Anda di halaman 1dari 6

9 PERDA MIRAS BERMASALAH MENURUT KEMENDAGRI

Setelah melakukan klarifikasi Kementerian menemukan ada materi Perda yang bertentangan.
Menurutnya, makna klarifikasi adalah mengingatkan kembali kepada Pemerintah Daerah bahwa ada hal-hal yang berpotensi bertentangan dengan kepentingan umum, dan atau peraturan perundangan yang lebih tinggi. "Kami mengingatkan kembali kepada Pemerintah Daerah untuk sementara waktu menghentikan pelaksanaan 9 Perda ini, sepanjang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan," kata pria yang akrab disapa Dony ini. Dony melanjutkan, setelah melakukan klarifikasi awal Kementerian menemukan ada materi Perda yang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Kemendagri berharap 9 Pemerintah Daerah itu segera melakukan penyesuaian dan merumuskannya kembali peraturan yang telah dikeluarkan. REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, menapik bahwa Kementerian Dalam Negeri ingin mencabut perda miras. Pihaknya hanya ingin mengevaluasi perda miras karena perda tersebut tidak memiliki dasar hukum.

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MINUMAN BERALKOHOL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa pengendalian produksi, pengedaran dan penjualan atau penyajian minuman beralkohol khususnya minuman keras, sangat penting artinya dalam rangka menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban kehidupan masyarakat Indonesia b. bahwa sehubungan dengan itu dipandang perlu menetapkan ketentuan bagi pengendalian produksi, pengedaran, dan penjualan atau penyajian minuman beralkohol khususnya minuman keras, beserta pengawasannya; Mengingat: 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 2. Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274); 4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495); 5. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan 9Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3656);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1962 tentang Perdagangan Barang-Barang Dalam Pengawasan (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2473); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan Pembinaan dan Pengembangan Industri (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3330); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia (Lembaga Negara Tahun 1991 Nomor 3434); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri 9Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3596); 10. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1991 tentang Penyusunan, Penerapan, dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia. MEMUTUSKAN: Menetapkan: KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MINUMAN BERALKOHOL BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Yang dimaksud dengan minuman beralkohol dalam Keputusan Presiden ini adalah minuman yang mengandung ethanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur kosentrat dengan ethanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung ethanol. BAB II PRODUKSI Pasal 2 1. Produksi atau pembuatan minuman beralkohol di dalam negeri hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri Perindustrian dan Perdagangan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri. 2. Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri, pengawasan usaha pembuatan minuman beralkohol secara tradisional dilakukan oleh Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I berdasarkan pedoman yang ditetapkan Menteri Perindustrian dan Perdagangan. BAB III GOLONGAN DAN STANDAR MUTU Pasal 3 1. Produksi minuman beralkohol hasil industri di dalam negeri dan berasal dari impor, kelompokkan dalam golongan-golongan sebagai berikut:

a. Minuman beralkohol golongan A adalah minuman beralkohol dengan kadar ethanol (C2H5 OH) 1% (satu persen) sampai dengan 5% (lima persen); b. Minuman beralkohol golongan B adalah minuman beralkohol dengan kadar ethanol (C2H5 OH) lebih dari 5 % (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen); c. Minuman beralkohol golongan C adalah minuman beralkohol dengan kadar ethanol (C2H5 OH) 20% (dua puluh persen) sampai dengan 55% (lima puluh persen). d. Minuman beralkohol golongan B dan golongan C adalah kelompok minuman keras yang diproduksi, pengedaran dan penjualannya ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan. Pasal 4 1. Produksi minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib memenuhi standar mutu yang ditetapkan. 2. Menteri Kesehatan menetapkan standar mutu minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). BAB IV PENGEDARAN DAN PENJUALAN Pasal 5 1. Dilarang mengedarkan dan atau menjual minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) di tempat umum, kecuali di hotel, bar, restoran dan di tempat tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2. Tempat tertentu lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang berdekatan dengan tempat peribadatan, sekolah, rumah sakit, atau lokasi tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pasal 6 Menteri Perindustrian dan Perdagangan menetapkan: a. Ketentuan mengenai impor, pengedaran dan penjualan minuman beralkohol. b. Jenis atau produk-produk minuman beralkohol yang dapat dijual atau diperdagangkan di dalam negeri. BAB V PAJAK, BEA MASUK, DAN CUKAI Pasal 7 1. Menteri Kauangan menetapkan besarnya cukai bagi minuman beralkohol produksi dalam negeri, dan bea masuk, cukai serta pajak-pajak lain bagi minuman beralkohol yang berasal dari impor, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan memperhatikan pertimbangan Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan Menteri Kesehatan. 2. Selain bea masuk, cukai serta pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diperbolehkan ada pungutan apapun lainnya.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP Pasal 8 Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden ini dilakukan secara terkoordinasi oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan dengan instansi Pemerintah terkait. Pasal 9 1. Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, semua Peraturan daerah mengenai pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol ditinjau ulang dan disesuaikan dengan ketentuan Keputusan Presiden ini. 2. Menteri Dalam Negeri melaksanakan dan menetapkan pedoman bagi peninjauan ulang dan penyesuaian Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 10 Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Januari 1997 ttd

SOEHARTO -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------TANGGAPAN RAKYAT TENTANG KLARIFIKASI ATAS 9 PERDA ADALAH PINTU AKAN DICABUTNYA PERDA2 ITU

VIVAnews Kabar tentang pencabutan 9 Peraturan Daerah tentang pelarangan peredaran minuman keras oleh Kementerian Dalam Negeri, terus menuai kontroversi. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Indra, menuding Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyalahgunakan wewenang. Mendagri telah menyalahgunakan kewenangannya. Terkesan ada indikasi bahwa Mendagri membawa kepentingan kapitalis, yaitu pengusaha miras, kata Indra, Rabu 11 Januari 2011. Menurutnya, alasan yang digunakan Kemendagri untuk mencabut Perda Miras itu sangat lemah. Apabila kita lihat secara seksama, Perda Miras sama sekali tidak bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol. Selain itu, jika kita lihat UU No. 32/2004 dan UU No. 28/2009, tidak ada landasan hukum apapun bagi Mendagri untuk mencabut Perda-perda Miras tersebut, mengingat Perda-perda itu sebelumnya sudah dikaji dan disetujui oleh Kemendagri sendiri, serta sudah berjalan lebih dari 60 hari, papar Indra. Ia lantas mengingatkan, gugatan terhadap Perda Miras di Indramayu oleh pengusaha miras, bahkan sudah ditolak oleh Mahkamah Agung. Perda Larangan Minuman Beralkohol Nomor 15 Tahun 2006 di Kabupaten Indramayu, adalah salah satu Perda Miras yang dicabut atau diklarifikasi oleh Kemendagri. REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) memrotes keras pencabutan peraturan daerah (perda) pelarangan minuman keras beberapa waktu lalu. Hal ini dikatakan Koordinator Harian MUI, Ma'ruf

Amin. "Kita sangat kecewa dengan pencabutan perda pelarangan minuman keras. Kebijakan tersebut tidak sesuai dengan tujuan positif yang hendak dicapai dalam kehidupan bermasyarakat," katanya, Selasa (10/1). BERIKUT 9 PERDA PELARANGAN MINUMAN KERAS YANG DIKLARIFIKASI KEMENDAGRI: 1. Perda Kota Tangerang Nomor 7 Tahun 2005 tentang Pelarangan, Pengedaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol. 2. Perda Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pelarangan, Pengawasan, dan Pengendalian Minuman Beralkohol. 3. Perda Kabupaten Indramayu Nomor 15 Tahun 2006 tentang Larangan Minuman Beralkohol. 4. Perda Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2002 tentang Pengawasan dan Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol. 5. Perda Banjarmasin Nomor 6 Tahun 2007 tentang Larangan Memproduksi, Memiliki, Mengedarkan, Menjual, Menyimpan, Membawa, Mempromosikan, dan Mengonsumsi Minuman Beralkohol. 6. Perda Kota Balikpapan Nomor 16 Tahun 2000 tentang Larangan Pengawasan, serta Penertiban Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol. 7. Perda Kota Sorong Nomor 5 Tahun 2006 tentang Pengaturan, Pengawasan, dan Pengendalian Minuman Beralkohol. 8. Perda Kabupaten Manokwari Nomor 5 Tahun 2006 tentang Larangan Pemasukan, Penyimpanan, Pengedaran dan Penjualan, serta Memproduksi Minuman Beralkohol. 9. Perda Kabupaten Maros Nomor 9 Tahun 2001 tentang Larangan Pengedaran, Memproduksi, Mengonsumsi Minuman Keras Beralkohol, Narkotika, dan Obat Psikotropika. (eh) "Pencabutan beberapa Perda itu karena melanggar aturan yang lebih tinggi dan itu sudah sesuai ketentuan," ujar juru bicara Kemdagri Reydonnyzar Moenek, Senin malam 9 Januari 2012. "Kami memberikan masukan kepada daerah yang membuat Perda itu supaya merujuk kepada Undang-undang yang lebih tinggi dan jangan melanggar Undang-undang yang lebih tinggi," kata Gamawan di kantornya, Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, 10 Januari 2012. VIVAnews - Proses klarifikasi yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri terhadap sembilan peraturan daerah, termasuk Perda Miras, terus menjadi polemik. Klarifikasi itu dianggap sebagai pintu masuk mencabut Perda Miras di sejumlah daerah. Menteri Dalam Negeri dianggap terlalu memihak para pengusaha miras. "Kami akan bersama-sama dengan Ormas Islam menyatukan langkah menyikapi hal itu," kata Ketua MUI, Ma'ruf Amin saat berbincang dengan VIVAnews.com, Rabu 11 Januari 2012. Mabes Polri meminta kepada Kementerian Dalam Negeri untuk menjelaskan kepada masyarakat soal keputusan melakukan verifikasi atas sembilan Peraturan Daerah (Perda) yang dinilai bertentangan dengan undang-undang. Sosialisasi itu diperlukan untuk mencegah hal yang tidak diinginkan. VIVAnews NEGARA SEKULER PUNYA UU ANTI MIRAS, KAPAN INDONESIA?

Konstitusi Indonesia Pasal 29 ayat 1 UUD 1945 menyebutkan bahwa negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya kehidupan masyarakat di dalamnya terbentuk dalam bingkai ajaran agama. Secara ideal sebagai negara yang beragama, akan lebih mudah mengatur perkembangan minuman keras (miras) yang setiap saat dapat mengancam jiwa manusia. Ajaran setiap agama pasti sepakat bahwa keberadaan minuman keras dapat mengancam jiwa manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun kenyataan yang ada, negara kita sampai sekarang belum dapat membuat payung hukum tentang undang-undang anti-miras/alkohol. Hal ini tidak lepas dari banyaknya kepentingan politik yang ada di dalamnya.

Perlu disadari bahwa adanya tuntutan masyarakat untuk membuat peraturan hukum/undangundang tentang anti-minuman keras, jangan disalah-artikan bahwa itu adalah keinginan/kepentingan sebagian umat Islam dalam rangka menerapkan syariat Islam. Tuntutan dibentuknya UU tentang anti-minuman keras lebih dikarenakan bahaya minuman keras itu sendiri dalam kehidupan manusia. Sebagai contoh di Amerika Serikat meskipun pemerintah AS tidak merujuk pada agama Islam, Presiden Reagan (1986) telah melakukan kampanye anti-miras (say no to alcohol) dan memberlakukan UU anti miras yang pada intinya berupa pelarangan dengan kekecualian. Memang sungguh dilematis di negeri kita ini, dalam konstitusi menegaskan sebagai negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun dalam menyikapi perkembangan tentang minuman keras pemerintah tidak dapat berbuat apa-apa. Perkembangan minuman keras tidak hanya menjadi ancaman bagi umat Islam yang secara tegas mengatur di dalam kitab sucinya. Namun minuman keras merupakan ancaman bagi seluruh masyarakat dunia, karena banyak membahayakan dan memakan korban jiwa manusia. Sebagai contoh misalnya, dampak miras di AS (Cahalan dan Cisin, 1987): a) 1/3 kecelakaan lalu-lintas disebabkan oleh pengemudi di bawah pengaruh miras; b) Kecelakaan lalu-lintas tersebut menyebabkan kematian sebanyak 25.000 jiwa setiap tahunnya; c) Tercatat kematian 15.000 jiwa setiap tahunnya yang berkaitan dengan pembunuhan atau bunuh diri di bawah pengaruh miras; d) Tercatat kematian 20.000 jiwa setiap tahunnya yang berkaitan dengan komplikasi medik yaitu penyakit hati (cirrhocis hepatic) yang disebabkan oleh konsumsi miras; e) 40 juta anak/suami/istri menanggung derita mental karena salah satu atau lebih anggota keluarganya menderita ketergantungan miras; f) Setiap tahunnya terdapat 5 juta kasus penahanan yang dilakukan oleh polisi yang berkaitan dengan konsumsi miras; hal ini merupakan 50% dari kasus penahanan oleh pihak kepolisian. Contoh lain juga dialami oleh negara tetangga yaitu di Thailand. Biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah akibat kecelakaan lalu-lintas di bawah pengaruh miras mencapai US$ 4 miliar per tahun, yang merupakan 16% dari APBN atau 2,8 kali dari dana Departemen Kesehatan Masyarakat. Antara tahun 1989 dan 1994 kematian akibat kecelakaan lalu-lintas (di bawah pengaruh miras) meningkat sampai 170%; 30% tempat tidur di rumah sakit dihuni oleh pasien-pasien akibat kecelakaan lalulintas tersebut di atas. Nah, jika negara-negara sekuler dan bukan mayoritas Muslim saja sudah menyadari akan bahayanya alkohol sehingga mereka membuat aturan peredarannya, lantas kapan Indonesia memulai? Apa masih menunggu jatuhnya banyak korban jiwa lagi yang diakibatkan oleh miras oplosan? Wallahu alam
APA DAN BERAPA KEUNTUNGAN PEMERINTAH DARI MIRAS? SIAPA YANG UNTUNG DARI MIRAS? SIAPA DAN BERAPA YANG SUDAH JADI KORBAN DARI MIRAS? PANCA SILA NO BERAPA YANG YANG MENJAMIN MIRAS? AYAT ALQURAN DAN HADIST YANG MANA YANG BERTORERAN DENGAN MIRAS? PEJABAT DAN ORANG MACAM APA YANG HARI INI MASIH BERSAHABAT DENGAN MIRAS? KALAU 9 PERDA ADA KEKELIRUAN KENAPA DAHULU DI SAHKAN? SIAPA YANG DULU? SIAPA YG SKRNG?

Anda mungkin juga menyukai