http. www.kalbe.co.id/cdk
International Standard Serial Number: 0125 – 913X
125
Kesehatan
Masyarakat
Daftar isi :
2. Editorial
4. English Summary
Artikel
5. Pola Penggunaan Obat dan Obat Tradisional dalam Upaya
Pengobatan Sendiri di Pedesaan – Sudibyo Supardi, Sriana
Azis, Nani Sukasediati
9. Produk Bahan Alami di Lima Apotik di Jakarta: Suatu Tinjau-
an Eksploratif – Nani Sukasediati, B. Dzulkarnaen, Vincent
HS Gan
15. Penggunaan Obat oleh Anggota Rumah Tangga di Jawa dan
Bali (SKRT 1995) – Sarjaini Jamal, Suhardi, Sudjaswadi
Wirjowidagdo
19. Penggunaan Suntikan di Kalangan Masyarakat (SKRT 1995) –
Sarjaini Jamal, Suhardi
23. Perilaku Merokok di Indonesia menurut Susenas dan SKRT
1995 – Suhardi
36. Karakteristik Kematian Maternal di Kabupaten Timor Tengah
Utara, 1997 – Sutrisno, Lisa Andriani
42. Toksisitas Akut dan Efek Analgetika Jamu Pegel Linu pada
Mencit Putih – Lucie Widowati, Pudjiastuti, Sudjaswadi
Wirjowidagdo
48. RPPIK
Edisi Cermin Dunia Kedokteran kali ini mungkin kurang menarik
bagi para klinisi; karena berisi hasil-hasil penelitian masyarakat; tetapi
sesungguhnya masalah kesehatan yang mendasar justru terletak pada
pemberdayaan dan usaha masyarakat sendiri untuk meningkatkan taraf
kesejahteraannya.
Dan untuk itu diperlukan pemahaman mengenai pandangan
masyarakat mengenai kesehatan dan usaha yang mereka lakukan untuk
memeliharanya.
Artikel dalam edisi ini sebagian berdasarkan hasil Survai Kesehatan
Rumah Tangga yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, semoga hasilnya dapat berguna bagi para sejawat, terutama
yang menangani masalah-masalah kesehatan masyarakat.
Edisi ini merupakan yang terakhir untuk tahun 1999; semoga dapat
berjumpa lagi di tahun terakhir abad 20 dalam keadaan yang lebih baik
untuk menyongsong datangnya tahun 2001 - awal milenium baru dengan
harapan-harapan baru.
Redaksi
ALAMAT REDAKSI – Prof. DR. B. Chandra – Prof. DR. Hendro Kusnoto Drg.,Sp.Ort
Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Gedung Guru Besar Ilmu Penyakit Saraf Laboratorium Ortodonti
Enseval, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti,
Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta Surabaya. Jakarta
10510, P.O. Box 3117 Jkt. Telp. (021)4208171
– Prof. Dr. R. Budhi Darmojo – DR. Arini Setiawati
NOMOR IJIN Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Bagian Farmakologi
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Semarang. Jakarta,
Tanggal 3 Juli 1976
PENERBIT
Grup PT Kalbe Farma DEWAN REDAKSI
PENCETAK – Dr. B. Setiawan Ph.D – Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto
PT Temprint Zahir MSc.
Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai keterangan yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang- untuk meng-hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut
bidang tersebut. sesuai dengan pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk dalam Cummulated Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Man-
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pernah dibahas atau uscripts Submitted to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9).
dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan me- Contoh:
ngenai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore. London:
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan William and Wilkins, 1984; Hal 174-9.
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading micro-
berlaku. Istilah media sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indo- organisms. Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic phy-
nesia yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi siology: Mechanisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974; 457-72.
berhak mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
harus disertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan Dunia Kedokt. l990 64 : 7-10.
para pembaca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau
dengan abstrak dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak mem- lebih, sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.
buat sendiri abstrak berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran,
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ Gedung Enseval, JI. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih 10510 P.O. Box 3117 Jakarta. Telp. 4208171/4216223
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) pe- Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
ngarang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat secara tertulis.
bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai
sejelas-jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.
nomor sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai
ABSTRAK
Menurut SKRT 1992, prevalensi penduduk Indonesia yang mengeluh sakit sebulan
terakhir 21%, terendah (12%) di Propinsi Lampung. Untuk mengatasi keluhan tersebut,
sebagian besar masyarakat melakukan pengobatan sendiri pada tindakan pertama,
umumnya menggunakan obat dan obat tradisional. Dalam upaya peningkatan peran
serta masyarakat untuk mengobati sendiri keluhannya sebelum mendapat pertolongan
puskesmas, dibutuhkan informasi tentang pola penggunaan obat dan obat tradisional.
Penelitian cross sectional dilakukan di dua desa di Kecamatan Tanjung Bintang,
Lampung Selatan. Responden adalah ibu rumah tangga/wanita menikah yang meng-
gunakan obat dan obat tradisional dalam upaya pengobatan sendiri sebulan terakhir.
Responden diambil secara acak bertingkat (multi stage random sampling) berdasarkan
jumlah rukun warga, rukun tetangga dan rumah tangga sebanyak 320 orang. Data
dikumpulkan dengan wawancara dan observasi. Analisis data berupa distribusi fre-
kuensi dan nilai rata-rata.
Dari pembahasan, diambil kesimpulan sebagai berikut :
Prevalensi penggunaan obat dan obat tradisional di desa sebulan terakhir sekitar 74,4%,
lebih banyak yang menggunakan obat daripada obat tradisional.
Umumnya responden menggunakan obat untuk mengatasi keluhan pusing, demam
dan batuk, sesuai dengan pengetahuan mereka, dan sebagian besar menyatakan
sembuh. Umumnya responden membeli obat dari warung, dengan biaya rata-rata Rp
194, tanpa biaya dan alat transportasi, dan sumber informasi dari iklan televisi dan
radio.
Umumnya responden menggunakan obat tradisional untuk menjaga kesehatan dan
mengatasi keluhan diare dan pegel linu, sesuai dengan pengetahuan mereka, dan se-
bagian besar menyatakan sembuh. Umumnya responden membeli obat tradisional dari
pedagang keliling, dengan biaya rata-rata Rp 407, tanpa biaya dan alat transportasi, dan
sumber informasi dari tetangga.
PENDAHULUAN capai kesehatan bagi semua penduduk (Health for all by the
Pengobatan sendiri merupakan bagian dari kebijakan year 2000)(1).
World Health Organization (WHO) dan pemerintah dalam Juga menurut Undang-undang nomor 23 tahun 1992 ten-
upaya pemerataan pelayanan kesehatan. Salah satu kebijakan tang kesehatan, dinyatakan Kesehatan merupakan kewajiban
WHO tentang pelayanan kesehatan primer adalah upaya men- dan tanggung jawab setiap penduduk(2).
Telah diketemukan :
‘gen penyebab kebotakan’
pada kromosom
penderita !
ABSTRAK
Manfaat
Nama PBA Nama simplisia Klaim produser empirik/eksperimental
komponen simplisia
1. A elixir Ext. Sonchus arvensis obat sakit pinggang akibat diuretik, urolitiasis
ext. Strobilanthus crispus batu ginjal
54% (13/24) terdaftar sebagai Obat tradisional (TR/TL) dan 1 tersebut dijual secara bebas, dan sebagian lain berdasarkan
produk sebagai suplemen makanan (ML). Sebagian dari produk preskripsi. Tabel 2 dan 3 juga menampilkan gambaran kondisi
Penggunaan Obat
oleh Anggota Rumah Tangga
di Jawa dan Bali (SKRT 1995)
Sarjaini Jamal, Suhardi , Sudjaswadi Wiryowidagdo
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Tabel 4. Tujuan penggunaan obat oleh ART di Jawa dan Bali (SKRT
HASIL
1995).
1) Penggunaan obat
a) Penggunaan obat berdasarkan jenis kelamin ART Nomor Tujuan Jumlah responden
penggunaan obat n %
Tabel 1. Penggunaan obat sebulan terakhir di Jawa dan Bali berdasarkan 1 Mengobati penyakit 2051 91,56
jenis kelamin ART (SKRT-1995). 2 Menjaga kesehatan 125 5,58
3 Keluarga berencana 26 1,16
Jenis kelamin ART Jumlah 4 Menambah vitalitas 11 0,49
Nomor Menggunakan obat
Pria Wanita n % 5 Lain-lain 27 1,21
1 Ya 994 1256 2250 44,25 Total 2240 100
2 Tidak 1382 1453 2835 55,75
Total 2376 2709 5085 100 Tidak menjawab 10
x2 = 10,557 dan p < 0,05 Pada umumnya penggunaan obat oleh ART ditujukan untuk
mengobati penyakit, untuk menjaga kesehatan hanya 5,58%
Terdapat perbedaan yang bermakna dalam menggunakan dan keluargaberencana 1,16%.
obat antara pria dan wanita selama sebulan terakhir. Wanita
lebih banyak menggunakan obat dibandingkan pria. Sebanyak DISKUSI
44,25% responden pernah menggunakan obat dalam kurun Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa hampir 44,25% ART di
waktu sebulan terakhir. Jawa dan Bali pernah menggunakan obat. Fenomena ini me-
nunjukkan ART semakin peduli dengan kesehatannya yaitu
Tabel 2. Penggunaan obat di Jawa dan Bali berdasarkan daerah tentang perlunya mengobati sakit atau menjaga kesehatan dan
perkotaan-pedesaan (SKRT-1995). lain-lain. Dengan cukup tingginya penggunaan obat oleh ART
berarti pula salah satu program di bidang obat tampaknya telah
Nomo Menggunakan Jenis daerah
r obat Perkotaan Pedesaan
Jumlah terpenuhi yaitu agar obat mudah dicapai bagi yang mem-
1 Ya 954 1296 2250 butuhkannya di samping sudah tingginya pemahaman obat oleh
2 Tidak 1177 1658 2835 masyarakat.
Total 2131 2954 5085 Warung merupakan sumber terbanyak dari obat-obat yang
digunakan oleh ART. Sumber lainnya yakni puskesmas,
Tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam peng- praktek paramedik (perawat/bidan), toko obat, dokter praktek
gunaan obat antara penduduk di daerah perkotaan dan pe- dan apotik. Peran Posyandu dan Pos Obat Desa (POD) sebagai
desaan. garda terdepan dalam pelayanan kesehatan ternyata sangat
kecil. Hal ini mungkin karena warung merupakan outlet obat
2) Sumber perolehan obat yang paling mudah dicapai oleh masyarakat, baik karena
jaraknya dekat maupun dengan uang yang sedikit sudah bisa
Tabel 3. Sumber perolehan obat yang digunakan oleh ART di Jawa dan memperoleh obat. Biasanya obat-obat yang dijual di warung
Bail (SKRT-1995).
dan toko obat adalah untuk keluhan sakit yang diketahui jelas
Jumlah responden oleh orang awam seperti demam, batuk, pegal linu, sakit kepala
Nomor Sumber obat
n % dan lain-lain. Dengan cukup banyaknya masyarakat yang
1 Warung 996 44,35 mendapatkan obat dari kedua outlet ini dapat pula diperkirakan
2 Puskesmas 356 15,85 bahwa fenomena pengobatan sendiri cukup tinggi di kalangan
3 Praktek paramedik 257 11,44 masyarakat di Jawa dan Bali.
4 Toko obat 209 9,31
5 Praktek dokter 189 8,41 Hasil ini sesuai dengan informasi yang diperoleh Susenas
6 Apotik 113 5,03 1992; pengobatan sendiri menduduki pilihan pertama (47,26%)
7 RS 53 2,36 masyarakat dalam mencari tempat/cara berobat(4).
8 Poliklinik 34 1,51 Upaya masyarakat melakukan pengobatan diri sendiri
9 Pdg keliling dan lainnya 24 1,07
10 Posyandu 8 0,36 dinilai seperti pedang bermata dua, bila tidak dilakukan secara
11 POD 4 0,18 benar. Di satu sisi akan mengurangi beban pelayanan di
12 Klinik KB 3 0,13 puskesmas atau RS, namun di sisi lain bila obat yang digunakan
Total 2246 100 adalah obat-obat yang termasuk dalam daftar G (obat keras)
Tak menjawab 4
seperti antibiotika, antidiabetes, hormon dan antihipertensi
Penggunaan Suntikan
di Kalangan Masyarakat
(SKRT 1995 )
Sarjaini Jamal, Suhardi
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
ABSTRAK
He who is wise only after the deed, uses his wisdom much to late
(Rollenhagen)
RINGKASAN
Berdasarkan Modul dan Kor Susenas 1995, didapatkan hal-hal mengenai perilaku
merokok sebagai berikut :
• Untuk kelompok umur 10 tahun ke atas, prevalensi perokok laki-laki tiap hari
45.0%, kadang-kadang 6.3%, dan mantan 3.0%; sedang prevalensi perokok perempuan
tiap hari 1.5%, kadang-kadang 0.5 %, dan mantan 0.2 %. Prevalensi meningkat sejalan
dengan meningkatnya umur, terutama pada umur muda.
• Untuk umur 20 tahun ke atas, prevalensi perokok laki-laki tiap hari menurut lokasi
adalah sbb : 61.3% (Indonesia), 61.3% (Jabal), 61.2% (LJB), 62.5% (Indonesia Barat),
55.3% (Indonesia Timur), 52.4% (urban), 66.3% (rural); sedang prevalensi perokok
laki-laki kadang-kadang adalah sbb : 7.5% (Indonesia), 7.9% (Jabal), 6.8% (LJB),
7.5% (Indonesia Barat), 7.6% (Indonesia Timur), 7.7% (urban), 7.4% (rural). Pre-
valensi menurun dengan meningkatnya pendidikan di daerah urban dan rural; dan
prevalensi mulai menurun di daerah urban setelah pengeluaran anggota rumah tangga
per bulan di atas Rp 100,000,- .
• Untuk umur 20 tahun ke atas, proporsi perokok laki-laki tiap hari 11-20 batang/
hari dan 21+ batang/hari menurut lokasi adalah sbb : 47.8% dan 5.3% (Indonesia),
52.0% dan 5.3% (urban), 46.6% dan 5.4% (rural); 42.2% dan 4.0% (Jabal), 57.5% dan
7.6% (LTB); 46.5% dan 5.1% (Indonesia Barat), 54.8% dan 6.7% (Indonesia Timur).
Intensitas meningkat dengan makin tingginya pendidikan dan pengeluaran anggota
rumah tangga/bulan.
• Untuk umur 20 tahun ke atas, proporsi perokok laki-laki tiap hari menurut jenis
rokok yang dihisap di daerah urban adalah sbb : 12.1% (putih filter), 3.0% (putih
nonfilter), 59.8% (kretek filter), 20.8% (kretek nonfilter), 0.3% (cerutu), 3.8% (linting),
0.0% (siong), 0.1% (cangklong); sedang di daerah rural adalah sbb : 11.6% (putih
filter), 2.8% (putih nonfilter), 33.7% (kretek filter), 24.9% (kretek nonfilter), 0.6%
(cerutu), 25.4% (linting), 0.4% (siong), 0.5% (cangklong).
• Untuk umur 20 tahun ke atas, proporsi perokok laki-laki tiap hari yang merokok
dalam rumah adalah 92.8%. Sedang proporsi perokok perempuan tiap hari umur 20
tahun ke atas yang merokok dalam rumah adalah 93.8%.
• Umur mulai perokok laki-laki yang terkecil adalah 5 tahun. Umur mulai terjadi
sebagian pada umur 10-14 tahun, sebagian besar pada umur 15-19 tahun, terbanyak
pada umur 20 tahun, sebagian pada umur 21-25 tahun, dan sebagian kecil pada umur
26-30 tahun.
Perokok
Umur Total Tabel 3. Prevalensi perokok laki-laki umur 20 tahun ke atas menurut
Kadang-
Tiap hari Mantan Bukan lokasi di Indonesia Susenas-SKRT 1995.
kadang
10-14 .7% .4% .0% 98.9% 100.0%
Urban
15-19 15.6% 7.0% .3% 77.0% 100.0%
20-24 43.2% 10.3% .8% 45.7% 100.0% Perokok
25-29 57.5% 8.7% 1.8% 32.0% 100.0% Lokasi Kadang- Total
30-34 64.5% 7.6% 2.6% 25.3% 100.0% Tiap hari Mantan Bukan
kadang
35-39 67.4% 7.4% 3.4% 21.9% 100.0% DI Aceh 57.0% 7.5% 3.7% 31.9% 100.0%
40-44 67.4% 6.3% 4.4% 21.9% 100.0% Sumut 57.2% 5.6% 4.6% 32.6% 100.0%
45-49 68.1% 6.3% 4.2% 21.4% 100.0% Sumbar 58.8% 3.6% 5.7% 31.9% 100.0%
50-54 66.9% 5.7% 6.1% 21.4% 100.0% Riau 52.0% 7.9% 2.5% 37.5% 100.0%
55-59 66.2% 6.2% 7.7% 19.8% 100.0% Jambi 52.5% 9.2% 5.1% 33.2% 100.0%
60-64 64.8% 6.7% 8.8% 19.7% 100.0% Sumsel 54.4% 5.6% 5.7% 34.3% 100.0%
65+ 59.3% 6.4% 12.3% 22.0% 100.0% Bengkulu 52.6% 6.4% 4.5% 36.6% 100.0%
Total 45.0% 6.3% 3.0% 45.7% 100.0% Lampung 63.0% 8.1% 4.3% 24.6% 100.0%
SUMATERA 56.3% 6.2% 4.6% 32.9% 100.0%
DKI Jakarta 49.4% 8.1% 3.3% 39.3% 100.0%
Jabar 58.9% 9.4% 5.0% 26.7% 100.0%
Tabel 2. Prevalensi perokok perempuan menurut umur di Indonesia Jateng 50.4% 8.5% 6.2% 35.0% 100.0%
Susenas-SKRT 1995. DI Yogyakarta 46.7% 7.6% 4.0% 41.8% 100.0%
Jatim 51.3% 6.1% 6.7% 35:9% 100.0%
Perokok JAWA 53.1 % 8.1 % 5.2% 33.6% 100.0%
Umur Kadang- Total Bali 34.6% 5.6% 4.3% 55.6% 100.0%
Tiap hari Mantan Bukan NTB 62.4% 7.8% 5.4% 24.4% 100.0%
kadang
NTT 43.7% 10.6% 6.4% 39.3% 100.0%
10-14 .1% .0% .0% 99.9% 100.0%
Timtim 50.6% 6.2% 1.7% 41.6% 100.0%
15-19 .4% .2% 99.4% 100.0%
NUSA TENGGARA 44.8% 7.2% 4.9% 43.1% 100.0%
20-24 1.0% 10.3% .8% 45.7% 100.0%
Kalbar 47.8% 4.1% 4.4% 43.7% 100.0%
25-29 1.1% 8.7% 1.8% 32.0% 100.0%
Kalteng 44.5% 6.9% .7% 47.9% 100.0%
30-34 1.2% 7.6% 2.6% 25.3% 100.0%
Kalsel 44.7% 5.8% 4.0% 45.4% 100.0%
35-39 1.7% 7.4% 3.4% 21.9% 100.0%
Kaltim 43.2% 6.6% 5.0% 45.3% 100.0%
40-44 2.3% 6.3% 4.4% 21.9% 100.0%
KALIMANTAN 44.9% 5.8% 4.1% 45.2% 100.0%
45-49 3.2% 6.3% 4.2% 21.4% 100.0%
Sulut 45.9% 12.3% 5.9% 35.9% 100.0%
50-54 3.4% 5.7% 6.1% 21.4% 100.0%
Sulteng 43.9% 7.4% 7.5% 41.2% 100.0%
55-59 3.3% 6.2% 7.7% 19.8% 100.0%
Sulsel 42.6% 6.4% 4.3% 46.6% 100.0%
60-64 2.9% 6.7% 8.8% 19.7% 100.0%
Sultra 49.7% 3.3% 5.6% 41.5% 100.0%
65+ 3.0% 6.4% 12.3% 22.0% 100.0%
SULAWESI 44.0% 7.5% 5.1% 43.4% 100.0%
Total 100.0%
Maluku 43.8% 10.8% 3.9% 41.4% 100.0%
Irja 41.7% 6.7% 5.8% 45.8% 100.0%
MALUKU-IRJA 42.8% 8.9% 4.8% 43.5% 100.0%
tahun ke kelompok umur 20-24 tahun, dan selanjutnya mulai Jawa-Bali 52.7% 8.1% 5.2% 34.0% 100.0%
mendatar. Luar Jawa-Bali 51.6% 6.7% 4.7% 37.1% 100.0%
Prevalensi mantan perokok laki-laki menurut kelompok Indonesia Barat 53.3% 7.7% 5.1% 33.8% 100.0%
Indonesia Timur 45.6% 7.2% 4.8% 42.5% 100.0%
umur meningkat seiring dengan menanjaknya usia. INDONESIA 52.4% 7.7% 5.1% 34.9% 100.0%
Prevalensi perokok perempuan tiap hari menurut kelom-
pok umur relatif rendah, meningkat terus sampai dengan
kelompok umur 40-44 tahun, selanjutnya mulai mendatar. Prevalensi menurut pendidikan
Prevalensi perokok perempuan kadang-kadang sangat Prevalensi perokok laki-laki tiap hari umur 20 tahun ke
rendah, secara nasional besarnya adalah 0.5% (10+ tahun). atas menurun dengan meningkatnya pendidikan. Secara nasio-
Prevalensi mantan perokok perempuan juga sangat rendah, nal prevalensi tersebut adalah sebagai berikut : 71.4% (tidak
secara nasional besarnya adalah 0.2 % (10+ tahun).
Perokok
Lokasi Kadang- Total Tabel 7. Prevalensi perokok perempuan umur 20 tahun ke atas menurut
Tiap hari Mantan Bukan lokasi di Indonesia Susenas-SKRT 1995.
kadang
DI Aceh .8% .2% 99.1% 100.0%
Sumut 2.5% .6% .3% 96.6% 100.0% Rural
Sumbar 1.0% .2% 98.9% 100.0% Perokok
Riau .6% .4% .2% 98.7% 100.0% Lokasi Kadang- Total
Jambi 2.1% .2% .2% 97.5% 100.0% Tiap hari Mantan Bukan
kadang
Sumsel .7% .4% .1% 98.8% 100.0% DI Aceh .8% .2% .1% 98.8% 100.0%
Bengkulu 1.2% .4% 98.4% 100.0% Sumut 2.8% .4% 96.8% 100.0%
Lampung 1.6% .5% .3% 97.6% 100.0% Sumbar 3.7% .9% .5% 94.8% 100.0%
SUMATERA 1.6% .4% .2% 97.8% 100.0% Riau 2.5% 1.0% .2% 96.4% 100.0%
DKI Jakarta 2.1% .7% .2% 97.1% 100.0% Jambi 5.2% .4% .3% 94.1% 100.0%
Jabar 1.9% .7% .4% 97.1% 100.0% Sumsel 2.8% .7% .3% 96.2% 100.0%
Jateng .7% .7% .1% 98.5% 100.0% Bengkulu 2.0% .4% 97.7% 100.0%
DI Yogyakarta .7% .2% .1% 99.0% 100.0% Lampung 3.1% .8% .2% 95.9% 100.0%
Jatim 1.2% .2% .1% 98.5% 100.0% SUMATERA 2.8% .6% .2% 96.3% 100.0%
JAWA 1.5% .5% .2% 97.8% 100.0% DKI Jakarta
Bali .5% 99.5% 100.0% Jabar 2.3% 1.0% .4% 96.3% 100.0%
NTB .8% .5% .1% 98.6% 100.0% Jateng 1.9% .7% .3% 97.1% 100.0%
NTT .4% .6% 99.0% 100.0% DI Yogyakarta .5% .1 % 99.4% 100.0%
Timtim .7% 99.3% 100.0% Jatim 1.5% .4% .2% 97.9% 100.0%
NUSA TENGGARA .6% .2% .0% 99.1 % 100.0% JAWA 1.8% .7% .3% 97.2% 100.0%
Kalbar 1.4% .3% .3% 98.0% 100.0% Bali 1.3% .5% .1% 98.1% 100.0%
Kalteng 1.0% .3% 98.6% 100.0% NTB .6% .1% .1% 99.2% 100.0%
Kalsel 1.2% .2% 98.6% 100.0% NTT 1.2% .3% 99.5% 100.0%
Kaltim .9% .2% 98.9% 100.0% Timtim 1.1% 1.5% 97.4% 100.0%
KALIMANTAN 1.1% .2% .1% 98.6% 100.0% NUSA TENGGARA 1.0% .4% .1% 98.5% 100.0%
Sulut .6% 1.0% 98.4% 100.0% Kalbar 9.1% 1.6% .7% 88.6% 100.0%
Sulteng 2.3% .4% .1% 97.1% 100.0% Kalteng 3.3% .9% 95.8% 100.0%
Sulsel 1.5% .1% .1% 98.3% 100.0% Kalsel 3.3% 1.1% .4% 95.2% 100.0%
Sultra 1.5% .2% 98.3% 100.0% Kaltim 3.9% .5% .6% 95.0% 100.0%
SULAWESI 1.4% .3% .1% 98.2% 100.0% KALIMANTAN 5.5% 1.1% .5% 92.8% 100.0%
Maluku 1.4% .3% 98.2% 100.0% Sulut 1.1% .1% .1% 98.7% 100.0%
Irja 3.5% .2% 96.3% 100.0% Sulteng 4.3% .5% .1% 95.0% 100.0%
MALUKU-IRJA 2.4% .3% 97.4% 100.0% Sulsel 3.0% .2% .6% 96.2% 100.0%
Jawa-Bali 1.5% .5% .2% 97.8% 100.0% Sultra 3.4% 1.0% .1% 95.5% 100.0%
Luar Jawa-Bali 1.5% .4% .2% 98.0% 100.0% SULAWESI 2.8% .3% .4% 96.5% 100.0%
Indonesia Barat 1.5% .5% .2% 97.8% 100.0% Maluku .9% .4% .3% 98.4% 100.0%
Indonesia Timur 1.3% .3% .1% 98.3% 100.0% Irja 5.3% 3.9% .8% 89.9% 100.0%
INDONESIA 1.5% .5% .2% 97.9% 100.0% MALUKU-IRJA 3.1% 2.1% .6% 94.2% 100.0%
Jawa-Bali 1.8% .7% .3% 97.2% 100.0%
Luar Jawa-Bali 3.0% .7% .3% 96.1% 100.0%
Indonesia Barat 2.1% .7% .2% 97.0% 100.0%
Preferensi Indonesia Timur 3.1% .7% .3% 95.9% 100.0%
Proporsi perokok laki-laki tiap hari umur 20 tahun ke atas INDONESIA 2.3% .7% .3% 96.8% 100.0%
menurut jenis rokok yang dihisap secara nasional dapat dilihat
pada (Tabel 27-29).
Proporsi perokok perempuan umur 20 tahun ke atas Lama berhenti
menurut jenis rokok yang dihisap secara nasional dapat dilihat Proporsi perokok laki-laki tiap hari umur 20 tahun ke atas
Onset
Umur mulai perokok laki-laki pada Susenas 1995 yang Tabel 10. Prevalensi perokok perempuan umur 20 tahun ke atas menurut
terkecil adalah 5 tahun. Jumlah yang mulai merokok secara pendidikan di Indonesia Susenas-SKRT 1995.
grafik tampak menjadi agak nyata pada umur 10-14 tahun,
nyata sekali pada umur 15-19 tahun, mencapai puncak pada Perokok
Pendidikan Kadang- Total
umur 20 tahun, lalu menurun pada umur 21-25 tahun, dan Tiap hari
kadang
Mantan Bukan
masih agak nyata pada umur 26-30 tahun. (selanjutnya lihat < SD 2.6% .7% .3% 96.5% 100.0%
Gambar 1). SD 1.2% .5% .1% 98.2% 100.0%
SLTP 1.3% .5% .2% 98.1% 100.0%
SLTA 1.0% .3% .2% 98.6% 100.0%
Ak/Univ .6% .1% .2% 99.1% 100.0%
Tabel 8. Prevalensi perokok perempuan umur 20 tahun ke atas menurut
Total 1.6% .5% .2% 97.7% 100.0%
lokasi di Indonesia Susenas-SKRT 1995.
Urban + Rural
Tabel 11. Prevalensi perokok laki-laki umur 20 tahun ke atas di Indonesia
Perokok
menurut tingkat pengeluaran anggota rumah tangga/bulan
Lokasi Kadang- Total
Tiap hari Mantan Bukan Susenas-SKRT 1995.
kadang
DI Aceh .8% .2% .1% 98.9% 100.0% Urban
Sumut 2.7% .5% .1% 96.7% 100.0%
Sumbar 3.0% .6% .4% 95.9% 100.0%
Pengeluaran Perokok
Riau 1.8% .8% .2% 97.2% 100.0%
anggota rumah Tiap Kadang Total
Jambi 4.4% .4% .3% 95,0% 100.0% Mantan Bukan
tangga per bulan hari -kadang
Sumsel 2.1% .6% .3% 97.0% 100.0%
(dalarn ribuan)
Bengkulu 1.8% .I% .3% 97.9% 100.0%
<20 55.8% 10.7% 4.3% 29.2% 100.0%
Lampung 2.8% .8% .2% 96.2% 100.0%
20-29 56.5% 10.3% 3.7% 29.4% 100.0%
SUMATERA 2.4% .6% .2% 96.8% 100.0%
30-39 54.9% 7.8% 4.7% 32.5% 100.0%
DKI Jakarta 2.1% .7% .2% 97.1% 100,0%
40-49 55.1% 8.1% 4.7% 32.1% 100.0%
Jabar 2.1% .9% .4% 96.6% 100.0%
50-74 53.3% 7,8% 5.4% 33.5% 100.0%
Jateng 1.5% .7% .2% 97.6% 100.0%
75-99 52.1 % 7,0% 5.0% 35.9% 100.0%
DI Yogyakarta .6% .2% .I% 99.2% 100.0%
100-199 48.2% 6.4% 5.6% 39.8% 100.0%
Jatim 1.4% .3% .1% 98.1% 100.0%
200+ 41.6% 8.6% 5.1% 44.7% 100.0%
JAWA 1.7% .6% .2% 97.4% 100.0%
Bali 1.0% .3% .0% 98.6% 100.0% Total 52.4% 7.7% 5.1% 34.9% 100.0%
NTB .6% .1% .1% 99.1% 100.0%
NTT 1.1% .3% 98.5% 100.0%
Timtim 1.1% 1.3% 97.6% 100.0%
NUSA TENGGARA .9% .3% .1% 98.7% 100.0% Tabel 12. Prevalensi perokok laki-laki umur 20 tahun ke atas di Indonesia
Kalbar 7.3% 1.3% .6% 90.8% 100.0% menurut tingkat pengeluaran anggota rumah angga/bulan
Kalteng 2,8% .8% 96.4% 100.0% Susenas-SKRT 1995.
Kalsel 2.7% .8% .3% 96.2% 100.0%
Kaltim 2.4% .3% .3% 97.0% 100.0% Rural
KALIMANTAN 4.2% .8% .4% 94.6% 100.0%
Sulut .9% .3% .1% 98.7% 100.0% Pengeluaran Perokok
Sulteng 3.9% .5% .1% 95.5% 100.0% anggota rumah Kadang- Total
Tiap hari Mantan Bukan
Suisel 2.6% .2% .5% 96.8% 100.0% tangga per bulan kadang
Sultra 3.0% .8% .1% 96.1% 100.0% (dalam ribuan)
SULAWESI 2.5% .3% .3% 96.9% 100.0% < 20 59.1% 10.6% 2.5% 27.8% 100.0%
Maluku 1.0% .4% .2% 98.4% 100.0% 20-29 65.1% 8.1% 3.4% 23.4% 100.0%
Irja 4.9% 3.0% .6% 91.4% 100.0% 30-39 67.3% 7.0% 3.7% 22.0% 100.0%
MALUKU-IRJA 2.9% 1.7% .4% 95.0% 100.0% 40-49 67.8% 7.4% 3.7% 21.1 % 100.0%
Jawa-Bali 1.7% .6% .2% 97.5% 100.0% 50-74 68.0% 6.8% 4.4% 20.8% 100.0%
Luar Jawa-Bali 2.5% .6% .2% 96.6% 100.0% 75-99 65.7% 5.9% 5.4% 23.0% 100.0%
Indonesia Barat 1.8% .6% .2% 97.3% 100.0% 100-199 63.0% 5.4% 5.8% 25.8% 100.0%
Indonesia Timor 2.6% .6% .3% 96.5% 100.0% 200+ 62.5% 4.3% 3.8% 29.4% 100.0%
INDONESIA 2.0% .6% .2% 97.2% 100.0% Total 66.3% 7.4% 3.8% 22.4% 100.0%
Rural
Rural Rural
Batang Batang
Lokasi Total Lokasi Total
1-10 11-20 21+ 1-10 11-20 21+
Sumatera 31.6% 59.5% 8.9% 100.0% Sumatera 57.3% 39.4% 3.2% 100.0%
Jawa 57.6% 38.7% 3.7% 100.0% Jawa 81.1% 17.4% 1.5% 100.0%
Nusatenggara 53.6% 41.5% 4.9% 100.0% Nusatenggara 57.6% 38.4% 4.1% 100.0%
Kalimantan 29.6% 61.3% 9.0% 100.0% Kalimantan 60.1% 35.0% 4.9% 100.0%
Sulawesi 40.4% 54.5% 5.1% 100.0% Sulawesi 62.4% 36.9% .7% 100.0%
Maluku-Irja 46.8% 48.0% 5.2% 100.0% Maluku-Irja 36.3% 58.0% 5.7% 100.0%
Jawa-Bali 57.8% 38.5% 3.7% 100.0% Jawa-Bali 81.0% 17.5% 1.5% 100.0%
Luar Jawa-Bali 35.3% 56.8% 7.8% 100.0% Luar Jawa-Bali 57.5% 39.1% 3.4% 100.0%
Indonesia Barat 50.5% 44.3% 5.1% 100.0% Indonesia Barat 72.6% 25.3% 2.1% 100.0%
Indonesia Timur 40.0% 53.5% 6.4% 100.0% Indonesia Timur 57.6% 38.8% 3.5% 100.0%
Indonesia 48.6% 46.0% 5.4% 100.0% Indonesia 68.5% 29.0% 2.5% 100.0%
Tabel 19. Intensitas perokok laki-laki tiap hari umur 20 tahun ke atas di
Tabel 22. Intensitas perokok perempuan tiap hari umur 20 tahun ke atas
Indonesia Susenas-SKRT 1995.
di Indonesia Susenas-SKRT 1995.
Urban + Rural
Urban + Rural
Batang
Lokasi Total Betang
1-10 11-20 21+ Lokasi Total
1-10 11-20 21+
Sumatera 32.1% 59.6% 8.4% 100.0%
Sumatera 59.5% 37.4% 3.1% 100.0%
Jawa 53.6% 42.3% 4.0% 100.0%
Jawa 75.0% 22.7% 2.3% 100.0%
Nusatenggara 51.9% 42.6% 5.6% 100.0%
Nusatenggara 58.5% 38.0% 3.5% 100.0%
Kalimantan 28.7% 62.3% 9.0% 100.0%
Kalimantan 59.7% 35.3% 4.9% 100.0%
Sulawesi 39.0% 55.9% 5.2% 100.0%
Sulawesi 62.4% 36.5% 1.2% 100.0%
Maluku-Irja 45.6% 48.4% 6.0% 100.0%
Maluku-Irja 37.3% 56.7% 5.9% 100.0%
Jawa-Bali 53.8% 42.2% 4.0% 100.0%
Jawa-Bali 75.0% 22.8% 2.2% 100.0%
Luar Jawa-Bali 34.8% 57.5% 7.6% 100.0%
Luar Jawa-Bali 58.5% 38.1% 3.4% 100.0%
Indonesia Barat 48.4% 46.5% 5.1% 100.0%
Indonesia Barat 70.3% 27.2% 2.5% 100.0%
Indonesia Timur 38.5% 54.8% 6.7% 100.0%
Indonesia Timur 57.4% 38.9% 3.7% 100.0%
Indonesia 46.8% 47.8% 5.3% 100.0%
Indonesia 67.3% 29.9% I2.8% 100.0%
Batang
Lokasi Total
1-10 11-20 21+
Tabel 24. Intensitas perokok perempuan tiap hari umur 20 tahun ke atas
Sumatera 68.5% 28.9% 2.5% 100.0% menurut tingkat pendidikan di Indonesia Susenas-SKRT 1995.
Jawa 63.9% 32.4% 3.6% 100.0%
Nusatenggara 64.6% 35.4% 100.0%
Batang
Kalimantan 55.8% 38.7% 5.4% 100.0% Pendidikan Total
Sulawesi 62.2% 33.8% 3.9% 100.0% 1-10 11-20 21+
Maluku-Irja 36.3% 58.0% 5.7% 100.0% < SD 69.2% 28.1% 2.7% 100.0%
Jawa-Bali 64.1% 32.4% 3.6% 100.0% SD 63.6% 34.6% 1.9% 100.0%
Luar Jawa-Bali 63.6% 33.0% 3.4% 100.0% SLTP 54.3% 42.1% 3.5% 100.0%
Indonesia Barat 64.9% 31.7% 3.4% 100.0% SLTA 55.0% 38.8% 6.2% 100.0%
Indonesia Timur 56.1% 39.3% 4.7% 100.0% Ak/Univ 36.4% 63.6% 100.0%
Indonesia 63.9% 32.5% 3.5% 100.0% Total 64.7% 32.4% 2.9% 100.0%
Tabel 26. Intensitas perokok perempuan tiap hari umur 20 tahun ke atas Tabel 30. Preferensi jenis rokok di kalangan perokok perempuan
menurut tingkat pengeluaran anggota rumah tangga per bulan menurut wilayah di Indonesia, Susenas-SKRT 1995.
di Indonesia, Susenas-SKRT 1995.
Urban
Pengeluaran Batang
anggota RT Total Wilayah
per bulan 1-10 11-20 21+ Jenis Indonesia
Jawa-Bali Luar Jawa-Bali
(dalam ribuan) Putih filter 12.2% 16.4% 13.3%
< 20 76.8% 23.2% 100.0% Putih nonfilter 2.6% 4.5% 3.1%
20-29 69.0% 29.9% 1.1% 100.0% Kretek filter 52.4% 59.7% 54.3%
30-39 72.1% 26.0% 1.9% 100.0% Kretek nonfilter 25.8% 11.9% 22.1%
40-49 74.3% 23.2% 2.4% 100.0% Cerutu 1.3% .4%
50-74 68.5% 29.4% 2.1% 100.0% Linting 6.1% 5.6% 6.0%
75-99 51.4% 44.9% 3.7% 100.0% Siong .8% .6% .8%
100-199 48.8% 39.8% 11.5% 100.0% Cangklong
200+ 36.2% 55.7% 8.1% 100.0% Total 100.0% 100.0% 100.0%
Total 67.3% 29.9% 2.8% 100.0%
LIMITASI KEPUSTAKAAN
Pertanyaan-pertanyaan mengenai perilaku merokok yang 1. Badan Litbangkes dan Pusat Kesehatan Jantung Nasional RS Jantung
diajukan dalam Modul Susenas 1995 dibatasi pada masalah Harapan Kita : Presentasi dan diskusi Survei II Monica - Jakarta, 1993.
perilaku utama, sehingga tidak mencakup masalah sikap dan 2. Budiarso RL. dkk. Proceeding Seminar Survai Kesehatan Rumah Tangga
keyakinan, dengan format kalimat yang ringkas, karena keter- 1986. Puslit Ekologi Kesehatan, Badan Litbangkes Depkes RI, Jakarta,
1987.
batasan tempat pada instrumen Modul. Dalam pedoman wa- 3. Chapman S, and Wong WL. Tobacco Control in the Third World. A
wancara dan pelatihan, batasan dan penjelasan dari pertanyaan- Resource Atlas. IOCU, Penang, 1990.
pertanyaan diberikan cukup rinci. 4. Department of Health and Human Services : Reducing the Health
Consequences of Smoking. 25 Years of Progress. A Report of the
Surgeon General. US. Department of Health and Human Services, Public
KESIMPULAN Health Service, Centers for Disease Control, Center for Chronic Disease
• Prevalensi perokok 20 tahun ke atas masih jauh lebih Prevention, and Health Promotion Office on Smoking and Health, 1989.
ABSTRAK
Tujuan : Mencari karakteristik, latar belakang dan penyebab kematian dari kasus-
kasus kematian maternal di Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur.
Lokasi : Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur.
Waktu studi : 1 Januari 1997 sampai dengan 31 Agustus 1997.
Bahan dan cara : Penelitian dilakukan secara retrospektif terhadap kasus-kasus
kematian maternal di TTU periode 1 Januari 1997 sampai dengan 31 Agustus 1997
dengan menggunakan instrumen formulir AMP Departemen Kesehatan RI ditambah
dengan pemeriksaan hapusan darah dan tetes tebal untuk mengidentifikasikan spesies
Plasmodium. Kemudian dilakukan pembahasan bersama antara pengelola KIA tingkat
puskesmas dan Dinas Kesehatan TTU serta para dokter kepala puskesmas dan dokter
di RS Kefamenanu untuk memperoleh kesamaan persepsi dan mencari jalan keluar
terhadap semua masalah yang timbul.
Hasil : Dalam periode 1 Januari 1997 sampai dengan 31 Agustus 1997 didapatkan
28 kasus kematian maternal. Dari 28 kasus kematian maternal, usia terendah 19 tahun
dan tertinggi 39 tahun. Puskesmas kota dan puskesmas sangat terpencil mempunyai
peringkat tertinggi angka kematian maternalnya. 53,6% kematian maternal melakukan
ANC di fasilitas kesehatan akan tetapi 75% kematian maternal bersalin di rumah
dengan pertolongan dukun tidak terlatih dan keluarga (46,4%) dan dukun terlatih
(25%). 50% kematian maternal mempunyai paritas 3 atau lebih. Sebagian besar
pekerjaan penderita adalah petani (67,9%). Rata-rata usia kehamilan saat meninggal
adalah 35,036 minggu dengan 1 kasus abortus yang meninggal karena sepsis. Dari 28
kasus, hanya 1 orang yang mempunyai riwayat komplikasi obstetri (retensio plasenta)
pada kehamilan sebelumnya. Riwayat adanya trauma didapatkan pada dua kasus
(7,2%) yaitu dipukul oleh suami. Diagnosis penyebab kematian dari 28 kasus kematian
maternal adalah pendarahan (60,7%), malaria serebral (17,9%), sepsis (14,3%),
eklampsi (3,6%) dan KP yang diperberat kehamilan (3,6%).
ABSTRAK
Hewan Coba Tabel 1. Rata-rata jumlah geliat tiap 5 menit selama 30 menit.
Hewan coba yang dipilih adalah jenis yang peka terhadap
Kelompok Menit
rangsangan nyeri yaitu mencit putih betina, umur 2-3 bulan dan Perlakuan 5 10 15 20 25 30
berat 20-30 gram, berasal dari Pusat Penelitian Penyakit
I. NaCl fisiologis 4,2 11,5 13,0 13,5 10,0 9,5
Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, II. Asetosal 1,9 6,9 8,0 6,9 6,9 5,7
Jakarta. III. Pabrik X 125 mg/kg bb. - 0,7 2,5 2,3 2,5 1,1
IV. Racikan 125 mg/kg bb. - 0,9 2,4 2,4 3,3 2,4
V. Pabrik X 75 mg/kg bb. 0,5 2,1 3,8 3,8 2,7 1,8
Cara VI. Racikan 75 mg/kg bb. 0,4 5,2 7,2 4,8 4,4 2,9
1) Uji toksisitas akut(4) VII. Pabrik X 25 mg/kg bb. 1,3 7,1 8,6 6,7 5,4 5,3
Pengujian dengan metoda Weil C.S. Digunakan mencit VIII. Racikan 25 mg/kg bb. 1,8 7,9 8,3 7,9 5,9 4,2
betina dengan berat 20-25 g.
Tahap I : Dari pengamatan jumlah geliat tiap 5 menit, terlihat bahwa
Tahap ini merupakan tahap penjajagan; 6 kelompok pada menit ke 15, sebagian besar dari perlakuan menunjukkan
mencit; tiap kelompok terdiri dari 3 ekor, setiap kelompok geliat yang paling besar, dan akan menurun kembali pada 5
diberi dosis yang berbeda antara 10-100 mg/10 g bb. secara menit berikutnya sampai menit ke 30. Hal ini menunjukkan
intra peritoneal. pula bahwa setelah menit ke 15, kemungkinan asam asetat yang
Pengamatan dilakukan selama 24 jam dengan melihat digunakan sebagai penginduksi sudah mulai melemah pula
adanya kematian antara 90-100%. Bila ternyata belum ada kerjanya. Tabel diatas dapat digambarkan berupa grafik, dapat
yang mati 100%, maka dosis diperbesar hingga terlihat adanya dilihat pada Gambar 1.
kematian 100%. Batas pemberian infus pada hewan percobaan
tidak lebih dari 1 ml/10g bb. Tabel 2. Jumlah geliat selama 30 menit.
Tahap II :
Nomor Kelompok
Percobaan dilanjutkan dengan memperbanyak kelompok
Mencit I II III IV V VI VII VIII
antar kematian 0-100% dengan dosis mempergunakan faktor
1 72 32 1 15 18 23 41 32
sekecil mungkin. Setelah 24 jam dilihat kematian dan dicocok- 2 57 10 6 15 14 21 38 35
kan pada tabel Weil(4). 3 63 21 1 2 4 33 10 42
2. Uji khasiat anagetika(5,6,7) 4 62 35 3 2 19 21 13 40
Semua mencit yang digunakan dalam percobaan dilakukan 5 77 36 18 6 3 33 43 25
6 54 45 12 23 14 31 44 31
uji kepekaan dengan disuntik menggunakan asam asetat 3%; 7 66 47 1 14 22 28 42 33
300 mg/kg bb. Dalam waktu 5 menit mencit akan memberikan 8 42 48 17 20 21 8 44 37
refleks respon geliat, mencit yang tidak memenuhi ketentuan 9 84 44 19 6 23 23 43 34
dianggap tidak lolos uji kepekaan. Sebanyak 80 ekor mencit 10 30 43 15 9 9 26 26 50
Rata-rata : X 60,7 36,1 9,2 11,2 14,7 24,7 34,4 35,9
yang lolos uji dibagi dalam 8 kelompok, masing-masing ke-
10 III 60,7
8 IV III : 100 - (9,2 X 100%) = 84,84%
60,7
6 V IV : 100 - (11,2 X 100%) = 81,54%
4 60,7
VI
2 V : 100 - (14,7 X 100%)= 75,78%
VII 60,7
0
VI : 100 - (24,7 X 100%)= 59,3%
5 10 15 20 25 30 60,7
Menit VII : 100 - (34,4 X 100%) = 43,32%
60,7
VIII : 100 - (35,9 X 100%)= 40,85%
Gambar 1. Rata-rata jumlah geliat tiap 5 menit selama 30 menit akibat 60,7
pemberian asam asetat. Dari tabel 1 dan tabel 2 dapat dilihat hubungan antara jumlah
geliat dan % proteksi akibat pemberian asam asetat (tabel 3).
Bila dilihat dari data jumlah geliat selama 30 menit,
terlihat bahwa jumlah geliat pada pemberian jamu pegel linu Tabel 3. Hubungan antara rata-rata jumlah geliat dan persentase
pabrik X (kelompok III, V dan VII) lebih sedikit dibandingkan proteksi akibat induksi asam asetat.
jumlah geliat pada pemberian jamu racikan (kelompok IV, VI
Rata-rata jumlah
dan VIII). Dari data ini dapat dikatakan bahwa jamu pabrik Kelompok % Proteksi
geliat
lebih kuat khasiat analgetikanya dibandingkan jamu racikan. I 60,7 0
Untuk analisis selanjutnya dilakukan uji statistik. Analisis II 36,1 40,53
varian sederhana yang dilakukan pada data tabel dengan derajat III 9,2 84,84
IV 11,2 81,4
kemaknaan 1% dan 5% menghasilkan F hitung > F tabel. Hal V 14,7 75,78
ini menunjukkan ada perbedaan bermakna jumlah geliat dan VI 24,7 59,3
respon nyeri. Untuk mengetahui perbedaan bermakna antar VII 34,4 43,32
grup perlakuan dilakukan analisa LSD test (Least Significant VIII 35,9 40,85
Diferrence Test).
Pada derajat kemaknaan 5%, t hit < t tabel. Terlihat semakin tinggi harga % proteksi, semakin kecil
1%, t hit < t tabel jumlah geliat yang terjadi. Hal ini berarti jamu pegel linu yang
diberikan mampu menahan rangsangan nyeri asam asetat pada
Hasil perhitungan uji LSD masing-masing kelompok dibandingkan respon nyeri.
dengan kelompok lainnya adalah sebagai berikut :
Perhitungan % efektifitas analgetika.
Ke- Rata- Efektifitas analgetika = % proteksi bahan uji X 100%
lom- rata I II III IV V VI VII VIII % proteksi asetosal
pok Kelompok Efektivitas analgetika :
I 60,7 - 24,6** 51,5** 49,5** 46,0* 36,0** 26,3** 24,8 Kelompok III = 84,84 X 100% = 209,32%
II 36,1 - 26,9** 24,9** 21,4* 11,4* 1,7 0,2 40,43
III 9,2 - 2,0 5,5 15,5** 25,2** 26,7** Kelompok IV = 81,54 X 100% = 201,2%
IV 11,2 - 3,5 13,5** 23,2** 24,7** 40,43
V 14,7 - 10.0* 19,7** 21,2** Kelompok V = 59,3 X 100% = 146,31%
VI 24,7 - 9,7* 11,2* 40,53
VII 34,4 - 1,5 Kelompok VI = 75,78 X 100% = 186,97%
VIII 35,9 - 40,53
Kelompok VII = 43,32 X 100% = 106,88%
Makin besar dosis pemberian bahan uji, khasiat analgetika- 40,53
Kelompok VIII = 40,85 X 100% = 100,78%
nya semakin meningkat. Hal ini berlaku pada jamu pegel linu 40,53
pabrik X maupun jamu racikan. Pemberian asetosal 52 mg/kg
bb. tidak berbeda dengan perlakuan dosis 25 mg/kg bb. jamu Efektivitas analgetika jamu dari pabrik lebih besar
pegel linu pabrik X maupun jamu racikan. Pemberian dosis 25 daripada jamu racikan. Semakin besar takaran yang diberikan
mg/kg bb. memberikan hasil tidak berbeda antara jamu pabrik semakin besar efek analgetika yang dihasilkan. Daya
dan jamu racikan. Pemberian dosis 75 mg/kg bb. memberikan menurunkan rasa nyeri dari jamu pebrik dan racikan, lebih
hasil berbeda nyata antara jamu pabrik dan jamu racikan. besar bila dibandingkan asetosal.
Pemberian dosis 125 mg/bb. memberikan hasil tidak berbeda
antara jamu pabrik dan jamu racikan. PEMBAHASAN
Dari data jumlah geliat, dapat dihitung proteksi terhadap LD50 jamu pegel linu pabrik X adalah 54,76 (40,41 - 74,2)
induksi nyeri asam asetat. mg/10g bb ip. Dan jamu pegel linu racikan adalah 19,95 (14,39
% proteksi = 100 - (uji/kontrol X 100%)
Jawaban RPPIK :
1. C 2. A 3. A 4. C 5. B
6. D 7. D 8. D 9. A 10. C