Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia Indonesia
seluruhnya dan seutuhnya, sehingga dalam pembangunan tersebut harus
mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia termasuk membangun generasi
muda yang telah menjadi bagian yang urgent dalam proses pembangunan
nasional. Generasi muda memiliki posisi ganda dalam proses pembangunan
nasional, yaitu sebagai subyek dalam arti generasi muda merupakan pelaku dan
pelaksana pembangunan nasional yang harus membangun dirinya sendiri serta
bersama-sama membangun bangsa, juga sebagai objek pembangunan nasional
yang berarti menjadi penerus sejarah dan cita-cita perjuangan bangsa Indonesia.
Dari hal tersebut diatas, pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan
kualitas manusia dan masyarakat Indonesia seluruhnya dan seutuhnya. Guna
mensukseskan dan mencapai tujuan tersebut tidaklah mudah sebagaimana yang
diharapkan.
Tujuan utama Pembangunan Nasional adalah peningkatan sumber daya
manusia (SDM) melalui upaya-upaya yang dilakukan secara berkelanjutan
misalnya pemberdayaan anak-anak remaja dalam prestasi, dalam rangka
meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) tersebut, maka derajat
kesehatan masyarakat terutama remaja harus ditingkatkan. Penelitian tentang
dismenore pada remaja putri ini penting dilakukan karena remaja merupakan
sumber daya manusia yang penting dalam menunjang Pembangunan Nasional.
Disamping itu sasaran pembangunan seperti tertuang dalam GBHN adalah
peningkatan kualitas manusia dan kualitas masyarakat. Padahal sebagian besar
dari penduduk Indonesia adalah mereka yang berada dalam kelompok muda yang
menurut Statistik Penduduk Indonesia tahun 2010 berjumlah 237.641.326 jiwa
dan jumlah wanita di Indonesia ada 118.080.413 jiwa (BPS, 2010). J umlah remaja
yang begitu besar merupakan keuntungan jika dapat dimanfaatkan seoptimal
mungkin untuk kepentingan pembangunan.
Masa remaja adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam
kehidupan seseorang. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak ke
masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik,mental,
emosional, dan social (F.J Monks, Koers, Haditomo,2002). Hurlock (1999)
menyatakan salah satu ciri masa remaja adalah masa yang tidak realistic. Pada
masa ini, umumnya remaja memandang kehidupan sesuai dengan sudut
pandangnya sendiri, yang mana pandangan itu belum tentu sesuai dengan
pandangan orang lain dan juga dengan kenyataan. Masa remaja adalah masa
transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai
tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi tekanan-
tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan. Banyak sekali life events yang
akan terjadi yang tidak saja akan menentukan kehidupan masa dewasa tetapi juga
kualitas hidup generasi berikutnya sehingga menempatkan masa ini sebagai masa
kritis.
Kebutuhan dan jenis risiko kesehatan reproduksi yang dihadapi remaja
mempunyai ciri yang berbeda dari anak-anak ataupun orang dewasa. J enis risiko
kesehatan reproduksi yang harus dihadapi remaja antara lain adalah kehamilan,
aborsi, penyakit menular seksual (PMS), kekerasan seksual, serta masalah
keterbatasan akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan. Risiko ini
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, yaitu tuntutan untuk
kawin muda dan hubungan seksual, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan,
ketidaksetaraan jender, kekerasan seksual dan pengaruh media massa maupun
gaya hidup. Khusus bagi remaja putri, mereka kekurangan informasi dasar
mengenai keterampilan menegosiasikan hubungan seksual dengan pasangannya.
Mereka juga memiliki kesempatan yang lebih kecil untuk mendapatkan
pendidikan formal dan pekerjaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi
kemampuan pengambilan keputusan dan pemberdayaan mereka untuk menunda
perkawinan dan kehamilan serta mencegah kehamilan yang tidak dikehendaki
(FCI, 2000). Bahkan pada remaja putri di pedesaan, haid pertama biasanya akan
segera diikuti dengan perkawinan yang menempatkan mereka pada risiko
kehamilan dan persalinan dini (Hanum, 1997).
Salah satu tanda keremajaan secara biologi yaitu mulainya remaja
mengalami menstruasi. Menstruasi dimulai saat pubertas dan kemampuan seorang
wanita untuk mengandung anak atau masa reproduksi. Menstruasi biasanya
dimulai antara usia 10 dan 16 tahun, tergantung pada berbagai faktor, termasuk
kesehatan wanita, status nutrisi dan berat tubuh relatif terhadap tinggi tubuh.
Mulainya mens pertama (menarche) pada perempuan memang berbeda beda,
salah satunya dipengaruhi gizi atau stimulasi yang dia dapat di lingkungannya.
Maka dari itu remaja putri usia 12-17 tahun menjadi sasaran untuk diteliti karena
pada usia tersebut baru dimulainya periode pubertas dimana terjadi kenaikan
sekresi hormone gonadotropin yang menstimulasi hipofisa anterior, lalu
mensintesis dan melepaskan hormon-hormon gonadotropin yakni FSH (Follicle
Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) dan hormone inilah yang
merangsang perkembangan organ reproduksi pada perempuan sehingga muncul
menstruasi.
Menstruasi adalah peristiwa keluarnya darah dari vagina karena luruhnya
lapisan dinding rahim yang banyak mengandung pembuluh darah (endometrium)
pada saat sel telur tidak dibuahi. Sel telur (yang hanya dimiliki oleh perempuan)
hanya keluar sebulan sekali, dan apabila tidak ada fertilisasi, misalnya melalui
hubungan seksual, maka 14 hari kemudian sel telur itu akan gugur bersama
dengan darah pada lapisan dinding rahim yang sebelumnya menebal. Hal ini
biasanya berlangsung kurang lebih 28 hari (antara 21 35 hari). Siklus menstruasi
dapat dipengaruhi oleh kondisi tertentu, seperti stress, pengobatan dan latihan
olah raga. Pada masa remaja biasanya siklus ini belum teratur terutama pada awal
haid, namun setelah dalam kurun waktu tertentu bakal teratur. Menstruasi
merupakan bagian dari proses reguler yang mempersiapkan tubuh wanita setiap
bulanya untuk kehamilan (Keikos, 2007). Menstruasi menurut Prawirohardjo
(1999) adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai dengan
pelepasan (deskuamasi) endometrium. Walaupun menstruasi datang setiap bulan
pada usia reproduksi, banyak wanita yang mengalami ketidaknyamanan fisik atau
merasa tersiksa saat menjelang atau selama haid berlangsung (Blogdokter, 2007).
Salah satu ketidaknyamanan fisik saat menstruasi yaitu dismenore.
Dismenore adalah nyeri perut yang berasal dari kram rahim dan terjadi
selama menstruasi (Imcw, 2007) yang disebabkan oleh kerja prostaglandin,
dimana otot-otot rahim berkontraksi, merupakan instrumen utama dismenore.
Kadar prostaglandin sepertinya tidak berhubungan dengan tingkat dismenore;
beberapa wanita terlihat memiliki kadar prostaglandin tinggi tanpa efek-efek
sampingan, dimana yang lain dengan kadar normal menderita gejala yang berat.
Faktor-faktor lain, termasuk perbedaan anatomi, kecenderungan genetik, dan
stres, juga dapat memainkan peran. Sebab-sebab yang bervariasi dari dismenore
sekunder termasuk endometriosis (pertumbuhan jaringan lapisan rahim di tempat
lain dalam ruang panggul), fibroid atau tumor lain, dan infeksi pelvis.
Dismenore dapat disertai dengan rasa mual, muntah, diare dan kram, sakit
seperti kolik diperut. Beberapa wanita bahkan pingsan dan mabuk, keadaan ini
muncul cukup hebat sehingga menyebabkan penderita mengalami kelumpuhan
aktivitas untuk sementara (Youngson, 2002) karena nyeri haid atau dismenore
merupakan ketidakseimbangan hormon progesteron dalam darah sehingga
mengakibatkan rasa nyeri timbul, faktor psikologis juga ikut berperan terjadinya
dismenore pada beberapa wanita. Wanita pernah mengalami dismenore sebanyak
90%. Masalah ini setidaknya mengganggu 50% wanita masa reproduksi dan 60-
85% pada usia remaja, yang mengakibatkan banyaknya absensi pada sekolah
maupun kantor. Pada umumnya 50-60% wanita diantaranya memerlukan obat-
obatan analgesik untuk mengatasi masalah dismenore ini
(Annathayakheisha,2009).
Penyebab dismenore bermacam-macam yaitu karena suatu proses penyakit
(misalnya radang panggul), endometriosis, tumor, atau kelainan letak uterus,
selaput dara atau vagina tidak berlubang, dan stres atau kecemasan yang belebihan,
tetapi penyebab yang tersering diduga karena terjadinya ketidakseimbangan
hormonal dan tidak ada hubungan dengan organ reproduksi. Diduga terjadinya
dismenore berkaitan dengan kerja prostaglandin (hormone yang ditemukan di
serviks/leher rahim dan uterus/rahim). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
wanita yang mengalami dismenore memproduksi prostaglandin 10x lebih banyak
dari wanita yang tidak dismenore. Prostaglandin menyebabkan meningkatnya
kontraksi uterus dan pada kadar yang berlebihan akan mengaktivasi usus besar.
Sedangkan dismenore sekunder biasanya dialami wanita dengan kelainan tertentu
misalnya endometriosis, infeksi pelvis (daerah panggul), tumor rahim,
appendicitis, kelainan (Anonim, 2008:http://www.akbidmr.co.id).
Dismenore banyak dialami oleh para wanita. Di Amerika Serikat
diperkirakan hampir 90% wanita mengalami dismenore, dan 10-15% diantaranya
mengalami dismenore berat, yang menyebabkan mereka tidak mampu melakukan
kegiatan apapun (J urnal Occupation And Environmental Medicine, 2008). Telah
diperkirakan bahwa lebih dari 140 juta jam kerja yang hilang setiap tahunnya di
Amerika Serikat karena dismenore primer (Schwarz, 1989).
Di Indonesia angka kejadian dismenore sebesar 64.25 % yang terdiri dari
54,89% dismenore primer dan 9,36% dismenore sekunder (Anonim, 2009:http://
www.infosehat.com). Di Surabaya di dapatkan 1,07-1,31% dari jumlah penderita
dismenore datang kebagian kebidanan (Harunriyanto, 2008). Berdasarkan hasil
survey tanggal 25 Maret 2011 yang dilakukan peneliti di SMP 131 Cipedak
Kecamatan J agakarsa didapatkan jumlah murid kelas 1 sebanyak 25 murid yang
putri dimana yang mengalami dismenore sebanyak 15 orang (60%) dan 10 orang
(40%) yang tidak dismenore.
Dismenore dapat dikurangi secara farmakologis dan non farmakologis.
Secara farmakologis dengan obat golongan Nonsteonsteroidal anti-inflammatory
agents (NSAIDs) diantaranya ada Ibuprofen, Naproxen, Diclofenac, Hydrocodone
dan Acetaminophen, Ketoprofen, Meclofenamate sodium tetapi obat-obat tersebut
menyebabkan ketergantungan dan memiliki kontraindikasi yaitu Hipersensitivitas,
ulkus peptik (tukak lambung), perdarahan atau perforasi gastrointestinal,
insufisiensi ginjal, resiko tinggi perdarahan. Sedangkan cara nonfarmakologis
dapat dilakukan dengan relaksasi, hipnoterapi, kompres air hangat, senam atau
olahraga teratur dan ditraksi dengan cara mengalihkan perhatian melalui kegiatan
membaca, menonton televisi dan mendengarkan radio (Arifin, 2008:
http://www.ipin4.esmartstudent.com).
Selain itu pencegahan yang lebih aman dengan cara melakukan senam
atau yang biasa disebut senam dismenore. Latihan-latihan olahraga yang
ringan sangat dianjurkan untuk mengurangi dismenore. Olahraga/senam
merupakan salah satu teknik relaksasi yang dapat digunakan untuk mengurangi
nyeri karena saat melakukan olahraga/senam otak dan susunan syaraf tulang
belakang akan menghasilkan endorphin, hormon yang berfungsi sebagai obat
penenang alami dan menimbulkan rasa nyaman (Harry,2007). Oleh sebab itu
penelitian tentang senam dismenore untuk mengurangi tingkat nyeri saat
menstruasi sangat penting untuk dilakukan pada remaja putri.
Penelitian Sumudarsono tahun 1998 menyatakan bahwa dismenore lebih
sedikit terjadi pada olahragawati dibandingkan wanita yang tidak melakukan
olahraga/senam. Maka untuk semua wanita yang mengalami dismenore dapat
melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh olahragawati yaitu dengan
olahraga yang ringan dan tidak perlu yang berat-berat secara teratur. Teknik
relaksasi merupakan salah satu teknik dalam memberikan kondisi yang nyaman
dan rileks pada remaja saat mengalami dismenore dengan melakukan senam
dismenore dengan cara gerakan sederhana minimal selama 3 hari sebelum
menstruasi setiap pagi dan atau sore hari untuk remaja yang memiliki siklus
menstruasi yang normal dan untuk remaja putrid yang memiliki status menstruasi
yang tidak normal dapat melakukan senam atau olahraga pada mingu ke 3 setelah
menstruasi sebelumnya. Penelitian Istiqomah tahun 2009 di SMU N 5 Semarang,
dengan 15 responden melakukan senam selama minimal 3 hari sebelum
menstruasi, kemudian diukur skala nyeri. Tingkatan nyeri sebelum melakukan
senam dismenore adalah skala nyeri sedang sejumlah 8 siswi (53%). Untuk skala
nyeri ringan sejumlah 1 orang siswi (7%) dan skala nyeri berat sebanyak 6 orang
siswi (40%). Setelah dilakukan senam dismenore menunjukkan perubahan yaitu
skala nyeri ringan sebanyak 11 orang siswi (73,33%) , skala nyeri sedang
sebanyak 4 orang siswi (26,67%) dan tidak ada siswi yang mengalami skala nyeri
berat.
Berdasarkan fenomena tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang
Perbedaan tingkat nyeri dismenore sebelum dan sesudah mestruasi yang
dihubungkan dengan senam dismenore. Dari uraian diatas dan mengingat sering
timbulnya masalah dismenore pada remaja yang dapat mengganggu aktivitas
belajar mengajar maka perlu adanya penelitian Pengaruh senam dismenore
dengan penurunan nyeri pada remaja putri.

I.2 RUMUSAN MASALAH
Dismenore atau nyeri haid disebabkan karena remaja yang sedang
mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun psikologis yang
dapat dipengaruhi oleh stress serta pengaruh dari hormon prostaglandin dan
progesteron. Selama dismenore, terjadi kontraksi otot rahim akibat peningkatan
prostaglandin sehingga menyebabkan vasospasme dari arteriol uterin yang
menyebabkan terjadinya iskemia dan kram pada abdomen bagian bawah yang
akan merangsang rasa nyeri di saat datang bulan (Robert dan David, 2004). Nyeri
haid/dismenore merupakan ketidakseimbangan hormon progesteron dalam darah
sehingga mengakibatkan rasa nyeri timbul, faktor psikologis juga ikut berperan
terjadinya dismenore pada beberapa wanita. Wanita pernah mengalami dismenore
sebanyak 90%. Masalah ini setidaknya mengganggu 50% wanita masa reproduksi
dan 60-85% pada usia remaja, yang mengakibatkan banyaknya absensi pada
sekolah.
Olahraga atau senam dismenore ini merupakan salah satu teknik relaksasi.
Olahraga atau latihan fisik dapat menghasilkan hormon endorphin. Endorphin
adalah neuropeptide yang dihasilkan tubuh pada saat relaks/tenang. Berdasarkan
uraian latar belakang tersebut dapat dirumuskan pertanyaan permasalahan
penelitian sebagai berikut :
Adakah pengaruh senam dismenore terhadap penurunan nyeri saat menstruasi pada
remaja putri usia 12-17 tahun di SMP 131 Cipedak Kecamatan J agakarsa.

I.3 TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum
Mendapatkan informasi tentang pengaruh senam dismenore
dengan penurunan tingkat nyeri saat menstruasi pada remaja usia 12-17
tahun di SMP 131 Cipedak Kecamatan J agakarsa.

2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran tentang nyeri dismenore pada remaja putri
usia 12-17 tahun di SMP 131 Cipedak Kecamatan J agakarsa
sebelum melakukan senam dismenore.
2. Mengetahui gambaran tentang nyeri dismenore pada remaja putri
usia 12-17 tahun di SMP 131 Cipedak Kecamatan J agakarsa
setelah melakukan senam dismenore.
3. Mengetahui gambaran tentang status gizi pada remaja putri usia
12-17 tahun di SMP 131 Cipedak Kecamatan J agakarsa yang
mengalami nyeri dismenore.
4. Mengetahui pengaruh senam dismenore terhadap penurunan
tingkat nyeri saat menstruasi pada remaja putri usia 12-17 tahun di
SMP 131 Cipedak Kecamatan J agakarsa.

I.4 MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi peneliti
a. Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh saat kuliah.
b.Mengembangkan kemampuan, minat dan bakat dalam menganalisa
suatu hubungan penyakit dengan faktor penyebab
c.Mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang lebih luas mengenai
informasi terjadinya dysmenore dan hubungannya dengan olahraga
2. Bagi Institusi
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dan landasan unutk mencegah
kejadian dysmenore.
b. Diharapkan dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

3. Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai media informasi mengenai
hubungannya dysmenore dengan kegiatan olahraga untuk menurangi rasa
nyeri pada saat menstruasi sebagai cara alternative. Sehingga diharapkan
angka kejadian dysmenore dapat berkurang.

Anda mungkin juga menyukai