Anda di halaman 1dari 3

Bertakwa dan Berkata Benar

Sunday, 18 September 2011 10:08 Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalanamalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar (TQS al-Ahzab [33]: 70-71). Lidah tak bertulang. Ungkapan ini biasa digunakan untuk menggambarkan betapa mudahnya orang untuk berbicara. Padahal, meskipun terasa ringan, setiap kata yang keluar darinya, mendatangkan konsekuensi. Bahkan konsekuensinya kadang tidak ringan. Maka lidah bagaikan pisau bermata dua. Bisa menjadi senjata yang menyelamatkan pemiliknya atau berbalik menikam pemiliknya. Inilah yang banyak tidak disadari orang. Agar tidak salah mengeluarkan perkataan, ayat ini penting untuk dijadikan sebagai panduan.

Perintah Bertakwa dan Berkata Benar


Allah SWT berfirman: Y ayyuh al-ladzna man [i]ttaql-Lh (hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah). Seruan ayat ini ditujukan kepada orang-orang Mukmin. Mereka diperintahkan [i]ttaqlLh (bertakwa kepada Allah). Secara bahasa, al-taqw berarti menjadikan diri dalam perlindungan dari segala yang menakutkan. Oleh karena itu, al-taqw terkadang bermakna al-khawf, seperti dalam firman-Nya:Wa [i]ttaq alnr al-lat u'iddat li al-kfirn (dan peliharalah dirimu dari api neraka yang disediakan untuk orang-orang yang kafir, (TQS Ali Imran [3]: 131). Secara syar'i, al-taqw didefinisikan sebagai penjagaan diri dari perbuatan dosa. Hal itu dilakukan dengan melaksanakan kewajiban dan meninggalkan larangan. Di samping itu, menurut al-Raghib al-Asfahani, juga disempurnakan dengan meninggalkan sebagian perkara mubah. Dalam Alquran, perintah untuk bertakwa amat banyak. Selain ayat ini, juga dalam QS al-Baqarah [2]: 98, 196, 278, Ali Imran [2]: 130, al-Nisa [4]: 9, dan lain-lain. Bahkan dalam awal surat ini, perintah untuk bertakwa juga ditujukan kepada Rasulullah SAW dengan firman-Nya: Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik (TQS al-Ahzab [33]: 1). Kemudian diiringi dengan diperintahkan: wa ql qawl[an] sadd[an] (dan katakanlah perkataan yang benar). Kata al-sadd merupakan bentuk shifah musyabbahah dari kata al-sadd. Dalam Mukhtr al-Shihhah dijelaskan bahwa al-sadd berarti al-shawb wa al-qashd min al-qawl wa al-'amal (ucapan dan perbuatan yang benar dan lurus). Al-Raghib mengatakan, pengertian al-sadd adalah istiqmah. Sedangkan menurut al-Syaukani, kata alsadd diambil dari kata tasdd al-sahm (membetulkan anak panah) agar tepat sasarannya. Dalam konteks ayat ini, sadd[an] bisa berarti shawb[an] (benar) sebagaimana dijelaskan Ibnu 'Abbas. Menurut Qatadah bermakna 'adl[an] (adil). Tak jauh berbeda, al-Hasan menafsirkannya sebagai shidq[an](jujur). Ada pula yang memaknainya mustaqm[an] (lurus). Sedangkan menurut 'Ikrimah, sadd[an] dalam ayat ini bermakna ucapan l ilha illl-Lh. Dengan demikian, perkataan yang diperintahkan keluar dari orang Mukmin adalah qawl[an] sadd[an]. Yakni, perkataan yang benar, adil, jujur, dan lurus. Tentu saja, kriteria, batasan, dan koridornya didasarkan pada Islam. Perintah bertakwa yang disebutkan sebelumnya jelas menunjukkan kesimpulan tersebut. Sebagaimana dijelaskan al-Syaukani, takwa yang diperintahkan itu meliputi seluruh urusan. Itu artinya, ketaatan kepada perintah dan larangan-Nya mencakup semua hal, dalam perbuatan maupun ucapan. Oleh karena itu, frase ql qawl[an] sadd[an] di sini berkedudukan sebagai 'athf al-khsh 'al al-'mm(menambahkan yang

khusus kepada yang umum). Penyebutan secara khusus tersebut menunjukkan pentingnya berkata benar bagi kaum Mukmin. Menurut zhahir-nya ayat ini, perintah berkata benar tersebut berlaku umum untuk semua perkara. Tidak hanya dikhususkan untuk satu jenis perkara. Oleh karena itu, sebagaimana dijelaskan al-Sa'di, membaca (Quran), dzikir, amar ma'ruf, nahi munkar, belajar dan mengajarkan ilmu, dll termasuk dalam cakupan qawl[an] sadd[an]. Demikian juga berdakwah, mendamaikan perselisihan antar Mukmin, dan lain-lain. Dengan demikian, berkata benar, jujur, adil, dan lurus merupakan karakter setiap Mukmin. Sikap tersebut diambil bukan didasarkan pada nilai manfaat yang akan diperoleh, namun didasarkan kepada ketakwaan. Sehingga, apa pun hasilnya, sikap itu harus dilakukan secara konsisten. Rasulullah SAW bersabda: Katakanlah kebenaran walaupun pahit (HR al-Baihaqi dari Anas). Selain sebagai perintah berkata benar, ayat ini juga bisa dipahami sebagai larangan berlaku sebaliknya. Sebagaimana perkataan benar dapat mengantarkan pelakunya ke surga, perkataan batil juga bisa menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka. Sebut saja misalnya syahdat al-szr (kesaksian palsu) yang terkategori sebagai dosa besar. Demikian juga dosa besar lainnya, seperti kemusyrikan, menghalangi manusia dari jalan Allah, durhaka kepada orang tua dll, bisa dilakukan oleh lisan. Dari Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang penyebab terbesar yang membawa masuk surga. Beliau menjawab, Taqwa kepada Allah dan akhlak yang baik. Dan ditanya penyebab terbesar yang membawa manusia masuk neraka, maka beliau menjawab, Dua rongga badan yaitu mulut dan kemaluan. (HR al-Tirmidzi).

Diperbaiki Amalnya dan Diampuni Dosa-dosanya


Terhadap orang yang menjalankan perkara yang diperintahkan tersebut dijanjikan mendapatkan dua perkara.Pertama: yushlih lakum a'mlakum (niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu). Ishlh ala'mlbisa berarti taufik dan kemudahan yang diberikan Allah SWT terhadap mereka dalam mengerjakan amal shalih. Ibnu Jarir al-Thabari adalah di antara mufassir menafsirkan demikian. Pengertian ini juga sejalan dengan QS al-Lail [92]: 5-6. Bisa pula berarti memperbaikinya dengan menerima dan memberikan pahala kepada mereka. Demikian al-Nasafi dan al-Baidhawi dalam tafsir mereka. Kedua: wa yaghfir lakum dzunbakum (dan mengampuni bagimu dosa-dosamu). Artinya, dosa-dosa dimaafkan, kesalahan-kesalahan mereka ditutup, mereka tidak ditimpakan azab. Hal ini juga ditegaskan dalam TQS alThalaq [65]: 5. Dua balasan kebaikan itu tentu merupakan seuatu yang menjadi kebutuhan setiap manusia. Kemudian ditegaskan lagi: wa man yuthi'il-Lh wa raslahu (dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya). Jika dilihat pengertiannya, frase ini memberikan penegasan terhadap perkara yang telah disebutkan sebelumnya. Sebab, ketaatan terhadap Allah SWT dan rasul-Nya merupakan aplikasi riil bertakwa kepada-Nya. Mereka diberitakan: faqad fza fawz[an] azhm[an] (maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar). Menurut Ibnu Manzhur, kata al-fawz berarti al-naj` wa al-zhafar bi al-umniyah wa al-khayr(selamat dan berhasil meraih sesuatu yang diharapkan dan kebaikan). Dijelaskan al-Jazairi, kemenangan besar yang dimaksud adalah teraihnya tujuan yang diharapkan. Yakni, selamat dari neraka dan berhasil masuk surga. Tak jauh berbeda, al-Baidhawi mengatakan, di dunia terpuji dan di akhirat berbahagia. Dalam Alquran, banyak ayat yang menyebut balasan surga dengan berbagai kenikmatan di dalamnya sebagai al-fawz al-'azhm. Di antaranya adalah QS al-Nisa' [4]: 13, al-Maidah [5]: 119, al-Taubah [9]: 72, 89, 100, dll. Juga disebut sebagai al-fawz al-kabr (lihat al-Buruj [85]: 11). Inilah kunci sukses bagi setiap manusia yang selamat dan bahagia di dunia dan akhirat: taat terhadap seluruh ketentuan syariah-Nya. Terutama menjaga lisannya agar senantiasa berkata benar! Wal-Lh a'lam bi alshawb.[]

Ikhtisar:
1.Kaum Mukmin diperintahkan bertak- wa dan berkata benar. 2.Balasan yang dijanjikan kepada mereka yang mengerjakan perintah tersebut: diperbaiki amalnya dan diampuni dosa-dosanya.

3.Orang yang menaati Allah SWT dan rasul-Nya niscaya memperoleh kemenangan besar.

Anda mungkin juga menyukai