Anda di halaman 1dari 23

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Determinasi politik menurut asal katanya terdiri dari dua kata yaitu, determinasi dan politik. Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia determinasi bisa diartikan

sebagai faktor yang menentukan, sedangkan politik adalah hal-hal yang berkenaan dengan tata negara, urusan yang mencakup siasat dalam pemerintahan negara, cara bertindak dan taktik. Namun tindakan politik seringkali sering juga ditafsirkan sebagai sebuah kebijaksanaan. Istilah kebijaksanaan dalam hal ini ditransfer dari bahasa Inggris Policy yang secara umum dapat diartikan sebagai prinsip-prinsip umum yang berfungsi untuk mengarahkan pemerintah (dalam arti luas termasuk pula aparat penegak hukum) dalam mengelola, mengatur urusan- urusan publik, masalah-masalah masyarakat atau bidang-bidang penyusunan peraturan perundang-undangan dan hukum/peraturan, dengan tujuan (umum) yang pengaplikasian

mengarah pada upaya mewujudkan

kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat (warga negara).1 Kebijakan pembangunan hukum memainkan peranan penting dalam menjamin dan melindungi kehidupan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Arah dan tujuan pembangunan di bidang hukum harus terus diupayakan terfokus dan bertahap menuju arah dan tujuan bernegara sebagaimana Undang-Undang yang dicita-citakan. Demikian halnya dalam perubahan

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada dasarnya

adalah upaya untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan demokratis. dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 alenia IV, yang berbunyi: Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, .....................

Di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 tersebut tercakup pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum, cita moral yang mengenai kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian nasional, cita politik mengenai sifat, bentuk dan tujuan negara, kehidupan kemasyarakatan, keagamaan; sebagai pengejawantahan dari budi nurani manusia, telah dimurnikan dan dipadatkan menjadi dasar negara Pancasila. Dalam konsep yang dianut kaum Kelsenian berpandangan bahwa hukum adalah perintah penguasa (law as a command of lawgivers), sehingga sumber hukum satu-satunya adalah undang-undang. Aliran filsafat hukum yang disebut Positivisme Hukum ini menolak identifikasi antara hukum dan moral, sehingga tujuan hukum hanya satu, yakni kepastian hukum. Soetandyo melihat jelas bahwa Pemerintahan Orde Baru sangat setia menjalankan kebijaksanaan demikian. Pada paragraf penutup bukunya, ia menyatakan: Dalam konstelasi dan konstruksi seperti itu, bolehlah secara bebas dikatakan di sini bahwa hukum di Indonesia dalam perkembangannya di akhir abad ke-20 ini benar-benar secara sempurna menjadi governmen social control dan berfungsi sebagai tool of social engineering. Walhasil, hukum perundang-undangan sepanjang sejarah perkembangan pemerintahan Orde Baru telah menjadi kekuatan kontrol di tangan pemerintah yang terlegitimasi (secara formal-yuridis), dan tidak selamanya merefleksikan konsep keadilan, asas-asas moral, dan wawasan kearifan yang sebenarnya, sebagaimana yang sesungguhnya hidup di dalam kesadaran hukum masyarakat awam.

Sebagaimana falsafahnya bahwa hukum haruslah mampu dan berani membawa prinsip adil bagi mereka yang lemah. Namun pada kenyataannya, hukum mengalami simplifikasi tafsir sebagai bentuk atau wujudnya yang positif, sehingga adil dalam pandangan ini adalah yang sesuai dengan hukum atau apa yang dinyatakan dalam undang-undang. Bila adil

disamakan dengan yang legal ini terjadi, maka celakanya, sumber keadilan adalah didasarkan pada kehendak pembuat hukum (legislator) belaka. Berbeda dengan civil law sistem, common law sistem lebih menitikberatkan kekuasaan bukan pada law creation atau legislator, tetapi pada law

application atau peran hakim. Ini berarti, ada dua mainstream besar kekuasaan dalam hukum, yakni: kekuasan pembuat kebijaksanaan (legislator) dan kekuasan peradilan (hakim). Yang unik, dan masih banyak terjadi hingga hari ini, dalam kajian-kajian ilmu hukum di Indonesia meskipun hidup berdampingan lama dengan civil law sistem, ternyata lebih banyak berkonsentrasi pada yang

kekuasaan peradilan (hakim) dibandingkan

mengkaji lebih dalam kekuasaan para pembuat kebijaksanaan (legislator). Sehingga dimensi yang lebih banyak ada bisa dipahami sebagai representasi didominasi oleh pandangan positivisme hukum, dan

menganggap hukum sebagaimana adanya. Hukum tidak bisa ditegakkan bilamana eksklusivitas kekuasaan sudah menempatkan dirinya pada posisi mapan. Bila hukum-hukum yang sudah tidak adil itu dipraktekkan, justru sekedar kian melahirkan ketimpangan, ketidakteraturan, legitimasi

kekerasan dan kekuasaan belaka.

Buruh merupakan kelompok pekerja dalam suatu bidang usaha merupakan mitra yang penting bagi pengusaha didalam menjalankan roda kegiatan ekonomi. Disatu pihak pengusaha memiliki modal dan

membutuhkan buruh untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan tertentu untuk kepentingan pengusaha, dan dilain pihak buruh membutuhkan pekerjaan dan memberikan kontribusi tenaga dan pikirannya untuk

melaksanakan pekerjaan yang dibebankan pengusaha kepadanya dengan menerima sejumlah imbalan yang ditentukan. Namun seringkali terjadi pelanggaran hak-hak buruh yang dilakukan oleh pengusaha, yang mana pelanggaran tersebut misalnya pembayaran upah yang dibawah standar peraturan pemerintah atau pembayaran lembur yang dibawah ketentuan pemerintah dan lain-lain.19 Pembaharuan ketenagakerjaan pemerintah peraturan-peraturan pemerintah mengenai

dari waktu ke waktu merupakan wujud komitmen terus menyempurnakan memenuhi aturan-aturan normatif dunia

untuk

ketenagakerjaan

untuk dapat

rasa keadilan

bagi

ketenagakerjaan yang didalamnya terdapat pihak pengusaha dan buruh (pekerja). Ketentuan-ketentuan ketenagakerjaan yang dikeluarkan di

pemerintah bertujuan untuk mengatur kehidupan ketenagakerjaan

Indonesia, akan tetapi pemerintah pula sering mengeluarkan kebijaksanaan aturan normatif yang tidak jelas dan tidak mengatur secara mendetil aturanaturan tersebut sehingga menimbulkan banyak makna penafsiran oleh pihak pengusaha, hal ini tentu akan banyak menimbulkan konflik antara pengusaha dan tenaga kerja.

Kondisi demikian tersebut seringkali mendorong pengusaha untuk lebih jauh dalam meminimalkan komponen tenaga kerja agar biaya

produksi dapat lebih rendah. Modusnya dapat bermacam-macam, namun seringkali yang dilakukan pengusaha yaitu dengan cara melakukan pengsiasatan hukum agar seolah-olah mereka tidak melakukan pelanggaran hukum, seperti misalnya dengan menerapkan kebijaksanaan buruh kontrak selama 3 tahun lalu setelah selesai dengan masa kontraknya maka dengan sendirinya akan terjadi pemutusan hubungan kerja dengan para tenaga kerja, setelah itu mereka dipersilahkan untuk membuat kontrak baru lagi yang seolah-olah mereka adalah pelamar baru yang belum pernah melakukan hubungan kerja dengan perusahaan sebelumnya, dan jika mereka tidak menginginkan kebijaksanaan tersebut maka para buruh dapat pergi dari perusahaan dan perusahaan dapat mencari tenaga kerja baru yang menyetujui kebijaksanaan tersebut. Dan seringkali kebijaksanaan tersebut terus berulang-ulang sedangkan pihak buruh sendiri tak mampu berbuat banyak karena terbentur dengan faktor langkanya pekerjaan membuat mereka tetap bertahan dan tidak berani menuntut, meskipun sebenarnya hakhak mereka dilanggar oleh pengusaha. Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa; Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Menurut pasal ini ada dua hal penting dan mendasar yang merupakan hak setiap warga negara Indonesia yaitu hak memperoleh pekerjaan dan hak untuk memperoleh penghidupan yang layak.

B. Pembatasan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dalam hal ini untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai objek yang menjadi fokus penelitian dalam penulisan hukum ini dan untuk menghindari terjadinya pengaburan dan perluasan masalah sebagai akibat luasnya ruang lingkup tentang objek yang akan dikaji dan supaya penelitian ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari pokok permasalahan serta tujuan yang hendak dicapai, maka penulis melakukan pembatasan: 1. Penelitian ini meninjau mengenai determinasi politik dalam pembuatan kebijakan pemerintah dalam bidang perburuhan. Adapun yang menjadi pertimbangan penulis bahwa dalam undang-undang ketenagakerjaan itu merupakan sebuah kebijaksanaan pemerintah yang banyak mengandung celah hukum sehingga dapat terjadi pensiasatan hukum oleh pihak pengusaha, selain itu juga kebijakan pemerintah dalam bidang perburuhan ini lebih banyak cenderung kepada sebuah pembentukan undang-undang yang berbau politis dan ditumpangi kepentingan pihak-pihak lain demi kepentingan mereka sendiri sehingga mengesampingkan hak-hak yang seharusnya bukanlah diperoleh buruh. Namun yang menjadi fokus penelitian

perihalpensiasatan hukum oleh

pengusaha melainkan

kebijaksanaan pemerintah yang diambil dalam proses penyusunan aturan perundangan tersebut yang seringkali mengabaikan hak dan kesejahteraan buruh demi mendatangkan investor dan membuka lapangan kerja di Indonesia. 2. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai kebijaksanaan pemerintah dalam pembuatan peraturan mengenai perburuhan serta dampak dari kebijaksanaan dalam pembuatan produk hukum itu terhadap kesejahteraan buruh yang terkait dengan hak-hak yang seharusnya diterima buruh.

C. Perumusan Masalah Agar permasalahan yang akan diteliti dapat dipecahkan, maka penulis bertitik tolak dari pembatasan masalah di atas perlu disusun dan dirumuskan suatu permasalahan yang jelas dan sistematis serta sebagai pedoman agar pembahasannya tidak menyimpang dari pokok permasalahannya. Adapun perumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaruh politik (kebijaksanaan pemerintah) dalam

pembentukan peraturan perundang-undangan mengenai perburuhan di Indonesia? 2. Apa dampak yang ditimbulkan dari kebijaksanaan pemerintah tersebut terhadap kesejahteraan seharusnya diterima? D. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah serta perumusan tersebut di atas, maka penulis ini mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan pengaruh kebijaksanaan buruh yang terkait dengan hak-hak yang

formulasi yang dilakukan oleh pemerintah dalam pembentukan peraturan perundangan mengenai hukum perburuhan di Indonesia. 2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan dampak yang ditimbulkan dari kebijaksanaan pemerintah tersebut terhadap kesejahteraan buruh yang terkait dengan hak-hak yang seharusnya diterima buruh di Indonesia 3. Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. E. Manfaat Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian yang hendak penulis lakukan adalah sebagai berikut : 1. Manfaat teoriti

a.

Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang didapat dalam bangku perkuliahan dan membandingkannya dengan praktek di lapangan.

b. Sebagai wahana untuk mengembangkan wacana dan pemikiran bagi peneliti. c. Untuk mengetahui pengaruh kebijaksanaan pemerintah dalam

pembentukan aturan perundang-undangan. d. Untuk mengetahui secara mendalam mengenai perlindungan yang diberikan peraturan perundang-undangan kepada buruh di Indonesia. e. Menambah literatur atau bahan-bahan informasi ilmiah yang dapat digunakan untuk melakukan kajian dan penelitian selanjutnya. 2. Manfaat praktis a. Memberikan sumbangan pemikiran dibidang hukum pada umumnya dan pada khususnya tentang perlindungan terhadap buruh serta kebijaksanaan pemerintah dalam membuat hukum di Indonesia. b. Untuk memberikan masukan dan informasi bagi masyarakat luas tentang perlindungan terhadap buruh. c. Hasil penelitian ini sebagai bahan ilmu pengetahuan dan wawasan bagi penulis, khususnya dalam bidang hukum ketatanegaraan. F. Kerangka Teori Hukum dan politik merupakan bagian dari kehidupan sosial, keberadaan keduanya sangatlah erat seolah seperti dua sisi mata uang yang takkan mungkin terpisahkan. Karena itu Curzon menyatakan bahwa:

the close connections between law and politics, between legal principles and the institutions of the law, between political ideologies and government institutions are obvious.. Curzon dalam pandangan tersebut menyatakan bahwa hukum dan politik mempunyai kedekatan yang sangat prinsip dan nyata serta hukum tidak dapat dipisahkan dari pengaruh politik. Politik hukum adalah legal policy yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah Indonesia yang meliputi: pertama, pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaharuan

terhadap materi-materi hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan; kedua, pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada termasuk penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum. Meskipun dari sudut "das sollen" ada pandangan bahwa politik harus tunduk pada ketentuan hukum, namun dari sudut "das sein" bahwa hukumlah yang dalam kenyataannya ditentukan oleh konfigurasi politik yang melahirkannya. Pada era Soekarno, politik adalah panglima, kemudian jargon ini digantikan dengan ekonomi dan pembangunan adalah panglima pada jaman Soeharto. Pembangunanisme (developmentalism) telah menjadikan rakyat

sebagai obyek. Semua perbuatan negara selalu mengatasnamakan rakyat. Dan yang lebih memprihatinkan, hukum telah dijadikan alat dari negara untuk membenarkan setiap tindakan dari penguasa.

BAB II Pengaruh Politik Dalam Pembentukan Hukum di Indonesia

A. Peranan Struktur dan Infrastruktur Politik Menurut Daniel S. Lev, yang paling menentukan dalam proses hukum adalah konsepsi dan struktur kekuasaan politik. Yaitu bahwa hukum sedikit banyak selalu merupakan alat politik, dan bahwa tempat hukum dalam negara, tergangtung pada keseimbangan politik, defenisi kekuasaan, evolusi idiologi politik, ekonomi, sosial, dan seterusnya (Daniel S. Lev, 1990 : xii). Walaupun kemudian proses hukum yang dimaksud tersebut di atas tidak diidentikan dengan maksud pembentukan hukum, namun dalam prateknya seringkali proses dan dinamika pembentukan hukum mengalami hal yang sama, yakni konsepsi dan struktur kekuasaan politiklah yang berlaku di tengah masyarakat yang sangat menentukan terbentuknya suatu produk hukum. Maka untuk memahami hubungan antara politik dan hukum di negara mana pun, perlu dipelajari latar belakang kebudayaan, ekonomi, kekuatan politik di dalam masyarakat, keadaan lembaga negara, dan struktur sosialnya, selain institusi hukumnya sendiri. Pengertian hukum yang memadai seharusnya tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan azas-azas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tetapi harus pula mencakup lembaga (institutions) dan proses (process) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum dalam kenyataan (Lihat Mieke Komar at. al, 2002 : 91). Dari kenyataan ini disadari, adanya suatu ruang yang absah bagi masuknya suatu proses politik melalui wadah institusi politik untuk terbentuknya suatu produk hukum. Sehubungan dengan itu, ada dua kata kunci yang akan diteliti lebih jauh tentang pengaruh kekuasaan dalam hukum yakni mencakup kata process dan katainstitutions, dalam mewujudkan suatu peraturan perundang-undangan sebagai produk politik. Pengaruh itu akan semakin nampak pada produk peraturan perundang-undang oleh suatu institusi politik yang sangat dpengarhi oleh kekuatakekuatan politik yang besar dalam institusi politik. Sehubungan dengan masalah ini, Miriam Budiarjo berpendapat bahwa kekuasaan politik diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum (pemerintah) baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya, sesuai dengan pemegang kekuasaan (M.Kusnadi, SH., 2000 : 118). Dalam proses pembentukan peraturan hukum oleh institusi politik peranan kekuatan politik yang duduk dalam institusi politik itu adalah sangat menentukan. Institusi politik secara resmi diberikan otoritas untuk membentuk hukum hanyalah sebuah institusi yang vacum tanpa diisi oleh mereka diberikan kewenangan untuk itu. karena itu institusi politik hanya alat belaka dari kelompok pemegang kekuasaan politik. Kekuatan- kekuatan politik dapat dilihat dari dua sisi yakni sisi kekuasaan yang dimiliki oleh kekuatan politik formal (institusi politik) dalam hal ini yang tercermin dalam struktur kekuasaan lembaga negara, seperti Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat dan lembaga-lembaga negara lainnya dan sisi kekuatan politik

dari infrastruktur politik adalah seperti: partai politik, tokoh-tokoh masyarakat, organisasi kemasyarakatan, Lembaga Swadaya Masyarakat, organisasi profesi dan lain-lain. Dengan demikian dapatlah disimpilkan bahwa pembentukan produk hukum adalah lahir dari pengaruh kekuatan politik melalui proses politik dalam institusi negara yang diberikan otoritas untuk itu. Seperti telah diuraikan dalam bagian terdahulu bahwa teori-teori hukum yang berpengaruh kuat terhadap konsep-konsep dan implementasi kehidupan hukum di Indonesia adalah teori hukum positivisme. Pengaruh teori ini dapat dilihat dari dominannya konsep kodifikasi hukum dalam berbagai jenis hukum yang berlaku di Indonesia bahkan telah merambat ke sistem hukum internasional dan tradisional (Lili Rasjidi, SH., 2003 : 181). Demikian pula dalam praktek hukum pun di tengah masyarakat, pengaruh aliran poisitvis adalah sangat dominan. Apa yang disebut hukum selalu dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan, di luar itu, dianggap bukan hukum dan tidak dapat dipergunakan sebagai dasar hukum. Nilai-nilai dan norma di luar undang-undang hanya dapat diakui apabila dimungkinkan oleh undang-undang dan hanya untuk mengisi kekosongan peraturan perundang-undang yang tidak atau belum mengatur masalah tersebut. Pengaruh kekuatan-kekuatan politik dalam membentuk hukum dibatasi ruang geraknya dengan berlakunya sistem konstitusional berdasarkan checks and balances, seperti yang dianut Undang-Undang dasar 1945 (UUD 1945) setelah perubahan. Jika diteliti lebih dalam materi perubahan UUD 1945 mengenai penyelenggaraan kekuasaan negara adalah mempertegas kekuasaan dan wewenang masing-masing lembaga-lembaga negara, mempertegas batas-batas kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya berdasarkan fungsi-fungsi penyelenggaraan negara bagi setiap lembaga negara. Sistem yang demikian disebut sistem checks and balances, yaitu pembatasan kekuasaan setiap lembaga negara oleh undang-undang dasar, tidak ada yang tertinggi dan tidak ada yang rendah, semuanya sama di atur berdasarkan fungsi-fungsi masing-masing. Dengan sistem yang demikian, memberikan kesempatan kepada setiap warga negara yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya oleh produk politik dari instutusi politik pembentuk hukum untuk mengajukan gugatan terhadap institusi negara tersebut. Dalam hal pelanggaran tersebut dilakukan melalui pembentukan undang-undang maka dapat diajukan keberatan kepada Mahkmah Konstitusi dan dalam hal segala produk hukum dari institusi politik lainnya dibawah undang-undang diajukan kepada Mahkamah Agung.

B. Pengaruh Kelompok Kepentingan dalam Pembentukan Hukum Di luar kekuatan-kekuatan politik yang duduk dalam institusi-instusi politik, terdapat kekuatan-kekuatan lainnya yang memberikan kontribusi dan mempengaruhi produk hukum yang dilahirkan oleh institusi-institusi politik. Kekuatan tersebut berbagai kelompok kepentingan yang dijamin dan diakui keberadaan dan perannya menurut ketentuan hukum sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, seperti kalangan pengusaha, tokoh ilmuan, kelompok organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, tokoh agama, lembaga swadaya masyarakat dan lain-lain. Bahkan UU. R.I. No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Per-Undang-Undangan, dalam Bab. X menegaskan adanya partisipasi masyarakat yaitu yang diatur dalam Pasal 53 : Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Undang Undang dan Rancangan Peraturan Daerah. Kenyataan di atas menunjukan bahwa pengarh masyarakat dalam mempengaruhi pembentukan hukum, mendapat tempat dan apresiasi yang begitu luas. Apalagi sejak tuntutan masyarakat dalam mendesakkan reformasi disegala bidang berhasil dimenangkan, dengan ditandai jatuhnya orde baru di bawah kepemimpinan Suharto yang otoriter, maka era reformasi telah membawa perubahan besar di segala bidang ditandai dengan lahirnya sejumlah undang-undang yang memberi apresiasi yang begitu besar dan luas. Dalam kasus ini, mengingatkan kita kepada apa yang diutarakan oleh pakar filsafat publik Walter Lippmann, bahwa opini massa telah memperlihatkan diri sebagai seorang master pembuat keputusan yang berbahaya ketika apa yang dipertaruhkan adalah soal hidup mati (Walter Lippmann, 1999 : 21). Kenyataan yang perlu disadari, bahwa intensnya pengaruh tuntutan masyarakat terhadap pembentukan hukum dan lahirnya keputusan-keputusan hukum dapat terjadi jika tuntutan rasa keadilan dan ketertiban masyarakat tidak terpenuhi atau terganggu Karena rasa ketidakadilan dan terganggunya ketertiban umum akan memicu efek opini yang bergulir seperti bola salju yang semakin besar dan membahayakan jika tidak mendapat salurannya melalui suatu kebijakan produk hukum atau keputusan yang memadai untuk memenuhi tuntutan masyarakat tersebut. Satu catatan penting yang perlu dikemukakan disini untuk menjadi perhatian para lawmaker adalah apa yang menjadi keprihatinan Walter Lippmann, yaitu :Kalu opini umum sampai mendomonasi pemerintah, maka disanalah terdapat suatu penyelewengan yang mematikan, penyelewengan ini menimbulkan kelemahan, yang hampir menyerupai kelumpuhan, dan bukan kemampuan untuk memerintah (Ibid, : 15). Karena itu perlu menjadi catatan bagi para pembentuk hukum adalah penting memperhatikan suara dari kelompok masyarakat yang mayoritas yang tidak punya akses untuk mempengaruhi opini publik, tidak punya akses untuk mempengaruhi kebijakan politik. Disnilah peranan para wakil rakyat yang terpilih melalui mekanisme demokrasi yang ada dalam struktur maupun infrastruktur politik untuk menjaga kepentingan mayoritas rakyat, dan memahami betul norma-norma, kaidah-kaidah, kepentingan dan kebutuhan rakyat agar nilai-nilai itu menjadi hukum positif.

C. Sistem Politik Indonesia Untuk memahami lebih jauh tentang mekanisme pembentukan hukum di Indonesia, perlu dipahami sistem politik yang dianut. Sistem politik mencerminkan bagaimana kekuasaan negara dijalankan oleh lembaga-lembaga negara dan bagaimana meknaisme pengisian jabatan dalam lembaga-lembaga negara itu dilakukan. Inilah dua hal penting dalam mengenai sistem politik yang terkait dengan pembentukan hukum. Beberapa prinsip penting dalam sistem politik Indonesia yang terkait dengan uraian ini adalah sistem yang berdasarkan prinsip negara hukum, prinsip konstitusional serta prinsip demokrasi. Ketiga prinsip ini saling terkait dan saling mendukung, kehilangan salah satu prinsip saja akan mengakibatkan pincangnya sistem politik ideal yang dianut. Prinsip negara hukum mengandung tiga unsur utama, yaitu pemisahan kekuasaan -check and balances - prinsip due process of law, jaminan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan jaminan serta perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Prinsip konstitusional mengharuskan setiap lembaga-lembaga negara pelaksana kekuasaan negara bergerak hanya dalam koridor yang diatur konstitusi dan berdasarkan amanat yang diberikan konstitusi. Dengan prinsip demokrasi partisipasi publik/rakyat berjalan dengan baik dalam segala bidang, baik pada proses pengisian jabatan-jabatan dalam struktur politik, maupun dalam proses penentuan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh berbagai struktur politik itu. Karena itu demokrasi juga membutuhkan transparansi (keterbukaan informasi), jaminan kebebasan dan hakhak sipil, saling menghormati dan menghargai serta ketaatan atas aturan dan mekanisme yang disepakati bersama. Dengan sistem politik yang demikianlah berbagai produk politik yang berupa kebijakan politik dan peraturan perundang-undangan dilahirkan. Dalam kerangka paradigmatik yang demikianlah produk politik sebagai sumber hukum sekaligus sebagai sumber kekuatan mengikatnya hukum diharapkan sebagaimana yang dianut aliran positivis mengakomodir segala kepentingan dari berbagai lapirsan masyarakat, nilai-nilai moral dan etik yang diterima umum oleh masyarakat. Sehingga apa yang dimaksud dengan hukum adalah apa yang ada dalam perundangundangan yang telah disahkan oleh institusi negara yang memiliki otoritas untuk itu. Nilai-nilai moral dan etik dianggap telah termuat dalam perundang-undangan itu karena telah melalui proses partisipasi rakyat dan pemahaman atas suara rakyat. Dalam hal produk itu dianggap melanggar norma-norma dan nilai-nilai yang mendasar yang dihirmati oleh masyarakat dan merugikan hakhak rakyat yang dijamin konstitusi, maka rakyat dapat menggugat negara (institusi) tersebut untuk mebatalkan peraturan yang telah dikeluarkannya dan dinyatakan tidak berlaku. Dengan demikian nilai moral dan etik, kepentingan-kentingan rakyat yang ada dalam kenyataan-kenyataan sosial tetap menjadi hukum yang dicita-citakan yang akan selalui mengontrol dan melahirkan hukum positif yang baru melalui proses perubahan, koreksi dan pembentukan perundangan-undangan yang baru.

D. Ruang Lingkup dan Manfaat Ilmu Politik Hukum

Ruang lingkup atau wilayah kajian (domain) disiplin politik hukum meliputi aspek lembaga kenegaraan pembuat politik hukum, letak politik hukum dan faktor (internal dan eksternal) yang mempengaruhi pembentukan politik hukum suatu negara. Politik hukum menganut prinsip double movement yaitu selain sebagai kerangka pikir merumuskan kebijakan dalam bidang hukum (legal policy) oleh lembaga-lembaga negara yang berwenang ia juga dipakai untuk mengkritisi produk-produk hukum yang telah diundangkan berdasarkan legal policy tersebut. Secara rinci ruang lingkup politik hukum adalah: a. Proses penggalian nilai-nilai dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat oleh penyelenggarakan negara yang berwenang merumuskan politik hukum. b. Proses perdebatan dan perumusan nilai-nilai dan aspirasi tersebut ke dalam bentuk sebuah rancangan peraturan perundang-undangan oleh penyelenggara negara yang berwenang merumuskan politik hukum. c. Penyelenggaraan negara yang berwenang merumuskan dan menetapkan politik hukum. d. Peraturan perundang-undangan yang memuat politik hukum. e. Faktor-faktor yang mempengaruhi dan menentukan suatu politik hukum baik yang akan, sedang dan telah ditetapkan. f. Pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang merupakan implementasi dari politik hukum suatu negara.

Dalam hal ini, Politik Hukum Indonesia secara umum bermanfaat untuk mengetahui bagaimana proses-proses yang tercakup dalam enam wilayah kajian yang bersifat integral itu dapat menghasilkan sebuah legal policy yang sesuai dengan kebutuhan dan rasa keadilan masyarakat.

BAB III KESIMPULAN

1. Memahami hukum Indonesia harus dilihat dari akar falsafah pemikiran yang dominan dalam kenyataanya tentang pengertian apa yang dipahami sebagai hukum serta apa yang diyakini sebagai sumber kekuatan berlakunya hukum. Dari uraian pada bagian terdahulu, tidak diragukan lagi bahwa apa yang dipahami sebagai hukum dan sumber kekuatan berlakunya hukum sangat dipengaruhi oleh aliran positivisme dalam ilmu hukum yang memandang hukum itu terbatas pada apa yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan atau yang dimungkinkan berlakunya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, bahkan aliran ini akan terus mengokohkan dirinya dalam perkembagan sistem hukum Indonesia ke depan. Adapun nilai-nilai moral dan etika serta kepentingan rakyat dalam kenyataan-kenyataan sosial di masyarakat hanya sebagai pendorong untuk terbentuknya hukum yang baru melalui perubahan, koreksi serta pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru. 2. Kenyataan ini menunjukkan bahwa hukum adat dengan bentuknya yang pada umumnya tidak tertulis, yang sifatnya religio magis, komun, kontan dan konkrit (visual), sebagai hukum asli Indonesia semakin tergeser digantikan oleh paham positivis. Menurut Penulis, berbagai masalah kekecewaan pada penegakan hukum serta kekecewaan pada aturan hukum sebagian besarnya diakibatkan oleh situasi bergesernya pemahaman terhadap hukum tersebut serta proses pembentukan hukum dan putusan-putusan hukum yang tidak demokratis. .

Anda mungkin juga menyukai