdasarkan riset terbaru mengenai faktor emisi dan faktor dan total emisi pada tahun 2007. Studi kasus ini akan sangat berguna untuk penelitian lain dan juga menjadi pedoman bagi bidang terkait baik dalam tingkat nasional atau regional serta menjadi petunjuk yang membantu penetapan peraturan new zealand dalam emisi yang disebabkan oleh angkutan internasional. Sampai saat ini, belum ada metodologi internasional untuk membagi emisi sebagai dampak dari penerbangan internasional, dan hanya ada sedikit litelature yang tersedia sebagai referensi untuk menghitung emisi CO2 dari penerbangan internasional. Inti masalah seputar keakuratan kuantifikasi emisi dari penerbangan internasional berdasarkan pada data aktifitas penggunaan bahan bakar. Tetapi dari semua literature yang tersedia mengindikasikan ketidaksesuaian yang didiskusikan dalam konteks global (Owen et al. 2010) dan dalam konteks New Zealand (Smith & Rodger. 2009). Oleh karena sebab-sebab di atas maka penelitian di bidang ini masih sangat jarang. Dalam jurnal ini digunakan tiga bandara internasional di New Zeland sebagai studi kasus. Dimana ketiga bandara ini dipilih karena merupakan pusat dari seluruh kegiatan ekspor impor dari negara tersebut dengan sisa negara lain dan kontribusinya diabaikan. Selain itu 20 negara dengan aktivitas ekspor impor terbesar digunakan sebagai basis data untuk penghitungan emisi CO2 pada tahun 2007. Bandara yang menjadi perwakilan dari setiap negara dipilih berdasarkan jumlah penumpang, aksesibilitas armada penerbangan New Zeland ke bandara tersebut dan lokasi geografisnya. Perhitungan emisi CO2 didasarkan pada jumlah muatan pesawat yaitu penumpang dan bahan bakar pesawat itu. Bahan bakar yang di bawa dalam suatu penerbangan adalah jumlah bahan bakar selama perjalanan dan bahan bakar cadangan, sehingga faktor emisi yang dihasilkan pada penelitian yang ada saat ini dapat diaplikasikan juga untuk penumpang dan dapat digunakan untuk menghitung emisi CO2 yang dihasilkan oleh penumpang. Hal ini dikarenakan baik penumpang dan muatan lainnya diperlakukan sama dalam konteks basis massa. Intinya, dampak perubahan iklim akibat emisi CO2 penerbangan internasional tidak dapat di kaitkan dengan traktat internasional. Data penggunaan bahan bakar biasanya sulit didapatkan oleh para peneliti karena merupakan bagian dari data non-komersial dari sebuah negara sehingga dapat disimpulkan bahwa, jurnal ini memuat metodologi untuk para peneliti dengan

harapan untuk mendapatkan analisis data yang akurat untuk menghilangkan ketidakpastian yang potensial tanpa penghalang pengaksesan data. Sebab, tujuan dari pengaksesan data (dalam hal ini data penggunaan bahan bakar) bukan untuk kepentingan komersial suatu pihak melainkan untuk kepentingan penelitian sebuah masalah yang krusial.

Anda mungkin juga menyukai