Anda di halaman 1dari 69

1

PROPOSAL PENELITIAN

JUDUL PENELITIAN:
Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Berbantuan Diagram V Terhadap Prestasi
Belajar Fisika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Bangli Tahun Pelajaran 2013/2014
IDENTITAS PENELITI:
Nama : I Komang Agus Eka Putra
NIM : 1013021087
Jurusan : Pendidikan Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional mencantumkan secara jelas mengenai tujuan pendidikan
nasional yaitu, agar berkembangnya potensi peserta didik menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (Depdiknas, 2003). Secara umum dapat disimpulkan
pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas masyarakat guna menghadapi
persaingan global yang semakin ketat.
Kemajuan sebuah negara dapat dilihat dari keberhasilan pendidikan yang
dilaksanakan oleh Negara tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan oleh
pemerintah untuk meningkatkan pendidikan yaitu: pertama, penyempurnaan
kurikulum dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi
Kurikulum 2013. Kedua, pengalokasian anggaran pendidikan yang terus

2


ditingkatkan. Ketiga, peningkatan kompetensi guru melalui sertifikasi. Keempat,
pengadaan dan perbaikan sarana prasarana sekolah melalui dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS). Kelima, pemerataan pendidikan melalui program
Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T). Program
program tersebut seyogyanya mampu meningkatkan kualitas pendidikan
Indonesia.
Belajar merupakan proses interaksi edukatif yang terikat pada tujuan,
terarah pada tujuan, dan dilaksanakan khusus untuk mencapai tujuan (Suastra,
2009). Peserta didik diharapkan berhasil mencapai tujuan pendidikan melalui
proses belajar yang dilakukan. Oleh karena itu, hal terpenting dalam proses belajar
mengajar adalah melibatkan siswa secara aktif dalam membangun pengetahuan.
Siswalah yang diharapkan berinteraksi, mengolah, dan merefleksikan bahan ajar
tersebut sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan tercapai secara
optimal. Tujuan tersebut mencerminkan harapan terciptanya output dan outcome
yang berkualitas dan memiliki daya saing tinggi. Rendahnya kualitas output dan
outcome siswa menunjukkan belum optimalnya proses pendidikan dalam
menghantarkan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah dirancang.
Kesenjangan ini diakibatkan oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal
siswa dalam proses pembelajaran itu.
Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia dapat terlihat dari data hasil
studi internasional, diantaranya: Pertama, indeks pembangunan pendidikan untuk
semua atau education for all . Indonesia belum juga beranjak dari kategori
medium atau sedang. Berdasarkan laporan Organisasi Pendidikan, Ilmu
Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) tahun 2012, Indonesia berada di
3


peringkat ke-69 dari 127 negara. Posisi Indonesia mengalami penurunan, tahun
lalu Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 120 negara. indeks pembangunan
pendidikan atau education development index Indonesia adalah 0,934 yang
menempatkan Indonesia dalam kategori medium indeks pembangunan
pendidikannya. (Kompas, 2012).
Kedua, hasil PISA (Program for International Student Assesment) yang
diselenggarakan pada tahun 2009 menunjukkan rata-rata skor prestasi literasi
membaca, matematika, dan sains siswa Indonesia berada signifikan dibawah rata-
rata internasional. Penelitian Program for International Student Assesment (PISA)
tahun 2009 prestasi literasi membaca siswa Indonesia berada pada peringkat ke-57
dari 65 negara, literasi matematika berada pada peringkat ke-61 dari 65 negara,
dan literasi sains berada pada peringkat ke-60 dari 65 negara (Kemendikbud,
2011). Hasil PISA 2012 menunjukkan skor ujian literasi matematika pelajar
Indonesia adalah 375 dan berada di peringkat 64. Skor literasi membaca 396
dengan peringkat 61 dan skor literasi sains 382 di peringkat 64 dari 65 negara
partisipan. Rata-rata skor internasional berdasarkan data OECD adalah 494 untuk
skor rata-rata literasi matematika, 496 ntuk skor rata-rata literasi membaca dan
501 untuk skor rata-rata literasi sains. Hal ini menunjukkan rata-rata literasi
Indonesia masih dibawah rata-rata skor Internasional sehingga Indonesia
memperoleh peringkat yang kurang memuaskan. (Nurfuadah, 2013). Terjadi
penurunan peringkat Indonesia dalam survei PISA 2012 dibandingkan survei-
survei PISA sebelumnya.
Ketiga, hasil TIMSS (Trends in International Mathematics and Science
Study), nilai rata-rata matematika siswa kelas VIII hanya 386 dan menempati
4


urutan ke-38 dari 42 negara. Di bawah Indonesia ada Suriah, Maroko, Oman, dan
Ghana. Negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura, berada di atas
Indonesia. Singapura bahkan di urutan kedua dengan nilai rata-rata 611. Nilai ini
secara statistik tidak berbeda secara signifikan dari nilai rata-rata Korea, 613, di
urutan pertama dan nilai rata-rata Taiwan, 609, di urutan ketiga (Driana, 2012).
Menurunnya prestasi belajar siswa juga terjadi di Bali yang ditunjukkan
dengan meningkatnya persentase ketidaklulusan siswa SMP Bali disbanding tahun
2012. Tahun 2013 tercatat sebanyak 203 siswa yang tidak lulus Ujian Nasional
(UN). Jumlah ketidaklulusan terbanyak di Kabupaten Buleleng, yaitu 182 siswa
SMP di Buleleng dinyatakan tidak lulus dalam Ujian Nasional tahun 2013. Siswa
yang tidak lulus tersebar di 31 sekolah dari 82 sekolah di Buleleng. Siswa ini
tidak lulus karena nilai rata-rata ujian nasionalnya tidak memenuhi standar
kelulusan (5,5) yang sudah ditetapkan pemerintah (Bali Post, 2013).
Pembelajaran sains belum berfokus pada pemahaman dan konsep sains
yang sebenarnya, pengajaran didominasi oleh metode ceramah yang merupakan
salah salah satu model pembelajaran konvensional (Agustiana & Tika, 2013).
Pembelajaran sains yang selama ini dilakukan oleh guru masih menggunakan
metode informatif atau konvensional, yaitu guru berbicara atau bercerita dan
siswa hanya mendengarkan dan mencatat. Secara tradisional pembelajaran sains
yang berlangsung saat ini dapat dikatakan lebih menekankan pada produk
daripada proses-proses sains (Suastra, 2009).
Masalah pada dunia pendidikan, khususnya dalam pembelajaran fisika
adalah rendahnya pemahaman konsep dan prestasi belajar fisika siswa. Siswa
menganggap pelajaran sains (fisika) adalah pelajaran yang rumit karena konsep-
5


konsep, rumus-rumus, dan perhitungan-perhitungan yang sebagian besar terlepas
dari pengalaman sains sehari-hari, hal tersebut berdampak pada prestasi belajar
fisika siswa. Kesenjangan yang terjadi antara harapan pendidikan Indonesia dan
kenyataan ini memerlukan solusi. Perlu dilakukan pengembangan pembelajaran
yang mengutamakan keterlibatan siswa dalam proses belajar aktif melalui
kegiatan-kegiatan yang berorientasikan pada proses sains itu sendiri (Suastra,
2009). Paham konstruktivistik merupakan landasan dalam perkembangan model
pembelajaran modern, paham ini mebiasakan siswa untuk menemukan sesuatu
dengan sendirinya dan bergelut dengan ide-ide. Pengetahuan bukanlah suatu
barang yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang telah mempunyai
pengetahuan kepada pikiran orang lain yang belum memiliki pengetahuan tersebut
(Budiningsih, 2005). Model pembelajaran inovatif diperlukan untuk mengatasi
berbagai permasalahan pendidikan khususnya pendidikan sains.
Teori belajar yang dikemukakan Bruner (dalam Dahar, 1989) adalah teori
pembelajaran Discovery yang sesuai dengan hakikat pembelajaran sains. Belajar
penemuan (discovery learning) memberikan kebebasan siswa untuk
mengembangkan pengetahuannya melalui proses menemukan sendiri dan melalui
metode sains yang terintegrasi. Tobin (dalam Parmawati, 2012) menyatakan
bahwa salah satu model pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa untuk
menemukan konsepnya sendiri adalah dengan model inkuiri. Aktivitas dalam
praktikum memiliki potensi untuk memberi peluang siswa belajar mengkontruksi
pengetahuan sainsnya sambil bekerja. Bruner (dalam Budiningsih, 2005)
menyatakan bahwa pembelajaran yang selama ini diberikan disekolah lebih
banyak menekankan pada perkembangan kemampuan analisis, kurang
6


mengembangkan kemampuan berpikir intuitif. Berpikir intuitif sangat penting
bagi mereka yang menggeluti bidang matematika, biologi, fisika, dan sebagainya,
sebab setiap disiplin mempunyai konsep-konsep, prinsip, dan prosedur yang harus
dipahami sebelum orang dapat belajar.
Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan
hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya pada kesimpulan (discovery
learning). Sasaran utama kegiatan pembelajaran penemuan atau inkuiri adalah (1)
keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar, (2) keterarahan
kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran, dan (3)
mengembangakan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan
dalam proses inkuiri (Trianto, 2007). Model pembelajaran inkuiri menuntut
keaktifan siswa dalam belajar. Siswa tidak lagi pasif dalam proses pembelajaran,
tetapi siswalah yang hendaknya aktif dalam membangun pengetahuannya.
Pembelajaran sains melalui pendekatan inkuiri adalah suatu strategi
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Kelompok-kelompok siswa dihadapkan
pada suatu persoalan atau mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan melalui
suatu prosedur yang direncanakan secara jelas (Suastra, 2009). Hofstein dan
Walberg (dalam Pandey et al, 2011) menyatakan pembelajaran berbasis
penemuan merupakan proses pembelajaran yang sangat penting guna
meningkatan pemahaman proses sains dan juga melibatkan siswa secara langsung
dalam proses pembelajaran (student centered). Pandey et al (2011) menyatakan
bahwa proses penemuan merupakan suatu keterampilan yang sangat penting
dalam sains dan berkaitan erat dengan peningkatan prestasi belajar sains siswa.
7


Model pembelajaran inkuiri sangat efektif dalam meningkatkan prestasi belajar
sains siswa.
Siswa sering terbuai ketika mencatat kejadian atau objek, dan kemudian
mentransformasikannya ke dalam grafik, tabel, dan mengemukakan klaim
pengetahuan atau generalisasi di laboratorium sains. Mereka tidak mengetahui
alasan dari sebuah fenomena atau hasil dari sebuah pengamatan. Siswa juga
sangat jarang secara sadar mempergunakan konsep, prinsip atau teori yang relevan
dalam memahami mengapa kejadian atau objek diobservasi (Suastra, 2009). Hal
tersebut menunjukkan tidak ada kerterkaitan antara pemikiran siswa dan
aktivitasnya. Diagram V memiliki sisi konseptual (berpikir) dan sisi metodologis
(bekerja). Kedua sisi secara aktif saling berinteraksi selama penggunaan fokus
atau pertanyaan (pertanyaan) penelitian. Tujuan penggunaan diagram V dalam
pembelajaran adalah untuk membantu siswa memahami hubungan antara konsep
dan cara membangun konsep-konsep tersebut. Aydodu dan Keserciolu (dalam
Teke & Gnen, 2012). Ujung V berisi kejadian atau objek yang diamati, kedua
sisi diagram V menekankan dua aspek belajar sains yang saling bergantung, yaitu
teori (thinking) dan praktik (doing). Apa yang diketahui siswa pada saat itu akan
menentukan kualitas dan kuantitas pertanyaan yang mereka tanyakan. Sebaliknya
jawaban yang dibuat untuk pertanyaan mereka akan mempengaruhi apa yang
mereka ketahui dengan mengubah, menambahkan, membetulkan dan menata
ulang pengetahuan mereka. Roth dan Bowen (dalam Purtadi & Sari, 2013). Proses
discovery dapat tetap berjalan pada alur yang benar jika dijalankan sesuai dengan
pola berbantuan diagram V.
8


Diagram V dalam proses pembelajaran memberikan pengalaman belajar
bermakna bagi siswa dalam pengembangan pengetahuannya. Hal ini didasarkan
pada kenyataan bahwa laporan praktikum yang biasa disusun siswa terlihat kurang
lengkap manfaaatnya dibandingkan diagram V. Laporan eksperimen biasa hanya
membantu siswa saat pelaksanaan eksperimen. Diagram V menekankan
keduanya, baik itu membangun pengetahuan siswa sebelum eksperimen maupun
membantu mereka saat pelaksanaan eksperimen secara berkelompok. Diagram V
dapat dimanfaatkan sebagai tools yang membantu dalam pembuatan laporan
eksperimen berpusat pada siswa (student centered) dan lebih efektif untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa (Teke & Gnen, 2012).
Diagram V memberikan pemahaman yang jelas kepada pebelajar
mengenai mengapa kita melakukan proses inkuiri, apa yang kita rencanakan untuk
dilakukan, dan menunjukkan dasar nilai-nilai atau teori yang digunakan sebagai
dasar dari sebuah tindakan atau perlakuan. Diagram V juga berguna bagi guru
yang ingin melaksanakan pembelajaran atau praktikum, dan mengevaluasi laporan
dan essay siswa. Langkah-langkah dan informasi yang hilang bisa tampak dengan
jelas (Novak & Gowin, 1984). Claudia et al (2013) menyatakan bahwa terdapat
banyak sekali manfaat penggunaan diagram V, diantaranya membantu siswa
melihat hubungan antara apa yang sudah mereka ketahui dengan pengetahuan
baru yang akan mereka bangun dan yang akan mereka pahami. Hal tersebut
memiliki nilai psikologis yang menguatkan bahwa proses pembelajarannya tidak
hanya efektif, namun juga membantu siswa memahami proses dalam membangun
pemahaman konsep sains. Berdasarkan permasalahan dan keunggulan strategi
pembelajaran berbasis inkuiri dan diagram V yang telah diungkapkan
9


sebelumnya, penulis hendak menganalisis model pembelajaran inkuiri berbantuan
diagram V dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran
Inkuiri Berbantuan Diagram V Terhadap Prestasi Belajar Fisika Siswa
Kelas VIII SMP Negeri 1 Bangli Tahun Pelajaran 2013/2014.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan,
maka masalah pokok yang akan dicari pemecahannya melalui penelitian ini
adalah Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar fisika antara kelompok siswa
yang belajar menggunakan model pembelajaran inkuiri berbantuan diagram V,
siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran inkuiri dan siswa yang
belajar menggunakan model pembelajaran direct instruction?
1.3 Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan
penelitian ini adalah Mendeskripsikan perbedaan prestasi belajar fisika antara
kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran inkuiri
berbantuan diagram V, siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran
inkuiri dan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran direct
instruction.
1.4 Manfaat Penelitian
Secara umum manfaat penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu: (1)
manfaat teoretis yang memberikan manfaat jangka panjang dalam pengembangan
teori pembelajaran di sekolah, dan (2) manfaat praktis yang memberikan dampak
secara langsung terhadap komponen-komponen pembelajaran yang dilakukan di
sekolah.
10



1.4.1 Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai ada atau
tidaknya perbedaan prestasi belajar fisika antara siswa yang belajar menggunakan
model pembelajaran inkuiri berbantuan diagram V, model pembelajaran inkuiri,
dan model pembelajaran direct instruction. Informasi yang didapatkan melalui
penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah dalam ilmu pengetahuan di
bidang pendidikan, khususnya dalam penggunaan model pembelajaran inkuiri
yang dapat menumbuh kembangkan kemauan belajar bagi peserta didik,
meningkatkan interaksi, motivasi belajar, menumbuhkan sikap ilmiah, dan
keterampilan proses sains siswa, sehingga dapat membantu dalam pencapaian
prestasi belajar siswa yang lebih baik.
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang didapatkan melalui penelitian eksperimen ini, yaitu
sebagai berikut.
1. Bagi sekolah dan instansi yang terkait, penelitian ini dapat dijadikan
sebagai referensi dalam mengembangkan model pembelajaran yang sesuai
dengan tujuan pendidikan yang telah dirancang pemerintah dan untuk
maningkatkan kualitas proses pembelajaran yang dilakukan disekolah.
Melalui penggunaan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
dan tujuan pembelajaran yang telah dikemukakan pemerintah, diharapkan
terjadinya peningkatan mutu dan kualitas pendidikan sehingga bangsa
Indonesia mampu lebih bersaing di era globalisasi ini.
11


2. Bagi guru, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam mencari alternatif dan inovasi model pembelajaran yang mampu
meningkatkan prestasi belajar siswa seacara lebih optimal. Penerapan
model pembelajaran inkuiri berbantuan diagram V diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi guru sehingga mampu menjalankan fungsinya
sebagai motivator, fasilitator dan mediator. Hal ini dapat merubah gaya
mengajar guru dari cara mengajar konvensional hingga berpusat pada siswa
(student centered).
3. Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan pengalaman langsung
kepada peneliti sebagai calon guru sains dalam mempraktekkan model
inkuiri berbantuan diagram V sehingga nantinya dapat digunakan pada
proses pembelajaran ketika sudah menjadi guru. Penelitian ini dapat
meningkatkan rasa keingintahuan, tanggung jawab dan kejujuran peneliti
sebagai calon pendidik yang professional. Penelitian ini juga dapat
dijadikan bahan referensi bagi peneliti dalam menambah literature dan
pengembangan penelitian berikutnya.
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Bangli kelas VIII semester
dua (genap) tahun pelajaran 2013/2014. Materi pelajaran yang digunakan dalam
penelitian ini adalah cahaya dan optik yang merupakan bagian dari materi sains
SMP kelas VIII semester genap di SMP Negeri 1 Bangli.
Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah prestasi
belajar siswa. Variabel bebasnya (independent variable) adalah model
pembelajaran yang terdiri dari tiga dimensi yaitu, model pembelajaran inkuiri
12


diagram V, model pembelajaran inkuiri, dan model pembelajaran direct
instruction. Perbedaan kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah pada jenis
perlakuan yang diberikan. Model pembelajaran inkuiri berbantuan diagram V dan
model pembelajaran inkuiri diterapkan pada kelas eksperimen. Pada kelas kontrol
diterapkan model pembelajaran direct instruction. Masing-masing kelas
mendapatkan proporsi materi dan alokasi waktu yang sama dalam pembelajaran.
1.6 Definisi Konseptual
Definisi konseptual dalam penelitian ini adalah model pembelajaran
inkuiri berbantuan diagram V, model pembelajaran inkuiri, model pembelajaran
direct instruction, dan prestasi belajar.
1) Model pembelajaran inkuiri berbantuan Diagram V adalah model
pembelajaran inkuiri yang mengintegrasikan teknik penyusunan laporan
menggunakan diagram V dalam proses pembelajaran. Diagram V (Ve)
telah lama dikembangkan untuk memberikan alur inquiri pada proses
pemecahan masalah. Passmore (dalam Purtadi & Sari, 2013)
menyampaikan bagian-bagian diagram V merepresentasikan teori
konstruktivisme dalam pemerolehan pengetahuan. Dengan mengikuti
proses diagram V, seseorang akan dengan tepat membangun struktur
pengetahuannya. Teke dan Gnen (2012) menyatakan bahwa diagram
V dapat digunakan sebagai fasilitas yang menghubungkan antara
penemuan pengetahuan dari aktivitas prosedural yang dilakukan di
laboratorium dengan konsep-konsep dan ide teoritis yang membimbing
ke arah inkuiri ilmiah.

13


2) Model pembelajaran inkuiri
Model pembelajaran inkuiri merupakan salah satu model pembelajran
yang dipayungi faham konstruktivistik yang memandang bahwa
pembelajaran adalah proses aktif yang mana pebelajar membangun ide
maupun konsepsi-konsepsi baru berdasarkan pengalaman dan
pengetahuan awalnya (Rooney, 2012). Bell et al (dalam Rooney, 2012)
menyatakan pembelajaran melalui proses penemuan merupakan sarana
bagi siswa untuk memperoleh pengalaman belajar menjadi seorang
ilmuan, mengajukan pertanyaan mengenai fenomena, merancang,
mencari jawaban atas pertanyaannya tersebut melalui investigasi dan
selanjutnya melaporkan atau mengkomunikasikan hasil dari
pengamatannya tersebut.
3) Model pembelajaran direct instruction
Direct instruction atau pembelajaran langsung digunakan unuk merujuk
pola-pola pembelajaran, dimana guru banyak menjelaskan konsep atau
keterampilan kepada sejumlah kelompok siswa dan menguji
keterampilan siswa melalui latihan-latihan dibawah arahan dan
bimbingan guru. Pembelajaran direct instruction masih bersifat teacher
centered, artinya dilaksanakan secara linier dan penyampaian materi
langsung dari guru kepada siswa. Guru menyampaikan materi
pembelajaran melalui ceramah, dengan harapan siswa dapat
memahaminya dan memberikan respon sesuai dengan yang
diceramahkan. Materi yang disampaikan sesuai dengan urutan isi buku
teks (Budiningsih, 2005).
14


4) Prestasi belajar
Prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa pengetahuan,
keterampilan, nilai (values) dan sikap yang menetap, sehingga
mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas
dalam belajar (Mustachfidoh et al., 2013). Djamarah (1994)
mendefinisikan prestasi belajar sebagai hasil yang diperoleh berupa
kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai
hasil dari aktivitas dalam belajar. Perubahan itu sebagai hasil dari
pengalaman individu dalam belajar. Prestasi belajar juga berkaitan
dengan kemajuan siswa dalam segala hal yang dipelajari disekolah dan
yang menyangkut pengetahuan atau kecakapan yang dinyatakan sesudah
hasil penilaian. Anderson dan Krathwohl (2001) menyampaikan dimensi
proses kognitif dari taksonomi sebagai penyempurnaan taksonomi
Bloom terdiri atas beberapa tingkat yaitu, mengingat (C
1
), memahami
(C
2
), mengaplikasi (C
3
), menganalisis (C
4
), mengevaluasi (C
5
) dan
berkreasi (C
6
). Prestasi belajar dalam penelitian ini meliputi aspek
memahami (C
2
), mengaplikasi (C
3
), dan menganalisis (C
4
).
1.7 Definisi Operasional
Definisi operasional yang dikemukakan dalam penelitian ini berkaitan
dengan prestasi belajar siswa. Prestasi belajar siswa yang dimaksud dalam
penelitian ini yaitu perubahan skor yang diperoleh siswa sebelum dan setelah
diberikan perlakuan. Tes yang digunakan yaitu tes prestasi belajar meliputi aspek
memahami (C
2
), mengaplikasi (C
3
), dan menganalisis (C
4
). Tes prestasi belajar
IPA diberikan dua kali, yaitu sebagai pretest dan posttest. Tes prestasi belajar
15


yang digunakan pada saat pretest dan posttest adalah sama. Tes prestasi belajar
terdiri dari 20 soal pilihan ganda (objektif). Oleh karena itu, setiap butir memiliki
rentang skor 0 1.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruktivisme
Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa realitas ada pada
pikiran seseorang. Pebelajar mengkonstruksi dan menginterpretasikannya
berdasarkan pengalamannya. Konstruktivistik mengarahkan seseorang agar
mengkonstruksi pengetahuan dari pengalamannya, struktur mental dan keyakinan
yang digunakan untuk menginterpretasikan objek dan peristiwa-peristiwa.
Pandangan konstruktivistik mengakui bahwa pikiran adalah instrumen penting
dalam menginterpretasikan kejadian, objek, dan pandangan terhadap dunia nyata,
dimana interpretasi tersebut terdiri dari pengetahuan dasar manusia (Budiningsih,
2005)
Suastra (2009) menyatakan bahwa guru dalam kapasitasnya sebagai
fasilitator dan mediator mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) menyiapkan
kondisi yang kondusif bagi terjadinya proses pembelajaran dengan menyiapkan
masalah-masalah yang menantang bagi siswa, (2) berusaha untuk menggali dan
memahami pengetahuan awal siswa, (3) selalu mempertimbangkan pengetahuan
awal dalam merancang dan mengimplementasikan pembelajaran, (4) memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide-ide yang dimiliki, (5) lebih
menekankan pada argumentasi atas tanggapan siswa daripada benar salahnya
tanggapan siswa, (6) tidak melakukan upaya transfer pengetahuan kepada siswa
dan selalu sadar bahwa pengetahuan dibangun dalam diri siswa, (7) menggunakan
16


suatu strategi pembelajaran yang dapat mengubah miskonsepsi-miskonsepsi yang
dibawa siswa menuju konsep ilmiah, (8) menyiapkan dan menyajikannya pada
saat yang tepat berbagai konflik kognitif yang dapat mengarahkan siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuan ilmiah.
Praktik pembelajaran konstruktivistik membantu pebelajar
menginternalkan, membentuk kembali, atau mentransformasi informasi baru.
Transformasi terjadi melalui kreasi pemahaman baru yang merupakan hasil dari
munculnya struktur kognitif baru. Pemahaman yang mendalam terjadi ketika
hadirnya informasi baru yang mendorong munculnya atau menaikkan struktur
kognitif yang memungkinkan para pebelajar memikirkan ide-ide mereka
sebelumnya (Santyasa, 2012). Pandangan konstruktivisme mampu membawa
perubahan pembelajaran dari pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher
centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered).
Pandangan konstruktivisme menekankan bahwa belajar sebagai proses
pemahaman pribadi dan pengembangan makna dimana belajar dipandang sebagai
konstruksi makna bukan sebagai menghafal fakta.
2.2 Model Pembelajaran Inkuiri
Sains Menurut Pandey et al (2011) adalah kemampuan intelektual dalam
mengumpulkan dan menganalisa data guna memecahkan suatu permasalahan.
Sains sebagai proses, baik itu observasi, mengklasifikasi dan mengumpulkan data
merupakan suatu prasarat dari proses sains yang terintegrasi. Pembelajaran sains
berdasarkan pendekatan inkuiri adalah suatu strategi pembelajaran yang berpusat
pada siswa dimana kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan
atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertayaan melalui suatu prosedur yang
17


direncanakan secara jelas (Suastra, 2009). Gulo (dalam Trianto, 2009),
menyatakan inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan
seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis,
logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan
penuh percaya diri. Sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri adalah: (1)
keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar; (2) keterarahan
kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran; (2) keterarahan
kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran; dan (3)
mengembangkan percaya diri pada siswa tentang apa yang ditemukan dalam
proses inkuiri.
Inkuiri dibentuk dan meliputi discovery, karena siswa harus menggunakan
kemampuan discovery. Dengan kata lain, inkuiri adalah salah satu perluasan
proses-proses discovery yang digunakan dalam cara yang lebih dewasa. Inkuiri
mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya
merumuskan permasalahan, merancang eksperimen, melakukan eksperimen,
mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, mempunyai sikap-
sikap objektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, dan sebagainya (Suastra, 2009).
Trianto (2009) menyatakan bahwa untuk menciptakan kondisi
pembelajaran inkuiri yang ideal, peranan guru adalah sebagai berikut:
1. Motivator, member rangsangan agar siswa aktif dan gairah berpikir.
2. Fasilitator, menunjukkan jalan keluar jika siswa mengalami kesulitan.
3. Penanya, menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka buat.
4. Administrator, bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan kelas.
18


5. Pengarah, memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang
diharapkan.
6. Manajer, mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas.
7. Reward, memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa.
Inkuiri terbukti meningkatkan prestasi belajar siswa, penelitian yang
dilakukan Pandey et al (2011) menyimpulkan bahwa model pembelajaran inkuiri
lebih efektif dalam meningkatkan prestasi belajar disbanding model pembelajaran
konvensional. Model pembelajaran inkuiri dapat digunakan sebagai proses
pembelajaran yang lebih baik disbanding model pembelajaran konvensional.
Pada penelitian ini tahapan pembelajaran yang digunakan mengadaptasi
dari tahapan model pembelajaran inkuiri yang dikemukakan oleh Trianto (2007).
Adapun tahapan pembelajaran inkuiri seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Inkuiri
Fase Perilaku Guru
1. Menyajikan pertanyaan atau
masalah
1. Guru membimbing siswa
mengidentifikasi masalah dan masalah
dituliskan di papan tulis. Guru
membagi siswa ke dalam kelompok-
kelompok
2. Membuat hipotesis 2. Guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk tukar pendapat dalam
membentuk hipotesis. Guru
membimbing siswa dalam
menentukan hipotesis yang relevan
dengan permasalahan dan
memprioritaskan hipotesis mana yang
menjadi prioritas penyelidikan.
3. Merancang percobaan 3. Guru memberikan kesempatan pada
siswa untuk menentukan langkah-
langkah yang sesuai dengan hipotesis
yang akan dilakukan. Guru
membimbing siswa untuk
mengurutkan langkah-langkah
percobaan.
19


Fase Perilaku Guru
4. Melakukan percobaaan untuk
memperoleh informasi
4. Guru membimbing siswa untuk
mendapatkan informasi melalui
percobaan.
5. Mengumpulkan dan
menganalisis data
5. Guru memberikan kesempatan pada
tiap kelompok untuk menyampaikan
hasil pengolahan data yang terkumpul.
6. Membuat kesimpulan 6. Guru membimbing siswa dalam
membuat kesimpulan.
(Sumber: Trianto, 2007)
2.3 Diagram V dalam Pembelajaran Sains
Dinamakan diagram V karena diagram ini berbentuk huruf V (Novak &
Gowin, 1984), bentuk V sendiri bukan merupakan keharusan. Sebagaimana di
kemukakan oleh Novak dan Gowin (1984) bentuk diagram dapat juga
dimodifikasi menjadi bentuk lingkaran atau garis atau bentuk apapun. Hal yang
perlu menjadi titik tekan di sini bukan pada bentuknya akan tetapi bagaimana
diagram ini dapat memberikan sebuah gambaran yang kompleks dari hubungan
antara teori dan praktek (thinking dan doing). Sisi konseptual meliputi filosofi,
teori, prinsip/ sistem konseptual (yang meliputi pengembangan peta konsep) dan
konsep yang kesemuanya berhubungan satu sama lain dan dengan kejadian dan
atau objek pada sisi metodologi dari diagram V. Sisi metodologi meliputi klaim
nilai, klaim pengetahuan, transformasi dan catatan atau rekaman. Novak (dalam
Teke & Gnen, 2012) melanjutkan penelitiannya mengenai peta konsep dan
diagram V sebagai dua buah media metakognitif dan menyatakan bahwa peta
konsep dan diagram V dapat digunakan untuk siswa dari kelas 1 sekolah dasar
hingga tingkat universitas.
Diagram V tidak hanya dimanfaatkan sebagai laporan dalam sebuah
eksperimen, tapi juga sebagai teknik yang memberikan pengalaman belajar
bermakna bagi siswa. Saat mempersiapkan diagram V, sangat bermanfaat bila
20


siswa mempersiapkannya untuk materi eksperimen dan mereka juga
memanfaatkan media dan teknik di bagian konsep dari diagram tersebut menjadi
peta konsep, rangkaian konsep, table analisis bermakna, dan peta alur berpikir,
sehingga siswa akan mampu menelusuri konsep yang berkaitan dengan materi
sebelum melakukan eksperimen dan belajar dengan melakukan atau memperoleh
pengalaman dari proses penemuan tersebut (Teke & Gnen, 2012).
Diagram V terdiri dari 5 bagian utama yaitu, events or objects (kejadian-
kejadian dan objek) di bagian bawah, focus question (pertanyaan kunci) yang
terletak di bagian utama, methodological (sisi metodologi) di sebelah kanan,
theoretical-conceptual (sisi konseptual) di ssebelah kiri, dan respons yang tidak
secara langsung disertakan dalam diagram namun keberadaannya sangat
diperlukan dalam proses pembelajaran.
Suastra (2009) menyatakan bahwa V membantu menemukan bahwa
makna dari seluruh pengetahuan pada akhirnya berasal dari kejadian atau objek
yang diamati. Tidak ada satupun hasil pengamatan dari kejadan atau objek yang
dapat menerangkan makna kejadian atau objek itu sendiri. Makna tersebut harus
dikonstruksi dan kita harus mengetahui bagaimana seluruh elemen dari V
berinteraksi sehigga makna baru dapat dikonstruksi dengan baik.
2.4 Model Pembelajaran Inkuiri Berbantuan Diagram V
Model pembelajaran inkuiri berbantuan diagram V adalah model
pembelajaran inkuiri yang diintegrasikan dengan teknik pembelajaran diagram V
atau heuristic V. Diagram V terdiri dari beberapa bagian yang terstruktur
sedemikian rupa sehingga dengan mengikuti proses diagram V, seseorang akan
dengan tepat membangun struktur pengetahuannya. Diagram V digunakan sebagai
21


teknik pembelajaran yang memotivasi keinginan awal siswa dalam melakukan
eksperimen dengan baik dalam kelompok secara kooperatif. Orpana dan Ahlberg
(dalam Teke & Gnen, 2012) melaporkan bahwa diagram V mendorong siswa
untuk mencapai prestasi pada tingkatan yang lebih tinggi dalam kelompok belajar
aktif dibandingan proses pembelajaran konvensional yang dilaksanakan secara
individual. Siswa disiapkan dalam pelaksanaan praktikum (proses inkuiri)
selanjutnya yang menuntut siswa agar fokus pada pelaksanaan proses
pembelajaran sehingga siap dalam proses pembelajaran. Nakibolu et al (dalam
Teke & Gnen 2012). Model pembelajaran inkuiri berbantuan diagram V pada
penelitian ini menggunakan diagram V seperti Gambar 2.1. berikut ini.

Gambar 2.1. Bentuk dan Bagian-bagian Diagram V (diadaptasi dari Teke
& Gnen, 2012).
Pembelajaran penemuan yang memanfaatkan teknik diagram V dapat
meningkata prestasi belajar siswa. Teke dan Gnen (2012) melakukan penelitian
mengenai pengaruh pemanfaatan diagram V dan menyimpulkan bahwa dalam
proses penemuan yang menggunakan teknik dan pembuatan diagram V lebih
22


efektif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa dibandingkan model
pembelajaran konvensional. Siswa juga terlihat lebih senang saat melakukan
eksperimen dengan memanfaatkan diagram V. Evren et al (2012) menyampaikan
bahwa proses eksperimen yang memanfaatkan diagram didalam prosesnya
memberikan dampak yang lebih signifikan dalam meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa dibandingkan pembelajaran menggunakan model
pembelajaran konvensional. Langkah pembelajaran model pembelajaran inkuiri
berbantuan diagram V yang diadaptasi dari Trianto (2007) tersedia pada Table
2.2. berikut.
Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Inkuiri Berbantuan Diagram V
Fase Kegiatan Pembelajaran
1. Menyajikan pertanyaan atau
masalah
1. Guru membimbing siswa
mengidentifikasi masalah dan masalah
dituliskan di papan tulis. Guru membagi
siswa ke dalam kelompok-kelompok dan
siswa mencari literature (conceptual part)
yang berkaitan dengan masalah yang
dikemukakan guru.
2. Membuat hipotesis 2. Guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk tukar pendapat dalam
membentuk hipotesis. Guru membimbing
siswa dalam menentukan hipotesis yang
relevan dengan permasalahan dan
memprioritaskan hipotesis mana yang
menjadi prioritas penyelidikan. Siswa
menuliskan focus question pada diagram
V yang nantinya bermanfaat bagi siswa
dalam menemukan kesimpulan dari
proses inkuiri.
3. Merancang percobaan 3. Guru memberikan kesempatan pada siswa
untuk menentukan langkah-langkah yang
sesuai dengan hipotesis yang akan
dilakukan. Guru membimbing siswa
untuk mengurutkan langkah-langkah
percobaan. Siswa menuliskan langkah
yang relevan pada diagram V.
4. Melakukan percobaaan untuk
memperoleh informasi
4. Guru membimbing siswa untuk
mendapatkan informasi melalui
23


Fase Kegiatan Pembelajaran
percobaan. Siswa melakukan percobaan
sembari memperhatikan diagram V agar
percobaan terstruktur dengan baik.
5. Mengumpulkan dan
menganalisis data
5. Guru memberikan kesempatan pada tiap
kelompok untuk mengumpulkan dan
mengolah hasil data yang terkumpul
kedalam diagram V.
6. Membuat kesimpulan 6. Guru membimbing siswa dalam membuat
kesimpulan dan menuliskan kedalam
diagram V.
(Sumber: Trianto, 2007)
2.5 Model Pembelajaran Langsung (Direct I nstruction)
Model pengajaran langsung memberikan kesempatan siswa belajar dengan
mengamati secara selektif, mengingat dan menirukan apa yang dimodelkan
gurunya. Oleh karena itu hal penting yang harus diperhatikan dalam menerapkan
model pengajaran langsung adalah menghindari menyampaikan pengetahuan yang
terlalu kompleks. Di samping itu, model pengajaran langsung mengutamakan
pendekatan deklaratif dengan titik berat pada proses belajar konsep dan
keterampilan motorik, sehingga menciptakan suasana pembelajaran yang lebih
terstruktur (Indrawati & Sidartha, 2005).
Model pembelajaran langsung (direct instruction) mengacu pada teori
behavioristik, di mana guru berperan sebagai pusat informasi (teacher centered).
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat
dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku
dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Menurut
teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan
keluaran atau output yang berupa respons. Factor lain yang juga dianggap penting
24


oleh aliran behavioristik adalah factor penguatan (reinforcement). Penguatan
adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons (Budiningsih, 2005).
Burrowes (dalam Warpala, 2007) menyampaikan pembelajaran direct
instruction menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang
cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan,
menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya
kepada situasi kehidupan nyata. Guru yang menggunakan model pengajaran
langsung tersebut bertanggung jawab dalam mengidentifikasi tujuan
pembelajaran, struktur materi, dan keterampilan dasar yang akan diajarkan.
Kemudian menyampaikan pengetahuan kepada siswa, memberikan
pemodelan/demonstrasi, memberikan kesempatan pada siswa untuk berlatih
menerapkan konsep/keterampilan yang telah dipelajari, dan memberikan umpan
balik. Slavin (2003) mengemukakan tujuh langkah dalam sintaks pembelajaran
langsung, yaitu sebagai berikut.
1. Meginformasikan tujuan pembelajaran dan orientasi pelajaran kepada
siswa. Dalam tahap ini guru menginformasikan hal-hal yang harus
dipelajari dan kinerja siswa yang diharapkan.
2. Me-review pengetahuan dan keterampilan prasyarat. Dalam tahap ini guru
mengajukan pertanyaan untuk mengungkap pengetahuan dan keterampilan
yang telah dikuasai siswa.
3. Menyampaikan materi pelajaran. Dalam fase ini, guru menyampaikan
materi, menyajikan informasi, memberikan contoh-contoh,
mendemontrasikan konsep dan sebagainya.
25


4. Melaksanakan bimbingan. Bimbingan dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan untuk menilai tingkat pemahaman siswa dan
mengoreksi kesalahan konsep.
5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih. Dalam tahap ini,
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih
keterampilannya atau menggunakan informasi baru secara individu atau
kelompok.
6. Menilai kinerja siswa dan memberikan umpan balik. Guru memberikan
review terhadap hal-hal yang telah dilakukan siswa, memberikan umpan
balik terhadap respon siswa yang benar dan mengulang keterampilan jika
diperlukan.
7. Memberikan latihan mandiri. Dalam tahap ini, guru dapat memberikan
tugas-tugas mandiri kepada siswa untuk meningkatkan pemahamannya
terhadap materi yang telah mereka pelajari.
2.6 Prestasi Belajar
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan,
baik secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan
selama seseorang tidak melakukan suatu kegiatan. Kenyataannya, untuk
mendapatkan prestasi tidak semudah yang dibayangkan, tetapi penuh perjuangan
dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk mencapainya (Djamarah,
1994). Prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang
menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Sementara
Harahap et al (dalam Djamarah, 1994) memberikan batasan, bahwa prestasi
adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang
26


berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka
serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum. Berdasarkan beberapa pengertian
prestasi yang telah dikemukakan oleh para ahli diatas dapat diambil kesimpulan,
bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan,
yang menyenangkan hati dan diperoleh dengan jalan keuletan, baik secara
individual maupun kelompok dalam bidang kegiatan tertentu.
Belajar adalah suatu aktivitas yang sadar akan tujuan. Belajar bertujuan
agar terjadi perubahan dalam diri individu, perubahan dalam arti ke
perkembangan pribadi yang seutuhnya. Hakikat dari aktivitas belajar adalah suatu
perubahan yang terjadi dalam diri individu. Perubahan itu nantinya mempengaruhi
pola pikir individu dalam berbuat dan bertindak. Perubahan itu sebagai hasil dari
pengalaman individu dalam belajar (Djamarah, 1994).
Prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil berupa kesan kesan yang
mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam
belajar. Prestasi balajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan melalui mata pelajaran. Prestasi belajar lazimnya ditunjukan
dengan nilai yang diberikan oleh guru. Gunarso (dalam Sunarto, 2009)
mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh
seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Prestasi dapat diukur
melalui tes yang sering dikenal dengan tes prestasi belajar, prestasi belajar juga
merupakan hasil perubahan pencapain siswa dalam ranah kognitif. Fungsi prestasi
belajar bukan saja untuk mengetahui sejauh mana kemajuan siswa setelah
menyelesaikan suatu aktivitas, tetapi yang lebih penting adalah sebagai alat untuk
27


memotivasi setiap siswa agar lebih giat belajar, baik secara individu maupun
kelompok (Djamarah, 1994).
Enam kategori pada dimensi proses kognitif dan proses-proses kognitif
menurut Anderson dan Kratwohl (2001) yaitu,
1. Mengingat yaitu mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang,
indikatornya meliputi mengenali dan mengingat kembali
2. Memahami yaitu mengkontruksi makna dari materi pembelajaran termasuk
apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru.
3. Mengaplikasikan yaitu menerapkan atau menggunakann suatu prosedur
dalam keadaan tertentu. Indikatornya meliputi mengeksekusi,
megimplementasikan, dan kategori proses.
4. Menganalisis yaitu memecah-mecah materi menjadi bagian-bagian
penyusunannya dan menentukan hubungan-hubungan antara bagian dan
keseluruhan struktur atau tujuan. Indikatornya meliputi membedakan,
mengorganisasikan, mengatribusikan.
5. Mengevaluasi yaitu mengambil keputusan berdasarkan criteria atau standar.
Indikatornya melliputi memeriksa dan mengkritik.
6. Mencipta / berkresasi yaitu memadukan bagian-bagian untuk membentuk
sesautu yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang
orisinal. Indikatornya meliputi merumuskan, merencanakan, dan
memproduksi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain; faktor
yang terdapat dalam diri siswa (faktor internal), dan faktor yang terdiri dari luar
siswa (faktor eksternal). Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak bersifat
28


biologis sedangkan faktor yang berasal dari luar diri anak antara lain adalah faktor
keluarga, sekolah, masyarakat dan sebagainya (Sunarto, 2009).
1. Faktor Internal
Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu
sendiri, adapun yang dapat digolongkan ke dalam faktor intern yaitu
kecedersan/intelegensi, bakat, minat dan motivasi (Sunarto, 2009).
a. Kecerdasan/intelegensi
Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Adakalanya
perkembangan intelegensi ditandai oleh kemajuan-kemajuan yang
berbeda antara satu anak dengan anak yang lainnya, sehingga
seseorang anak pada usia tertentu sudah memiliki tingkat kecerdasan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawan sebayanya.
b. Bakat
Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang
sebagai kecakapan pembawaan. Bakat dalam hal ini lebih dekat
pengertiannya dengan kata kecakapan, yaitu mengenai kesanggupan-
kesanggupan tertentu yang dimiliki seseorang dalam melakukan hal
sesuai dengan kemampuan bawaannya.
c. Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan
mengenai beberapa kegiatan. Kegiatan yang dimiliki seseorang
diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa sayang. Minat
adalah kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa
29


tertarik pada bidang/hal tertentu dan merasa senang berkecimpung
dalam bidang itu.
d. Motivasi
Motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan
suatu hal. Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena
hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa
untuk melakukan belajar. Persoalan mengenai motivasi dalam belajar
adalah bagaimana cara mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan.
2. Faktor Eksternal
Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi
belajar yang sifatnya di luar diri siswa, yaitu beberapa pengalaman-
pengalaman, keadaan keluarga, lingkungan sekitarnya dan sebagainya
(Sunarto, 2009).
a. Keadaan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat
seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Adanya rasa aman dalam
keluarga sangat penting dalam keberhasilan seseorang dalam belajar.
Rasa aman itu membuat seseorang akan terdorong untuk belajar
secara aktif, karena rasa aman merupakan salah satu kekuatan
pendorong dari luar yang menambah motivasi untuk belajar.
b. Keadaan Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat
penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu
lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang
30


lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran,
hubungan guru dengan siswa, alat-alat pelajaran dan kurikulum.
c. Lingkungan Masyarakat
lingkungan merupakan salah satu faktor yang tidak sedikit
pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa dalam proses
pelaksanaan pendidikan, sebab dalam kehidupan sehari-hari anak
akan lebih banyak bergaul dengan lingkungan dimana anak itu
berada.
2.7 Kajian Hasil-Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini yang
bekaitan dengan inkuiri dan teknik pembelajaran diagram V yaitu,
Evren eta al (2012) dalam penelitiannya yang berjudul The effect of
using V-diagrams in science and technology laboratory dalam analisis data ,
frekuensi, rata-rata dan setelah memverifikasi beberapa asumsi dengan analisis
ANACOVA. Melalui uji signifikansi dapt disimpulkan bahwa pembelajaran
berbasis laboratorium yang menggunakan diagram V secara rutin memiliki
pengaruh yang berbeda terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dibandingkan
pemanfaatan pembelajaran konvensional. kemampuan berpikir kritis dapat
berkembang dengan baik melalui pembelajaran melalui diagram V.
Calais (2009) Guru dalam pengaturan yang ideal untuk meningkatkan
keterampilan penyelidikan siswa dalam kegiatan ilmiah dan Investigasi secara
matematika. Bahkan lingkungan belajar yang paling ideal akan membuktikan
menjadi sia-sia, jika siswa gagal untuk memahami bagaimana untuk belajar. The
Vee Diagram, sebuah teknik heuristic dalam pendidikan, adalah strategi
31


pengajaran / pembelajaran yang ideal untuk memungkinkan siswa untuk
memperoleh pengetahuan tersebut.
Teke dan Gnen (2012) dalam penelitiannya yangberjudul Influence of
V-diagrams on 10
th
grade Turkish studentsachievement memperoleh kesimpulan
dari hasil kuisioner dan analisis data pretest posttest menggunakan uji t dimana
hasil pretest dan posttest terlihat teradi peningkatan yang signifikan setelah
diberikan perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol, kelompok
eksperimen memiliki peningkatan prestasi belajar yang lebih baik.(p < .05). dari
hasil kuisioner juga dapat disimpulkan, siswa lebih senang dengan proses belajar
menggunakan diagram V. pembelajaran yang lebih menyenangkan dan memiliki
dampak positif bagi siswa jelaslah hal yang sangat bermanfaat bagi penelitian
selanjutnya.
Chamizo (2011) menyatakan mengenai diagram V secara kualitatif
dalam artikelnya yang berjudul Heuristic Diagrams as a Tool to Teach History
of Science penggunaan Gowins Vee dalam proses pembelajaran memberikan
peningkatan kemampuan menuliskan pengamatan dalam tabel vee yang
dimodivikasi menjadi berbentuk tabel yang mengikuti kaedah atau bagian-bagian
vee. Diagram heuristic dapat dimanfaatkan sebagi media atau alat guna
mendukung proses pembelajaran. Secara garis besar disini dipaparkan mengenai
rancangan tentang diagram heuristic yang memiliki alur yang jelas guna
mengkaitkan pengetahuan awal pebelajar kepada proses dan konsep-konsep baru
yang mereka observasi dan temukan.

32


Pandey et al (2011) melakukan penelitian yang berjudul Effectiveness of
inquiry training model over conventional teaaching method on academic
achievement of science student in India dalam penelitian yang didesain dalam
penelitian pretest posttest true experimental design diperoleh kesimpulan bahwa
model pembelajaran inkuiri lebih signifikan (p < .05) dalam meningkatkan
prestasi belajar sains siswa dibandingan dengan modl pembelajaran konvensional.
model pembelajaran inkuiri memberikan pengalaman belajar yang lebih nyata dan
bermakna. Pembelajaran melalui pendekatan inkuiri meningkatkan prestasi belajar
siswa karena siswa ditempatkan sebagai subjek pembelajaran yang membangun
pemahamannya sendiri melalui kegiatan penemuan yang menyenangkan dan
menantang.
Rooney (2012) dalam penelitiannya yang berjudul How am I using
inquiry-based learning to improve my practice and to encourage higher order
thinking among my students of mathematics? Memberikan perlakuan yang
berbeda menurut perbedaan dari beberapa jenis inkuiri berdasarkan level
kemampuan siswa. dari penelitiannya tersebut dipaparkan beberapa jenis inkuiri
yang relevan dipergunakan pada keadaan dan level kelas yang berbeda. Melalui
treatmen inkuiri yang diberikan kepada diswa diperoleh secara kualitatif bahwa
kemampuan berpikir siswa mengalami peningkatan siring dengan treatmen yang
diberikan.
Penelitian Suardana (2012) terhadap siswa kelas VIII SMP Negeri 3
Singaraja menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari
pemahaman konsep sains antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran
inkuiri terbimbing bermuatan local genius, siswa yang belajar dengan model
33


model pembelajaran inkuiri terbimbing, dan siswa yang belajar dengan model
pembelajaran reguler. Pemahaman konsep siswa yang belajar melalui model
pembelajaran reguler menunjukan hasil paling rendah dibandingkan dengan
pemahaman konsep siswa yang belajar dengan model pembelajaran inkuiri
terbimbing bermuatan local genius dan inkuiri terbimbing.
2.8 Kerangka Berpikir
Pendidikan adalah cerminan kekuatan suatu negara, negara yang maju
selalu mengutamakan pendidikan warga negaranya. Pengembangan yang
komperhensif terhadap pendidikan suatu bangsa dapat mengembangkan berbagai
sektor yaitu, teknologi, ekonomi, industri dan lain sebagainya. Pendidikan
mempersiapkan sumber daya manusia untuk bersaing dan menjalankan kehidupan
dengan baik karena pendidikan sendiri bukan hanya berkaitan dengan kecerdasan
secara intelegensi tapi juga bagaimana membentuk sikap dan moral dari pebelajar.
Globalisasi menuntut sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu
bersaing di bidang sains dan teknologi. Namun, pendidikan Indonesia tampaknya
masih banyak tertinggal dengan negara-negara lain. Sistem pendidikan Indonesia
kurang optimal dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Hal
ini diakibatkan oleh sistem pembelajaran yang diterapkan belum menyentuh
hakikat pendidikan sains yang mengutamakan proses sains itu sendiri.
Pemerintah Indonesia telah merancang beberapa kebijakan yang ditujukan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia baik dari pembaharuan
kurikulum, lebih memperhatikan profesionalisme guru, pembenahan sarana
prasarana, dan pemerataan pendidikan. Namun, segala upaya yang telah dilakukan
pemerintah belum sepenuhnya maksimal dalam meningkatkan kualitas pendidikan
34


Indonesia. Kesenjangan itu terjadi mulai dari pendidikan di tingkat dasar hingga
perguruan tinggi yang memang belum maksimal dalam mengelola dan
menjalankan proses pendidikannya.
Guru sebagai fasilitator memegang peranan penting dalam proses
pembelajaran. Sebagai penentu alur dalam proses pendidikan di dalam kelas, guru
bertanggung jawab langsung terhadap kualitas pembelajaran di dalam kelas.
Namun, fakta dilapangan masih terdapat proses pembelajaran yang berpusat pada
guru (teacher centered) dimana, dalam menjalankan proses pembelajaran dikelas
guru mengajar melalui metode ceramah tanpa memperhatikan karakteristik
pebelajar itu sendiri. Guru kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran.
Hal ini berakibat siswa hanya menerima stimulus langsung dari guru, padahal
hendaknya guru memfasilitasi siswa dalam pengembangan pengetahuannya
sendiri dan bukan hanya memberikan informasi secara langsung sepanjang
pembelajaran dikelas.
Model pembelajaran yang selama ini digunakan belum mampu melibatkan
siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Paham konstruktivistik diharapkan
mampu memberikan penjelasan bagaimana seharusnya pembelajaran itu
dilakukan. Paham konstruktivistik sendiri merupakan suatu paham yang
berpandangan bahwa pebelajar adalah subjek dari proses pembelajaran, pebelajar
membentuk konstruksi pengetahuannya sendiri dari pengetahuan awal yang
mereka miliki. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang sesuai
dengan hakikat sains, sains adalah proses dan produk. Proses sains yang dimaksud
adalah konstruksi pengetahuan pembelajar dibentuk melalui proses sains yang
melibatkan penemuan atau eksperimen. Inkuiri merupakan salah satu model
35


pembelajaran yang dalam prosesnya melibatkan siswa secara utuh (student
centered). Model pembelajaran inkuiri menyajikan proses komperhensif bagi
siswa dalam mengembangkan pengetahuannya karena secara perlahan guru
mengurangi pembimbingan seiring dengan peningkatan kemampuan siswa.
Melaui model pembelajaran inkuiri siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya
sendiri dengan melakukan eksperimen yang tetap dalam bimbingan dan arahan
dari guru guna menghindari terjadinya miskonsepsi sehingga siswa secara
perlahan akan terbiasa mambangun pengetahuan dan menemukan konsep-konsep
fisikanya sendiri sehingga siswa dapat mencapai prestasi yang lebih optimal.
Proses penemuan melalui model pembelajaran inkuiri, siswa cenderung
hanya berfokus untuk mencari jawaban atas masalah yang diberikan guru. Siswa
kurang bertanaya mengenai mengapa hal tersebut berkaitan dan mengapa hal
tersebut bias terjadi. Keterkaitan antara teori yang mendasari suatu kejadian dan
fakta yang dilihat siswa sangat penting dalam meningkatkan prestasi belajar
siswa. Pemahaman antara teori kenyataan dan cara pengetahuan itu terbentuk
sangat berkaitan satu sama lain. Hal tersebutlah yang sering dilupakan oleh siswa,
yaitu memahami keterkaitan dan proses dari belajar penemuan tersebut.
Model pembelajaran inkuiri kurang memfasilitasi siswa dalam
mengembangkan krangka konseptual yang relevan guna menemukan konsep baru
dalam suatu proses praktikum. Inkuiri hanya memfasilitasi siswa dengan
pertanyaan awal sebelum praktikum (pretest) yang kurang menggali kerangka
konseptual awal siswa. Di laboratorium sains, siswa terkadang bingung dan
kurang memahami data yang mereka peroleh karena lemahnya kerangka
konseptual mereka. Kerangka konseptual awal merupakan hal yang penting dalam
36


mengantarkan siswa untuk memahami proses penemuan konsep itu sendiri. Sering
siswa kurang memahami mengapa sebuah fenomena dapat terjadi dan berkaitan
satu sama lain. Jarang siswa secara sadar mempergunakan konsep, prinsip atau
teori yang relevan dalam memahami mengapa kejadian atau objek diobservasi.
Siswa juga terkadang kurang memahami mengapa mereka membuat catatan
tertentu dan mengapa kesimpulan yang dibuatnya seperti itu. Proses inkuiri yang
kurang menekankan pengembangan krangka konseptual yang berkaitan dengan
proses praktikum akan membingungkan bagi siswa. Dalam hal ini, tidak ada
saling keterkaitan antara pemikiran siswa dengan aktivitasnya.sebagai akibatnya,
praktek dilaboratorium akan kurang optimal. Singkatnya, metodologi atau
aktivitas yang dilakukan siswa tidak dibimbing oleh gagasan konseptual atau teori
yang digunakan ilmuwan.
Melakukan penemuan seperti seorang penemu merupakan pengalaman
belajar yang sangat berharga bagi siswa. Hal tersebu tentunya dapat lebih efektif
apabila dilakukan dan dikomunikasikan melalui prosedur yang benar dan
sistematis. Diagram V yang dapat dipergunakan dalam proses pembelajaran di
laboratorium dapat memberikan siswa pengalaman belajar yang lebih bermakna.
Melalui pemanfaatan diagram V siswa dapat menemukan keterkaitan antara teori
atau konsep dengan metode penemuan dan konsep-konsep yang diobservasi.
Pembelajaran melalui diagram V mempersiapkan siswa bahkan sebelum
pelaksanaan praktikum dilaboratorium sehingga konsep-konsep yang dibangun
saat melakukan kegiatan praktikum di laboratorium akan berjalan dengan baik dan
dapat terseusun secara sistematis kedalam diagram V tersebut.
37


Proses pembelajaran melalui model pembelajaran inkuiri berkaitan dengan
pengungkapan kebenaran melalui observasi terhadap masalah-masalah yang
dikemukakan. Masalah-masalah tersebut akan diobservasi sedemikian rupa
sehingga memberikan konstruksi pengetahuan baru bagi siswa yang dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa. Proses penemuan tersebut akan lebih
sistematis apabila memanfaatkan diagram V. Diagram V dapat dijadikan sebagai
alat untuk mengorganisaikan kegiatan pembelajran di kelas terutama yang
melibatkan praktikum. Diagram ini dapat mengungkapkan apa yang sudah
dimiliki praktikan sebelum melakukan praktikum, apa yang mereka peroleh
selama praktikum, apa yang dapat mereka lakukan dengan data yang diperoleh,
dan pengetahuan apa yang dapat disimpulkan dari proses laboratorium. Diagram
alur berpikir terdapat dalam Gambar 2.2.














Gambar 2.2 Diagram Alir Kerangka Berpikir

1. Siswa menerima
pengetahuan dari guru atau
orang lain
2. Pembelajaran bersifat
teoretis & abstrak
3. Teacher centered
4. Guru sebagai sumber
informasi
5. Siswa pasif dalam
pembelajaran
6. Suasana belajarsangat
membosankan
7. Ceramah, diskusi

Pembelajaran Fisika di Sekolah
Paradigma tradisional
Paradigma Konstruktivis
MPDI

MPI+DV
1. Siswa membangun
oengetahuannya secara
mandiri
2. Pembelajaran lebih
nyata dengan
melibatkan siswa dalam
penemuan
3. Student centered
4. Guru sebagai fasilitator
dan mediator
5. Siswa aktif dalam
pembelajaran
6. Suasana belajar
menyenangkan
7. Discovery
Prestasi Belajar Fisiska
Teknik Heuristik Vee
dan pemanfaatan
Diagram V dalam
pelaporan praktikum


MPI
Pembelajaran lebih
sistematis dan memberikan
pengalaman belajar
bermakna. Memberikan
pemahaman dan alur
berpikir yang jelas bagi
siswa mengenai hal yang
perlu diobservasi


Kurang Optimal Optimal
Bergeser
38





2.9 Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini yaitu terdapat perbedaan prestasi
belajar fisika antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran inkuiri
berbantuan diagram V, siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran
inkuiri dan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran direct
instruction.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment).
Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya
untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan
eksperimen (Sugiyono, 2013).
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian
3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bangli tahun
2013/2014. Kelas VIII SMP Negeri 1 Bangli terdiri dari 8 kelas yaitu kelas VIIIA,
VIIIB, VIIIC, VIIID, VIIIE, VIIIF, VIIIG, VIIIH. Delapan kelas tersebut
39


dirandom untuk memilih 6 kelas sampel. Jumlah keseluruhan populasi disajikan
pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Distribusi Sumber Populasi Penelitian
No. Sumber Populasi Jumlah Siswa
1 Kelas VIIIA

26
2 Kelas VIIIB

26
3 Kelas VIIIC 26
4 Kelas VIIID 26
5 Kelas VIIIE 26
6 Kelas VIIIF 26
7 Kelas VIIIG 26
8 Kelas VIIIH 26
Total 208
(Sumber: SMP Negeri 1 Bangli, 2013)
3.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2013). Pemilihan sampel yang digunakan sebagai
kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan cara simple random
sampling. Teknik ini digunakan sebagai teknik pengambilan sampel karena
individu-individu pada populasi telah terdistribusi ke dalam kelas-kelas sehingga
tidak memungkinkan untuk melakukan pengacakan terhadap individu-individu
dalam populasi. Teknik simple random sampling juga memberikan peluang yang
sama bagi seluruh anggota populasi untuk menjadi sampel.
Teknik random sampling dilakukan dengan cara manual yaitu dengan
sistem undian. Cara pengambilan kelas sampel dalam sistem undian tersebut
adalah keenam kelas yang muncul dalam undian langsung dijadikan kelas sampel.
Keenam kelas tersebut akan dirandom lagi untuk menentukan kelas kontrol dan
kelas eksperimen. Kelas yang telah terpilih dari proses random pertama kemudian
dirandom kembali untuk menentukan kelas yang menggunakan model
pembelajaran inkuiri berbantuan diagram V (MPI+DV), model pembelajaran
40


inkuiri (MPI) dan kelas yang menggunakan model pembelajaran direct instruction
(MPDI).

3.3 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam
merencanakan dan melaksanakan percobaan. Rancangan yang digunakan dalam
penelitian adalah rancangan eksperimen one way pretest-posttest nonequivalent
control group design yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.





Keterangan
O
1,
O
3,
O
5
: Pengamatan awal (pretest) pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol sebelum perlakuan
O
2,
O
4,
O
6
: Pengamatan akhir (posttest) pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol setelah diberi perlakuan.
X
1
:

Kelompok eksperimen diberi perlakuan model pembelajaran
inkuiri berbantuan diagram V
X
2
: Kelompok eksperimen diberi perlakuan model pembelajaran
inkuiri
X
3
: Kelompok kontrol diberi perlakuan model pembelajaran direct
instruction.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel yang diselidiki dalam penelitian ini adalah pengaruh variabel
bebas (independent) terhadap satu variabel terikat (dependent). Terdapat dua
variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas (independent) dan variabel
terikat (dependent). Variabel bebas pada penelitian ini adalah model pembelajaran
(Diadaptasi dari Sugiyono, 2013)
Gambar 3.1 Rancangan eksperimen one way pretest-postttest
nonequivalent control group design
O
5
X
3
O
6
O
3
X
2
O
4
O
1
X
1
O
2
41


yang meliputi tiga dimensi, yaitu model pembelajaran inkuiri berbantuan diagram
V, model pembelajaran inkuiri, dan model pembelajaran direct instruction.
Variabel terikat yang diteliti pada penelitian ini adalah prestasi belajar fisika siswa
Hubungan antar variabel tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.2.





3.5 Prosedur Penelitian
Tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan pada penelitian ini, tersedia
pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Prosedur Penelitian
No Tahapan Uraian kegiatan
1 Orientasi

1) Mengadakan penjajagan ke SMP Negeri 1 Bangli
sekaligus minta izin kepada kepala sekolah untuk
mengadakan penelitian di sekolah tersebut.
2) Melakukan koordinasi dengan guru fisika kelas
VIII untuk mengetahui karakteristik siswa.
3) Meminta silabus yang digunakan di sekolah
tersebut.
2 Merancang
instrumen
penelitian

1) Mempersiapkan instrumen penelitian pre-test dan
post-test sesuai dengan penelitian yang akan
dilaksanakan.
2) Validasi pada instrumen penelitian dilakukan
dengan uji validitas isi dan uji coba instrumen.
3) Mengadakan konsultasi dengan ahli (dosen
pembimbing) berkaitan dengan instrumen yang
Gambar 3.2 Hubungan antara variabel-variabel penelitian
Model Pembelajaran:
1. Model Pembelajaran Inkuiri Berbantuan
diagram V
2. Model Pembelajaran Inkuiri
3. Model Pembelajaran Direct-Instruction
Prestasi Belajar Siswa

42


No Tahapan Uraian kegiatan
telah dibuat.
3 Observasi awal

1) Mengadakan penarikan sampel dengan teknik
simple random sampling dari populasi yang telah
ditentukan hingga diperoleh sampel yang terdiri
atas dua kelas yaitu satu kelas eksperimen dan satu
kelas kontrol.
2) Mengobservasi kegiatan belajar mengajar di kelas
yang dijadikan kelas kontrol dan kelas eksperimen.
4 Uji coba
instrument
1) Melaksanakan uji coba instrumen penelitian di
SMP Negeri 6 Kintamani.
5 Revisi instrumen 1) Menganalisis hasil uji coba instrumen.
2) Melaksanakan bimbingan dengan dosen
pembimbing terkait dengan hasil uji coba
instrumen.
3) Melakukan revisi terhadap instrumen, berdasarkan
masukan dari dosen pembimbing.
6 Merancang
perangkat
pembelajaran
1) Membuat RPP dan LKS berdasarkan langkah-
langkah dari masing-masing strategi pembelajaran.
2) Melakukan bimbingan dengan dosen pembimbing
terkait dengan perangkat pembelajaran yang telah
dirancang.
7 Mengadakan tes
awal (pre-test)
1) Mengadakan observasi dan tes awal (pretest) pada
kelas kontrol maupun pada kelas eksperimen.
Pemberian tes awal ini bertujuan untuk mengetahui
prestasi belajar fisika siswa sebelum mendapat
perlakuan.
2) Tes awal yang diberikan berupa tes prestasi belajar
fisika yang berupa 20 butir tes pilihan ganda.
8 Memberikan
perlakuan

1) Menerapkan model pembelajaran pada setiap kelas
eksperimen dan kontrol.
43


No Tahapan Uraian kegiatan
9 Mengadakan tes
akhir (post-test)

1) Mengadakan observasi dan tes akhir (posttest) pada
kelas kontrol maupun pada kelas eksperimen.
Pemberian tes akhir ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh model pembelajaran yang
diterapkan terhadap prestasi belajar fisika siswa.
2) Tes akhir (posttest) yang diberikan sama dengan
soal pada tes awal (pretest).
10 Analisis data dan
pengujian
hipotesis

1) Menganalisis data hasil penelitian.
2) Menguji hipotesis yang telah dirumuskan
sebelumnya.
3) Melakukan bimbingan dengan dosen terkait
dengan hasil analisis data.
11 Penyelesaian
Laporan
(Skripsi)
1) Melakukan pembahasan dan membuat simpulan
serta saran untuk melengkapi laporan (skripsi).
2) Melakukan bimbingan dengan dosen mulai dari
BAB I s/d BAB V dan lampiran skripsi.

3.6 Perlakuan Penelitian
Penelitian ini melibatkan tiga kelompok belajar, yaitu dua kelas
eksperimen dan satu kelas kontrol. Kelas eksperimen, satu kelas diberikan
perlakuan model pembelajaran inkuiri berbantuan diagram V dan satu kelas
diberikan perlakuan model pembelajaran inkuiri. Kelas kontrol diterapkan model
pembelajaran direct instruction. Rancangan pembelajaran pada masing-masing
kelas dan perlakuan terdapat pada tabel 3.3., 3.4., dan 3.5., berikut.
Tabel 3.3 Rancangan Pembelajaran Model Pembelajaran Inkuiri berbantuan
Diagram V
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Fase 1 Menyajikan pertanyaan atau masalah
a. Guru membimbing siswa
mengidentifikasi masalah dan
masalah dituliskan di papan tulis.
Siswa mengidentifikasi masalah dan
mecari literature (conceptual part)
sesuai bimbingan guru, dan
44


Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
b. Guru membagi siswa dalam
kelompok.
selanjutnya menuliskan pada
diagram V

Siswa duduk dalam kelompok sesuai
arahan guru.
Fase 2 Membuat hipotesis
c. Guru memberikan kesempatan pada
siswa untuk curah pendapat dalam
membentuk hipotesis.

d. Guru membimbing siswa dalam
menemukan hipotesis yang relevan
dengan permasalahan dan
memprioritaskan mana yang menjadi
prioritas penyelidikan.
Masing-masing kelompok
membentuk hipotesis terhadap
permasalahan yang sudah
diidentifikasi
Siswa dengan bimbingan guru
menentukan hipotesis yang relevan
dengan permasalahan dan
memprioritaskan mana yang menjadi
prioritas penyelidikan selanjutnya
menuliskan focus question pada
diagram V.
Fase 3 Merancang percobaan
e. Guru memberikan kesempatan pada
siswa untuk menentukan langkah-
langkah yang sesuai dengan
hipotesis yang akan dilakukan.
f. Guru membimbing siswa
mengurutkan langkah-langkah
percobaan.
Siswa di kelompoknya mencoba
menentukan langkah-langkah
percobaan yang akan dilakukan
sesuai dengan hipotesis
Siswa dengan bimbingan guru
mengurutkan langkah-langkah
percobaan tersebut dan selanjutnay
menuliskan kejadian-kejadian dan
objek pada diagram V.
Fase 4 Melakukan percobaan untuk memperoleh informasi
g. Guru membimbing siswa
mendapatkan informasi melalui
percobaan
Masing-masing kelompok
melakukan percobaan untuk
mendapatkan informasi yang
dituliskan pada diagram V
(Methodological part).
Fase 5 Mengumpulkan dan menganalisis data
h. Guru memberi kesempatan pada tiap
kelompok untuk menyampaikan
hasil pengolahan data yang
terkumpul.
Masing-masing kelompok
melaporkan hasil percobaannya
dalam bentuk diagramV di depan
kelas dan kelompok lainnya
menanggapi.


Fase 6 Membuat kesimpulan
i. Guru membimbing siswa dalam
membuat kesimpulan.
Siswa dengan bimbingan guru
membuat kesimpulan berdasarkan
data hasil percobaan yang telah
dituliskan dalam diagram V dan
memperkenalkan konsep yang
45


Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
mereka temukan.
(diadaptasi dari Trianto, 2007)
Tabel 3.4 Rancangan Pembelajaran Model Pembelajaran Inkuiri
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Fase 1 Menyajikan pertanyaan atau masalah
j. Guru membimbing siswa
mengidentifikasi masalah dan
masalah dituliskan di papan tulis.
k. Guru membagi siswa dalam
kelompok.
Siswa mengidentifikasi masalah
sesuai bimbingan guru.

Siswa duduk dalam kelompok sesuai
arahan guru.
Fase 2 Membuat hipotesis
l. Guru memberikan kesempatan pada
siswa untuk curah pendapat dalam
membentuk hipotesis.

m. Guru membimbing siswa dalam
menemukan hipotesis yang relevan
dengan permasalahan dan
memprioritaskan mana yang menjadi
prioritas penyelidikan.
Masing-masing kelompok
membentuk hipotesis terhadap
permasalahan yang sudah
diidentifikasi
Siswa dengan bimbingan guru
menentukan hipotesis yang relevan
dengan permasalahan dan
memprioritaskan mana yang menjadi
prioritas penyelidikan.
Fase 3 Merancang percobaan
n. Guru memberikan kesempatan pada
siswa untuk menentukan langkah-
langkah yang sesuai dengan
hipotesis yang akan dilakukan.
o. Guru membimbing siswa
mengurutkan langkah-langkah
percobaan.
Siswa di kelompoknya mencoba
menentukan langkah-langkah
percobaan yang akan dilakukan
sesuai dengan hipotesis
Siswa dengan bimbingan guru
mengurutkan langkah-langkah
percobaan tersebut .
Fase 4 Melakukan percobaan untuk memperoleh informasi
p. Guru membimbing siswa
mendapatkan informasi melalui
percobaan
Masing-masing kelompok
melakukan percobaan untuk
mendapatkan informasi.
Fase 5 Mengumpulkan dan menganalisis data
q. Guru memberi kesempatan pada tiap
kelompok untuk menyampaikan
hasil pengolahan data yang
terkumpul.
Masing-masing kelompok
melaporkan hasil percobaannya di
depan kelas dan kelompok lainnya
menanggapi.


Fase 6 Membuat kesimpulan
r. Guru membimbing siswa dalam
membuat kesimpulan.
Siswa dengan bimbingan guru
membuat kesimpulan berdasarkan
data hasil percobaan dan
memperkenalkan konsep yang
mereka temukan.
(diadaptasi dari Trianto, 2007)

46





Tabel 3.5 Rancangan Pembelajaran Model Pembelajaran Direct instruction
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Kegiatan Pendahuluan
Pembukaan dan Apersepsi
a. Guru mengucapkan salam pembuka
b. Mengecek kesiapan siswa dalam
belajar
c. Memberikan apersepsi

Siswa membalas salam guru
Siswa menyimak dengan baik dan
mencatat
Kegitan Inti
Penyajian Informasi
d. Guru memberikan informasi
mengenai materi yang akan
diajarkan
Ilustrasi dan contoh soal
e. Guru memberikan ilustrasi dan
contoh soal terkait materi yang telah
diberikan
Latihan soal
f. Guru memberikan latihan soal - soal

Umpan balik
g. Guru menunjuk salah satu atau
beberapa siswa untuk mengerjakan
latihan soal yang diberikan di papan
tulis
Evaluasi
h. Sebagai bahan evaluasi, siswa diberi
tugas mengerjakan soal-soal pada
buku paket atau LKS yang berkaitan
dengan materi yang sudah dibahas.

Siswa menyimak dengan baik dan
mencatat informasi yang diberikan
oleh guru.

Siswa menyimak dengan baik dan
mencatat informasi yang diberikan
oleh guru.

Siswa mengerjakan latihan soal -
soal

Siswa yang ditunjuk mengerjakan
latihan soal di papan tulis



Siswa mengerjakan soal-soal yang
ditugaskan oleh guru

Kegiatan Penutup
i. Pada akhir pertemuan guru
memberikan tugas rumah kepada
siswa
j. Guru menutup pembelajaran di kelas
Siswa mendengarkan dan mencatat
tugas rumah yang diberikan.
(Diadaptasi dari Slavin, 2003)
Kelas sampel diberikan materi yang sama yaitu, materi cahaya. Kisi-kisi
tes prestasi belajar disusun dengan mempertimbangkan jumlah jam per-pertemuan
untuk pelajaran IPA (fisika) SMP kelas VIII dan mungkin ada item-item yang
47


tidak memenuhi uji coba. Rancangan materi dan alokasi waktu disajikan dalam
Tabel 3.6.
Tabel 3.6 Rancangan Materi dan Alokasi Waktu Pelaksanaan Penelitian
No Sub Pokok
Bahasan
Indikator Alokasi Waktu
1 Perambatan
dan
pemantulan
cahaya
pada
cermin
datar,
cekung dan
cembung
Merancang dan melakukan percobaan
untuk menunjukkan sifat-sifat
perambatan cahaya
3 pertemuan
(240 menit)
Menjelaskan hukum pemantulan yang
diperoleh melalui percobaan
Menjelaskan proses pembentukan dan
sifat-sifat bayangan pada cermin datar
Menjelaskan proses pembentukan dan
sifat-sifat bayangan pada cermin cekung
Menerapkan hubungan antara jarak
benda, jarak bayangan, jarak fokus pada
cermin cekung
Menjelaskan proses pembentukan dan
sifat-sifat bayangan pada cermin
cembung

Menerapkan hubungan antara jarak
benda, jarak bayangan, jarak fokus pada
cermin cembung
2 Pembiasan
cahaya
Menjelaskan hukum pembiasan yang
diperoleh melalui percobaan
1 kali pertemuan
(240 menit)
Menentukan indeks bias melalui
medium
3 Pembiasan
pada lensa
cembung
dan cekung
Menjelaskan proses pembentukan dan
sifat-sifat bayangan pada lensa cembung
melalui percobaan
2 pertemuan
(240 menit)
Menerapkan hubungan antara jarak
48


No Sub Pokok
Bahasan
Indikator Alokasi Waktu
benda, jarak bayangan, jarak fokus, dan
pembesaran bayangan pada lensa
cembung
Menjelaskan proses pembentukan dan
sifat-sifat bayangan pada lensa cekung
Menerapkan hubungan antara jarak
benda, jarak bayangan, jarak fokus, dan
pembesaran bayangan pada lensa
cekung
(Sumber: SMP Negeri 1 Bangli, 2013)

3.7 Perangkat Pembelajaran
Penelitian ini menggunakan perangkat pembelajaran yang berupa Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). RPP dan LKS
dikembangkan dari silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). RPP
dan LKS disusun untuk masing-masing model pembelajaran yang digunakan.
3.7.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dikembangkan dalam
penelitian ini merupakan perwujudan dari model pembelajaran inkuiri berbantuan
diagram V (MPI+DV), model pembelajaran inkuiri (MPI), dan model
pembelajaran direct instruction (MPDI). Secara umum langkah-langkah yang
ditempuh dalam mengembangkan RPP adalah: (1) menganalisis materi pelajaran,
(2) menetapkan standar kompetensi, (3) menetapkan kompetensi dasar, (4)
menetapkan indikator pembelajaran, (5) menetapkan materi pelajaran, (6)
merancang kegiatan pembelajaran, dan (7) menyusun alat evaluasi pembelajaran
untuk mengukur pencapaian indikator pembelajaran.
49



3.7.2 Lembar Kerja Siswa
Lembar Kerja Siswa (LKS) dalam penelitian ini digunakan untuk
memfasilitasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang diterapkan. LKS ini
dikembangkan berdasarkan RPP untuk masing-masing model pembelajaran.
3.7.3 Lembar Kerja Siswa Inkuiri Berbantuan Diagram V
Model pembelajaran inkuiri berbantuan diagram V adalah model
pembelajaran inkuiri yang diintegrasikan dengan teknik pembelajaran diagram V
atau heuristic V. Diagram V terdiri dari beberapa bagian yang terstruktur
sedemikian rupa sehingga dengan mengikuti proses diagram V, seseorang akan
dengan tepat membangun struktur pengetahuannya. Rancangan LKS dirancang
berdasarkan komponen-komponen dari diagram V dan mengarahkan siswa untuk
menuliskan semua teori dan temuannya kedalam struktur diagram V sehingga
siswa menemukan alur berpikir yang benar dan sederhana berkaitan dengan
pengamatan yang dilakukan. Berikut ini contoh petunjuk pengisian diagram V
rancangan LKS inkuiri berbantuan diagram V. Sebelum siswa melakukan
praktikum, siswa dirujuk untuk memahami dan melengkapi diagram V seperti
petunjuk di bawah ini. Bagian yang diisi terlebh dahulu adalah bagian yang
berkaitan dengan prior siswa atau keperluan pemahaman sebelum praktikum dan
isisan selanjutnya dapat diisi selama dan setelah praktikum dilaksanakan
berdasarkan petunjuk LKS yang tersedia.
50



Gambar 3.3 Petunjuk Pengisian dan Penggunaan Diagram V

Berikut ini contoh LKS yang akan dipergunakan dalam proses
pembelajaran.
Lembar Kerja Siswa
A. Judul Percobaan
Pemantulan Cahaya

B. Pertanyaan Penyelidikan
Pemantulan cahaya pada benda yang tidak tembus cahaya ada yang teratur
dan ada pula yang tidak teratur. Kamu dapat melihat cahaya yang
dipantulkan benda-benda disekitarmu tidak menyilaukan mata, tetapi
terasa nyaman. Namun, cahaya yang dipantulkan cermin ke mata akan
sangat menyilaukan . Mengapa demikian?

C. Langkah Kegiatan
1. Sediakan alat dan bahan
2. Jatuhkan seberkas cahaya pada cermin
3. Tangkaplah cahaya pantul tersebut oleh kertas putih
4. Jatuhkan seberkas cahaya pada papan triplek
5. Tangkaplah cahaya pantul tersebut oleh kertas putih
6. Catat hasil pengamatanmu pada table berikut.

51



D. Pertanyaan
1. Apakah sinar pantul dari kedua bahan tersebut dapat ditangkap kertas?
Jawab :
2. Mengapa sinar pantul yang berasal dari cermin lebih mudah ditangkap
oleh layar
daripada yang berasal dari papan triplek?
Jawab :

E. Simpulan dan Hasil Percobaan
Temukanlah kesimpulan dari pemngamatan anda tersebut!

F. Klaim Nilai atau Manfaat dalam Kehidupan
Apakah manfaat dari konsep yang anda pahami setelah melakukan
pengamatan tersebut.

G. Lengkapi Diagram V
Setelah melakukan pengamatan lengkapi dan pahamilah diagram V yang
kalian gunakan dalam pengamatan.


3.8 Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti di dalam
mengumpulkan data. Instrument penelitian digunakan untuk mengukur nilai
variable yang diteliti (Sugiyono, 2013). Instrumen yang digunakan adalah tes
prestasi belajar fisika siswa. Tes prestasi belajar yang digunakan pada saat pre-test
dan pos-ttest adalah sama. Skor minimal dari masing-masing butir tes prestasi
belajar adalah 0 (nol) dan skor maksimalnya adalah 1. Prosedur pengembangan
tes prestasi belajar, yaitu: (1) mengidentifikasi standard kompetensi, (2)
menidentifikasi kompetensi dasar, (3) merumuskan indikator pembelajaran yang
harus dicapai berdasarkan kompetensi dasar, (4) menyususn secara terpadu kisi-
kisi tes prestasi belajar, (5) menentukan criteria penilaian, (6) penulisan butir-butir
tes, (7) uji ahli, (8) uji lapangan, (9) analisis hasil uji lapangan, (10) revisi butir-
butir tes, (11) finalisasi instrumen.
52


Tes prestasi belajar yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa tes
pilihan ganda (objektif). Jumlah butir soal yang digunakan adalah 20 butir dari 30
butir soal yang diuji cobakan. Kriteria penilaian tes prestasi belajar tipe pilihan
ganda menggunakan rubrik dengan rentangan skor 0-1. Berikut ini kisi-kisi tes
prestasi belajar pada pokok bahasan cahaya kelas VIII tahun ajaran 2013/2014.
Tabel 3.7 Kisi-Kisi Tes Prestasi Belajar Fisika
No
Sub Pokok
Bahasan
Indikator
No Soal Jumlah
Item C2 C3 C4
1 Perambatan
dan
pemantulan
cahaya
pada
cermin
datar,
cekung dan
cembung
Merancang dan melakukan
percobaan untuk menunjukkan
sifat-sifat perambatan cahaya
1 2 2
Menjelaskan hukum pemantulan
yang diperoleh melalui
percobaan
3

4 2
Menjelaskan proses
pembentukan dan sifat-sifat
bayangan pada cermin datar
5
7
2
Menjelaskan proses
pembentukan dan sifat-sifat
bayangan pada cermin cekung
8
9
10 3
Menerapkan hubungan antara
jarak benda, jarak bayangan,
jarak fokus pada cermin cekung
11
19
12 3
Menjelaskan proses
pembentukan dan
sifat-sifat bayangan pada cermin
cembung
13
21
15 2

Menerapkan hubungan antara
jarak benda, jarak bayangan,
jarak fokus pada
16 20 2
53


No
Sub Pokok
Bahasan
Indikator
No Soal Jumlah
Item C2 C3 C4
cermin cembung
2 Pembiasan
cahaya
Menjelaskan hukum pembiasan
yang diperoleh melalui
percobaan
17 1
Menentukan indeks bias melalui
medium
18 25

2
3 Pembiasan
pada lensa
cembung
dan cekung
Menjelaskan proses
pembentukan dan sifat-sifat
bayangan pada lensa cembung
melalui percobaan
23 22 2
Menerapkan hubungan antara
jarak benda, jarak bayangan,
jarak fokus, dan pembesaran
bayangan pada lensa cembung
26

27 2
Menjelaskan proses
pembentukan dan sifat-sifat
bayangan pada lensa cekung
28 24 2
Menerapkan hubungan antara
jarak benda, jarak bayangan,
jarak fokus, dan pembesaran
bayangan pada lensa cekung
29
30
2
Total 19 6 5 30

Teknik pengumpulan data menggunakan tes prestasi belajar fisika. Data
prestasi belajar awal diperoleh dengan menggunakan pretest. Data prestasi belajar
setelah siswa mendapatkan perlakuan untuk kelas kontrol dan eksperimen
diperoleh dengan menggunakan posttest. Skor hasil pretest merupakan prestasi
belajar awal siswa sebelum pembelajaran dan skor hasil posttest berupa prestasi
54


belajar siswa setelah mendapat perlakuan. Tes yang digunakan pada saat pretest
dan posttest adalah tes yang sama. Instrumen dan teknik pengumpulan data yang
meliputi jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data, instrumen, validitas
instrumen, dan waktu penyebaran instrumen disajikan pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
No. Jenis Data
Sumber
Data
Teknik
Pengump
ulan Data
Instrumen
Validitas
Instrumen
Waktu
1 Skor Hasil
Tes Prestasi
belajar awal
siswa
Siswa

Tes

Tes
prestasi
belajar

Validitas isi,
daya beda,
tingkat
kesukaran,
konsistensi
internal
butir,
reliabilitas.

Sebelum
perlakuan
2 Skor Hasil
Tes Prestasi
belajar siswa
Setelah
perlakuan


3.9 Validasi Perangkat Pembelajaran dan Uji Coba Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
berupa tes prestasi belajar. Arikunto (2009) menyatakan semua jenis instrumen
sebelum digunakan perlu diyakinkan bahwa memang sudah baik sehingga apabila
digunakan untuk mengumpulkan data akan menghasilkan data yang betul. Itulah
sebabnya sebelum digunakan instrumen harus diujicobakan.
Instrumen evaluasi harus diuji coba, dan bila perlu harus diuji coba
beberapa kali, agar persyaratan validitas, reliabilitas, dan persyaratan instrumen
lainnya dapat dipenuhi dengan baik (Candiasa, 2010). Oleh karena itu, instrumen
yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini diujicobakan
55


terlebih dahulu. Pengujian terhadap instrumen penelitian meliputi uji validitas
isi,indeks daya beda butir, dan tingkat kesukaran butir, uji konsistensi internal
butir, dan realibilitas tes. Perangkat pembelajaran yang meliputi Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) juga divalidasi.
Rancangan perangkat pembelajaran berbeda untuk masing-masing kelas karena
masing-masing kelas mendapatkan perlakuan model pembelajaran yang berbeda.
3.9.1 Validitas Isi Perangkat Pembelajaran
Langkah yang dilakukan dalam menguji validitas isi perangkat
pembelajaran adalah dengan mempertimbangkan dua orang ahli isi yaitu dua
orang dosen pembimbing pada bidang studi yang sama yang memiliki kualifikasi
dan pengalaman kerja yang cukup. Pertimbangan ahli isi dianggap telah
refresentatif sebagai dasar pertimbangan untuk memutuskan bahwa RPP dan LKS
yang dikembangkan telah memenuhi validitas isi. Proses validasi perangkat
pembelajaran dilakukan melalui konsultasi dengan dosen pembimbing. Hasil
bimbingan yang berupa masukan-masukan baik dari segi kedalaman isi,
sistematika penulisan, maupun tata bahasa selanjutnya direvisi agar layak
digunakan.
3.9.2 Validitas Isi Instrumen Penelitian
Menurut Candiasa (2010) validitas isi menyangkut isi dan format
instrumen. Pertanyaan yang mesti terjawab dari konsep validitas isi antara lain: 1)
seberapa ketepatan instrument, 2) apakah instrument sudah mengukur variabel
yang akan diukur, 3) seberapa ketepatan butir tes mewakili sampel materi, dan 4)
sebarapa ketepatan format instrumen.
56


Validitas isi artinya kejituan daripada suatu tes ditinjau dari isi tes tersebut.
Suatu tes dikatakan valid, apabila materi tes tersebut merupakan bahan-bahan
yang representative terhadap terghadap bahan-bahan yang diberikan (Nurkancana
& Sunartana, 1990). Validitas isi ditegakkan pada langkah telaah dan revisi butir
pertanyaan atau butir pernyataan, berdasarkan pendapat profesional (profesional
judgment) para penelaah. Penelaah sebagai ahli isi dan ahli desain instrumen
dalam penelitian ini adalah dua orang dosen pembimbing. Pertimbangan-
pertimbangan yang diberikan oleh penelaah dianggap telah refresentatif sebagai
dasar pertimbangan untuk memutuskan bahwa instrumen tes prestasi belajar yang
dikembangkan telah memenuhi validitas isi.
Proses validasi instrumen tes prestasi belajar adalah sebagai berikut. (1)
Instrumen yang telah dirancang dikonsultasikan dengan dosen pembimbing yang
ditunjuk. (2) Hasil bimbingan yang berupa masukan-masukan baik dari segi
kedalaman isi, sistematika penulisan, maupun tata bahasa selanjutnya direvisi. (3)
Hasil revisi kemudian dikonsultasikan kembali sampai instrumen penelitian yang
dimaksud layak digunakan sebagai uji coba.
3.9.3 Indeks Daya Beda
Indeks daya beda butir diperlukan untuk mengetahui apakah tes yang
dipergunakan mampu membedakan siswa yang memang bisa menjawab soal
dengan baik dan yang tidak bisa menjawab. Persamaan yang dipakai untuk
menghitung indeks daya beda butir adalah sebagai berikut (Santyasa, 2005)
T
R R
IDB
KB KA
2
1

=


57


dengan:
KA
R = jumlah responden kelompok atas yang menjawab benar,
KB
R = jumlah responden kelompok bawah yang menjawab
benar,
T = jumlah total responden

Rentangan IDB yang dapat dijadikan acuan (Santyasa, 2005) adalah
sebagai berikut.
a) 0,00 < IDB 0,20 berarti sangat rendah,
b) 0,20 < IDB 0,40 berarti rendah,
c) 0,40 < IDB 0,60 berarti sedang,
d) 0,60 < IDB 0,80 berarti tinggi,
e) 0,80 < IDB 1,00 berarti sangat tinggi.
Item tes yang memungkinkan untuk tes standar dan dapat digunakan
dalam penelitian ini adalah item tes yang mempunyai IDB > 0,20 (Santyasa,
2005).
3.9.4 Indeks Kesukaran Butir
Indeks kesukaran butir menyatakan tingkat kesukaran dari tiap-tiap butir
soal dilihat dari jumlah responden yang menjawab dengan benar dan salah. IKB
dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Santyasa, 2005).
% 100 =
T
R
IKB
dengan:
R = jumlah reponden yang menjawab benar,
T = jumlah responden seluruhnya,
Rentangan IKB yang dapat dijadikan acuan adalah.
a) 0,00 < IKB 0,20 berarti sangat sukar,
b) 0,20 < IKB 0,40 berarti sukar,
58


c) 0,40 < IKB 0,60 berarti sedang,
d) 0,60 < IKB 0,80 berarti mudah,
e) 0,80 < IKB 1,00 berarti sangat mudah.
Secara umum, butir yang ditoleransi sebagai tes standar adalah yang memiliki
0,30 IKB 0,70 (Santyasa, 2005).
3.9.5 Konsistensi Internal Butir
Gay (dalam Santyasa, 2005) konsistensi internal butir adalah derajat
konsistensi pengukuran yang ditampilkan oleh butir terhadap apa yang ingin
diukur. Jadi konsistensi butir berkenaan dengan tingkatan atau derajat yang
menunjukkan seberapa jauh butir dapat mengukur secara konsisten apa yang
seharusnya diukur. Konsistensi internal butir dapat diestimasi dari indeks korelasi
antara skor butir dan skor total. Koyan (2007) menyatakan bahwa data yang
berbentuk dikotomi, sebaiknya menggunakan teknik korelasi Point Biserial,
dengan rumus sebagai berikut:
q
p
s
M M
r
t
t p
pbi

=


dengan:
pbi
r = koefisien korelasi biserial,
p
M = rerata skor dari subjek yang menjawab benar bagi butir yang
dicari validitasnya,
t
M = rerata skor total,
t
s = standard deviasi dari skor total,
p = proporsi peserta didik yang menjawab benar,
q

= proporsi peserta didik yang menjawab salah (q = 1- p).


59


Indeks korelasi antara skor butir-total dengan kriteria korelasi lebih dari
0,30 disebut sebagai butir yang memiliki derajat konsistensi internal butir yang
tinggi. Sedangkan indeks yang berada pada rentangan 0,10 - 0,30 berkategori
konsisten tetapi harus direvisi (Long et al., dalam Santyasa, 2005)
3.9.6 Konsistensi Internal Tes (Reliabilitas)
Gay (dalam Santyasa, 2005) menyatakan bahwa reliabilitas tes adalah
derajat pada mana suatu tes dapat mengukur secara konsisten apa yang
seharusanya diukur. Pengukuran yang konsisten akan memberikan hasil yang
sama untuk subjek yang sama pada waktu yang berbeda. Koefisien reliabilitas tes
dapat bernilai antara 0,00-1,00. Koyan (2007) menyatakan bahwa untuk
menghitung reliabilitas yang datanya bersifat dikotomi, digunakan rumus Kuder
Richadson 20 (KR-20) berikut.
|
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|

=

2
2
1 . 1
1
t
t
SD
pq SD
k
k
r

dengan:
1 . 1
r = koefisien reliabilitas tes,
p = proporsi peserta tes menjawab benar,
q = proporsi peserta tes yang menjawab salah,
2
t
SD = varian total tes,
k = bsnysknys butir tes.
Menurut Long et al (dalam Santyasa, 2005), kriteria yang dapat diacu
adalah koefisien reliabilitas > 0,80 menyatakan tes tersebut acceptable (bisa
diterima). Oleh karena koefisien reliabilitas secara wajar bergerak pada interval
0,00 -1,00, maka kriteria-kriteria: 0,00 - 0,20 adalah sangat rendah, 0,20 - 0,40
rendah, 0,40 - 0,60 sedang, 0,60 - 0,80 tinggi, dan 0,80 - 1,00 sangat tinggi dapat
pula diacu sebagai kriteria penolakan atau penerimaan konsistensi internal tes. Tes
60


prestasi belajar dengan indeks reliabilitas berada pada kategori sedang, tinggi, dan
sangat tinggi ditoleransi untuk diterima sebagai perangkat tes yang relatif baku
(Santyasa, 2005). Rancangan uji instrumen penelitian disajikan lebih ringkas pada
Tabel 3.9.
Tabel 3.9 Rancangan Validasi Perangkat Pembelajaran dan Uji
Coba Instrumen Penelitian
Instrumen
Penelitian
Uji Coba Dasar Estimasi
Tes Prestasi
Belajar
Indeks Daya Beda
Butir (IDB)
Kriteria: IDB > 0,20 (Santyasa, 2005)
Indeks Kesukaran
Butir (IKB)
Kriteria: 0,30 IKB 0,70 (Santyasa,
2005)
Konsistensi
internal butir
Indeks korelasi antara skor butir-total
dengan kriteria korelasi > 0,30
berkategori konsistensi tinggi dan 0,10 -
0,30 berkategori konsisten tetapi harus
direvisi (Long et al., dalam Santyasa,
2005)
Reliabilitas Tes kriteria: r 0,80 acceptable (Long et al.,
dalam Santyasa, 2005)

3.10 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik
analisis deskriptif dan analisis varian (ANAVA) satu jalur. Teknik analisis secara
deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan skor rata-rata dan standar deviasi
kemampuan pemecahan sebelum perlakuan (pretest) dan kemampuan pemecahan
setelah perlakuan (posttest).


61


3.10.1 Teknik Analisis Deskriptif
Teknik analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan persentase,
nilai rata-rata dan simpangan baku. Persentase yang dideskripsikan adalah
persentase prestasi belajar fisika sebelum dan setelah perlakuan. Nilai rata-rata
simpangan baku yang dideskripsikan adalah nilai rata-rata simpangan baku hasil
tes prestasi belajar awal (pretest) dan hasil tes prestasi belajar siswa setelah
perlakuan (posttest). Rentangan nilai diperoleh berdasarkan persentase tingkat
pemahaman yang tersedia pada (PAP) skala lima seperti Tabel 3.10.
Tabel 3.10 Pedoman Konversi PAP Skala Lima Hasil Observasi
Persentase
Tingkat
Penguasaan

Rentangan Nilai
Prestasi Belajar

Skor standar Kualifikasi
90% - 100%

90 100 A Sangat Baik
80% - 89% 80 89 B Baik
65% - 79% 65 79 C Cukup
55% - 64% 55 64 D Kurang
0% - 54% 0 - 54 E Sangat Kurang
(Diadaptasi dari Dantes, 2012)
3.10.2 Teknik Analisis Varian (ANAVA)
Teknik analisis yang digunakan adalah analisis varians satu jalur yang
melibatkan tiga variabel bebas dan satu variabel terikat. Untuk perhitungan
ANAVA digunakan bantuan program yakni program SPSS. Semua pengujian
hipotesis dilakukan pada taraf signifikansi 5%. Prestai belakar fisika siswa
ditentukan berdasarkan selisih antara nilai pretest dan posttest yang telah
ternormalisasi atau disebut dengan gain ternormalisasi. Gain ternormalisasi
didefinisikan sebagai tingkat kemajuan data setelah perlakuan pembelajaran. Hake
(1999) menyatakan bahwa untuk menentukan gain ternormalisasi berdasarkan
nilai posttest dan pretest digunakan persamaan sebagai berikut.
62



pre
pre post
S
S S
g

=
% 100

Keterangan:
g
= gain ternormalisasi
pre
S
= nilai pretest
post
S
= nilai pretest

Penggolongan gain score restasi belajar fisika disajikan pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11 Penggolongan gain score
No. Rentang skor Katagori
1. <0,3 Rendah
2. 0,3-0,7 Sedang
3. >0,7 Tinggi
(Diadaptasi dari Hake, 1999)
Gain ternormalisasi ini selanjutnya akan digunakan dalam analisis uji
hipotesis dengan teknik uji analisis varians (ANAVA). Sebelum melakukan uji
hipotesis dengan ANAVA satu jalur, terlebih dahulu harus melakukan uji
prasyarat terhadap hasil tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest). Adapun uji
prasyarat tersebut adalah sebagai berikut.
1. Pengujian Normalitas Sebaran Data
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data
prestasi belajar fisika siswa dari kelompok siswa yang belajar dengan
model pembelajaran inkuiri berbantuan diagram V, model pembelajaran
inkuiri dan model pembelajaran direct instruction telah berdistribusi
normal. Candiasa (2011) menyatakan bahwa normalitas sebaran data
menggunakan statistik Kolmogorov Test dan Shapiro-Wilks Test. Kriteria
63


pengujian data memiliki sebaran distribusi normal jika bilangan
signifikansi (sig.) yang dihasilkan lebih besar dari taraf signifikansi yang
ditetapkan yaitu 0,05.
2. Uji Homogenitas Varian
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data prestasi
belajar fisika siswa antara kelompok siswa yang belajar dengan model
inkuiri berbantuan diagram V, model pembelajaran inkuiri dan model
pembelajaran direct instruction memiliki varians yang homogen.
Candiasa (2011) menyatakan bahwa uji homogenitas varians antar
kelompok juga digunakan untuk meyakinkan bahwa perbedaan yang
terjadi pada uji hipotesis benar-benar terjadi akibat adanya perbedaan
dalam kelompok. Uji homogenitas varians antarkelompok menggunakan
Levenes Test of Equality of Error Variance. Kriteria pengujian yang
digunakan adalah data memiliki varian yang homogen jika angka
signifikansi yang diperoleh lebih besar dari 0,05.
3.10.3 Uji Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diuji adalah terdapat pengaruh yang berupa perbedaan
tingkat prestasi belajar fisika siswa yang mengikuti model pembelajaran inkuiri
berbantuan diagram V, model pembelajaran inkuiri dan model pembelajaran
direct instruction. Berikut dijabarkan hipotesis penelitian ini.
H
0
: [
m1
Y] = [
m2
Y] = [
m3
Y]: Tidak terdapat perbedaan prestasi belajar
fisika antara siswa yang difasilitasi model pembelajaran berbantuan
diagram V, model pembelajaran inkuiri dan model pembelajaran direct
instruction.
64


H
1
: [
m1
Y] [
m2
Y] [
m3
Y]: terdapat perbedaan prestasi belajar fisika
antara siswa yang difasilitasi model pembelajaran inkuiri berbantuan
diagram V, model pembelajaran inkuiri dan model pembelajaran direct
instruction.
Keterangan:

m1
Y = skor rata-rata prestasi belajar fisika siswa yang model
pembelajaran inkuiri berbantuan diagram V.

m2
Y = skor rata-rata prestasi belajar fisika siswa yang difasilitasi model
pembelajaran inkuiri.

m3
Y = skor rata-rata prestasi belajar fisika siswa yang difasilitasi model
pembelajaran direct instruction.
Kriteria pengujiannya yaitu dengan taraf signifikasi =0,05. Penerimaan
hipotesis ditentukan dengan membandingkan dengan angka signifikansi yang
diperoleh melalui perhitungan SPSS. Ho ditolak (terima H
1
) apabila angka
signifikasi < , dan sebaliknya Ho diterima jika angka signifikansi > . Hal
tersebut mengisyaratkan terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa yang
belajar dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri berbantuan diagram V,
model pembelajaran inkuiri dan model pembelajaran direct instruction di kelas
VIII SMP Negeri 1 Bangli tahun pelajaran 2013/2014.
Menurut Candiasa (2011), tindak lanjut dari uji ANAVA dilakukan
dengan uji signifikansi skor rata-rata antar kelompok dengan menggunakan Least
Significant Difference (LSD). Kelompok tersebut meliputi kelompok sampel yang
belajar dengan model pembelajaran inkuiri berbantuan diagram V, model
pembelajaran inkuiri dan model pembelajaran direct instruction . Jumlah
65


pengamatan masing-masing kelompok adalah sama, maka digunakan formula
Montgomery sebagai berikut.
n
MS
t LSD
E
a N
2
. 2 /
=
o

Keterangan:
= taraf signifikansi
MS
E
= mean square error
N = jumlah sampel total
a = jumlah kelompok
n = jumlah sampel dalam kelompok
Kriteria pengujiannya adalah tolak H
0
jika harga mutlak |
i
-
j
| > LSD,
yang berarti terdapat perbedaan skor rata-rata variabel terikat antara kelompok
siswa yang belajar dengan model pembelajaran inkuiri berbantuan diagram V,
kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran inkuiri, dan kelompok
siswa yang belajar dengan model pembelajaran direct instruction. Pengujian dapat
dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16.00 for Windows dan Microsoft
Office Excel 2007 dengan taraf signifikansi 0,05 pada pengujian hipotesis.


66


DAFTAR PUSTAKA


Agustina, I G. A. T. & Tika, I N. 2013. Konsep dasar IPA: Aspek fisika dan
kimia. Jakarta: Penerbit Ombak.

Anderson, L. W. & Krathwohl, D. L. 2001. A taxonomi for learning, teaching,
and assessing:A revision of blooms taxonomi of educational objectives.
New York: Addison Wesley Longman.

Arikunto, S. 2005. Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. 2009. Manajemen penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Bali Post. 2013. 182 siswa SMP di Buleleng tak lulus UN. Berita Bali Post
Online. Tersedia pada http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module
=detailberita&kid=2&id=7 6557. Diakses tanggal 14 November 2013.

BSNP. 2007. Peraturan menteri pendidikan nasional Republik Indonesia nomor
41 tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Budiningsih, A. C. 2005. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: PT. Rieka Cipta.
Calais, G. J. 2009. The vee diagram as a problem solving strategy: Content area
reading/writing implications. National Forum Teacher Education Journal
19(3): 86-91. Tersedia pada. http://nationalforum.com/Electronic%20Jour
nal%20Volumes/Calais,%20Gerald%20J.%20The%20Vee%20Diagram%
20as%20a%20Problem%20Solving%20Strategy%20NFTEJ%20V19N320
09.pdf. diakses tanggal 30 Januari 2014.

Candiasa, I M. 2010. Pengujian instrument penelitian disertai aplikasi ITEMAN
dan BIGSTEPS. Singaraja: Undiksha Singaraja.

Candiasa, I M. 2011. Statistik multivariat disertai aplikasi SPSS. Singaraja:
Undiksha Singaraja.
Chamizo, J. A. 2011. Heuristic diagrams as a tool to teach history of science. Sci
& Educ. Tersedia pada http://www.joseantoniochamizo.com/pdf/He
uristic_Diagrams_as_a_Tool_to_Teach_History_of_Science.pdf. diakses
tanggal 30 Januari 2014.

Dahar, R. W. 1989. Teori-teori belajar. Jakarta: Erlangga.

Dantes, N. 2012. Metode penelitian. Yogyakarta: Andi Offset

67


Depdiknas. 2003. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional. Tersedia pada http://www.unpad.ac.id/wpcon
tent/uploads/2012/10/UU202003Sisdiknas.pdf. Diakses tanggal 2 Juni
2013.

Djamarah, S. B. 1994. Prestasi belajar dan kompetensi guru. Surabaya: Usaha
Nasional.

Driana, E. 2012. Gawat darurat pendidikan. Berita Kompas Online. Tersedia pada
http://nasional.kompas.com/read/2012/12/14/02344589/twiter.com.
Diakses tanggal 15 Desember 2013.
Evren, A., Bati, K., & Yilmaz, S. 2012. The effect of using v-diagrams in science
and technology laboratory. Social and Behavioral Sciences, 46: 2267-
2272, tersedia dalam https://www.academia.edu/1921692/The_Effect_of_
using_vdiagrams_in_Science_and_Technology_Laboratory_Teaching_on
_Preservice_Teachers_Critical_Thinking_Dispositions. diakses tanggal 30
Januari 2014.

Hake, R. R. 1999. Analyzing change/gain scores. Artikel. Tersedia pada http://
www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf. Diakses pada
tanggal 20 Januari 2014.
Indrawati & Sidartha, A. 2005. Model pembelajaran langsung. Modul Science
education development centre. Tersedia dalam http://www.p4tkipa.
net/modul/Tahun2005/SMA/Kimia/Model%20Pembelajaran%20Langsung
.pdf. Diakses pada tanggal 27 Januari 2014.

Kemendikbud. 2011. Survei internasional PISA. Artikel. Tersedia pada
http://litbang.kem dikbud.go id/index.php/survei-internasional-pisa.
Diakses pada tanggal 14 November 2013.

Kompas. 2012. Indeks Pendidikan untuk semua masih stagnan. Berita Kompas
Online. Tersedia pada http://edukasi.kompas.com/read/2012/10/20/04385
981/Indeks.Pendidik an.untuk.Semua.Masih.Stagnan. Diakses tanggal 14
November 2013.
Koyan, I W. 2007. Assesmen dalam pendidikan. Modul. Tersedia dalam
http://pasca.undiks ha.ac.id/e-learning/staff/dsnmateri/6/1-4.pdf. Diakses
pada tanggal 27 Januari 2014.

Mustachfidoh., Swasta, I B.J., & Widiyanti, N L P. M. 2013. Pengaruh model
pembelajaran inkuiri terhadap prestasi belajar biologi ditinjau dari
inteligensi siswa SMA Negeri 1 Srono. e-Journal Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Ganesha. 3. Tersedia dalam
http://pasca.undiksha.ac.id/e-journal/. Diakses pada tanggal 20 Pebruari
2014.
68


Novak, J. D & Gowin, D. B. (1984). Leraning ho to learn. New York: Cambridge
University.

Nurfuadah, R. N. 2013. Indeks kepintaran anak Indonesia jeblok. Berita Okezone
Online Tersedia pada http://kampus.okezone.com/read/2013/12/06/37
3/908225/miris-indeks-kepintaran-anak-indonesia-jeblok. Diakses tanggal
15 Desember 2013.
Nurkancana, W. & Sunartana, PPN. 1990. Evaluasi hasil belajar. Surabaya:
Usaha Nasional.

Pandey, A., Nanda, G. K., & Ranjan, V. 2011. Effectiveness of inquiry training
model over conventional teaaching method on academic achievement of
science student in India. Journal of Innovative Research in Education,
1(1): 7-20. Tersedia pada www.grpj ournal.org%2Fdownload. Diakses
tanggal 8 September 2013.

Parmawati, L. E. 2012. Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk
meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar IPA (fisika) siswa kelas
VIII
c
SMP Negeri 1 Amlapura tahun pelajaran 2011/2012. Skripsi (tidak
diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha.

Rooney, C. 2012. How am I using inquiry-based learning to improve my practice
and to encourage higher order thinking among my students of
mathematics?. Educational Journal of Living Theories, 5(2): 99-127.
Tersedia pada http://ejolts.net/files/journal/5/2/Rooney5(2).pdf . diakses
tanggal 30 Januari 2014.

Santyasa. I W. 2005. Analisis butir dan konsistensi internal tes. Makalah.
Disajikan dalam Workshop bagi para Pengawas dan Kepala Sekolah Dasar
di Kabupaten Tabanan pada tanggal 20-25 Oktober 2005, di Kediri
Tabanan Bali. Tersedia pada http://johannes.lecture.ub.ac.id/files/2012
/05/MEI-3-2012-ANALISIS-BUTIR.pdf. Diakses pada tanggal 1
Desember 2013.

Santyasa, I W. 2006. Pembelajaran inovatif: Model kolaboratif, basis proyek, dan
orientasi NOS. Makalah. Disajikan dalam Seminar di Sekolah Menengah
Atas (SMA) Negeri 2 Semarapura Tanggal 27 Desember 2006, di
Semarapura. Tersedia pada http://www.freewebs.com/santyasa/PDF_Files
/COLLABORATIVE_MODEL__PROJECT_BASED DAN ORIENTASI
NOS.pdf. Diakses pada tanggal 1 Desember 2013.

Santyasa, I W. 2007. Landasan konseptual media pembelajaran. Makalah.
Disajikan dalam Workshop Media Pembelajaran bagi Guru-guru SMA
Negeri Banjar Angkan pada tanggal 10 Januari 2007 di Banjar Angkan
Klungkung. Tersedia pada http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._
LUAR_SEKOLAH/1947041719730MULIATI_PURWASASMITA/MED
IA_PEMBELAJARAN.pdf. Diakses pada tanggal 14 November 2013.

69


Santyasa, I W. 2012. Pembelajaran inovatif. Singaraja: Undiksha Press.

Slameto. 2003. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta. Rineka
Cipta.
Slavin, R. E. 2003. Educational Psychology: Theory and Practice, 7
th
Edition,
Boston: John Hopkins University
Suardana, I W. 2012. Pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing bermuatan
local genius terhadap pemahaman konsep sains siswa kelas VIII SMP
Negeri 3 Singaraja tahun pelajaran 2011/2012. Skripsi (tidak diterbitkan).
Universitas Pendidikan Ganesha.

Suastra, I W. 2009. Pembelajaran sains terkini: Mendekatkan siswa dengan
lingkungan alamiah dan sosial budaya. Singaraja: Universitas Pendidikan
Ganesha.

Sugiyono. 2013. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.

Sunarto. 2009. Pengertian prestasi belajar. Artikel. Tersedia pada
http://sunartombs .wordpress.com /2009/01/05/pengertian-prestasi-
belajar/. Diakses tanggal 25 April 2013.
Teke, H., & Gnen, S. 2012. Influence of V-diagrams on 10
th
grade Turkish
studentsachievement in the subject of mechanical waves. Science
Education International, 23(3): 268-285. diakses tanggal 30 Januari 2014.

Trianto. 2007. Model-model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivistik.
Surabaya: Prestasi Pustaka.

Trianto. 2009. Mendesain model pembelajaran inovatif-progresif. Jakarta:
Kencana.
Warpala, I W. S. 2009. Pendekatan pembelajaran konvensional. Artikel. Tersedia
pada http://edukasi.kompasiana.com. Diakses pada tanggal 23 Oktober
2013.

Anda mungkin juga menyukai