Anda di halaman 1dari 44

PROGRAM PUSKESMAS dalam PEMBERANTASAN PENYAKIT DBD MOHD FAHAMY BIN MOHD NOR 102008300 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

KRISTEN KRIDA WACANA nyiur030@yahoo.com

PENDAHULUAN Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung semakin luas penyebarannya dan semakin meningkat jumlah kasusnya. Selain itu, penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah DKI Jakarta merupakan salah satu penyakit yang dapat meresahkan masyarakat karena mempunyai potensi menimbulkan kematian dan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan sampai saat ini belum ada obat atau vaksin untuk mencegah penyakit ini. Vector penular penyakit ini adalah Aedes aegypti yang berkembang biak di air jernih dan tersebar luas di rumah-rumah dan tempat-tempat umum di seluruh Indonesia kecuali pada di kawasan dengan ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut.1 Karena belum adanya obat untuk membunuh virus Dengue maka upaya efektif yang dilakukan untuk mencegah dan membatasi penyebaran DBD adalah setiap keluarga melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) minimal sekali seminggu secara rutin agar setiap rumah bebas jentik nyamuk Aedes aegypti.1 Tetapi adanya kecenderungan peningkatan kasus DBD dari tahun 1999 sehingga sekarang menunjukkan ketidakberhasilan program PSN-DBD di PUSKESMAS. Karena itu perlu dilakukan evaluasi terhadap program kesehatan yang dilaksanakan untuk mencari kelemahan dan kekurangan program tersebut.1 1

I.

EPIDEMIOLOGI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

A. FREKUENSI Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18, seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saait itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus ini menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian, penyakit ini menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang tinggi.2 Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD ditemukan diseluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidens rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6,27 per 100,000 penduduk. 2 Sejak awal tahun hingga pertengahan tahun 2004, Indonesia menghadapi kejadian luar biasa (KLB) DBD yang meresahkan masyarakat. Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia sejak Januari sampai Mei 2004 mencapai 64,000 dengan Incidence Rate 29,7 per 100,000 penduduk dengan kematian sebanyak 724 orang (Case Fatality Rate 1,1 %).2 B. DISTRIBUSI Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembapan udara. Pada suhu panas 28-32C dengan kelembapan yang tinggi nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia karena suhu dan kelembapan tidak sama di setiap tempat maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.2

C. CARA PENULARAN Mobiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti imunitas pejamu, kepadatan vector nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan atau virulensi dan kondisi geografis.2 Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae. Virus ini mempunyai 4 serotipe yaitu, DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Infeksi salah satu serotype akan menimbulkan antibody terhadap seorotipe yang bersangkutan, sedangkan antibody terhadap serotype lainnya kurang sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotype lain. Serotype DEN-3 merupakan serotype yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.2 Virus Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, tetapi kurang berperan. Nyamuk Aedes mendapat virus dengue saat menghisap darah manusia yang terinfeksi. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam 8-10 hari sebelum ditularkan kembali kepada manusia yang lainnya. Virus di dalam nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya namun perannya dalam menularkan virus tidak penting. Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang terinfeksi yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.2 D. FAKTOR RISIKO 1. FAKTOR HOST (PEJAMU) Virus Dengue menginfeksi manusia dan beberapa spesies primate yang lebih rendah. Manusia merupakan reservoir utama virus di wilayah perkotaan.Penelitian yang dilakukan di Malaysia dan Afrika menunjukkan bahwa bangsa kera juga dapat terinfeksi dan kemungkinan merupakan pejamu reservoir. Fase akut infeksi, diikuti dengan inkubasi 3 hingga 14 hari, berlangsung kira-kira 5 hingga 7 hari dan diikuti dengan respons imun. Infeksi pertama menghasilkan imunitas sepanjang hidup terhadap serotype penginfeksi tetapi 3

merupakan perlindungan sementara terhadap ketiga serotype yang lainnya, dan infeksi sekunder atau sekuensial mungkin terjadi setelah waktu singkat.3 Penularan virus dengue dari manusia terinfeksi ke nyamuk penggigit ditentukan oleh besarnya dan durasi viremia pada hospes manusia. Individu dengan viremia tinggi memberikan dosis virus infeksius yang lebih tinggi ke nyamuk penggigit, biasanya menyebabkan persentase nyamuk penggigit yang terinfeksi menjadi lebih besar, meskipun kadar virus yang sangat rendah dalam darah mungkin infeksius bagi beberapa nyamuk vector.3 2. FAKTOR AGENT (VIRUS) Dengue adalah disebabkan oleh virus yang termasuk dalam genus Flavivirus, Famili Flaviviridae.Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-1, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan dengue. DEN-3 merupakan serotype terbanyak di Indonesia. Penelitian dilakukan pada artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan Toxorhynchites.3

Foto 1: Virus Dengue

Virus dengue membentuk kompleks yang khas di dalam genus Flavivirus berdasarkan karakteristik antigenic dan biologisnya. Infeksi yang terjadi dengan serotype mana pun akan memicu imunitas seumur hidup terhadap serotype tersebut. Virus dengue dari keempat serotype tersebut juga dihubungkan dengan kejadian epidemic demam dengue saat bukti yang ditemukan tentang DBD sangat sedikit. Keempat virus serotype tersebut juga

menyebabkan epidemic DBD yang berkaitan dengan penyakit yang sangat berbahaya dan mematikan.3 3. FAKTOR VEKTOR Virus dengue ditularkan dari satu orang ke orang lain oleh nyamuk Aedes dari sebgenus Stegomyia. Aedes aegypti merupakan vector epidemic yang paling penting, sementara spesies lain seperti Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, anggota kelompok Aedes scutellaris dan Aedes niveus juga diputuskan sebagai vector sekunder.Semua spesies tersebut, kecuali Aedes aegypti memiliki wilayah penyebarannya tersendiri walaupun mereka merupakan vector yang sangat baik untuk virus dengue, epidemic yang ditimbulkannya tidak separah yang diakibatkan oleh Aedes aegypti. Aedes aegypti adalah salah satu vector nyamuk paling efisien untuk arbovirus, karena nyamuk ini sangat antropofilik dan hidup dekat manusia dan sering hidup di dalam rumah.3 4. FAKTOR LINGKUNGAN Lingkungan dapat dibagi dua macam yaitu fisik dan nonfisik.Lingkungan fisik merupakan lingkungan alamiah yang terdapat di sekitar manusia misalnya, cuaca, musim, keadaan geografi dan struktur geologi. Lingkungan nonfisik adalah lingkungan yang muncul akibat dari timbulnya interaksi di antara manusia yaitu, keadaan social budaya dan ekonomi, normanorma yang berlaku, nilai-nilai yang berlalu, kepercayaan agama dan adat istiadat.3 Nyamuk Aedes aegypti sangat suka tinggal dan membiak di genangan air bersih yang tidak berkontak langsung dengan tanah. Vektor penyebab DBD ini diketahui banyak bertelur di genangan air yang terdapat pada sisa-sisa kaleng bekas, tempat penampungan air, bak mandi, ban bekas dan sebagainya. Jumlah penderita DBD umumnya meningkat pada awal musim hujan, yaitu September hingga Februari, di mana banyak terdapat genangan air bersih.Di daerah urban berpenduduk padat, puncak penderita penyakit DBD adalah bulan Juni atau Juli, bertepatan dengan awal musim kemarau. Karena itu, kesadaran masyarakat untuk membersihkan lingkungan, mengubur sisa-sisa barang bekas serta menutup tempat penampungan air bersih.3

II.

UPAYA KESEHATAN POKOK PUSKESMAS

A. PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR (P2M) DBD 1. GEJALA UMUM DBD Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri telan dengan faring hiperemis ditemukan pada pemeriksaan namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi. 4,5 Bentuk perdarahan yang tersering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntika intravena atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakkan kasus DBD ptekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah dan palatum mole yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati membesar dengan variasi sehingga 2-4 cm di bawah arcus costae kanan terutama pada penderita dengan syok. 4,5 Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal manakala pada kasus berat penderita dapat mengalami syok. 4,5 2. CARA DIAGNOSIS 4, 5 2.1.KRITERIA KLINIS Berdasarkan criteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan apabila semua hal di bawah ini terpenuhi: a) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari yang biasanya bifasik b) Terdapat minimal satu daripada manifestasi perdarahan berikut: i. ii. Uji bendung positif Petekie, ekimosis atau purpura 6

iii.

Perdarahan mukosa terutama epistaksis atau perdarahan gusi, atau perdarahan dari tempat lain

iv.

Hematemesis atau melena

c) Pembesaran hepar d) Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembap, dan pasien tampak gelisah. 2.2.KRITERIA LABORATORIUM a) Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasama: i. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin ii. Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya iii. Tanda kebocoran plas seperti efusi pleura, asites, hipoproteinemia atau hiponatremia. b) Trombositopenia dengan jumlah trombosit < 100.000/ml 3. PENANGGULANGAN 4, 5 3.1.Penanggulangan pada orang dewasa 3.1.1. Protokol 1: Penanganan Tersangka DBD dewasa tanpa Syok Seseorang yang tersangka menderita DBD dilakukan pemeriksaan Hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht) dan trombosit. Jika didapatkan: a) Hasil pemeriksaan semuanya dalam batas normal pasien dipulangkan dengan anjuran control atau berobat jalan ke poliklinik dalam 24 jam berikutnya atau apabila keadaan memburuk pasien segera dimasukkan ke Instansi Gawat Darurat (IGD) b) Hb dan Ht normal, trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat c) Hb dan Ht meningkat, trombosit normal atau turun dianjurkan untuk dirawat 3.1.2. Protokol 2: Pemberian Cairan pada tersangka DBD dewasa Pasien tersangka DBD tanpa syok dan perdarahan massif diberikan infuse kristaloid sesuai seperti rumus berikut:

Volume kristaloid per hari = 1500 + [20 x (BB-20)] Setelah diberikan cairan, dilakukan pemeriksaan Hb dan Ht setiap 24 jam: a) Bila Hb dan Ht meningkat 10-20% dan trombosit <100.000 jumlah pemberian tetap seperti rumus tetapi pemantau dilakukan setiap 12 jam b) Bila Hb dan Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan sesuai dengan protokol 3. 3.1.3. Protokol 3: Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20% Peningkatan Ht >20% menunjukkan tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal adalah infuse cairan kritaloid sebanyak 6-7 ml/ kgBB/ jam. a) Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan ditandai dengan Hematokrit menurun, frekuensi nadi menurun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infuse dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/ jam. Kemudian selepas 2 jam dilakukan pematauan kembali dan bila keadaan tetap dalam perbaikan maka jumlah cairan infuse dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dihentikan 24-48 jam kemudian. b) Jika setelah pemberian cairan 6-7 ml/ kgBB/ jam tadi keadaan tidak membaik ditandai dengan Hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun <20mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infuse menjadi 10 ml/ kgBB/ jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan jika ada perbaikan cairan dikurangi menjadi 5 ml/ kgBB/ jam. Tetapi jika tiada perbaikan maka cairan infuse dinaikkan kepada 15 ml/ kgBB/ jam dan jika dalam perkembangan terjadi perburukan dan ditandai dengan syok maka pasien ditangani sesuai dengan tatalaksana sindroma syok dengue pada orang dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.

3.1.4. Protokol 4: Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah perdarahan hidung atau epistaksis yang tidak terkendali, hematemesis dan melena atau hematoskesia, hematuria, perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/ kgBB/ jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit diulang setiap 4-6 jam. Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratorium didapatkan tandatanda KID. Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. Fresh Frozen Plasma (FFP) diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC diberikan bila Hb kurang dari 10g %. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit <100.000/ uL disertai atau tanpa KID. 3.1.5. Protokol 5: DBD dengan syok dan perdarahan spontan Pada kasus ini, pasien diberikan infuse cairan seperti cairan kristaloid dan NaCl 0,9%. Selain itu, pasien juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit dan dilakukan pemeriksaan elektrolit natrium, kalium, klorida serta ureum dan kreatinin. Fase awal diberikan ringer laktat sebanyak 20ml/ kgBB/ jam dengan cara guyur, dievaluasi selama 30-120 menit. Keadaan membaik apabila keadaan umum pasien membaik, tekanan nadi >20mmHg, saraf pusat membaik, ml/kgBB/jam, akral teraba dingin dan kulit tidak pucat. a) Apabila syok telah dapat diatasi cairan ringer laktat dikurangkan kepada 10ml/ kgBB/ jam dan dievaluasi selama 60-120 menit berikutnya. Bila keadaan klinis stabil, cairan dikurangi kepada 500cc setiap 4 jam. Pengawasan dini dilakukan dalam 48 jam untuk mendeteksi kemungkinan berlaku syok berulang. b) Jika selepas pemberian cairan syok masik belum teratasi, maka pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30ml/ kgBB, kemudian dievaluasi 20-30 9 diuresis 0,5-1

menit. Jika keadaan belum teratasi diperhatikan nilai hematokrit. Apabila nilai Ht >30% dianjurkan untuk memakai kombinasi kristaloid dan koloid dengan perbandingan 4:1 atau 3:1 sedangkan bila Ht <30% cukup diberikan tansfusi sel darah merah (PRC). c) Pemberian koloid mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20ml/ kgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Jika masih belum teratasi maka untuk memantau dilakukan pemasangan kateter vena sentral dan pemberian koloid ditambah hingga 30ml/ kgBB dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 smH2O. Bila keadaan masih belum membaik tetap harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID dan infeksi sekunder. Jika tekanan vena sentral sudah teratasi tetapi syok masih belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik/ vasopressor. 3.2.Penanggulangan pada anak 3.2.1. Fase Demam a) Terapi simtomatik dan suportif: parasetamol 10 mg/kg/dosis setiap 4-6 jam, kompres hangat dan larutan oralit atau jus buah atau susu. Aspirin dan ibuprofen dikontraindikasikan. b) Apabila pasien memperlihatkan tanda dehidrasi dan muntah hebat, diberi cairan sesuai kebutuhan dan jika perlu diberikan cairan intravena. c) Semua pasien tersangka dengue harus diawasi dengan ketat setiap hari sejak hari sakit ke-3. Dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk deteksi gejala syok. d) Berikan penerangan pada orang tua mengenai petanda gejala syok yang mengharuskan orang tua membawa anaknya ke rumah sakit. Antara lain keadaan memburuk sewaktu penurunan suhu, ada perdarahan, nyeri abdominal akut dan hebat, lemah badan dan gelisah dan menolak untuk makan dan minum. 3.2.2. Fase Kritis Berlangsung sekitar 24-48 jam atau hari ke-3 sampau hari ke-5 perjalanan penyakit. Umumnya pasien tidak dapat makan dan minum oleh karena anoreksia atau muntah.

10

a) Tatalaksana umum. Rawat di bangsal khusus supaya mudah mengawasi pasien, berikan oksigen jika berlaku syok, hentikan perdarahan. b) Tatalaksana cairan. Indikasinya adalah trombosit <100.000, hematokrit 10-20%, pasien tidak dapat makan dan minum dan syok. Jenis cairan adalah kristaloid dan koloid. Pasien harus menerima sejumlah cairan rumatan ditambah defisit 5-8% atau setara dehidrasi sedang. Pada pasien dengan berat badan >40kg, total cairan intravena setara dengan 2 kali rumatan. Pada kasus non syok, pasien dengan berat badan <15kg diawali dengan caiaran sebanyak 6-7ml/ kg/ jam, berat badan 15-40kg diawali dengan tetesan cairan 5ml/ kg/ jam, sedangkan anak dengan berat badan >40kg cukup cairan sebanyak 3-4ml/ kg/ jam. Untuk kasus DBD derajat 2 mulai dengan dengan tetesan 10ml/ kg/ jam. c) Pemantauan Syok. Setelah resusitasi awal, pasien dipantau 1 sampai 2 jam. Jika tanda-tanda vital masih tidak stabil maka ulangi pemeriksaan hematokrit. Apabila ada kenaikan hematokrit, ganti cairan dengan koloid dengan tetasn 10ml/ kg/ jam dan nilai kembali untuk memungkinkan pemberian transufusi darah jika diperlukan. Jika berlaku syok, pikirkan kemungkinan perdarahan interna dan pantau nilai hematokrit lebih sering. Transfusi darah jika adanya melena berat, kehilangan darah bermakna dan perdarahan tersembunyi. Koreksi gangguan metabolit dan elektrolit. Setelah 6 jam, apabila hematokrit menurun meskipun telah diberikan sejumlah besar cairan pengganti, maka pertimbangkan untuk pemberian transfusi darah segera. 3.2.3. Fase Penyembuhan Pasien sembuh apabila keadaan umum membaik, meningkatnya selera makan, tanda vital stabil, dieresis cukup, hematokrit stabil dan menurun sampai 35-40%. Cairan intravena dihentikan dengan segera. Jika nafsu makan belum meningkat dan perut terlihat kembung periksa kadar kalium. Berikan buah-buahan atau larutan oralit untuk mengelakkan gangguan elektrolit.

11

4. PENCEGAHAN 4.1.PENCEGAHAN TINGKAT DASAR Pencegahan tingkat dasar atau primordial prevention adalah usaha untuk mencegah terjadinya risiko atau mempertahankan keadaan risiko rendah terhadap masyarakat secara umum.Pencegahan ini meliputi usaha memelihara dan mempertahankan kebiasaan yang sudah ada yang dapat mencegah terjadinya penyakit DBD seperti memelihara perilaku hidup bersih dan sehat dengan membersihkan tempat penampungan air secara rutin.4-6 4.2.PENCEGAHAN TINGKAT PERTAMA Pencegahan tingkat pertama atau primary prevention adalah pencegahan melalui usaha mengatasi berbagai faktor risiko dengan sasaran utamanya orang sehat melalui usaha peningkatan derajat kesehatan secara umum serta usaha pencegahan khusus terhadap penyakit tertentu.Usaha peningkatan derajat kesehatan (health promotion) atau pencegahan umum yakni meningkatkan derajat kesehatan perorangan dan masyarakat secara optimal seperti penyuluhan tentang bahaya penyakit DBD.Adapun usaha pencegahan khusus (specific protection) adalah usaha yang ditujukan pada pejamu atau penyebab untuk meningkatkan daya tahan maupun untuk mengurangi risiko terhadap penyakit DBD seperti perbaikan kondisi lingkungan atau meningkatkan daya tahan tubuh.6 4.3.PENCEGAHAN TINGKAT KEDUA Sasaran utama pada meraka yang baru terkena penyakit atau terancam akan menderita penyakit DBD melalui diagnosis dini serta pemberian pengobatan yang cepat dan tepat untuk mencegah meluasnya penyakit tersebut. Salah satu kegiatan pencegahan tingkat kedua adalah penemuan penderita secara aktif sedini mungkin melalui pemeriksaan berkala untuk populasi tertentu, penyaringan/pencarian penderita secara dini dan surveilans epidemiologi termasuk pemberian kemoprofilaksis.6 4.4.PENCEGAHAN TINGKAT KETIGA Pencegahan tingkat ketiga atau tertiary prevention merupakan pencegahan dengan sasaran utamanya adalah penderita penyakit DBD dalam usaha mencegah bertambah 12

beratnya

penyakit

tersebut

atau

mencegah

terjadinya

cacat

serta

program

rehabilitasi.Rehabilitasi ini mencakup rehabilitasi fisik atau medis, rehabilitasi mental dan rehabilitasi sosial.6 5. PEMBERANTASAN NYAMUK AEDES AEGYPTI 5.1.Fogging (Pengasapan) Nyamuk Aedes aegypti dapat dibanteras dengan fogging atau pengasapan racun serangga termasuk racun serangga yang digunakan sehari-hari dirumah. Pengasapan hanya dapat mematikan nyamuk dewasa.3 5.2.Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD 3 PSN DBD dilakukan dengan cara 3M yaitu: a) Menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali b) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air c) Menguburkan, mengumpulkan, memanfaatkan atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastik bekas dan lain-lain. Ditambah dengan cara lain yaitu: a) Ganti air vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lain seminggu sekali b) Perbaiki saluran air dan talang air yang rusak atau tidak lancer c) Tutup lubang-lubang pada potongan bambu, pohon dan lain-lain dengan tanah d) Bersihkan atau keringkan tempat yang dapat menapung air seperti pelepah pisang atau tanaman lainnya e) Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk f) Pasang kawat kasa di rumah 5.3.Larvasidasi 3 Larvasidasi adalah menaburkan bubuk pembunuh jentik ke dalam tempat-tempat penampungan air. Cara melakukan adalah seperti berikut: a) Menggunakan bubuk Abate 1G (bahan aktif: temephos 1%) 13

Bubuk ini berwarna kecoklatan, terbuat dari pasir yang dilapisi zat kimia dan dapat membunuh jentik nyamuk. Sedikit demi sedikit bubuk ini akan melarut secara merata dan membunuh semua jentik nyamuk. Disebabkan ada jentik nyamuk yang melekat ke dinding penampungan dan dapat bertahan sampai 3 bulan, abate 1G perlu diulang setiap 3 bulan. b) Menggunakan altosid 1,3G (bahan aktif metopren 1,3 %) Altosid 1,3 G berbentuk seperti gula pasir berwarna hitam arang. Sama seperti abate, altosid perlu diulang setiap 3 bulan. c) Menggunakan Sumilarv 0,5G (bahan aktif piriproksifen 0,5%) Sumilarv berbentuk butiran bewarna coklat kekuningan. Air yang ditaburi bubuk ini tidak menimbulkan bau, tidak berubah warna dan tidak korosif terhadap tempat penampungan air. Sumilarv diikat oleh organik air dan menempel pada dinding penampungan air dan bertahan sampai 3 bulan. Jadi perlu diulang setiap 3 bulan. 6. INDIKATOR KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) 7 Definisi KLBKLB (Kejadian Luar Biasa) adalah salah satu status yang diterapkan di Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

949/MENKES/SK/VII/2004.Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktutertentu.Menurut aturan itu, suatu kejadian dinyatakan luar biasa jika ada unsur: a) Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal. b) Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun

waktuberturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu). c) Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih

dibandingkandengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).

14

d) Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipatatau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya. 7. ANGKA BEBAS JENTIK (ABJ) 7 7.1.Angka CFR ini digunakan untuk mengukur keganasan atau fatalitas suatu penyakit tertentu.Angka fatalitas kasus DBD (CFR) dapat dihitung dengan

7.2.Incident rate (IR) adalah perbandingan jumlah kasus DBD terhadap jumlah penduduk per 10.000 penduduk di wilayah kota Surakarta. IR dihitung dengan rumus;

7.3.Angka Bebas Jentik (ABJ) dihitung dengan rumus;

7.4.House index (HI) dan container index (CI), yaitu tingkat bebas jentik di tiap rumah dan tempat penampungan air (container) tiap bulan per kelurahan. HI dan CI dihitung dengan rumus;

15

Stratifikasi Wilayah DBD digunakan sebagai dasar penilaian risiko DBD di suatu wilayah.Menurut panduan penanggulangan DBD, berdasarkan endemisitasnya, jenis daerah risiko DBD dapat dibagi menjadi daerah endemis, sporadis, potensial, dan bebas. 8. PENYULUHAN OLEH KADER3 8.1.Melakukan Kunjungan Rumah dan Pemeriksaan Jentik a) Membuat rencana kapan akan mengunjungi setiap rumah dan target jumlah rumah yang ingin dicapai dalam 1 bulan b) Memilih waktu yang sesuai seperti saat keluarga sedang santai c) Menceritakan kejadian DBD yang telah berlaku dan membicarakan mengenai DBD, bahayanya dan cara penualarannya d) Mengajak tuan rumah bersama-sama melakukan pemeriksaan tempat

penampungan air dan tempat pengindukkan nyamuk Aedes aegypti. e) Jika ditemukan jentik, beri penjelasan kepada tuan rumah tentang cara yang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk aedes. Jika tidak ditemukan, berikan pujian dan saranan kepada tuan rumah agar terus menjaga kebersihan rumah dan lingkungan supaya bebas jentik. 8.2.Melakukan Penyuluhan Kelompok Penyuluhan berkelompok dapat dilaksanakan di kelompok Dasawisma, pertemuan arisan atau pada pertemuan warga RT/RW, pertemuan keagamaan atau pengajian. a) Usahakan setiap peserta dalam posisi menatap muka satu sama lain. b) Mulakan dengan memperkenalkan diri dan perkenalkan semua peserta c) Membicarakan tentang DBD terutama bahayanya, dapat menyerang sewaktuwaktu pada semua umut terutama anak-anak d) Jelaskan materi dengan menggunakan gambar atau alat peraga seperti flipchart atau poster e) Memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya atau berbicara f) Akhir penyuluhan mengajukan pertanyaan kepada peserta untuk mengetahui sejauh mana materi yang disampaikan dimengerti oleh peserta

16

B. PROMOSI KESEHATAN 8 Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, di mana individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat dan melakukan apa yang bisa dilakukan secara perorangan maupun kelompok dan meminta pertolongan bila perlu. 1. TEKNIK PENYULUHAN KESEHATAN MASYARAKAT 1.1.TEKNIK CERAMAH Ceramah adalah salah satu cara menerangkan atau menjelaskan sesuatu idea, pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok pendengar disertai diskusi dan tanya jawab, serta dibantu oleh beberapa alat peraga. Ciri-ciri ceramah adalah: a) ada sekelompok pendengar yang dipersiapkan b) ada sesutau idea, pengertian atau pesan yang akan disampaikan c) ada kesempatan bertanya d) mempunyai alat peraga yang digunakan. 1.2.TEKNIK WAWANCARA Wawancara adalah salah satu metode penyuluhan kesehatan dengan jalan tanya jawab yang diarahkan kepada pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Cirri-ciri wawancara adalah: a) Ada pihak yang bertanya atau interviewer b) Ada pihak yang ditanya atau responden c) Seluruh percakapan diarahkan dan dikendalikan oleh pihak interviewer 1.3.TEKNIK DEMONSTRASI Demonstrasi adalah suatu cara penyajian pengertian atau idea yang dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan suatu tindakan, adengan atau menggunakan suatu prosedur. Penyajian ini disertai penggunaan alat peraga dan tanya jawab. Biasanya diberikan pada kelompok individu yang tidak terlalu besar jumlahnya. Tujuan demonstrasi adalah:

17

a) Memperlihatkan pada kelompok bagaimana cara membuat sesuatu denan prosedur yang benar. Contohnya membuar larutan oralit atau larutan gula garam b) Meyakinkan kepada kelompok bahwa ide baru tersebut bisa dilaksanakan c) Meningkatkan minat orang untuk belajar, mencoba sendiri dengan prosedur yang didemonstrasikan. 2. ALAT PERAGA PENYULUHAN KESEHATAN MASYARAKAT Kegunaan alat peraga ini atau Audio Visual Aids (AVA) adalah untuk memudahkan kedua belah pihak dalam kegiatan penyuluhan. Manfaat yang diperoleh oleh pihak penyuluh dengan menggunakan alat peraga adalah seperti berikut: a) Memiliki bahan nyata yang ingin disampaikan yang bisa diperlihatkan b) Dapat menambah percaya diri c) Membantu konsentrasi penyuluh terhadap materi yang akan disampaikan d) Menghindari kejenuhan penyuluh e) Mengurangi kejenuhan bagi pihak yang disuluh Manakala pihak yang disuluh juga akan memperoleh manfaat yang sangat besar, antaranya: a) Melihat nyata inti materi yang disampaikan sehingga lebih mudah mencerna serta mengendapkan isi pesan dalam ingatan mereka b) Menghindari kejenuhan atau kebosanan c) Mudah mengingat pesan yang disampaikan, bila lupa bisa menayangkan atau melihat kembali materi pada penyuluh Beberapa alat perga yang bisa digunakan adalah papan tulis, Over Head Projector (OHP), kertas flipchart dengan standarnya, poster, flash card, flipchart, model leaflet dan banyak lagi III. PUSKESMAS 9, 10 suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat

Merupakan

pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Dengan lain perkataan Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya. 18

A. KONSEP DASAR PUSKESMAS 1.Unit Pelakasana Teknis Sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota (UPTD), Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten atau kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama pembangunan kesehatan di Indonesia. 2.Wilayah Puskesmas Wilayah kerja Puskesmas meliputi suatu kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geometric dan keadaaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas. Puskesmas merupakan perangkat pemerintah Daerah Tingkat II sehingga pembagian wilayah kerja Puskesmas ditetapkan oleh Bupati KDH dengan saran teknis dari Kepala Kantor Departmen Kesehatan Kabupaten/ Kodya yang telah disetujui oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen. Sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah Puskesmas rata-rata 30.000 penduduk setiap Puskesmas. Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka Puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yang disebut Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling. 3.Pertanggungjawaban Penyelenggaraan Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah kota atau kabupaten adalah dinas kesehatan kabupaten atau kota. Sedangkan Puskesmas bertanggungjawab hanya untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan sesuai dengan kemampuannya. 4.Pembangunan Kesehatan Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. 19

B. KEGIATAN POKOK PUSKESMAS Sesuai dengan kemampuan tenaga maupun fasilitas yang berbeda-beda, maka kegiatan pokok yang dapat dilaksanakan oleh sebuah Puskesmas akan berbeda pula. Namun demikian kegiatan pokok Puskesmas yang seharusnya dilaksanakan adalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Usaha Peningkatan Gizi, Kesehatan Lingkungan, Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P3M), Pengobatan termasuk Pelayanan Darurat karena Kecelakaan, Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, Kesehatan Sekolah, Kesehatan Olah Raga, Perawatan Kesehatan Masyarakat, Kesehatan Kerja, Kesehatan gigi dan mulut, Kesehatan Jiwa, Kesehatan mata, Laboratorium Sederhana, Pencatatan dan Pelaporan dalam rangka Sistem Informasi Kesehatan, Kesehatan Usia lanjut dan Pembinaan Pengobatan Tradisional. Pelaksanaan kegiatan pokok Puskesmas diarahkan kepada keluarga sebagai satuan masyarakat terkecil. Setiap kegiatan tersebut dilaksanakan dengan pendekatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa. C. FUNGSI PUSKESMAS Fungsi Puskesmas adalah seperti berikut: 1.Sebagai Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan

pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Di samping itu Puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan Puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. 2.Pusat Pemberdayaan Masyarakat Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan 20

melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat. 3.Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjwab Puskesmas meliputi: 3.1.Pelayanan Kesehatan Perorangan Ini merupakan pelayanan yang bersifat peribadi dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap. 3.2.Pelayanan Kesehatan Masyarakat Ini merupakan pelayanan yang bersifat publik dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain adalah promosi kesehatan. Pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lain. D. MANAJMEN PUSKESMAS Manajmen Puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematik untuk menghasilkan luaran Puskesmas yang efektif dan efisien. Rangkaian kegiatan sistematis yang dilaksanakan oleh Puskesmas membentuk fungsi-fungsi manajmen. Ada tiga fungsi manajmen Puskesmas yang dikenal yaitu Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengendalian, serta

21

Pengawasan dan Pertanggungjawaban. Semua fungsi manajmen tersebut harus dilaksanakan secara terkait dan berkesinambungan. 1. Perencanaan Merupakan proses penyusunan rencana tahunan Puskesmas untuk mengatasi masalah kesehatan di wilayah kerjanya. Rencana ini dibedakan kepada dua macam yaitu rencana tahunan upaya kesehatan wajib dan rencana tahunan upaya kesehatan pengembangan. 1.1.Perencanaan Upaya Kesehatan Wajib Jenis upaya kesehatan wajib adalah sama untuk setiap Puskesmas. Langkah-langkah perencanaan yang harus dilakukan Puskesmas adalah seperti berikut: a) Menyusun Usulan Kegiatan Yaitu dengan memperhatikan berbagai kebijakan yang berlaku baik nasional maupun daerah, sesuai dengan masalah sebagai hasil dari kajian data dan informasi yang tersedia di Puskesmas. Usulan ini disusun dalam bentuk matriks yang berisikan rincian kegiatan, tujuan, sasaran, besaran kegiatan, waktu, lokasi serta perkiraan kebutuhan biaya untuk setiap kegiatan. Rencana ini disusun melalui pertemuan perencanaan tahunan Puskesmas yang dilaksanakan sesuai dengan siklus perencanaan kabupaten atau kotamengikut sertakan BPP serta dikoordinasikan dengan camat. b) Mengajukan Usulan Kegiatan Usul kegiatan diajukan kepada dinas kesehatan kabupaten atau kotauntuk persetujuaan biaya. Dalam mengajukan usulan harus dilengkapi dengan usulan kebutuhan rutin, sarana dan prasarana operasional Puskesmas beserta biayanya. c) Menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan Rencana pelaksanaan kegiatan dilakukan setelah disetujui oleh Dinas Kesehatan kabupaten atau kota dalam bentuk matrik.

22

1.2.Perencanaan Upaya Kesehatan Pengembangan Jenis upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan Puskesmas yang telah ada atau upaya inovasi yang dikembangkan sendiri. Langkah-langkah perencanaan yang dilakukan Puskesmas mecakup hal-hal seperti berikut: a) Identifikasi Upaya Kesehatan Pengembangan Identifikasi ini dilakukan berdasarkan ada tidaknya masalah kesehatan yang terkait dengan setiap upaya kesehatan pengembangan tersebut. Ada dua cara yaitu Survei Mawas Diri dan Delbeq Technique.
Tabel 1: Surveri Mawas Diri dan Delbeq Technique

Survei Mawas Diri Pengertian Kegiatan pengumpualan data untuk mengenali keadaan dan masalah serta potensi yang dimiliki untuk mengatasi masalah tersebut. Dilakukan apabila Puskesmas memiliki kemampuan, identifikasi masalah diakukan bersama masyarakat melalui pengumpulan data secara langsung di lapangan. Tahapan pelaksanaan 1) Pengumpulan data primer yaitu langsung dari sumber atau data sekunder yaitu dari catatan sedia ada 2) Pengolahan data 3) Penyajian data berupa data masalah dan potensi

Delbeq Technique Perumusan identifikasi kesepakatan masalah potensi sekelompok dan melalui orang

yang memahami masalah tersebut yaitu antara petugas Puskesmas dan Badan Penyantun Puskesmas

1) Pembentukan tim 2) Menyusun daftar masalah 3) Menetapkan penilaian masalah 4) Menetapkan prioritas masalah urutan kriteria

23

b) Menyusun Usul Kegiatan Penyusunan rencana pada tahap awal pengembangan program dilakukan melalui pertemuan yang dilaksanakan secara khusus bersama dengan BPP dan Dinas kesehatan kabupaten atau kota dalam bentuk musyawarah masyarakat manakala penyusunan rencana pada tahun berikutnya dilakukan secara terintegrasi dengan penyusunan rencana upaya kesehatan wajib. Musyawarah Masyarakat merupakan pertemuan masyarakat yang dihadiri oleh para pemimpin, baik formal maupun informal dan anggota masyarakat untuk merupakan prioritas masalah kesehatan dan upaya penanggulangannya. Tahap pelaksanaannya adalah: i. ii. iii. iv. v. Pemaparan daftar masalah kesehatan dan potensi yang dimiliki Membahas dan melengkapi urutan prioritas masalah Membahas dan melengkapi potensi penyelesaian masalah yang dimiliki Merumuskan cara penanggulangan masalah sesuai dengan potensi Menetapkan rencana kegiatan penanggulangan masalah

c) Mengajukan Usulan Kegiatan Usul kegiatan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten atau kota untuk pembiayaannya. Usulan tersebut dapat pula diajukan kepada Badan Penyantun Puskesmas dan lain-lain. d) Menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan Dilakukan setelah disetujui oleh Dinas Kesehatan kabupaten atau kota atau penyandang dana lain. Ini dilakukan secara terpadu dengan penyusunan rencana pelaksanaan upaya kesehatan wajib. 2. Pelaksanaan dan Pengendalian Meruapakan proses penyelenggaraan, pemantauan serta penilaian terhadap

penyelenggaraan rencana tahunan Puskesmas. Langkah-langkahnya adalah seperti berikut: 24

2.1.Pengorganisasian Terdapat dua macam yang perlu dilakukan yaitu: a) Penentuan para penanggungjawab dan para pelaksana untuk setiap kegiatan. Penentuan ini dilakukan melalui pertemuan penggalangan tim pada awal tahun kegiatan. b) Penggalangan kerjasama tim secara lintas sektoral. Ada dua bentuk yaitu kerjasama dua pihak antara dua sektor terkait atau secara langsung seperti Puskesmas dengan sektor tenaga kerja dan antara berbagai sektor terkait atau tidak langsung seperti Puskesmas dengan sektor pendidikan, agama dan kecamatan. 2.2.Penyelenggaraan Untuk dapat terselenggaranya rencana tersebut perlu dilakukan kegiatan sebagai berikut: a) Mengkaji ulang rencana pelaksanaan yang telah disusun terutama yang menyangkut jadual pelaksanaan, target pencapaian, lokasi wilayah kerja dan rincian tugas para penanggungjawab dan pelaksana. b) Menyusun jadual kegiatan bulanan untuk tiap petugas sesuai dengan rencana pelaksanaan. c) Menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan jadual yang telah ditetapkan. Antara yang perlu diperhatikan ketika penyelenggaraan adalah: i. ii. iii. Azas penyelenggaraan Puskesmas Berbagai standar dan Pedoman pelayanan Puskesmas Kendali mutu yaitu kepatuhan terhadap berbagai standar dan pedoman pelayanan kesehatan serta etika profesi yang memuaskan pemakai jasa pelayanan. Prinsip utama dalam kendali mutu adalah mengikuti siklus pemecahan masalah, dilaksanakan melalui kerjasama tim dan sesuai sumber daya yang tersedia. iv. Kendali biaya. Antara tahapan pelaksanaan adalah menetapkan uapaya kesehatan lengkap dengan rincian biaya, menjabarkan kebijakan dan 25

tatacara

penyelenggaraan

yang

mendukung,

melaksanakan

upaya

kesehatan yang sesuai dengan kebijakan dan tatacara penyelenggaraan, menampung dan menyelesaikan keluhan masyarakat yang terkait dengan biaya dan menyempurnakan penyelenggaraan tersebut. 2.3.Pemantauan Kegiatan pemantauan mencakup hal-hal sebagai berikut: a) Melakukan telahan penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai yang dibedakan atas dua hal:
Tabel 2: Telahan Internal dan Telahan Eksternal

Telahan Internal Merupakan telahan bulanan

Telahan Eksternal dengan Merupakan telaahan triwulanan oleh saranan

menggunakan data yang diambil dari pelayanan kesehatan tingkat pertama dengan Sistem Informasi Manajmen Puskesmas sektor lain terkait. Dilakukan dalam Lokakarya (SIMPUS). SIMPUS terdiri dari sumber informasi: i. ii. iii. iv. SP2TP Survei lapangan Laporan lintas sektor Laporan sarana kesehatan swasta Mini Bulanan merupakan Lokakarya mini tribulanan merupakan Mini Triwulanan Puskesmas secara lintas sektor

Laporan

pertemuan yang diselenggarakan setiap pertemuan yang diselenggarakan setiap 3 bulan di Puskesmas yang dihadiri oleh bulan sekali di Puskesmas. Dihadiri oleh seluruh staf Puskesmas, Puskesmas instansi lintas sektor tingkat kecamatan, BPP,

Pembantu dan bidan dengan dipimpin oleh staf Puskesmas serta dipimpin oleh camat. Kepala Puskesmas.

b) Meyusun saran peningkatan penyelenggaraan kegiatan sesuai dengan pencapaian kinerja Puskesmas serta masalah dan hambatan uang ditemukan dari hasil telaahan. 26

2.4.Penilaian Kegiatan penilaian dilakukan pada akhir tahun anggaran. Kegiatan tersebut mencakup: a) Melakukan penilaian dan membandingkan hasil dengan rencana tahunan dan standar pelayanan. Sumber data yang digunakan adalah data primer yaitu SIMPUS dan data sekunder yaitu data dari hasil pemantauan bulanan dan triwulanan b) Menyusun saran peningkatan penyelenggaraan kegiatan sesuai dengan pencapaian serta masalah dan hambatan yang ditemukan untuk rencana tahun berikutnya 3. Pengawasan dan Pertanggungjawaban

Merupakan proses memperoleh kepastian atas kesesuaian penyelenggaraan dan pencapaian tujuan Puskesmas terhadap rencana, peraturan dan berbagai kewajiban yang berlaku.
Tabel 3: Pengawasan dan Pertanggungjawaban

Pengawasan

Pertanggungjawaban

Pengawasan dibedakan atas dua macam Setiap akhir tahun anggaran, kepala Puskesmas yakni pengawasan internal dan eksternal. a) Pengawasan internal membuat laporan pertanggungjawaban.

dilakukan Laporan disampaikan kepada Dinas kesehatan, BPP dan masyarakat.

secara melekat oleh atasan langsung b) Pengawasan eksternal dilakukan

oleh masyarakat, dinas kesehatan serta berbagai institusi pemerintah terkait. Mencakup aspek administratif, keuangan Mencakup pelaksanaan kegiatan, perolehan dan teknis pelayanan. Apabila terdapat dan penggunaan berbagai sumberdaya penyimpangan, dilakukan pembinaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

27

E. HIRARKI PUSKESMAS Berikut merupakan susunan organisasi dan ringkasan uraian tugasnya dalam puskesmas. 1. Unsur Pimpinan (Kepala Puskesmas) Mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk memimpin, mengawasi dan mengkoordinasi kegiatan puskesmas yang dapat dilakukan dalam jabatan structural dan jabatan fungsional. 2. Unsur Pembantu Pimpinan (Kepala Urusan Tata Usaha) Mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang kepegawaian, keuangan, perlengkapan serta surat-menyurat, pencatatan dan pelaporan. 3. Unsur Pelaksana Unit yang terdiri atas tenaga atau pegawai dalam jabatan fungsional.Jumlah unit tergantung kepada kegiatan, tenaga dan fasilitas tiap daerah.Unsur pelaksana terdiri dari atas unit I hingga VII. a) Unit I berfungsi untuk melaksanakan kegiatan kesejahteraan ibu dan anak, Keluarga Berencana dan perbaikan gizi. b) Unit II berfungsi untuk melaksanakan kegiatan oencegahan dan pemberantasan penyakit khususnya imunisasi, kesehatan lingkungan dan laboratorium. c) Unit III pula berfungsi untuk melaksanakan kesehatan gigi dan mulut, serta kesehatan tenaga kerja dan lanjut usia. d) Unit IV berfungsi dalam melaksanakan kegiatan perawatan kesehatan masyarakat, kesehatan sekolah dan olahraga, kesehatan jiwa, kesehatan mata dan kesehatan khusus lain. e) Unit V berfungsi melaksanakan kegiatan di bidang pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan masyarakat dan penyuluhan kesehatan masyarakat. f) Unit VI berfungsi melaksanakan kegiatan pengobatan rawat jalan dan rawat inap g) Unit VII berfungsi mengelola farmasi.

28

Foto 2: Organisasi di Puskesmas

F. SP2TP (SISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN TERPADU PUSKESMAS) SP2TP adalah tatacara pendatatan dan pelaporan yang lengkap untuk pengelolaan Puskesmas, meliputi keadaan fisik, tenaga, sarana dan kegiatan pokok yang dilakukan serta hasil yang dicapai oleh Puskesmas. 1.Tujuan Umum Tersedianya data dan informasi yang akurat, tepay waktu dan mutakhhir secara periodik/teratur untuk pengelolaan program kesehatan masyarakat melalui Puskesmas di berbagai tingkat administrasi. 2.Tujuan Khusus a) Tersedianya data yang meliputi keadaan fisik, tenaga ,sarana dan kegiatan pokok Puskesmas yang akurat, tepat waktu dan mutakhir secara teratur. b) Terlaksananya pelaporan data tersebut secara teratur di berbagai jenjang administrasi, sesuai dengan peraturan yang berlaku. c) Termandaatkannya data tersebut untuk pengabilan keputusan dalam rangka pengelolaan program kesehatan masyarakat melaluli Puskesmas di berbagai tingkat administrasi. 29

3.Ruang Lingkup a) SP2TP dilakukan oleh semua Puskesmas (termasujk Puskesmas dengan Perawatan, Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling) b) Pencatatan dan pelaporan mencakup: i. ii. iii. iv. Data umum dan demografi wilayah kerja Puskesmas Data ketenagaan di Puskesmas Data sarana yang yang dimiliki Puskesmas Data kegiatan pokok Puskesmas yang dilakukan baik di dala maupon di luar gedung Puskesmas v. Pelaporan dilakukan secara periodik (bulanan, tribulanan, semester dan tahunan), dengan menggunakan formulir yang baku G. UPAYA DAN AZAS PENYELENGGARAN PUSKESMAS 1.Upaya Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui Puskesmas yakni terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, Puskesmas bertanggungjawab

menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari system kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni: 1.1.Upaya Kesehatan Wajib Upaya Kesehatan Wajib Puskesmas adalah uapaya yang ditetapkan beradasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas ada di wilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah: a) Upaya Promosi Kesehatan b) Upaya Kesehatan Lingkungan c) Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana d) Upaya perbaikan Gizi Masyarakat e) Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular 30

f) Upaya Pengobatan 1.2.Upaya Kesehatan Pengembangan Upaya kesehatan pengembangan Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok Puskesmas yang telah ada yakni: a) Upaya Kesehatan Sekolah b) Upaya Kesehatan Olahraga c) Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat d) Upaya Kesehatan Kerja e) Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut f) Upaya Kesehatan Jiwa g) Upaya Kesehatan Mata h) Upaya Kesehatan Usia Lanjut i) Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional Upaya laboratorium medis dan laporan kesehatan masyarakat serta upaya pencatatan laporan tidak termasuk pilihan karena ketiga upaya ini merupakan pelayanan penunjang dari setiap upaya wajib dan upaya pengembangan Puskesmas. Perawatan kesehatan masyarakat merupakan pelayanan penunjang baik upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan. Apabila perawatan kesehatan masyarakat menjadi permasalahan spesifik di daerah tersebut maka dapat dijadikan salah satu upaya kesehatan pengembangan. Contohnya dalam keadaan tertentu masyarakat membutuhkan pula pelayanan rawat inap. Untuk ini di Puskesmas dapat dikembangkan pelayanan rawat inap yang dalam pelaksanaannya harus memperhatikan berbagai pensyaratan tenaga, sarana dan prasarana sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Apabila Puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan pengembangan padahal telah menjadi kebutuhan masyarakat, maka Dinas kesehatan kabupaten atau kota bertanggungjawab dan wajib menyelenggarakannya. Untuk itu dinas kesehatan perlu dilengkapi dengan berbagai unit fungsional lainyya. 31

2.Azas penyelenggaraan Penyelenggaraan uapaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan harus menerapkan azas penyelenggaraan Puskesmas secara terpadu. Azas tersebut

dikembangkan dari ketiga fungsi Puskesmas. Dasar pemikirannya adalah pentingnya menerapkan prinsip dasar dari setiap fungsi Puskesmas dalam menyelenggarakan setiap upaya Puskesmas, baik upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan. Azas tersebut adalah seperti berikut: 2.1.Azas Pertanggungjawaban Wilayah Puskesmas wajib bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya. Untuk itu, Puskesmas harus melaksanakan berbagai kegiatan, antara lain: a) Menggerakkan pembangunan pelbagai sektor tingkat kecamatan sehingga berwawasan kesehatan b) Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. c) Membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang diselenggarakan oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya d) Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama secara merata dan terjangkau 2.2.Azas Pemberdayaan Masyarakat Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat agar berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya Puskesmas. Untuk ini, berbagai potensi masyarakat perlu dihimpun melalui pembentukan Badan Penyantun Puskesmas (BPP). Beberapa kegiatan yang harus dilaksanakan Puskesmas adalah: a) Upaya Kesehatan Ibu dan Anak: Posyandu, Polindes, Bina Keluarga Balita (BKB) b) Upaya Pengobatan: Posyandu, Pos Obat Desa (POS) c) Upaya Perbaikan Gizi: Posyandu, Panti Pemulihan Gizi, Keluarga Sedar Gizi (Kadarzi)

32

d) Upaya Kesehatan Sekolah: dokter kecil, penyertaan guru dan orang tua murid, Saka Bakti Husada (SBH), Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren) e) Upaya Kesehatan Lingkungan: Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL) f) Upaya Kesehatan Usia Lanjut: Posyandu Usila, Panti wreda g) Upaya Kesehatan Kerja: Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK) h) Upaya Kesehatan Jiwa: Posyandu, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKM) i) Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional: Taman Obat Keluarga (TOGA), Pembiayaan Pengobat Tradisional (Battra) j) Upaya Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (inovatif): dana sehat, Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin), mobilisasi dana keagamaan. 2.3.Azas Keterpaduan Untuk mengatasi keterbatasan sumber daya serta diperoleh hasil yang optimal, penyelenggaraan setiap uapaya Puskesmas harus diselenggarakan secara terpadu, jika mungkin sejak dari tahap perencanaan. Ada dua macam keterpaduan yang perlu diperhatikan: a) Keterpaduan Lintas Program yaitu upaya memadukan penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan yang menjadi tanggungjawab Puskesmas. Contohnya adalah keterpaduan KIA dengan P2M untuk Manajmen Terpadu Balita Sakit (MTBS), keterpaduan kesehatan lingkungan dengan Promosi Kesehatan untuk Upaya Kesehatan Sekolah (UKS) dan keterpaduan KIA dengan KB untuk posyandu. b) Keterpaduan Lintas Sektor adalah uapaya memadukan penyelenggaraan upaya Puskesmas sama ada wajib, pengembanan dan inovasi dengan berbagai sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha. Contohnya adalah keterpaduan sektor kesehatan dengan camat untuk upaya Kesehatan Sekolah (UKS), Upaya Promosi Kesehatan, Upaya Kesehatan Ibu dan Anak, Upaya Perbaikan Gizi dan Upaya Kesehatan Kerja.

33

2.4.Azas Rujukan Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang dimiliki oleh Puskesmas terbatas. Untuk membantu Puskesmas menyelesaikan berbagai masalah kesehatan tersebut dan juga meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan setiap upaya Puskesmas harus ditopang oleh azas rujukan. Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikel dalam arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horizontal dalam arti antar strata srana pelayanan kesehatan yang sama. Terdapat dua macam rujukan yang dikenal yaitu: a) Rujukan Upaya Kesehatan Perorangan melibatkan cakuapan kasus penyakit. Apabila suatu Puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka Puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang mampu baik horizontal atau vertikal. Sebaliknya pasien pasca rawat inap yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana dirujuk ke Puskesmas. Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam yaitu: i. Rujukan kasus untuk keperluan diagnostic, pengobatan, tindakan, medic dan lain-lain ii. Rujukan bahan pemeriksaan untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap iii. Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga lebih kompeten untuk melakukan bimbingan tenaga Puskesmas dan atau menyelenggarakan pelayanan medik di Puskesmas. b) Rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah masalah kesehatan masyarakat misalnya kejadian luar biasa, pencemaran lingkungan dan bencana.

34

Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga dilakukan apabila satu Puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat wajib dan

pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat tersebut telah menjadi kebutuhan masyarakat. Apabila Puskesmas tidak mampu menanggulangi masalah tersebut, maka Puskesmas wajib merujuknya ke dinas kesehatan kabupaten atau kota. Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam: i. Rujukan sarana dan logistic seperti peminjaman peralatan foging, alat laboratorium kesehatan, alat audio visual, bantuan obat dan bahan-bahan habis pakai ii. Rujukan tenaga antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyelidikan kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hokum kesehatan, penanggulangan gangguan kesehatan karena bencana alam. iii. Rujukan operasional yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan dan tanggungjawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat dan atau penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat kepada dinas kesehatan kabupaten atau kota. IV. EVALUASI PROGRAM PUSKESMAS DENGAN PENDEKATAN SISTEM 11 A. SISTEM KESEHATAN 1. KERANGKA TEORITIS
4 LINGKUNGAN 1 MASUKAN 2 PROSES 3 KELUARAN 6 DAMPAK

5 UMPAN BALIK

35

2. DEFINISI a) Adalah kumpulan unsur sistem yang saling mempengaruhi untuk mendapatkan suatu program b) Gabungan dari elemen yang saling dihubungkan oleh suatu program / struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan c) Suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai elemen yang saling berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan sadar dipesiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2.1.Bagian atau elemen dapat dikelompokkan dalam lima unsur, yakni : a) Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut, dan terdiri dari unsur tenaga ( man ), dana ( money ), sarana ( material ) dan metode ( methode ) b) Proses (process) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan, dan terdiri dari unsur perencanaan ( planning ), organisasi ( organization ), pelaksanaan ( actuating ) dan pengawasan ( controling ) c) Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem. d) Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem e) Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem f) Lingkungan (environment) adalah segala sesuatu di luar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem, terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik. B. PROBLEM SOLVING CYCLE 1. MENETAPKAN PRIORITAS MASALAH Menetapkan prioritas masalah merupakan suatu proses yang melibatkan sekelompok orang dengan mempergunakan metode tertentu dengan tujuan mengurutkan masalah yang ada menurut tingkat kepentingannya.

36

Dalam Kegiatan identifikasi masalah menghasilkan segudang masalah kesehatan yang menunggu untuk ditangani. Oleh karena keterbatasan sumber daya baik biaya, tenaga dan teknologi maka tidak semua masalah tersebut dapat dipecahkan sekaligus (direncanakan pemecahannya). Untuk itu harus dipilih masalah mana yang "feasible" untuk dipecahkan. Proses memilih masalah ini disebut memilih atau menetapkan prioritas masalah. Pemilihan prioritas dapat dilakukan melalui 2 cara, yakni : 1.1.Teknik Skoring Yakni memberikan nilai (scor) terhadap masalah tersebut dengan menggunakan ukuran (parameter) antara lain: a) Prevalensi penyakit (prevalence) atau besarnya masalah b) Berat ringannya akibat yang ditimbulkan oleh masalah tersebut (severity). c) Kenaikan atau meningkatnya prevalensi (rate increase) d) Keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah tersebut (degree of unmeet need) e) Keuntungan sosial yang diperoleh bila masalah tersebut diatasi (social benefit) f) Teknologi yang tersedia dalam mengatasi masalah (technical feasiblity) g) Sumber daya yang tersedia yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah (resources availability), termasuk tenaga kesehatan. Masing-masing ukuran tersebut diberi nilai berdasarkan justifikasi kita, bila masalahnya besar diberi 5 paling tinggi dan bila sangat kecil diberi nilai 1. Kemudian nilai-nilai tersebut dijumlahkan. Masalah yang memperoleh nilai tertinggi (terbesar) adalah yang diprioritaskan, masalah yang memperoleh nilai terbesar kedua memperoleh prioritas kedua dan selanjutnya. 1.2.Teknik Non Skoring Dengan menggunakan teknik ini masalah dinilai melalui diskusi kelompok, oleh sebab itu juga disebut "nominal group tecnique (NGT). Ada 2 NGT yakni:

37

a) Delphi Technique Yaitu masalah-masalah didiskusikan oleh sekelompok orang yang mempunyai keahlian yang sama. Melalui diskusi tersebut akan menghasilkan prioritas masalah yang disepakati bersama. b) Delbeq Technique Menetapkan prioritas masalah menggunakan teknik ini adalah juga melalui diskusi kelompok namun peserta diskusi terdiri dari para peserta yang tidak sama keahliannya maka sebelumnya dijelaskan dulu sehingga mereka mempunyai persepsi yang sama terhadap masalah-masalah yang akan dibahas. Hasil diskusi ini adalah prioritas masalah yang disepakati bersama. 2. MENETAPKAN PRIORITAS JALAN KELUAR 2.1.Menyusun Alternatif Jalan Keluar Untuk menyusun alternatif jalan keluar, digunakan berpikir kreatif (creative thinking). Salah satu tehnik berpikir kreatif diantaranya dikenal dengan teknik analogi atau populer dengan sebutan Synectic Tecnhnique. Jika dengan teknik berfikir kreatif masih belum dapat dihasilkan alternatif jalan keluar dapat ditempuh langkah-langkah seperti berikut: a) Menentukan berbagai penyebab masalah b) Untuk menetukan penyebab masalah, dilakukan curah pendapat (Brain Storming) dengan membahas data yang telah dikumpulkan. Dapat digunakan alat bantu diagram hubungan sebab akibat (cause-effect diagram) atau populer pula dengan sebutan diagram tulang ikan (fish bone diagram). Untuk penyebab penyakit, perlu diketahui penyebab tunggal atau multipel. Untuk menetapkan apakah sebuah organisme hidup spesifik menyebabkan penyakit tertentu, maka harus memenuhi kriteria-kriteria ini (Henle & Koch), yaitu; organisme harus ada dalam setiap kasus penyakit, organisme itu harus dapat diidilasi dan ditumbuhkan didalam kultur murni, organisme itu harus menyebabkan penyakit tertentu saat diinokulasi kedalam seekor hewan yang rentan dan organisme itu selanjutnya harus dapat ditemukan dari hewan tersebut dan diidentifikasi. Ada 4 faktor-faktor yang memegang peranan penting sebagai penyebab penyakit yaitu:

38

i.

Faktor predisposisi, misalnya umur, jenis kelamin dan penyakit terakhir yang diidap.

ii.

Faktor yang memungkinkan, misalnya pendapatan rendah, gizi buruk, perumahan yang kumuh dan perawatan medis yang tidak edukat yang memungkinkan mendorong kearah terjadinya pengembangan penyakit.

iii.

Faktor-faktor pencetus, misalnya paparan terhadap agent penyakit yang spesifik atau agent beracun yang mungkin berasosiasi dengan terjadinya penyakit atau keadaan tertentu.

iv.

Faktor-faktor pemberat, misalnya pengulangan paparan dan kerja keras yang tidak beraturan sehingga dapat mendorong kearah terjadinya suatu penyakit yang tertentu atau keadaan yang tertentu pula.

2.2.Memilih prioritas jalan keluar Menetapkan prioritas jalan keluar dari berbagai alternatif yang tersedia tidaklah mudah. Berbagai macam alternatif yang tersedia haruslah dianalisis secara seksama sebelum keputusan terhadap alternatif yang terpilih diambil. Analisis terhadap alternatif yang tersedia sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut ini: a) Terdapat relevansi antara hasil alternatif dengan tujuan pemecahan masalah yang dilakukan artinya dapat membantu mengurangi atau mengatasi masalah yang ada. b) Efektifitas c) Relatif cost, dalam hal ini berapa besar biaya dari masing-masing alternatif, pilihlah alternatif dengan biaya relatif murah namun tidak mengurangi efektifitasnya. d) Technical feasibility, apakah secara teknik suatu alternative dapat dijalankan. e) Ketersediaan sumber daya untuk menjalankan alternative yang dipilih. f) Keuntungan yang dimiliki oleh suatu alternative dibandingkan dengan alternative lainnya. g) Kerugian yang mungkin timbul akibat pemilihan suatu alternative. Untuk memilih prioritas jalan keluar, dapat memakai teknik kriteria matriks. Ada 2 kriteria yang lazim dipergunakan yaitu:

39

a) Efektivitas Jalan KeluarPrioritas jalan keluar adalah nilai efektifitasnya paling tinggi. Untuk menentukan efektifitas jalan keluar, dipergunakan kriteria tambahan seperti ; besarnya masalah yang dapat diselesaikan (magnitude), pentingnya jalan keluar (importancy), sensitivitas jalan keluar (vulnerability). b) Efisiensi jalan keluarNilai efisien ini biasanya dikaitkan dengan biaya (cost) yang diperlukan untuk melaksanakan jalan keluar. Untuk mengukur nilai prioritas (P) untuk setiap alternative jalan keluar dengan membagi hasil perkalian nilai M (Magnitude) x I (Importancy) x V (Vulnirelability) dengan nilai C. Jalan keluar dengan nilai P tertinggi adalah prioritas jalan keluar terpilih. V. SURVEILANS 12

Pengamatan epidemiologi atau surveilans adalah kegiatan yang teratur dan rutin dalam mengumpulkan, meringkas, dan analisis data untuk mengidentifikasikan kelompok yang berisiko tinggi, memahami penyebaran dan mengurangi atau membanteras penyebaran penyakit. Secara garis besar dapat dilakukan secara aktif dan pasif. Surveilans aktif adalah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung untuk mempelajari penyakit tertentu dalam waktu relative singkat dan dilakukan oleh petugas kesehatan secara teratur seminggu sekali atau 2 minggu sekali intuk mencatat ada atau tidaknya kasus baru penyakit tertentu. Sedangkan surveilans pasif adalah pengumpulan data yang diperoleh dari laporan bulanan sarana pelayanan di daerah. Dari data yang diperoleh dapat diketahui distribusi geografis tentang berbagai penyakit menurlar, penyakit rakyat, perubahan yang terjadi dan kebutuhan tentang penilaian sebagai tindak lanjut. Pengamatan aktif dilakukan bila ditemukan penyakit baru, penelitian tentang cara penyebaran yang baru suatu penyakit, risiko tinggi terjadinya penyakit musiman dan penyakit tertentu yang timbul di daerah baru atau akan menimbulkan pengaruh pada kelompok penduduk tertentu. 1.TUJUAN a) Mengetahui distribusi geografis penyakit endemis dan penyakit yang menimbulkan epidemi 40

b) Mengetahui periodisitas suatu penyakit c) Menentukan apakah peningkatan insidensi suatu penyakit yang terjadi disebabkan kejadian luar biasa atau karena periodisitas penyakit tersebut d) Mengetahui situasi penyakit tertentu e) Memperoleh gambaran epidemiologis tentang penyakit tertentu f) Melakukan pengendalian penyakit, melalui pengamatan epidemiologis dapat diketahui segera bila terjadi peningkatan insidensi penyakit yang diamati atau timbul kasus baru penyakit yang belum lama menimbulkan wabah g) Mengetahui adanya letusan ulang penyakit yang pernah menimbulkan epidemi 2.KEGIATAN POKOK a) Pengumpulan dan pengolahan data Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pencatatan insidensi terhadap orang-orang yang dicurigai melalui kunjungan ke rumah atau pencatatan insidensi berdasarkan laporan rutin dari sarana pelayanan kesehatan. Pengumpulan data juga dapat dilakukan dengan teknik wawancara dan atau pemeriksaan. Manakala pengolahan data dilakukan secara manual atau dengan komputer sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki. b) Analisis data dan penyebaran informasi Analisis data secara deskriptif berdasarkan variabel orang, tempat, dan waktu sehingga diperoleh gambaran yang sistematis tentang penyakit yang sedang diamati dan hasilnya dilaporkan ke semua instansi yang terkait serta dimuat dalam buletin khusus yang dikeluarkan oleh departemen kesehatan di Jakarta untuk disebarluaskan. 3.SURVEILANS VEKTOR Surveilans untuk nyamuk Aedes aegypti sangat penting untuk menentukan distribusi, kepadatan populasi, habitat utama larva, faktor resiko berdasarkan waktu dan tempat yang berkaitan dengan penyebaran dengue, dan tingkat kerentanan atau kekebalan insektisida yang dipakai, untuk memprioritaskan wilayah dan musim untuk pelaksanaan 41

pengendalian vektor. Data tersebut akan memudahkan pemilihan dan penggunaan sebagian besar peralatan pengendalian vektor, dan dapat dipakai untuk memantau keefektifannya. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah survei jentik. Survei jentik dilakukan dengan cara melihat atau memeriksa semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat berkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik,yaitu dengan cara visual. Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya jentik disetiap tempat genanganair tanpa mengambil jentiknya. Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti adalah: a) House Indeks (HI), yaitu persentase rumah yang terjangkit larva dan atau pupa. b) Container Indeks (CI), yaitu persentase container yang terjangkit larva atau pupa. c) Breteau Indeks (BI), yaitu jumlah container yang positif per-100 rumah yang diperiksa. Dari ukuran di atas dapat diketahui persentase Angka Bebas Jentik (ABJ), yaitu jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik per jumlah rumah yang diperiksa. VI. PERAN DOKTER DI PUSKESMAS 10 1.TUGAS POKOK Mengusahakan agar fungsi Puskesmas dapat diselenggarakan dengan baik 2.FUNGSI: sebagai seorang dokter dan manager 3.KEGIATAN POKOK: a) Melaksanakan fungsi-fungsi manajmen b) Melakukan pemeriksaan dan pengobatan penderita. Dalam rangka rujukan menerima konsultasi c) Mengkoordinir kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat d) Mengkoordinir pembinaan peran serta masyarakat melalui pendekatan PKMD 4.KEGIATAN LAIN: menerima konsultasi dari semua kegiatan Puskesmas

42

VII.

PENUTUP

1.KESIMPULAN Perencanaan Kesehatan adalah sebuah proses untuk merumuskan masalah-masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok dan menyusun langkahlangkah praktis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Aspek aspek pokok yang di perhatikan dalam perencanaan adalah: a) Hasil dari pekerjaan perencanaan b) Perangkat pelaksanaan c) Proses perencanaan 2.SARAN 11 a) Bagi petugas kesehatan agar dalam pelayanan kesehatan sebaiknya system perencanaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. b) Kepada instansi terkait terutama dalam hal penentuan kebijakan agar pelaksanaan pelayanan kesehatan berjalan dengan baik. c) Dalam perencanaan kesehatan harus dilakukan upaya pengembangan produk pelayanan kesehatan secara berkesinambungan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Agar sebuah Perencanaan Program kesehatan berhasil maka kita dapat menggunakan Analisa SWOT: i. ii. iii. iv. Strengths ( Kekuatan ) Weaknesses (Kelemahan) Opportunities (Peluang) Threats (Ancaman)

43

DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan RI, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) dan etc. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Saran Pelayanan Kesehatan; Bakti Husada, 2005: Halaman 1 2. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, Direktorat Jenderal

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Bakti Husada, 2001: halaman 1-2 3. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, Direktorat Jenderal

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD); Bakti Husada, 2007: Halaman 7 4. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, Direktorat Jenderal

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Bakti Husada, 2001: halaman 11 5. Departemen Kesehatan RI, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) dan etc. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Saran Pelayanan Kesehatan; Infeksi Virus Dengue. Bakti Husada, 2005: Halaman 8 6. Alih bahas; Monica Ester, SKp. Editor edisi bahasa Indonesia; Yasmin Asih, SKp. Demam Berdarah Dengue; World Health Organization (WHO), 1998. Hal 72 7. Dr. Azrul Azwar M.P.H. Pengantar Epidemiologi. Edisi pertama 8. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Kerja Puskesmas jilid IV. Bakti Husada. Upaya Penyuluhan Kesehatan Masyarakat 9. Departemen Kesehatan RI. Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat

(PUSKESMAS), Bakti Husada. 2004 10. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Kerja Puskesmas jilid I. Bakti Husada. Puskesmas dengan Wilayah Kerjanya 11. Diunduh dari http://www.depkes.com pada 10 Juli 2011 12. Dr. Eko Budiarto, SKM dan Dr. Dewi Anggraeni. Pengantar Epidemiologi. Perpustakaan Nasional, edisi 2, 2002.

44

Anda mungkin juga menyukai