Anda di halaman 1dari 9

15 Aktivitas Melatih Balita Siap Sekolah

Image by : Dokumentasi Ayahbunda


Umur boleh sama, namun anak yang terlatih lebih siap bersekolah. Tiga tanda balita siap sekolah adalah siap bermain dengan teman, bisa berpisah dari orang tua, dan bisa menolong diri sendiri. Berikut 15 aktivitas yang melancarkan langkah balita masuk sekolah. 1. Playdate

Undang 2 anak sebaya perempuan dan laki-laki untuk bermain bersama balita Anda. Dorong balita untuk saling berinteraksi tanpa Anda ikut campur mengatur apa yang mereka mainkan, tapi tetap awasi. Adakan acara ini secara rutin. Beritahu balita sebelumnya bahwa teman-temannya akan bermain dengan mainan miliknya. Ini membantunya untuk mau berbagi dan bersikap baik. Manfaat: Balita belajar bersosialisasi, berbagi dan membangun sikap yang baik terhadap orang lain.

2. Membereskan Mainan

Sediakan wadah, kotak atau lemari khusus untuk menyimpan mainan. Ajak balita untuk mengembalikan mainannya ke wadah tersebut. Beri pujian bila dia mengembalikan mainan ke tempatnya seperti yang Anda perintahkan. Beri contoh dengan selalu mengembalikan barang ke tempatnya, misalnya setelah selasesai membaca buku langsung Anda kembalikan ke rak buku.

Manfaat: Balita belajar kemandirian, ketertiban dan tanggung jawab sehingga memberi nilai lebih di sekolah. 3. Membuat jadwal

Buat jadwal kegiatan sehari-hari balita dan pasang di tempat yang selalu dilihat balita. Sisipkan kegiatan mainan sekolah-sekolahan dalam jadwal balita. Sesuaikan waktu bermain dengan jam dia bersekolah nanti. Jangan lupa jadwalkan tidur. Balita perlu cukup tidur agar bisa bangun dengan segar serta siap melakukan berbagai kegiatan.

Manfaat: Balita belajar rutinitas dan disiplin sehingga terbiasa mengikuti jadwal kegiatan dari guru.

4. Memberi Nama Benda


Meski anak belum bisa membaca, templestiker namanya pada barang-barang miliknya, seperti kaos atau topi. Belikan di abenda yang bertuliskan namanya, seperti kaos atau topi. Beritahu balita benda dengan lebel bentuk huruf seperti ini adalah miliknya.

Manfaat: Balita belajar identitas diri dan mengenal huruf. 5. Bacakan Buku Cerita

Buat kebiasaan membacakan buku cerita pad awaktu yang sama setiap hari atau pada hari-hari tertentu dalam seminggu. Pilih waktu santai Anda dan balita.

Manfaat: Balita belajar memusatkan perhatian dan menyimak. 6. Mencoret-coret


Sediakan krayon dan kertas, ajak balita mencoret di atas kertas. Biasakan balita mencoret-coret kertas sambil duduk di kursi.

Manfaat: ketrampilan motorik halus, kreatifitas dan imajinasi. 7. Memilih Baju


Untuk baju sehari-hari di rumah, ijinkan memilih sendiri baju mana yang akan dikenakan. Beri rambu, baju untuk dipakai di rumah ada di laci warna kuning, misalny. Untu bepergian atau ke seklah, sediakan 2-3 pilihan pakaian dan biarkan balita memutuskan apa yang dia inginkan. Jangan mencela baju pilihannya.

Manfaat: balita belajar sadar diri, mandiri dalam mengambil keputusan. 8. Mengatur barang-barang

Siapkan satu tas dan barang-barang yang akan dibawa ke sekolah, seperti tempat makan, sapu tangan, baju ganti dan lain-lain. Minta anak memasukkan barang-barang dalam tasnya, kemudian minta ia mengeluarkannya lagi sambil dicek apakah ada barang yang tertinggal.

Manfaat: balita belajar rutinitas, mandiri, tanggung jawab, teliti, dan melatih daya ingat barang apa saja yang dibawa pergi dan kembali. 9. Membuang Sampah

Sediakan beberapa tempat sampah untuk memudahkan balita membuang sampah. Misalnya di dapur, ruang keluarga dan di tempat anak biasa bermain. Jadilan contoh yang baik dengan selalu membuang sampah pada tempatnya.

Manfaat: Balita belajar kebersihan dan melatihnya mengikuti intruksi berbagai aktivitas di sekolah. 10. Pergi Agak Lama

Ajak balita mengunjungi tempat baru yang belum pernah dia kunjungi. Ajak dia mengamati orang-orang yang berada di tempat itu.

Bila ada prasekolah yang menawarkan program uji coba, sertakan balita agar Anda tahu apakah balita merasa senang berad di sana.

Manfaat: balita belajar beradaptasi dengan lingkungan baru. 11. Memakai Sepatu

Pilih sepatu yang mudah dikenakan dan dilepas. Biasakan selalu mengenakan sepatu setiap pergi ddari rumah, minta anak mengenakan sendiri sepatunya, melepaskannya dan meletakannya di rak sepatu setelah dipakai.

Manfaat: belajar mandiri dan percaya diri. 12. Ke Toilet Sendiri


Biasakan balita buang air di kamar mandi. Ajarkan balita mengatakan keinginannya buang air. Awalnya tanyakan apakah di aingin buang air atau tidak. Jangan memarahi balita bila terlambat memberitahu Anda.

Manfaat: belajar kemandirian, kepercayaan diri, kebersihan, dan kesehatan. Selain itu lulus toilet training biasanya jadi salah satu syarat yang diajukan pihak prasekolah. 13. Bernyanyi

Ajarkan balita berbagai jenis lagu anak-anak. Latih balita untuk menyanyikan lagu hingga selesai.

Manfaat: fokus melakukan satu kegiatan dan menambah perbendaharaan kata serta meningkatkan kemampuan bahasanya. 14. Makan Sendiri

Ajarai balita menggunakans endok makan dengan benar dna mengunyah makanan secar aperlahan. Gunakan kat apanduan yang posistif, seperti, Hebat makanannya sudah habis.

Manfaat: Bisa menolong diri sendiri saat anak berada di sekolah. 15. Antre ke kamar mandi

Ajak balita menunggu giliran ke kamar mandi. Beritahu balita tidka boleh memukul-mukul pintu atau berteriak kesal karena lama antri, Puji balita yang sudh bis abersabar mengantre.

Manfaat: di sekolah, balita akan menghadapi kenyataan, semua fasilitas yang tersedia harus digunakan bersama-sama.

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah dinilai memiliki andil dalam menambah tingkat stres pada anak termasuk anak usia di bawah lima tahun atau balita. "Untuk masuk sekolah dasar (SD) harus bisa baca, tulis, dan hitung. Jadi syarat itu harus sudah terpenuhi di Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)," kata Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) Arist Merdeka Sirait dalam diskusi dengan wartawan di Gedung Citi Bank, Jakarta, Selasa, 20 Maret 2012. Menurut Arist, kurikulum PAUD harusnya mendesain belajar sebagai sosialisasi kepada anakanak usia dini dan bukan berbentuk pemaksaan. Namun syarat yang mengharuskan anak-anak bisa membaca dan menulis untuk masuk SD, program PAUD ini membuat semua pihak memasang target tertentu yang harus dicapai. "Ini yang membuat anaknya stres, ibunya, bapaknya, bahkan gurunya juga stres, jangan sampai grade-nya tidak tercapai. Jadilah stres nasional,"ujarnya. Arist melanjutkan, selain andil pemerintah, stres pada anak juga disebabkan oleh orang tua. Banyak pasangan yang tidak siap menjadi orang tua. Hal ini bisa dilihat dari ketidakmampuan mereka dalam mendidik anak. "Orang tua sering beralasan capek, sibuk cari uang, makanya anaknya bandel. Itu kan tugas orang tua, kalau tidak sanggup mendidik ya jangan punya anak,"ujarnya. Kegagalan orang tua dalam mendidik anak ini bertambah parah ketika kegagalan yang sama juga dilakukan pemerintah."Parahnya pemerintah menganggap ini urusan rumah tangga,"tambah dia. "Seharusnya pemerintah memberi kurikulum pilihan atau alternatif,"ujarnya. Meningkatnya stres pada anak ini terlihat pada hasil temuan Lembaga konseling Personal Growth. Direktur Personal Growth Ratih Ibrahim MM. Psi. Empat dari lima anak yang datang berkonsultasi mengalami indikasi stres berat. "Anak-anak yang stres itu terlihat secara fisik, emosi, psikologis juga sosial,"kata dia. Ratih mengatakan pihaknya melayani konseling terhadap ribuan anak-anak dari usia dua tahun hingga 15 tahun. 40 persen kliennya masih balita (usia di bawah lima tahun) dan 60 persen anak usia sekolah. Dari sekian anak yang mengikuti konseling sebagian besar menunjukkan pribadinya mengalami stres. Tanda-tanda stres pada anak-anak ini, terlihat dari sikap yang rewel, mudah tersinggung, pemarah, kehilangan minat, percaya diri luntur. Mereka juga terlihat gelisah, uring-uringan, dan kadang menarik diri dari pertemanan. Setelah didalami, kata Ratih, pihaknya menemukan beberapa faktor penyebab stres pada anak ini. Pertama, gaya pengasuhan orang tua yang kurang tepat, baik yang sifatnya otoriter, kurang demokratis atau abai terhadap anak. "Faktor lain tekanan dari lingkungan sosial dan stimulasi orang tua yang juga keliru,"ujarnya. "Kita harus bersama-sama membenahinya, kepedulian kita semua. Kalau menunggu pemerintah sama saja seperti menunggu godot,"tambah Ratih. MUNAWWAROH

Rasa Takut Anak Balita dan Bagaimana Mengatasinya

1. TAKUT BERPISAH (SEPARATION ANXIETY) Anak cemas harus berpisah dengan orang terdekatnya. Figur ibu, tak selalu harus berarti ibu kandung, melainkan pengasuh, kakek-nenek, ayah, atau siapa saja yang memang dekat dengan anak. Kelekatan anak dengan sosok ibu yang semula terasa amat kental, biasanya akan berkurang di tahun-tahun berikutnya. Bahkan di usia 2 tahunan, kala sudah bereksplorasi, anak akan melepaskan diri dari keterikatan dengan ibunya. Justru akan jadi masalah bila si ibu kelewat melindungi/overprotektif atau hobi mengatur segala hal, hingga tak bisa mempercayakan anaknya pada orang lain. Perlakuan semacam itu justru akan membuat kelekatan ibu-anak terus bertahan dan akhirnya menimbulkan kelekatan patologis sampai si anak besar. Akibatnya, anak tak mau sekolah, gampang nangis, dan sulit dibujuk saat ditinggal ibunya.Bahkan si ibu beranjak ke dapur atau ke kamar mandi pun, diikuti si anak terus. Repot, kan? Cara Mengatasi:Jelaskan pada si kecil, mengapa ibu harus pergi/bekerja. Begitu juga penjelasan tentang waktu meski anak usia ini belum sepenuhnya mengerti alias belum tahu persis kapan pagi, siang, sore, dan malam serta pengertian mengenai berapa lama masingmasing tenggang waktu tersebut. Akan sangat memudahkan bila orang tua menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. Semisal, "Nanti, waktu kamu makan sore, Ibu sudah pulang." Jika tak bisa pulang sesuai waktu yang dijanjikan, beri tahu anak lewat telepon. Sebab, anak akan terus menunggu dan ini justru bisa menambah rasa takut anak. Ia akan terus cemas bertanya-tanya, kenapa sang ibu belum datang 2. TAKUT MASUK "SEKOLAH" Bukan soal mudah melepas anak usia batita masuk playgroup. Sebab, ia harus beradaptasi dengan lingkungan barunya. Padahal, tak semua anak bisa gampang beradaptasi. Dari pihak orang tua, tidak sedikit pula yang justru tak rela melepas anaknya "sekolah" karena khawatir anaknya terjatuh kala bermain atau didorong temannya. Cara Mengatasi:Orang tua tetap perlu mengantar anak ke "sekolah" karena ini menyangkut soal pembiasaan. Kalaupun di hari-hari berikutnya ada sekolah-sekolah yang bersikap tegas hanya membolehkan orang tua menunggu di luar, sampaikan informasi ini pada anak. Guru pun harus bisa menarik perhatian anak agar tidak terfokus pada ketiadaan pendampingan orang tuanya dengan bermain. Di saat asyik bermain dengan teman-temannya niscaya ia akan lupa. 3. TAKUT PADA ORANG ASING Di usia-usia awal, anak memang mau digendong/dekat dengan siapa saja. Namun di usia 8-9 bulan biasanya mulai muncul ketakutan atau sikap menjaga jarak pada orang yang belum begitu dikenalnya. Ini normal karena anak sudah mengerti/mengenali orang. Ia mulai sadar, mana orang tuanya dan mana orang lain yang jarang dilihatnya. Cara MengatasiDi usia batita seharusnya rasa takut pada orang asing sudah mulai berangsur hilang karena, toh, ia sudah bereksplorasi. Semestinya anak sudah memperoleh cukup pengetahuan untuk menyadari bahwa

tak semua orang asing/yang belum begitu dikenalnya merupakan ancaman baginya. Biasanya, justru karena orang tua kerap menakut-nakuti, sehingga anak bersikap seperti itu. "Awas, jangan deket-deket sama orang yang belum kamu kenal. Nanti diculik, lo!" Memang boleh-boleh saja orang tua menasehati anak untuk berhati-hati/bersikap waspada pada orang asing, tapi sewajarnya saja dan bukan dengan cara menakut-nakutinya. 4. TAKUT PADA DOKTER Mungkin pernah mengalami hal tak mengenakkan seperti disuntik, anak jadi takut pada sosok tertentu. Belum lagi kalau orang tua rajin "mengancam" setiap kali anak dianggap nakal. "Nanti disuntik Bu Dokter, lo, kalau makannya enggak habis!" atau "Nanti Mama bilangin Pak Satpam, ya! Cara Mengatasi:Izinkan anak membawa benda atau mainan kesayangannya saat datang ke dokter sehingga ia merasa aman dan nyaman. Di rumah, orang tua bisa membantunya dengan menyediakan mainan berupa perangkat dokter-dokteran. Biarkan anak menjalani peran dokter dengan boneka sebagai pasiennya. Secara berkala ajak anak ke dokter gigi untuk menjaga kesehatan giginya. Tak ada salahnya juga mengajak dia saat orang tua atau kakak/adiknya berobat gigi. Dengan begitu anak memperoleh infomasi bagaimana dan ke mana ia harus pergi untuk menjaga kesehatan giginya. Lambat laun ketakutannya pada sosok dokter justru berganti menjadi kekaguman. 5. TAKUT HANTU" Hi, di situ ada hantunya. Ayo, jangan main di situ!" Gara-gara sering diancam dan ditakuti seperti itu, batita yang sebetulnya belum mengerti sama sekali tentang hantu, jadi tahu dan takut. Bisa juga karena ia menonton film horor di televisi. Cara Mengatasi:Jauhkan anak dari tontonan tentang hantu. Orang tua pun seyogyanya jangan pernah menakut-nakuti anak hanya demi kepentingannya. Bisa pula dengan membelikan buku-buku cerita atau tontonan anak mengenai karakter hantu atau penyihir yang baik hati. 6. TAKUT GELAP Biasanya juga gara-gara orang tua. "Mama takut, ah. Lihat, deh, gelap, kan?" Takut pada gelap bisa juga karena anak pernah dihukum dengan dikurung di ruang gelap. Bila pengalaman pahit itu begitu membekas, bukan tidak mungkin rasa takutnya akan menetap sampai usia dewasa. Semisal keluar keringat dingin atau malah jadi sesak napas setiap kali berada di ruang gelap atau menjerit-jerit kala listrik mendadak padam. Cara Mengatasi:Saat tidur malam, jangan biarkan kamarnya dalam keadaan gelap gulita. Paling tidak, biarkan lampu tidur yang redup tetap menyala. Cara lain, biarkan boneka atau benda kesayangannya tetap menemaninya, seolah bertindak sebagai penjaganya hingga anak tak perlu takut. 7. TAKUT BERENANG Sangat jarang anak usia balita takut air. Kecuali kalau dia pernah mengalami hal tak mengenakkan semisal tersedak atau malah nyaris tenggelam saat berenang hingga hidungnya banyak kemasukan air. Cara Mengatasi:Lakukan pembiasaan secara bertahap. Semisal, awalnya biarkan anak sekadar merendam kakinya atau menciprat-cipratkan air di kolam mainan sambil tetap mengenakan pakaian renang. Bisa juga dengan memasukkan anak ke klub renang yang ditangani ahlinya. Atau dengan sering mengajaknya berenang bersama dengan saudara/temanteman seusianya. Tentu saja sambil terus didampingi dan dibangun keyakinan dirinya bahwa berenang sungguh menyenangkan, hingga tak perlu takut. Kalaupun anak tetap takut, jangan pernah memaksa apalagi memarahi atau melecehkan rasa takutnya. Semisal, "Payah, ah! Berenang, kok, takut!" 8. TAKUT HEWAN Tak sedikit anak yang takut pada jangkrik, kecoa atau serangga terbang lainnya. Sebetulnya ini wajar, hingga orang tua jangan tambah menakut-nakutinya, "Awas, nanti ada kecoa, lo." Hendaknya justru bisa memahami karena anak usia ini mungkin saja menemukan banyak hal yang dapat membuatnya takut. Cara Mengatasi:Boleh saja orang tua memberi pengenalan tentang alam binatang pada anak. Tak perlu kelewat detail seperti halnya profesor memberi kuliah. Tugas orang tua sebatas memahami ketakutan anak sekaligus membantunya merasa aman. Boleh saja katakan, "Ayah tahu kamu takut jangkrik." Cukup segitu dan jangan paksa

anak berada terus-menerus dalam pembicaraan mengenai rasa takutnya. Jangan pula memaksa anak bersikap sok berani menghadapi ketakutannya. "Belum saatnya mencobakan anak melihat atau malah menyentuhkan serangga yang ditakutinya. Ini hanya akan membuat anak semakin takut." Bila dipaksakan terus, anak malah bisa fobia pada serangga. Biarkan anak tertarik dengan sendirinya dan biasanya ini terjadi setelah anak berusia 2 tahunan. Jika anak memang takut kala ada serangga yang terbang di dekatnya, bantulah untuk mengusirnya bersama.

Anak balita saya (4tahun,5 bulan) tidak mau bergaul di sekolah dan lingkungan sekitar
Umur anak saya 4thn , 5 bulan. Anak saya sudah satu setegah tahun sekolah di playgroup dulu di PG A di agak susah di suruh ke depan untuk bernyanyi, atau mengumpul hasil karyanya pada bu guru, dia bisa bergaul cuma temannya hanya1 -2 orang saja dan dia hanya mau bermain di area bermain. Untuk bergaul dengan banyak anak sama sekali tidak mau. Naik PG B sama sekali tidak mau bergaul dengan teman-temanya, tidak mau bergerak di acara senam/lempar bola juga tidak mau bermain di area bermain dikelas dia hanya berkomunikasi dengan bu guru, waktu istirahat dia hanya mencari bu guru atau saya. Di rumah juga demikian ga mau bergaul dengan teman sekitar , bila bertemu anak sebaya dia kabur. Untuk orang seusia ayahnya misal teman ayahnya dia baru bisa akrab, Dia juga hanya bisa akrab dengan saudara sepupunya saja, tapi kadang dia kesal karena saudaranya suka merapas dan egois. Duh bagaimana ya solusinya.

Efriyani Djuwita Jumat, 6 Desember 2013

Halo bunda. Salam kenal sebelumnya. Setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda. Ada anak anak yang memang terlahir dengan karakteristik lebih sulit atau lama untuk beradaptasi atau bersosialisasi dengan lingkungannya. Hal ini bisa dikarenakan oleh faktor keturunan dari orangtua yang mungkin juga memiliki karakteristik tersebut. Agar si kecil dapat bersosialisasi tentu ia perlu berlatih lebih banyak dan tentunya mendapat bantuan dari lingkungannya. Misalnya karena si kecil lebih nyaman dengan lingkungan yang kecil cobalah untuk mengatur kegiatan bermain bersama teman teman terdekatnya dahulu misalnya 1-2 orang. Dari pengalaman positif bermain bersama tdengan kelompok kecil, anda bisa memperkenalkannya secara bertahap untuk bermain dengan kelompok yang lebih besar. Bekerjasamalah dengan guru sekolah untuk memasangkan si kecil dengan anak yang populer di sekolah agar si kecil bisa belajar untuk berteman. Di lingkungan rumah cobalah untuk mengajak si kecil bertemu dengan orang lain. Biarkan si kecil melihat bagaimana anda dan suami berinteraksi dengan teman teman anda sehingga ia bisa mendapat contoh bagaimana bersosialisasi dengan orang lain. salam

Anak Mogok Sekolah? Ini solusinya!

Saat-saat pertama masuk sekolah biasanya anak masih antusias berangkat setiap hari untuk bertemu dan bermain dengan teman-teman sekelasnya. Tapi, sama seperti semua jenis mainannya yang punya masa expired, akan ada saatnya dia bosan dan ngambek ketika diajak sekolah. Harus bagaimana? 1. Jangan ditanggapi berlebihan, sebab menurut Heather Wittenberg, Psy.D., seorang terapis yang berbasis di Hawai, fase ini terbilang normal. Anak baru menyadari seberat apa berpisah dengan Anda setiap hari. Meski kelihatannya enteng, fase taman kanak-kanak adalah masa transisi yang cukup berat bagi balita, katanya. 2. Buatlah diary tentang hal-hal yang dialami anak di sekolah setiap hari. Isilah diary itu setiap malam bersamanya sembari ngobrol mengenai pengalaman seru di sekolah tadi siang. Ketika anak sedang kehilangan mood, bacalah diary itu bersamanya. Buat pula slide show di komputer atau ponsel Anda, berisi foto-foto anak bersama teman-temannya di sekolah dan gurunya. 3. Berikan banyak pelukan dan ciuman Dengan begitu, anak akan berangkat ke sekolah dengan rasa percaya diri. 4. Kurangi kericuhan di pagi hari dengan menyiapkan seragam dan perlengkapan sekolah anak sejak malam hari. Suasana tergesa-gesa akan membuat anak bertambah gugup, kata Wittenberg. 5. Siapkan sarapan berprotein tinggi untuk menstabilkan kadar gula darahnya. Sarapan yang benar akan memberinya cukup energi hingga tengah hari. 6. Bawakan benda yang bisa menghiburnya kala merasa sedih di sekolah. Anda bisa membekalinya foto ceria sekeluarga yang dimasukkan ke dalam gantungan kunci dan kaitkan ke tas sekolahnya. 7. Tetap pergi sekolah. Jika anak tahu bahwa Anda akan menuruti keinginannya untuk bolos dengan cara ngambek, dia akan mengulangi tindakan itu di lain waktu. Kecuali anak sakit atau ada masalah serius di sekolah, tetaplah membawanya ke sekolah meski sambil digendong.

Anda mungkin juga menyukai