Anda di halaman 1dari 44

PRESENTASI KASUS

Immune Trombositopenik Purpura

DIPRESENTASIKAN OLEH : MOCHAMAD ZULFAR AUFIN 110.2009.174

PEMBIMBING : Dr. HAMI ZULKIFLI ABBAS, Sp.PD, MH.Kes. FINASIM Dr. SIBLI, Sp.PD Dr. SUNHADI

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD ARJAWINANGUN PERIODE 1 APRIL- 9 JUNI 2013

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat-Nya dan karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun tugas kasus yang berjudul Imun Trombositopenik Purpura. Penyusunan tugas ini masih jauh dari sempurna baik isi maupun penyajiaannya sehingga diharapkan saran dan kritik yang membangun dari pihak Pembaca agar dikesempatan yang akan datang penulis dapat membuat karya tulis yang lebih baik lagi. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Hami Zulkifli Abbas, Sp.PD, MH.Kes FINASIM; Dr. Sibli Sp.PD dan Dr. Sunhadi serta berbagai pihak Rumah Sakit Arjawinangun yang telah membantu menyelesaikan tugas pretest ini. Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Arjawinangun, 28 April 2013

Penulis

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR2 DAFTAR ISI...3 Identitas Pasien4 Anamnesis4 Pemeriksaan Fisik5 Pemeriksaan Penunjang8 Resume16 Tinjauan Pustaka.21 Diskusi.41 DAFTAR PUSTAKA..44

KASUS I. Identitas Pasien Nama Jenis kelamin Umur Alamat Pekerjaan Agama Status perkawinan Tgl masuk No.CM : Nn.S : Perempuan : 17 tahun : Plered : Pelajar : Islam : Belum Menikah : 28-03-2013 : 72-99-01

II. Anamnesis (autoanamnesis) Keluhan Utama Gusi berdarah sejak 4 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang : :

Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan Gusi berdarah yang semakin memberat sejak 4 hari SMRS, Pasien merasakan gusi berdarah tidak bisa berhenti dan timbul mendadak terutama saat menyikat gigi, dirasakan sejak 1 minggu SMRS. Sejak 3 hari SMRS pasien mengeluh demam yang dirasakan naik turun. Pasien
4

mengaku bila ada luka, darah susah berhenti. Pasien merasakan timbul bintik merah hampir diseluruh tubuh terutama di tangan dan kaki , pasien juga merasakan timbul lebam walaupun tidak terbentur sesuatu. Pasien mengeluhkan sakit kepala. Pasien tidak merasa sesak. Pasien merasakan nyeri ulu hati dan tidak ada mual dan muntah. BAK dan BAB dirasakan pasien tidak ada kelainan. Pasien mengaku bila sedang haid, darah banyak dan tidak teratur .Sebelumnya pasien sudah pernah berobat ke dokter dan diberitahu bahwa terkena demam berdarah, pasien sewaktu SMP pasien sering memar dan dikira pasien hanya memar karena terlalu letih.

Riwayat penyakit dahulu : Pasien mengaku waktu kecil belum pernah menderita kelainan seperti ini Pasien tidak mempunyai riwayat meminum obat-obatan Waktu SMP pasien sering memar tanpa sebab Riwayat alergi tidak diakui pasien

Riwayat penyakit keluarga : Pasien mengaku di keluarga pasien tidak ada yang mengalami sama seperti pasien

III. Pemeriksaan Fisik Kesadaran: composmentis Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Tekanan darah Nadi Pernapasan Suhu BB TB

: 120/80 : 88x/menit : 20x/menit : 36 C : 50 kg : 165 cm

Kepala Bentuk Rambut Mata : Normal simetris : Hitam, tidak mudah rontok : Konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/- , edema palpebral -, pupil isokor kanan dan kiri. Reflek cahaya +.

hematom palpebra +/-,

Konjungtiva hemoragik (+). Telinga Hidung sekret Mulut aktif. Leher Bentuk Normal, deviasi trakea (-), Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan KGB, JVP tidak meningkat. Thoraks :Mulut tidak ada kelainan, Tonsil T1/T1. Perdarahan gusi (+) : Bentuk normal, simetris, membrane timpani intak. : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi.tidak ada

Inspeksi : Bentuk dada kanan kiri simetris, pergerakan nafas kanan sama dengan kiri , tidak ada penonjolan masa.

Palpasi : fremitus taktil kanan sama dengan kiri Perkusi : sonor pada kedua lapang paru. Auskultasi : vbs +/+, ronki -/-, Wheezing -/-

Jantung Inspeksi Palpasi : Iktus kordis tidak tampak : iktus kordis teraba pulsasi tidak ada vibrasi

Perkusi Batas jantung : o Batas atas : sela iga III garis sternalis kanan o Batas kanan : sela iga IV garis sternalis kiri o Batas kiri : Sela Iga V garis midclavicula kiri

Auskultasi

:BJ S1 dan S2 murni regular, murmur (-), gallop (-).

Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi : Perut datar lembut, simetris, ekimosis (+), sikatriks (-). : Bising usus (+) normal : suara timpani pada lapang abdomen. Shifting dulnes (-) : terdapat nyeri tekan epigastrium (+), tidak teraba massa,

Genitalia Tidak dinilai

Ekstremitas Superior : akral hangat CRT <2, edema (-), purpura (+), petekieae (+), hematom (+) Inferior : akral hangat CRT <2, edema (-), purpura (+), petekieae (+), hematom (+)

IV. .Pemeriksaan Penunjang Laboratorium (28 Maret 2013) LAB WBC LYM MON GRANUL LYM % MON% GRANUL% RBC HGB HCT MCV MCH MCHC RESULT 5,9 2,1 0,6 3,3 34,8 9,7 55,4 3,4 6,9 32,9 67,6 20,2 30,1 L L L L L L pg g/dl FLAGS UNIT 10^3/ 10^3/ 10^3/ 10^3/ % % % 10^6/ g/dl % NORMAL 4.0-12.0 1.0-5.0 0.1-1.0 2.0-8.0 25.0-50.0 2.0-10.0 50.0-80.0 4.0-6.20 11.0-17.0 35.0-55.0 80.0-100.0 26.0-34.0 31.0-35.0

RDW PLT MPV PCT PDW

15,5 74 12,1 0.090 33,3 L L

% 10^3/

10.0-16.0 150.0-400.0 7.0-11.0

% %

0.200-0.50 10.0-18.0

Tgl 28 Maret 2013 Widal Salmonella IgM Widal salmonella IgG IgG Dengue Blot IgM dengue Blot Negative Negative Positive Negative

Tgl Pemeriksaan 29 Maret 2013 LAB WBC LYM MON GRANUL LYM % MON% GRANUL% RESULT 5,7 1,6 0,5 3,6 29 8,0 64,0 FLAGS UNIT 10^3/ 10^3/ 10^3/ 10^3/ % % % NORMAL 4.0-12.0 1.0-5.0 0.1-1.0 2.0-8.0 25.0-50.0 2.0-10.0 50.0-80.0

RBC HGB HCT MCV MCH MCHC RDW PLT MPV PCT PDW

2,98 5,8 20,1 67,4 19,5 28,9 15,0 67 11,9 0.874 28,4

L L L L L L

10^6/ g/dl %

4.0-6.20 11.0-17.0 35.0-55.0 80.0-100.0

pg g/dl %

26.0-34.0 31.0-35.0 10.0-16.0 150.0-400.0 7.0-11.0

10^3/

% %

0.200-0.50 10.0-18.0

Gambaran Darah Tepi Tgl Pmeriksaan 29-3-2013 Eritrosit : Hipokrom Mikrositer (Acantosit, Burr cell, Tear drop cell)

Leukosit : Jumlah normal Trombosit : Jumlah Menurun Retikulosit :0,8 %

TGl pemeriksaan 29-03-2013 pkl.16.54 LAB WBC RESULT 5,0 FLAGS UNIT 10^3/ NORMAL 4.0-12.0

10

LYM MON GRANUL LYM % MON% GRANUL% RBC HGB HCT MCV MCH MCHC RDW PLT MPV PCT PDW

1,4 0,4 3,2 28,0 7,0 64,2 2,75 5,4 18,6 67,6 19,6 28,9 15,8 58 12,6 0.873 17,0 L L L L L L L L

10^3/ 10^3/ 10^3/ % % % 10^6/ g/dl %

1.0-5.0 0.1-1.0 2.0-8.0 25.0-50.0 2.0-10.0 50.0-80.0 4.0-6.20 11.0-17.0 35.0-55.0 80.0-100.0

pg g/dl % 10^3/

26.0-34.0 31.0-35.0 10.0-16.0 150.0-400.0 7.0-11.0

% %

0.200-0.50 10.0-18.0

Golongan Darah Ureum 21,0

:B Ureum liquid UV 10-50 mg/dL

11

Kreatini Uric Acid SGOT SGPT HBsAg Natrium Kalium Clorid Calcium

0,62 3,18 20 7 0,786 140 3,43 103 6,28 UA plus

0,6-1,38 3,34-7,0 0-38 0-41 <1 Nreac 136-145 1,5-5,1 97-111 6,5

Mg/dL Mg/dL U/l U/l

9,5

Tgl Pemeriksaan 30 LAB WBC LYM MON GRANUL LYM % MON% GRANUL% RBC HGB RESULT 6,6 1,6 0,5 4,5 24,0 7,1 68,9 2,98 6,2 L L L FLAGS UNIT 10^3/ 10^3/ 10^3/ 10^3/ % % % 10^6/ g/dl NORMAL 4.0-12.0 1.0-5.0 0.1-1.0 2.0-8.0 25.0-50.0 2.0-10.0 50.0-80.0 4.0-6.20 11.0-17.0

12

HCT MCV MCH MCHC RDW PLT MPV PCT PDW

28,2 67,6 20,6 30.7 16,3 75 11,8 0.086 26,0

L L L L

35.0-55.0 80.0-100.0

pg g/dl %

26.0-34.0 31.0-35.0 10.0-16.0 150.0-400.0 7.0-11.0

10^3/

% %

0.200-0.50 10.0-18.0

Tgl pemeriksaan 01 LAB WBC LYM MON GRANUL LYM % MON% GRANUL% RBC HGB RESULT 10,3 1,6 0,7 8 15,6 7,0 77,4 3,04 6,1 L L L FLAGS UNIT 10^3/ 10^3/ 10^3/ 10^3/ % % % 10^6/ g/dl NORMAL 4.0-12.0 1.0-5.0 0.1-1.0 2.0-8.0 25.0-50.0 2.0-10.0 50.0-80.0 4.0-6.20 11.0-17.0

13

HCT MCV MCH MCHC RDW PLT MPV PCT PDW

26,6 68,7 20,3 29,6 16,6 61 10,5 0.895 26,4

L L L L

35.0-55.0 80.0-100.0

pg g/dl %

26.0-34.0 31.0-35.0 10.0-16.0 150.0-400.0 7.0-11.0

10^3/

% %

0.200-0.50 10.0-18.0

Tgl Pemeriksaan 02-04-2013 LAB WBC LYM MON GRANUL LYM % MON% GRANUL% RBC HGB RESULT 11,7 1,1 0,4 18,2 9,1 3,5 67,4 2,92 6,1 L L L FLAGS UNIT 10^3/ 10^3/ 10^3/ 10^3/ % % % 10^6/ g/dl NORMAL 4.0-12.0 1.0-5.0 0.1-1.0 2.0-8.0 25.0-50.0 2.0-10.0 50.0-80.0 4.0-6.20 11.0-17.0

14

HCT MCV MCH MCHC RDW PLT MPV PCT PDW

19,9 68,2 20,6 30.7 16,6 53 10,9 0.086 22,6

L L L L

35.0-55.0 80.0-100.0

pg g/dl %

26.0-34.0 31.0-35.0 10.0-16.0 150.0-400.0 7.0-11.0

10^3/

% %

0.200-0.50 10.0-18.0

Tgl 04-04-2013 LAB WBC LYM MON GRANUL LYM % MON% GRANUL% RBC HGB RESULT 14,5 2,2 1,0 11,3 15,0 7,1 77,7 2,06 4,0 L L L FLAGS UNIT 10^3/ 10^3/ 10^3/ 10^3/ % % % 10^6/ g/dl NORMAL 4.0-12.0 1.0-5.0 0.1-1.0 2.0-8.0 25.0-50.0 2.0-10.0 50.0-80.0 4.0-6.20 11.0-17.0

15

HCT MCV MCH MCHC RDW PLT MPV PCT PDW

13,5 65,5 19,4 29,6 16,4 52 11,4 0.059 30,2

L L L L

35.0-55.0 80.0-100.0

pg g/dl % 10^3/

26.0-34.0 31.0-35.0 10.0-16.0 150.0-400.0 7.0-11.0

% %

0.200-0.50 10.0-18.0

PMI Arjawinangun Golongan Darah Hasil Crossmatch : B, Rh (+) : Incompatible mayor minor

V.

Resume :

Pasien dengan keluhan demam, demam dirasakan naik turun, gusi berdarah tidak bisa berhenti dan timbul mendadak terutama saat menyikat gigi, bila ada luka darah susah berhenti, timbul bintik merah hampir diseluruh tubuh terutama di tangan dan kaki , timbul lebam walaupun tidak terbentur sesuatu. sakit kepala. nyeri ulu hati,bila sedang haid, darah banyak dan tidak teratur .dulu pasien sering memar. Dengan

16

pemeriksaan fisik terdapat petekia, ekimosis, dan hematom. Pemeriksaan laboratorium didapatkan trombositopenia, anemia mikrositik hipokrom.

VI.

Diagnosa :

Susp. ITP VII. Diagnosis Banding : DHF SLE DIC Sindrom mielodisplastik

VIII. Pemeriksaan Anjuran : IX. Tes Autoantibodi IgG antitrombosit ANA test Apus Darah Tepi Radiologi Thorax AP CT scan Terapi

Rencana Pengobatan dari IGD : Infus RL 30 gtt/menit Paracetamol 500 mg 3x1 tab

17

Omeprazol tab 1x20mg Ketorolac 3x 30mg/ml inj.iv Kalnex 250mg 3x1 kap Vit K

Rencana pengobatan di ruangan : Medikamentosa: IV RL 30gtt/menit Omeprazol tab 1x20mg Kalnex 250mg 3x1 kap Metthylprednisolone 16mg 3x 1 tab Paracetamol 500 mg 3x1 tab Vit K Inpepsa 500mg/5ml 3x 1 C

Non Farmakologi : X. Tgl Follow Up Pemeriksaan Terapi Bed Rest

18

28 maret 2013

T : 120/80 mmHg P : 88x/menit R : 20x/menit S : 36 C KU : Gusi

IV RL 30gtt/menit Omeprazol tab

1x20mg berdarah, Vit K Kalnex 250mg 3x1

pusing +, nyeri tekan ulu hati, lemas. Kepala : Ka +/+, SI -/-, ekimosis, palpebra. Leher : KGB tak, JVP tdk meningkat Tho : B dan G simetris. VBS +/+ Rk -/- wh -/-, BJ 1 dan 2 sama murni regular. Murmur -, gallop Abdomen : datar lembut . H/L sulit dinilai Eks : Akral hangat CRT <2, edema -/- ekimosis, petekiae, hematom (+). hematoma

19

30 maret 2013

T : 100/80 mmHg P : 86x/menit R : 22x/menit S : 36 C

IV RL 30gtt/menit Omeprazol tab

1x20mg Kalnex 250mg 3x1 Vit K

KU: Sakit kepala, Nyeri ulu hati +, gusi berdarah +, Tgl 3 april 2013 T : 110/70 mmHg P : 88x/menit R : 20x/menit S : 37,8 C Ku : sesak (-) Sakit kepala +, nyeri tekan ulu hati +, petekiae bertambah +

-Terapi lanjutkan - Methylprednisolone 3x 16 mg - Inpepsa 500mg/5ml 3x 1 C

Tgl 8 april 2013

T : 110/80 mmHg P : 88x/menit R : 28x/menit S : 38,1C

-Terapi lanjutkan - Rujuk Untuk dilakukan Transfusi pemberian darah dengan

kortikosteroid

KU : Sakit kepala (+), dosis tinggi. Gusi berdarah berkurang, petekiae (+)

20

XI.

Prognosis :

Dubia ad bonam

21

TINJAUAN PUSTAKA Purpura Trombositopenia Imun 2.1.1 Definisi Purpura trombositopenia imun (PTI) adalah keadaan autoimun dengan karakteristik utama penghancuran trombosit yang dimediasi oleh autoantibodi, dengan jumlah trombosit kurang dari 100 x 109/L yang mengakibatkan peningkatan resiko perdarahan (1) . Pada penyakit ini sel-sel darah kecuali trombosit dalam batas normal. Trombosit merupakan keping darah bergranula yang berfungsi membentuk agregat di tempat luka. Sel ini tidak mempunyai inti sel, berjumlah sekitar 300.000/L darah dan pada keadaan normal mempunyai waktu paruh 4 hari. Trombosit dibentuk di sumsum tulang berasal dari sel megakariosit. Megakariosit, yaitu sel besar yang berada di sumsum tulang yang membentuk trombosit dengan cara memecah bagian sitoplasma yang selanjutnya dikeluarkan ke pembuluh darah. Produksi megakariosit dikontrol oleh trombopoietin, yang membantu pematangan dan perubahan megakariosit (5).

2.1.2 Klasifikasi Purpura trombositopenia imun (PTI) dapat diklasifikasikan berdasarkan pada etiologi dan onset trombositopenia. Terdapat 2 jenis PTI yaitu, PTI primer yang disebabkan oleh karena adanya autoantibodi Imunoglobulin G (IgG) yang berikatan dengan glikoprotein pada permukaan trombosit sehingga menyebabkan
22

trombositopenia. PTI sekunder merupakan akibat dari penyakit yang diderita, seperti pada pasien dengan hepatitis C, virus imunodefisiensi manusia (HIV), dan lupus eritematosa sistemik (LES) yang menyebabkan penurunan jumlah trombosit. Berdasarkan onset trombositopenia dapat dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama dengan 6 bulan dan kronik bila lebih dari 6 bulan (10).

2.1.3 Etiologi Penyebab Purpura trombositopenia imun (PTI) tidak diketahui secara pasti, antibodi normalnya berfungsi sebagai pertahanan tubuh lini pertama, tetapi pada PTI terdapat antibodi yang menyerang trombosit yang disebut autoantibodi imunoglobulin G yang berikatan dengan membran trombosit. Autoantibodi inilah yang menyerang trombosit di sirkulasi darah maupun dalam sumsum tulang, sehingga jumlah trombosit dalam darah berkurang (9).

2.1.4 Epidemiologi PTI biasanya banyak ditemukan pada orang dewasa, yang merupakan

bentuk PTI kronik dengan 58-66 kasus baru per satu juta populasi pertahun. Pada PTI dewasa yang tidak sembuh dengan pengobatan kortikosteroid disebut dengan PTI refrakter, dengan persentase 25-30 % dari jumlah penderita PTI. Pada keadaan refrakter mempunyai respon pengobatan yang kurang baik dan mortalitas sebesar 16 % (10).
23

Selain pada dewasa, terdapat pula kejadian PTI pada anak dengan insiden 4,0-5,3 per 100.000. Pada anak lebih sering dijumpai PTI akut yang umumnya terjadi pada usia antara 2-6 tahun. Sebanyak 7-28 % PTI akut pada anak dapat berkembang menjadi PTI kronik atau 0,46 per 100.000 anak per tahun (10).

2.1.5 Patofisiologi Pada purpura trombositopenia imun (PTI), trombosit dihancurkan oleh autoantibodi trombosit yang berikatan dengan reseptor Fc di sistem fagosit mononuklear (10). Autoantibodi Imunogobulin G (IgG) yang berikatan dengan trombosit, akan membuat trombosit mengalami percepatan degradasi di limpa, hati, maupun sirkulasi darah pada makrofag jaringan yang diperantarai oleh reseptor Fc. Penghancuran trombosit oleh autoantibodi dapat berada di dalam sumsum tulang atau pada fase pembentukan megakariosit. Jumlah trombopoietin yang tidak meningkat menunjukan adanya masa megakariosit yang normal. Pada keadaan ini megakariosit dapat mengkompensasi dengan meningkatkan produksi trombosit dan yang diserang hanyalah trombosit saja. Keadaan inilah yang disebut dengan PTI kronik dengan jumlah trombosit yang rendah pada tingkat yang aman (10). Mekanisme penghancuran trombosit oleh sensitasi autoantibodi ialah sebagai berikut, reseptor antibodi pada trombosit yang disebut dengan glikoprotein IIb/IIIa tersensitasi oleh adanya autoantibodi yang tidak diketahui
24

pemicunya, sementara autoantibodi pada reseptor glikoprotein Ib/IX belum terbentuk. Trombosit yang terikat dengan autoantibodi akan berikatan dengan sel makrofag melalui reseptor Fc yang kemudian terjadi proses penghancuran. Pada makrofag tidak hanya trombosit yang terdegradasi tetapi juga memproduksi suatu epitop kriptik dari glikoprotein trombosit yang lain. Sel penyaji antigen yang teraktivasi mengekspresikan peptida baru dengan bantuan CD 154 dan CD 40 yang berfungsi memfasilitasi proliferasi inisiasi sel T menjadi sel B. Reseptor sel imunoglobulin sel B akan menginduksi proliferasi antiglikoprotein Ib/IX antibodi dan juga meningkatkan produksi antiglikoprotein IIb/IIIa (3). Gambar 1. Patofisiologi pengikatan autoantibodi pada trombosit

(3)

25

PTI yang disebabkan karena infeksi seperti hepatitis C dan virus imunodefisiensi manusia (HIV), diduga akibat dari rantai asam amino yang mempunyai struktur mirip dengan struktur antigen dari glikoprotein pada permukaan trombosit yang menyebabkan trombositopenia (9). Berdasarkan mekanisme destruksi trombosit tersebut, dapat digunakan untuk terapi PTI dari berbagai aspek.

Gambar 2. Target terapi berdasarkan patofisologi penghancuran trombosit

(Sumber: Cines DB and Blanchette, 2002)

2.1.6 Manifestasi Klinik Purpura trombositopenia imun (PTI) mempunyai gejala perdarahan sering dari ringan sampai sedang dan memiliki perjalanan penyakit yang fluktuatif. Episode perdarahan ini dapat berlangsung beberapa hari hingga beberapa
26

minggu. Petekiae merupakan salah satu gejala yang ada, yaitu pecahnya pembuluh darah mikrovaskuler yang tidak hilang dengan penekanan dan umumnya muncul pada tempat tertentu seperti tangan dan kaki. Berbentuk bulat sempurna dan tidak menonjol, kumpulan dari petekiae dinamakan purpura. Berat dan frekwensi perdarahan sesuai dengan jumlah trombosit, bila jumlah trombosit lebih dari 50.000/mL biasanya asimptomatik, 30.000-50.000/mL terdapat hematoma, 10.000-30.000/mL terjadinya perdarahan spontan (10). Gejala lain yang sering terjadi ialah perdarahan mukosa. Munculnya perdarahan mukosa merupakan tanda bahwa terjadinya perdarahan sistemik akibat dari jumlah trombosit kurang dari 10.000/mL. Perdarahan mukosa dapat ringan yaitu epistaksis hingga adanya perdarahan gastrointestinal sesuai dengan jumlah penurunan trombosit. Gejala paling berat dari PTI yaitu terjadinya perdarahan intrakranial dapat terjadi hampir 1% penderita PTI berat (9).

2.1.7 Diagnosis Klinik Diagnosis pada purpura trombositopenia imun (ITP) dapat ditentukan dari lamanya perdarahan untuk membedakan antara PTI akut dan kronis. Pada

anamnesis dapat diketahui bahwa pasien pernah menggunakan obat-obatan yang menyebabkan trombositopenia atau tidak, dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya perdarahan seperti petekiae, perdarahan mukosa dan pada keadaan khusus bisa terjadi pembesaran limpa yang diduga adanya kelainan keganasan

27

pada limfe. Tetapi secara umum penderita PTI pada pemeriksaan fisik terlihat normal (9). Pemeriksaan laboratorium, termasuk pemeriksaan darah tepi, hitung darah lengkap, dan tes antiglobulin direk (Coombs). Pada pemeriksaan darah tepi dan hitung darah lengkap, jumlah dan morfologi darah putih (leukosit) dan sel darah merah (eritrosit) menunjukan angka normal, selain itu dapat pula ditemukan megatrombosit pada pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan sumsum tulang dilakukan pada pasien lebih dari 40 tahun bila didapatkan gambaran klinis yang tidak khas, sementara pada anak-anak dilakukannya pemeriksaan sumsum tulang untuk menyingkirkan kasus leukemia akut. Pemantauan secara terus menerus terhadap status klinis dan status darah lengkap sangatlah penting dalam manajemen terapi PTI (10). Pemeriksaan lainnya yaitu autoantibodi-anti trombosit, autoantibodi yang berhubungan dengan trombositopenia ditemukan pada 75% pasien PTI. Autoantibodi IgG antitrombosit ditemukan pada 50%-85% penderita.

Peningkatan jumlah IgG telah terlihat di permukaan trombosit dan kecepatan destruksi trombosit pada PTI menunjukan kadar yang menyerupai trombosit yang berhubungan dengan imunoglobulin. Adanya autoantibodi menyebabkan tes antibodi-anti trombosit menjadi positif, sementara hasil tes negatif tidak menyingkirkan diagnosa PTI. (10). Selain dengan pemeriksaan autoantibodi-anti trombosit, terdapat

pemeriksaaan antibodi-trombosit dengan pemeriksaan monoclonal antibody


28

immobilization of platelet antigen (MAIPA) yang berfungsi untuk mendeteksi autoantibodi spesifik pada glikoprotein trombosit. Sensitifitas dan spesifitas pada MAIPA sebesar 39% hingga 52% dan 92% hingga 97%, pemeriksaan MAIPA dapat membuktikan apakah PTI yang didapat merupakan PTI primer atau PTI sekunder (3).

2.1.8 Diagnosis Banding Menyingkirkan diagnosis banding Purpura trombositopenia imun (PTI) primer harus dilakukan secara cermat untuk membedakan

pseudotrombositopenia, PTI sekunder dan PTI bawaan. Dengan mendapatkan pemeriksaan darah tepi dan jumlah darah lengkap merupakan langkah terpenting. Terjadinya trombositopenia dengan demam berkepanjangan, berat badan turun, limfadenopati dan organomegali biasanya dikarenakan leukemia atau anemia aplastik (10). Pseudotrombositopenia adalah keadaan dimana terjadinya penggumpalan trombosit akibat adanya ethylenediaminetetra acetic acid (EDTA) yang dapat dilihat dari pemeriksaan darah tepi yang tidak cermat. Pada PTI sekunder biasanya mudah dikenali akibat dari virus epstein-barr, hepatitis C, virus imunodefisiensi manusia (HIV) atau lupus eritematosus, dengan melihat riwayat pasien dan pemeriksaan fisik. Sindrom wiskott-aldrich yang biasanya menyebabkan trombositopenia bawaan dan didasarkan pada ukuran trombosit

29

dan mutasi gen. Diagnosis banding lainnya seperti penyakit hati akibat alkohol, koagulasi vaskular diseminata (DIC) dan sindrom mielodisplastik (11).

2.1.9 Komplikasi Penyebab utama perdarahan fatal pada pasien PTI adalah terjadinya perdarahan intrakranial. Resiko terbesar terjadi pada pasien usia lanjut dengan riwayat perdarahan dan tidak ada respon terapi, inisden terjadi pada usia di bawah 40 sebesar 2 % dan 47 % pada usia di atas 60 tahun (3).

2.1.10 Terapi Awal pada PTI 2.1.10.1 Kortikosteroid Kortikosteroid diberikan dengan dosis 1-2 mg/kg/bb selama 2 minggu dan kemudian dilakukan penurunan dosis secara bertahap. Mekanieme kortikosteroid adalah menghambat kerusakan trombosit di sumsum tulang dan mengurangi jumlah autoantibodi di tubuh. Kriteria respon awal adalah dengan meningkatnya jumlah trombosit lebih dari 30.000/L, lebih dari 50.000/L setelah 10 hari terapi awal, dan berhentinya perdarahan. Respon menetap bila jumlah trombosit tetap lebih dari 50.000/L setelah 6 bulan pemantauan. Bila respon baik kortikosteroid dilanjutkan sampai 1 bulan, kemudian dilakukan penurunan dosis secara bertahap dengan mengurangi dosis sebesar 50% setiap minggunya (10).

30

Terapi menggunakan kortikosteroid cukup efektif dalam menjaga rentang trombosit dalam keadaan aman, tetapi pada beberapa pasien respon ini tidak didapatkan hingga 6-12 bulan yang berakibat menjadi purpura trombositopenia imun (PTI) kronik dan terjadi efek samping pemakaian kortikosteroid seperti moon face, buffalo hump, dan insufisiensi adrenal (10).

2.1.10.2 Imunoglobulin Intravena (IgIV) Imunoglobulin intravena (IgIV) digunakan dengan dosis 0,5-2 g/kg selama 2 sampai 5 hari. IgIV mempunyai respon lebih baik daripada kortikosteroid dengan peningkatan jumlah trombosit diatas 100 x 109/L pada 65 % pasien, dan 50 x 109/L pada 85% pasien. Mekanisme IgIV pada PTI dengan menghambat ikatan fc reseptor yang berikatan dengan trombosit. Tetapi respon pada IgIV hanya bersifat sementara dan menimbulkan banyak efek samping (9). Efek samping yang biasanya terjadi ialah trombosis, insufisiensi ginjal, sakit kepala, dan reaksi anafilatik pada orang dengan defisiensi IgA. Penggunaan IgIV tidak dapat dijadikan sebagai terapi jangka panjang, IgIV meningkatkan jumlah trombosit secara cepat dengan indikasi PTI berat dengan perdarahan (11). 2.1.10.3 Splenektomi

31

Splenektomi pada penderita purpura trombositopenia imun (PTI) digunakan sebagai terapi lini kedua yang gagal berespon dengan terapi kortikosteroid. Efek splenektomi dengan menghilangkan tempat-tempat autoantibodi yang terikat dengan trombosit dan menghilangkan produksi antibodi anti trombin. Indikasi dilakukan splenektomi adalah tidak respon terhadap terapi medis selama 4 minggu dengan jumlah trombosit kurang dari 50.000/L, terjadinya relaps setelah pemberian kortikosteroid, besarnya efek samping dari kortikosteroid dan jumlah trombosit tidak menjadi normal dalam 6-8 minggu (6). Splenektomi mempunyai efek samping cukup besar, seperti perdarahan pasca operasi dan infeksi pneumococcal. Respon pasca splenektomi disebut tidak ada respon bila gagal mempertahankan trombosit kurang dari 50.000/L dan relaps bila jumlah trombosit turun kurang dari 50.000/L. Setelah adanya beberapa terapi terbaru dengan efek samping yang lebih ringan dan tidak invasif, splenektomi tidak lagi diindikasikan sebagai terapi PTI (3).

2.1.10.4 Antibodi Monoklonal Anti-CD20 (Rituximab) Rituximab merupakan suatu antibodi monoklonal anti-CD20 yang mendeplesi CD20 sel B. CD20 merupakan sebuah molekul protein yang berfungsi sebagai inisiasi dan diferensiasi pada sel B dan berfungsi seperti kanal kalsium pada permukaan sel b (1).
32

Rituximab digunakan sebagai terapi limfoma non hodgkin, namun dapat juga diberikan pada PTI. Rituximab diberikan selama 1 minggu sekali selama 4 minggu secara intravena, dengan dosis 375 mg/m 2 atau dengan menggunakan dosis rendah 100 mg per minggu selama 4 minggu dapat menunjukan respon yang signifikan dan bertahan lama akibat dari deplesi sel B. Namun adanya pertimbangan biaya dan besarnya angka relaps menyebabkan rituximab jarang diberikan (1).

2.2 Terapi Trombopoietin (TPO) 2.2.1 Struktur Trombopoietin Trombopoietin (TPO) adalah sebuah sel sitokin yang memproduksi megakariosit, dengan reseptor Mpl, merupakan pilihan terapi terbaru pada PTI yang tidak respon dengan kortikosteroid, imunoglobulin atau dengan splenektomi. menghambat Berbeda dari mekanisme trombosit, pengobatan TPO sebelumnya yang

penghancuran

berfungsi

meningkatkan

pembentukan trombosit. Kegagalan sumsum tulang menyebabkan jumlah trombosit rendah dan tingginya kadar tromobopoietin serum pada darah, sementara pada purpura trombositopenia imun (PTI) kadar trombopoietin mendekati normal atau tidak meningkat secara signifikan. Kemungkinan terbesar terjadi akibat peningkatan eliminasi trombopoietin saat berikatan dengan trombosit yang telah terikat autoantibodi (9).

33

Trombopoietin dalam tubuh berupa protein sebesar 95 kDa mengandung 332 asam amino dan 23 persen identik dengan eritropoietin. Meskipun identik dengan eritropoietin, trombopoietin tidak berikatan dengan reseptor eritopoietin begitu juga sebaliknya. Molekul TPO mempunyai 2 area reseptor penting yang akan berikatan dengan reseptor TPO, sehingga memungkinkan satu TPO berikatan dengan dua reseptor TPO (8)

2.2.2 Fisiologi Trombopoietin TPO dalam tubuh diproduksi secara konstan dalam hati dan tidak ada bentuk penyimpanan dan dilepaskan melalui sel hepatosit ke sirkulasi darah. Di dalam sirkulasi darah TPO tidak berikatan dengan protein karier, tetapi mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor TPO pada trombosit dan jaringan sumsum tulang (megakariosit dan prekusor megakariosit). TPO dieliminasi oleh trombosit dan megakariosit melalui ikatan dengan reseptor TPO. Mekanisme ini menyebabkan kadar TPO dalam darah dipengaruhi oleh jumlah produksi trombosit. Bila jumlah produksi trombosit rendah (trombositopenia), sedikit TPO yang dieliminasi maka kadar TPO meningkat. Produksi trombosit meningkat, lebih banyak TPO dieliminasi dan kadar TPO menjadi rendah (8).

Gambar 3. Regulasi TPO terhadap jumlah trombosit

34

(4) TPO yang telah berikatan dengan TPO reseptor pada megakariosit dan prekusor megakariosit meningkatkan pertumbuhan, endomitosis, maturasi megakariosit dan mencegah proses apoptosis. Mekanisme diatas diperantarai oleh fosforilasi dari JAK2, STAT5, MAP Kinase, dan PI-3 kinase (8).

35

Gambar 4. Mekanisme pengaktifan reseptor TPO pada sumsum tulang

(8) Efek anti apoptosis dari TPO penting dalam pasien dengann purpura trombositopenia imun (PTI), karena memungkinkan untuk mencegah

penghancuran megakariosit yang diperantarai autoantibodi dan meningkatkan produksi trombosit (8).

2.2.3 Jenis Trombopoietin 2.2.3.1 Romiplostim Romiplostim adalah sebuah badan peptida yang terdiri dari 14 asam amino, dan telah identifikasi sebagai trombopoietin mimetik yang berikatan dengan trombopoietin reseptor. Romiplostim berkompetisi dengan

36

trombopoietin endogen dalam berikatan dengan TPO reseptor. Setelah romiplostim berikatan dengan TPO reseptor, romiplostim secara cepat memproduksi fosforilasi dari TPO reseptor dan mengaktifkan JAK2 dan STAT5 seperti pada TPO endogen (8) . Gambar 5. Struktur romiplostim

(8) Romiplostim mempunyai waktu paruh disirkulasi darah selama 120-160 jam dan akan dieliminasi oleh sistem retikuloendotelial. Romiplostim dapat diberikan secara intravena maupun injeksi subkutan dan tidak menyebabkan agregasi trombosit (8).

37

2.2.3.2 Eltrombopag Suatu trombopoietin mimetik yang berfungsi mengaktifkan TPO reseptor melalui mekanisme TPO-dependen lusiferase. Termasuk dalam kelas bioarylhydrazone dengan rumus kimia C25H22N4O4, eltrombopag menginduksi fosforilase dari TPO reseptor dengan mengaktifasi

JAK2,STAT5,PI-3 kinase dan MAP. Eltrombopag mempunyai waktu paruh dalam darah selama 21-32 jam dan absorbsi dari eltrombopag dipengaruhi oleh Fe, kalsium, magnesium dan zinc, dimana zat tersebut dapat mengurangi absorbsi dari eltrombopag. Eltrombopag dieliminasi dalam feses sebesar 59% dan urin 31% (8). Gambar 6. Struktur eltrombopag

38

(8). 2.2.4 Penggunaan Trombopoietin Purpura trombositopenia imun (PTI) telah diketahui sebagai penyakit yang menyebabkan penghancuran trombosit atau mengurangi jumlah produksi trombosit. Pengobatan lini terbaru dengan romiplostim atau eltrombopag diketahui dapat meningkatkan jumlah trombosit. Pemberian romiplostim secara injeksi subkutan atau intravena sebesar 0,1-10 mcg/kg. Trombosit tidak secara langsung meningkat hingga hari ke lima, peningkatan jumlah trombosit terjadi pada hari ke 12 hingga 16. Romiplostim tidak mempengaruhi jumlah sel darah putih maupun sel darah merah. Romiplostim tersedia dalam dosis 250-500mcg per ampul, untuk penderita PTI diberikan injeksi subkutaneus dengan dosis 110mcg/kg setiap minggunya (8). Eltrombopag merupakan trombopoietin mimetik oral pertama yang dapat digunakan sebagai terapi terbaru pada PTI. Sama seperti romiplostim pemberian dosis tunggal tidak menaikan jumlah produksi trombosit, jumlah trombosit meningkat pada hari 8 dan 16. Eltrombopag tersedia dalam sediaan 25 dan 50 mg, diberikan 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan dan diberikan selama 30 hari pengobatan (8). Romiplostim dan eltrombopag telah diakui oleh Food and Drug Administration (FDA) sebagai trombopoietin mimetik yang berfungsi

meningkatkan jumlah trombosit pada purpura trombositopenia imun (PTI), bila

39

dibandingkan dengan terapi PTI kronik lainnya, romiplostim dan eltrombopag mempunyai efek samping yang ringan (8). 2.2.5 Efek Samping Trombopoietin Mimetik Trombopoietin diketahui mempunyai beberapa efek samping diantaranya rebound trombositopenia, terjadi pada 10% pasien pada pengobatan romiplsotim maupun eltrombopag. Kejadian ini didefinisikan sebagai jumlah trombosit yang kembali turun setelah pengobatan selesai. Oleh karena itu kadar trombosit harus dipantau secara ketat setelah mendapatkan terapi trombopoietin untuk mengurangi insiden terjadinya trombositopenia kembali. Kelainan lainnya yaitu, fibrosis sumsum tulang yang terjadi akibat peningkatan jumlah retikulin dalam sumsum tulang. Pemeriksaan apus darah tepi menunjukan terdapatnya abnormalitas dari morfologi sel darah seperti teardrop sel atau nucleated sel darah merah dan mungkin fibrosis ini bersifat reversible. Trombosis dapat terjadi pada pasien dengan pemberian trombopoietin yang tidak sesuai indikasi pemberian. Trombopoietin hanya direkomendasikan untuk meningkatkan jumlah trombosit pada rentang 50-200 x 109/L. Efek samping terakhir yang harus dikontrol yaitu hepatotoksik terutama pada pemberian eltrombopag. Efek samping ini hilang bila terapi dihentikan (9).

40

DISKUSI Dilaporkan perempuan berumur 17tahun yang dirawat di ruang dalam RSUD Arjawinangun, di diagnosa ITP (idiopatik trombositopenia purpura) Diagnosis ITP didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik serta

pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini diagnosa ITP , ditegakkan berdasarkan: 1. Anamnesis Onsetnya kronik, sebelumnya telah ada hematom dan petekia yang terjadi pada waktu pasien SMP dan keluhan disertai tanpa demam.dan terjadinya epistaksis serta perdarahan gusi. Hal ini sesuai dengan anamnesis . Kelainan yang paling sering ditemukan ialah petekie dan kemudian ekimosis yang dapat tersebar di seluruh tubuh (5). Dari hasil anamnesis pada kasus ini, ditemukan gejala yang mendukung diagnosis ITP, yaitu: Terdapat petekie di seluruh tubuh tanpa disertai manifestasi perdarahan lain yang dirasakan lebih dari 6 bulan Pemeriksaan Fisik Gejala lainnya ialah perdarahan traktus genitourinarius menoragi pada wanita, pada mata (konjungtiva, retina) dan yang terberat namun agak jarang terjadi ialah perdarahan pada SSP (perdarahan subdural dan lain-lain). Pada pemeriksaan fisis

41

umumnya tidak banyak dijumpai kelainan kecuali adanya petekie dan ekimosis. Pada sebagian kasus terdapat splenomegali dan hepatomegali, pada kasus ini tidak ditemukan splenomegali. Tetapi adanya hepatomegali. (5). 2. Pemeriksaan Penunjang Pada ITP dapat dijumpai kelainan laboratorium berupa : Darah tepi : trombosit paling sering antara 10.000-50.000/mm.(1) Sumsum tulang: jumlah megakariosit meningkat disertai inti banyak (multinuclearity) disertai lobulasi. Imunologi: adanya antiplatelet Ig G pada permukaan trombosit atau dalam serum. Yang lebih spesifik adalah antibodi terhadap gpHb/IIIa atau gpIb (1) anemia normositik, bila lama dapat berjenis mikrositik hipokromik(7).

Pemeriksaan laboratorium yang khas pada ITP ialah trombositopenia.. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia (52.000 ribu/ul) yang mendukung diagnosis. Hasil laboratorium juga menunjukkan anemia hipokrom mikrositik menunjukan telah berlangsung lama sesuai teori. Pemeriksaan punksi sumsum tulang merupakan pemeriksaan yang penting untuk membedakan dengan penyebab trombositopenia lain, seperti Anemia Aplastik, Leukemia Limfatik Akut, dan Purpura Trombositopenik Trombotik (1). Tetapi pada pasien ini tidak dilakukan BMP dan tidak ada indikasi untuk BMP. Dilakukan test

42

ANA dan DS DNA untuk menyingkirkan diagnosis SLE, dan untuk meyakinkan diagnosis ITP dilakukan tes anti trombosit immunoglobulin G. Diagnosis banding disingkirkan berdasarkan anamnesa. Dari anamnesa pasien tidak ada demam dan gejala prodromal lain yang menyingkirkan DBD yang berdasarkan kriteria WHO 1997 harus memenuhi kriteria dibawah ini (1): Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif, petekie, ekimosis, atau purpura, perdarahan mukosa (tersering epistaksis atauperdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain, hematemesis atau melena. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ml) Terdapat minimal satu tanda-tansa plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut: peningkatan hematokrit > 20 % dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin, penurunanhematokrit > 20 % setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya, tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, ascites, hipoproteinemia, atau hiponatremia. Pada kasus, kriteria WHO hanya terpenuhi dua yaitu manifestasi perdarahan berupa trombositopenia dan demam.

43

DAFTAR PUSTAKA

1. Brah, S et all, 2011, Efficacy Of Rituximab In Immune Thrombocytopenic Purpura: A Restrospective Survey, Ann Hematol, 91:279-285. 2. Bussel, JB., 2007, Eltrombopag Fot Treatment Of Chronic Idiopathic Thrombocytopenic Purpura, N Engl J Med, 357: 2237-2247. 3. Cines DB., and Blanchette VS., Immune Thrombocytopenic Purpura, N Engl J Med. 2002, 346: 995-1008. 4. De Graaf, AC., and Metcalf D., 2011, Thrombopoietin And Hematopoietic Stem Cells, Landes Bioscience, Volume 10, issue 10, p.1582-1589. 5. Ganong, W.F, 2005, The MacGraw-Hill Companies, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22, EGC, Jakarta 6. Han, J.J et all, , Long-Term Outcomes Of A 5 Year Follow Up Of Patients With Immune Thrombocytopenic Purpura After Splenectomy, The Korean Journal Of Hematology, volume 45, number 3, 2010. p.197-204. 7. Jawa, V., et all, 2010, Assesment Of Immunogenicity Of Romiplostim In Clinical Studies With ITP Subjects, Ann Hematol, 89:S75-S85. 8. Kuter, D.J., Biology And Chemistry Of Thrombopoietic Agents, Semin Hematol, 2011,47(3): 243-248 9. McCrae, K., Immune Thrombocytopenia: No Longer Idiopathic, Cleve Clin J Med, Volume 78, 2011, p.358-373. 10. Purwanto, I., Bab 184: Purpura Trombositopenia Imun, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5, editor Sudoyo A.W dkk, 2009, p.1165-1173. Interna Publishing, Jakarta. 11. Warrier, R., and Chauhan, A., Management Of Immune Thrombocytopenic Purpura: An Update, The Ochsner Journal, 2012. 12: 221-227.

44

Anda mungkin juga menyukai