Anda di halaman 1dari 25

TETANUS

Iwan Setiawan

A.Pendahuluan Tetanus pertamakali diriwayatkan di Mesir lebih dari 3000 tahun yang lalu. Menurut Sir William Gower (1988) tetanus adalah penyakit pada susunan saraf yang ditandai dengan spasme otot persisten disertai dengan serangan yang jelas dan keras. Spasme hampir selalu terjadi pada otot leher dan rahang, menyebabkan penutupan rahang (trismus,

lockjaw), dan melibatkan otot-otot batang tubuh melebihi otot ekstremitas. Onsetnya selalu akut dan menyebabkan kematian yang tinggi. Tetanus disebabkan oleh neurotoxin yang dihasilkan kuman Clostridium tetani, yang merupakan bakteri batang gram positif bentuknya seperti drumstick (gambar 1 dan 2), dan bersifat obligat anaerob. Gejala klinis yang terjadi pada tetanus akibat dari efek toksin yang dihasilkan oleh kuman ini ketika berubah bentuk menjadi endospora. Spora hanya dapat mati pada proses autoclave pada tekanan 1 atmosfer dan 120o C selama 15 menit. Clostridium tetani banyak ditemukan di dalam tanah dan 10-40% kotoran binatang serta sangat

menyukai lingkungan lembab. Kuman ini dapat pula ditemukan pada tanah yang kering, debu, kotoran kuda, sapi, babi, domba, kambing, anjing, tikus, ayam dan manusia.

Tetanus dan Asuhan keperawatannya

gambar.1.

gambar.2.

B.Epidemiologi WHO telah mencanangkan eradikasi tetanus pada tahun 1995, namun ternyata penyakit ini masih endemis di negara berkembang dan WHO memperkirakan sekitar 1.000.000 kematian terjadi di seluruh dunia pada tahun 1992. Ini termasuk 580.000 kematian yang terjadi pada tetanus neonatal, 210.000 terjadi di Asia tenggara, dan 152.000 terjadi di Afrika. Kejadian tetanus di Afrika selatan sekitar 300 pertahun, di Inggris terjadi 12-15 kasus pertahun dan di Amerika terjadi 50-70 kasus per tahun, antara tahun 1998 sampai 2000 setiap tahunnya didapatkan kasus 0,16 kasus/ juta orang atau 43 kasus per tahun. C.Patofisiologi Kuman biasanya langsung masuk ke jaringan host manusia melalui luka trauma, jaringan nekrosis, dan jaringan

Tetanus dan Asuhan keperawatannya

yang kurang vaskularisasi. Pada 15-25% kasus tetanus, tidak didapatkan riwayat adanya luka. Twaithes mengemukakan kemungkinan lain port dentry kuman yaitu, luka tusuk yang terkontaminasi, akupunctur, tumor nekrotik, lubang anting, infeksi kronik otitis media, suntikan intramuskular, dan intravena. luka bakar, ulkus decubitus, gangren, gigitan ular yang nekrosis, septic abortions, kelahiran, dan bedah yang terkontaminasi tanah atau metal halus dapat juga menjadi jalan masuk kuman, ginggivitis, 20-30% tidak diketahui sumber infeksinya. Kuman vegetatif akan sangat baik berkembang biak pada suhu 37oC, dan pada suasana anaerob akan berubah menjadi endospora yang menghasilkan toksin. Toksin yang dihasilkan adalah tetanospasmin dan tetanolisin, yang

mempunyai afinitas tinggi pada jaringan saraf. Tetanolisin berperan dalam perusakan jaringan secara lokal di jaringan sekitar infeksi dan mengoptimasi kondisi untuk pertumbuhan dan multiplikasi bakteri, sedangkan Tetanospasmin

merupakan neurotoxin dan memunculkan manifestasi klinis dari tetanus. Tetanospasmin yang dikeluarkan oleh bakteri yang matang akan didistribusikan melalui sirkulasi limfatik dan vaskular sampai motor end plate di semua akhiran saraf. Tetanospasmin yang memasuki sistem saraf tepi pada

myoneural junction dan kemudian melalui transmisi intraaxonal secara retrograde dibawa ke sistem saraf pusat (medula spinalis dan batang otak).

Tetanus dan Asuhan keperawatannya

Toksin

tetanus

bekerja

dengan

cara

mengambat

pelepasan neuro transmiter inhibisi gamma-aminobutiryc acid (GABA-ergic) dan glycinergic (prekursor GABA) di sinaps neuromuscular junction saraf inhibisi di medula spinalis dan batang otak. Berkurangnya jumlah GABA akan mencegah

inhibisi terhadap impuls saraf eksitasi secara terus menerus, sehingga muncullah gejala klinis tetanus. Tetanospasmin tidak mempengaruhi pelepasan neurotransmiter acetylcholin. Saraf tepi yang terpendek adalah saraf yang merupakan tujuan pertama toksin ke SSP, yang mengarah pada gejala awal distorsi wajah (nervus facialis) dan kekakuan pada punggung dan leher. D.Gejala Klinis Tetanus ditandai dengan kontraksi otot yang bersifat nyeri, bisa lokal ataupun umum . Pada 80% kasus merupakan tetanus umum (general tetanus). Arus inhibisi tidak terkontrol dari saraf motorik eferen di medula dan batang otak menyebabkan rigiditas muskuler dan spasme yang

menyerupai kejang. Spasme berakhir dalam 2-3 minggu, namun bisa berlanjut dengan kekakuan. Spasme otot dapat terjadi secara spontan maupun akibat stimulus rangsang raba, visual, auditori atau emosional. Spasme otot menyebabkan nyeri yang intens serta dapat berakibat terjadinya fraktur dan ruptur tendon. Gejala klinis tetanus dapat berupa :

Tetanus dan Asuhan keperawatannya

1. General tetanus : a. Demam ringan b. Kontraksi otot wajah menyebabkan ekspresi wajah yang khas disebut rishus sardonicus atau rishus smile (gambar.3) c. Kontaksi otot rahang dan leher menyebabkan retrkasi kepala. d. Trismus atau disebut juga lockjaw, disebabakan kontraksi berat otot masseter. e. Spasme berat pada otot batang tubuh disebut opistotonus, (gambar.4) selanjutnya fleksi badan, fleksi dan adduksi lengan, kepalan tangan

menggenggam dan ekstensi kaki. Spasme otot faring, laring atau otot pernafasan dapat

menyebabkan kesulitan nafas akibat berkurangnya komplians otot dinding dada dan menyebabkan apnoe. Komplikasi ini umum terjadi pada usia lanjut.

gambar.3.

gambar.4.

Tetanus dan Asuhan keperawatannya

2. Lokal tetanus : a. Kekakuan, kencang, nyeri pada otot sekitar luka, diikuti spasme dari otot yang terkena dan meluas menjadi rigiditas dan kontraksi yang hipertonik atau spastisitas tetanik. b. Symptom terlokalisir selama beberapa minggu sampai beberapa bulan, dan berangsur-angsur berkurang dan sembuh tanpa ada gejala. 3. Sefalik tetanus : Terjadi karena luka sekitar kepala, muka atau otitis media. Inkubasi 1-2 hari, otot sekitar mata dan muka lemah. Selama spasme tetanik otot-otot yang lemah kontraksi, spasme melibatkan lidah dan tenggorokan, terjadi disartria, disfonia, dan disfagia dan cepat berkembang menjadi general tetanus. 4. Efek toksin pada jantung dapat menyebabkan miokarditis yang ditandai dengan demam, rash, eosinofilia perifer dan peningkatan biomarker nekrosis.Gejala dan

gambaran EKG dapat menyerupai infark miokard dengan ST elevasi. 5. Disotonomi biasanya muncul bebrapa hari setelah spasme dan menetap selama 1-2 minggu, ditandai dengan instabilitas yang kontras pada tekanan darah (hipertensi diselingi dengan hipotensi), takikardi diselingi bradikardi, cardiac arrest atau asistole berulangakibat peningkatan tonus dan aktivitas vagus, vasokonstriksi

Tetanus dan Asuhan keperawatannya

dan pireksia, hipersalivasi dan peningkatan sekresi bronkial, stasis gaster, ileus, diare dan gagal ginjal. 6. Tetanus neonatorum menyebabkan 50% kematian akibat tetanus diseluruh dunia, biasanya terjadi pada minggu pertama kelahiran dan ditandai dengan bayi tidak mau menetek, muntah-muntah dan kejang. 7. Penyembuhan biasanya terjadi akibat pertumbuhan kembali akson terminal dan proses kerusakan toksin E.Grading Tetanus Penentuan derajat penyakit pada tetanus penting dilakukan untuk menentukan prognosis dan menentukan seberapa

agresif terapi yang mesti kita lakukan. Kriteria 1 : rahang kaku, spasme terbatas, disfagia dan kekakuan otot tulang belakang Kriteria 2 : spasme saja tanpa melihat frekuensi dan derajatnya Kriteria 3 : inkubasi antara 7 hari atau kurang Kriteria 4 : waktu onset adalah 48 jam atau kurang Kriteria 5 : kenaikan suhu rektal sampai 100oF atau aksila sampai 99oF (=37,6oC) Dari kriteria di atas dibuat tingkatan derajad sebagai berikut : Derajad 1 : kasus ringan minimal 1 kriteria K1 atau K2, mortalitas 0%

Tetanus dan Asuhan keperawatannya

Derajad 2 : kasus sedang, minimal 2 kriteria

(K1+K2),

biasanya inkubasi lebih dari 7 hari, onset lebih dari 2 hari, mortalitas 10% Derajad 3 : kasus berat, adanya minimal 3 kriteria , biasanya inkubasi kurang dari 7 hari, onset kurang dari 2 hari, mortalitas 32% Derajad 4 : kasus sangat berat, minimal 4 kriteria, mortalitas 60% Derajad 5 : bila terdapat 5 kriteria, termasuk tetanus neonatorum dan tetanus puerperium, mortalitas 84%

Periode inkubasi adalah waktu yang diperlukan bagi kuman clostridium tetani dari mulai terjadinya luka hingga

menimbulkan gejala klinis yang pertama berkisar antara 7-14 hari (1-2 hr s/d 60 hari). Periode onset adalah waktu yang dibutuhkan dari mulai terjadinya gejala klinis yang pertama hingga timbulnya spasme otot berkisar antara 1-7 hari. Pada tetanus yang fulminan masa ini memendek hingga 1-2 jam. Semakin pendek periode inkubasi dan periode onset maka akan semakin buruk penyakitnya. Semakin panjang periode onsetnya, maka pasien memiliki prognosis yang lebih baik.

Tetanus dan Asuhan keperawatannya

Grading Grade 1 (mild) : trismus ringan sampai sedang, spastisitas umum, tidak ada penyulit pernafasan, tidak ada spasme, sedikit atau tidak ada disfagia. Grade 2 (moderate) : trismus sedang, rigiditas lebih jelas, spasme ringan atau sedang namun singkat, penyulit

pernafasan sedang dengan takipneu Grade 3 (severe) : trismus berat, spastisitas umum, spasme spontan yang lama dan sering, serangan apneu, disfagia berat, spasme memanjang spontan yang sering dan terjadi refleks, penyulit pernafasan disertai dengan takipneu,

serangan apneu, disfagia berat, takikardi, aktivitas sistem saraf otonom sedang yang terus meningkat. Grade 4 (very severe) : gejala pada grade 3 ditambah gangguan otonom yang berat seringkali menyebabkan

autonomic storm.

F.Diagnosis Banding - Kejang karena hipokalsemia - Rigiditas dan Spasme distonia - Keracunan Strychnine - Rabies - Meningitis - Spasme histeri (reaksi histeri) - Abses retrofaringeal, abses gigi, subluksasio mandibula

Tetanus dan Asuhan keperawatannya

G.Penatalaksanaan Edlich et al menyebutkan ada tiga hal yang harus dilakukan dalam melakukan manajemen tetanus, yaitu

(1)memberikan perawatan suportif sampai tetanospasmin yang telah berikatan toksin dengan dalam jaringan sistem termetabolisir, sirkulasi, dan

(2)menetralisir

(3)menghilangkan sumber tetanospasmin. Sedangkan Thwaite (2000) merangkum penatalaksanaan tetanus berupa: 1. Eradikasi bakteri kausatif Thwaites menganjurkan penggunaan antibiotika

metronidazole 500 mg per oral atau intravena setiap 6 jam (atau 1 g setiap 12 jam) selama 7-10 hari. Hadad et al menyarankan metronidazole 15 mg/kgbb saat awal diikuti 20-30 mg/kgbb/hari intravena selama 7-14 hari atau sampai hilangnya tanda-tanda infeksi lokal yang aktif. Penicillin dapat digunakan dengan dosis 100.000 atau 200.000

IU/kgbb/hari

diberikan

intramuskular

intravenous

selama 7-10 hari. Penelitian Ahmadsyah dan Salim 1985, meneliti secara open randomized controlled trial (RCT) terhadap 175 pasien merekomendasikan penggunaan metronidazole 500 mg sebagai antibiotika yang lebih unggul menurunkan mortalitas dibandingkan penggunaan penicillin (24% : 7 %). Penicillin merupakan antagonis

neurotransmiter inhibisi (GABA). 2. Netralisasi toksin yang belum terikat

Tetanus dan Asuhan keperawatannya 10

Tetanospasmin akan terikat secara ireversibel dengan jaringan , dan hanya toksin yang tidak terikat sajalah yang dapat dinetralisir. Imunisasi pasif dengan Human Tetanus Immune Globuline (HTIG) akan memperpendek perjalanan penyakit tetanus dan meningkatkan angka keselamatan (survival rate). Dosis yang dianjurkan oleh El Haddad et al adalah 500 unit HTIG diberikan secara intramuscular segera setelah diagnosis tetanus ditegakkan. Menurut Gilroy dan Brust, HTIG dapat diberikan untuk terapi dengan dosis 3000 6000 unit secara im. Atau diberikan serum AntiTetanus (ATS) dengan dosis 20.000 IU/hari/i.m, selama 35 hari (skin test dulu). 3. Manajemen Luka Pasien yang memilki luka yang diduga menjadi port dentry masuknya bakteri Clostridium tetani harus mendapatkan perawatan luka, dilakukan Cross Incision dan Irigasi menggunakan H2O2. Luka dapat digolongkan menjadi luka yang rentan mengalami tetanus atau luka yang tidak rentan tetanus, dengan kriteria seperti yang terdapat pada tabel 2. Setelah menentukan jenis luka lakukan anamnesis riwayat imunisasi pada pasien. Tetanus Toxoid diberikan pada pasien dengan imunisasi booster terakhir lebih dari 10 tahun sebelumnya. Jika imununisasi lebih dari 10 tahun yang lalu diberikan pula TIG.

Tetanus dan Asuhan keperawatannya 11

Tabel.1.
Rekomendasi Manajemen Luka Traumatik 1. Semua luka harus dibersihkan dan debridemen dengan H2O2, sebaiknya dilakukan jika perlu 2. Dapatkan riwayat imunisasi tetanus pasien jika mungkin 3. Tetanus toxoid (TT) harus diberikan jika riwayat booster terakhir lebih dari 10 tahun. Jika riwayat imunisasi tidak diketahui, TT dapat diberikan 4. Jika riwayat imunisasi terakhir lebih dari 10 tahun yang lalu, maka Tetanus immune Globulin harus diberikan. Keparahan luka bukan faktor penentu pemberian TIG

Tabel.2.
Luka rentan tetanus > 6-8 jam Kedalaman > 1 cm Terkontaminasi Bentuk stelat, avulsi atau hancur (ireguler) Terinfeksi (purulen, jaringan nekrotik) Luka yang tidak rentan tetanus < 6 jam Superfisial (<1 cm) Bersih Bentuk linier, tepi tajam Tidak terinfeksi

4. Terapi simptomatis dan suportif selama fase akut Kekakuan otot dan spasme otot merupakan kelainan yang menonjol pada pasien tetanus yang menyebabkan nyeri. Pasien direkomendasikan untuk menghindari

stimulasi yang tidak perlu. a. Pasien direkomendasikan untuk menghindari stimulus yang tidak perlu, rangsangan suara atau cahaya yang intensitasnya bersifat intermitten. b. Terapi utama untuk spasme otot ini adalah

benzodiazepin. Benzodiazepin adalah agen utama yang paling efektif untuk pencegahan kejang otot dan bekerja dengan meningkatkan inhibisi GABA. Diazepam

Tetanus dan Asuhan keperawatannya 12

dilaporkan memilki efektivitas yang baik dengan efek depresi nafas yang lebih rendah dibanding dengan golongan barbiturat. Diazepam juga memilki efek antikonvulsan dan muscle relaxan, sedatif dan

anxiolytic. Dosis yang dianjurkan adalah 0,5 10 mg/kg untuk dewasa. Baclofen intratekal (GABAs agonis)

dilaporkan dapat memiliki efek yang baik. Magnesium sulfat dapat digunakan sebagai antispasme dengan dosis 70 mg/kgBB dalam bentuk larutan dextrose 5% 100 ml secara intravena melalui infus selama 30 menit. c. Oksigen diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoksia, distress pernafasan, sianosis. Hipoksia dan gagal nafas sering terjadi pada tetanus yang berat. Komplikasi respirasi merupakan komplikasi yang sering terjadi dan penting dalam mempengaruhi morbiditas dan

mortalitas. Rigiditas otot dan spasme dinding dada, diafragma, dan perut menyebabkan retriksi nafas. Penurunan kemampuan batuk akibat rigiditas, spasme dan sedasi menyebabkan meningkat. atelektasis dan risiko

pneumonia

Ketidakmampuan

menelan faring,

saliva, sekresi

saliva yang masif, spasme

peningkatan tekanan intraabdominal dan statis gaster secara keseluruhan menyebabkan peningkatan risiko aspirasi. d. Nutrisi : Diberikan TKTP dalam bentuk lunak, saring, atau cair. Bila perlu, diberikan melalui pipa nasogastrik.

Tetanus dan Asuhan keperawatannya 13

5. Rehabilitasi : fisioterapi pada tahap recovery, untuk mobilisasi dan mencegah kontraktur

H.Komplikasi Disfungsi otonom merupakan komplikasi yang paling umum dan mungkin merupakan efek toksin pada neuronotonom, hal ini bermanifestasi klinis takikardi, tekanan darah tidak stabil, hiperpireksia, aritmia dan mungkin dapat diikuti cardiac arrest. Dapat juga terjadi fraktur karena spasme yang terus-menerus, dehidrasi, pneumonia, dan emboli paru

I.Pencegahan Seseorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan ulang artinya dia mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus bila terjadi luka sama seperti orang lainnya yang tidak pernah diimunisasi. Tidak terbentuknya kekebalan pada penderita setelah dia sembuh dikarenakan toksin yang masuk kedalam tubuh tidak sanggup untuk merangsang pembentukan antitoksin. Sampai saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan satu-satunya dalam pencegahan terjadinya infeksi tetanus. Pencegahan dengan pemberian imunisasi

telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi aktif (DPT atau DT).

Tetanus dan Asuhan keperawatannya 14

1. Imunisasi aktif toksoid tetanus, yang diberikan pada usia 3, 4 dan 5 bulan. Booster diberikan 1 tahun kemudian selanjutnya tiap 2-3 tahun 2. Bila mendapat luka : perawatan luka harus dieksplorasi dan bersihkan dengan H2O2, pemberian ATS 1.500 IU im secepatnya 3. Tetanus Toksoid sebagai booster bagi yang telah mendapat imunisasi dasar

J.Prognosis Angka kematian tinggi bila : usia semakin tua, masa inkubasi singkat, onset periode yang singkat, demam tinggi, spasme yang tidak cepat diatasi. Sistem scoring prognosis menurut : Dakar Score (lihat tabel.3)
Tabel.3.
Dakar score Faktor prognosis Periode inkubasi Periode onset Port dentry Score 1 < 7 hari < 2 hari Umbilikus, intramuskular Spasme Demam Takikardi ada > 38,4 C Dewasa> 120 kali/menit Neonatus> 150 kali/mnt Total score 6
o

Score 2 7 hari atau tidak diketahui 2 hari uterine, fraktur Lainnya diketahui atau tidak

terbuka, luka bedah, injeksi

Tidak ada < 38,4oC Dewasa < 120 kali/mnt Neonatus < 150 kali/mnt 0

Tetanus dan Asuhan keperawatannya 15

Daftar Pustaka

Dian S, 2009. Tetanus : Kegawatdaruratan Neurologi, edisi 1, Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNPAD, Bandung Brust JCM, 2008. Current Diagnosis & Treatment Neurology, McGraw Hill El-Haddad B, Hanrahan J, Assi M, 2007. Tetanus : The Forgotten Disease. Kansas Journal of Medicine, 9-14 Perdossi, 2006. Tetanus : Standar Pelayanan Medis dan Standar Prosedur Operasional, Jakarta Komite Medik RS Sardjito, 2005. Tetanus : Standar Pelayanan Medis RS Sardjito, Yogyakarta Edlich KC, Hill LG, Mahler CA, Litvak K, 2003. Management and Prevention of Tetanus. Journal of Long-Term Effects of Medical Implants, 13(3)139154 Thwaites CL, 2002. Tetanus : Practical Neurology. 3:130-137 Farrar JJ, Yen LM, Cook T, Fairweather N, Bihn N, Parry J, Parry CM, 2000. Neurological Aspects of Tropical Disease : Tetanus. JNNP. 69:292-301 Gilroy J, 2000. Basic Neurology, third edition, McGraw Hill Ahmadsyah I, Salim A, 1985. Treatment of tetanus : An Open Study to Compare the Efficacy of Procain Penicillin and Metronidazole. BMJ. 291: 648-650

Tetanus dan Asuhan keperawatannya 16

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TETANUS


Intan Maulida

A. PENGKAJIAN 1. Identitas Nama, umur (angka kematian tinggi bila usia semakin tua). Bisa terjadi pada bayi (neonatus), dan

menyebabkan 50% kematian akibat tetanus di seluruh dunia. Sebagian besar bayi baru lahir yang terkena tetanus telah lahir dari ibu tanpa diimunisasi tetanus dan dirawat dengan cara persalinan tradisional di luar rumah sakit (Benenson, 1985). 2. Keluhan Utama kekakuan otot rahang dan leher, kadang sampai sulit berbicara, Nyeri menelan 3. Kaji riwayat dan faktor pencetus Riwayat penyakit sekarang; adanya luka parah akibat benda tajam yang kotor atau berkarat atau luka bakar, riwayat imunisasi yang tidak adekuat. Kaji Riwayat Imunisasi TT pada ibu saat masa kehamilan 4. Kaji manifestasi kejang atau aktivitas kejang yang khas Klien mengalami kejang, baik ada rangsangan maupun tidak ada rangsangan. 5. Pemeriksaan fisik a. Keluhan Utama Demam ringan disertai kontraksi otot yang bersifat nyeri baik lokal maupun umum

Tetanus dan Asuhan keperawatannya 17

b. Sistem pernapasan Respirasi meningkat, terjadi peningkatan sekresi mukus dan akumulasi sekret yang dapat

menyebabkan jalan nafas tidak efektif, dyspneu (sesak napas), terdapat Ronchi, asfiksia dan sianosis (pucat) akibat kontaksi otot pernafasan c. Sistem kardiovaskuler Gangguan sirkulasi akibat gangguan irama jantung misalnya blok, bradikardi, takikardi ataupun kelainan pembuluh darah, anemia akibat kerusakan sel darah merah. Hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh awal 38-400 C atau febril, terminal d. Sistem pencernaan Terjadi gangguan menelan, peningkatan bising usus, konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus e. Sistem perkemihan Terjadi spasme otot ureter, terjadi inkontinensia sampai anuria. f. Sistem muskuloskeletal Otot dinding perut kaku seperti papan, kekakuan dan kejang pada ekstremitas (tangan dan kaki). Pada saat tidak kejang dapat terjadi opistotonus, trismus, rhisus shardonikus, chianosis pada kuku dan bibir. g. Sistem persarafan 43-440 C

Tetanus dan Asuhan keperawatannya 18

Peka

terhadap (awal)

rangsangan irritability,

suara,

bunyi

dan (akhir)

perabaan.

kelemahan,

konvulsi, kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak. 6. Pemeriksaan Penunjang a. EKG (elektrokardiografi) Efek toksin menyebabkan miokarditis, gejala dan gambaran EKG dapat menyerupai infark miokard dengan ST Elevasi b. Kultur: Clostridium tetani (+) Positif c. Laboratorium : SGOT, CPK meningkat serta dijumpai myoglobinuria, Kalium dan Phosphat perlu diketahui. d. Analisa Gas darah Arteri bila penderita masuk dalam very severe.

B. MASALAH KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif 2. Resiko aspirasi (tersedak) 3. Resiko injury (cedera) 4. Gangguan rasa nyaman (Nyeri) 5. Hypotermi 6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 7. Kecemasan orang tua (keluarga) 8. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit tetanus dan penanggulangannya

Tetanus dan Asuhan keperawatannya 19

C. PERENCANAAN Pada tetanus yang bersifat lokal gejala akan muncul dan berangsur-angsur berkurang dan sembuh tanpa ada gejala. Bila tetanus yang menimbulkan gejala yang menyeluruh, dengan derajat keparahan yang berat maka harus segera dirujuk ke pelayanan kesehatan terdekat. Untuk mengatasi permasalahannya, perencanaan yang diperlukan adalah sebagai berikut: 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif resiko aspirasi (tersedak) a. Bebaskan jalan napas atau fasilitasi kepatenan jalan nafas b. c. d. e. Berikan toungspatel saat kejang Berikan Oksigen sesuai kebutuhan Miringkan kepala kesamping saat kejang Observasi tanda-tanda vital dan kecepatan irama nafas dan amati kesimetrisan dada f. Kaji dan keluarga catat pengetahuan dalam perawatan, serta partisipasi teknik

misalnya

relaksasi untuk meningkatkan pola pernafasan dan kepatuhan minum obat g. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi obat expectoran dan bronkodilator

2. Resiko cedera a. Pasang Pengaman tempat tidur

Tetanus dan Asuhan keperawatannya

20

b.

Berikan

lingkungan

yang

aman

(misalnya,

meletakkan penderita di tempat yang keras dan datar) c. Jangan memegang atau mengikat penderita pada saat kejang terjadi d. Monitor aktivitas kejang (frekuensi, lama dan faktor pencetus) e. f. Observasi tanda-tanda vital Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi obat antikonvulsi dan sedatif

3. Gangguan rasa nyaman (Nyeri) a. Lakukan perawatan luka dengan teknik septic aseptic pada luka yang dapat menyebabkan tetanus (bila ada luka) b. c. d. Berikan Masase atau pijat pada daerah yang kaku Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi obat analgesik

4. Hypotermi a. Berikan pakaian yang hangat, kering dan selimut penghangat b. Berikan botol dengan air hangat untuk diletakkan diatas kulit sebagai penghangat c. Observasi tanda-tanda vital terutama suhu

Tetanus dan Asuhan keperawatannya

21

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (nutrisi pada penderita tetanus sangat penting karena dapat membantu proses penyembuhan luka) a. Berikan makanan yang mengandung TKTP (tinggi kalori dan tinggi protein) dan tidak menimbulkan gas b. Sajikan makanan dan minuman dalam bentuk yang menarik c. d. e. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat Anjurkan untuk makan porsi kecil tapi sering (MSS) Pertahankan kebersihan mulut yang baik (sikat gigi, membilas/membersihkan setelah makan f. Jika kesadaran masih baik dan tidak ada gangguan menelan berikan makan lunak atau saring g. Berikan makanan cair per sonde jika ada gangguan menelan, sehingga pemasangan NGT (pipa mulut) sesudah dan

nasogastrik) diperlukan. h. i. Observasi intake output Kolaborasi dengan ahli Gizi

6. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit tetanus dan penanggulangannya. Berikan penyuluhan pada

keluarga tentang beberapa hal sebagai berikut: a. Hindarkan untuk memegang erat atau merestrain penderita pada saat kejang

Tetanus dan Asuhan keperawatannya

22

b.

Bila ada luka segera lakukan perawatan luka sampai bersih

c.

Berikan informasi mengenai perawatan pasien di rumah maupun di rumah sakit, penyuluhan juga perlu diberikan kepada orang tua atau keluarga mengenai: a. Penyebab dan cara penularan penyakit b. Kriteria tingkatan penyakit c. Pencegahan d. Perawatan luka atau perawatan setelah kejadian tetanus (bila ada luka pada anggota badan)

d.

Bila gejala yang timbul semakin berat segera datang ke pelayanan kesehatan terdekat (seperti sesak nafas, tidak bisa menelan, gemetaran, kejang yang terus menerus)

Tetanus dan Asuhan keperawatannya

23

Daftar Pustaka

Barbara C. Long, 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung : Yayasan IAPK Benenson,A.S.1985,Control of Communicable Diseases in Man, 4th ed., APHA, Washington DC 20005 Behrman, dkk, 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol 2. Jakarta : EGC Carpenito, 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 10: Jakarta: EGC Hasan R., 1997. Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Hendanwanto, 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI Ismoedijanto, 2002. Tetanus Pada Bayi. Surabaya : Lab / SMF ilmu kesehatan anak FK Unair. Mansjoer A., dkk.2002. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aaesculapius Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC Santoso, Budi, 2005-2006. Panduan Diagnosa Keperawatan nanda 2005-2006 Definisi dan klasifikasi. Suriadi, Yuliani R., 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Sagung Seto Sudoyo, Aru, 2007. Ilmu Penyakit dalam jilid III: Jakarta: Pusat penerbitan Ilmu Penyalit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Wilkinson, 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan intervensi NIC dan Kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC www.cermin dunia kedokteran.com (waktu akses : 7 Agustus 2008 jam 16.45 WIB)

Tetanus dan Asuhan keperawatannya

24

Contoh kasus :

Seorang laki-laki usia 39 tahun dibawa oleh keluarganya ke IGD RSUD Pacitan dengan keluhan kaku di rahang dan di punggung dengan agak terasa sulit bernafas yang dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Di IGD dari hasil pemeriksaan dijumpai tekanan darah :130/ 70 mmHg, suhu : 36,7oC, nadi : 88x/mnt, respirasi : 28 x/menit, dijumpai trismus, rishus sardonicus, epistotonus dan sedikit kekakuan pada kedua ekstremitas. Dari riwayat penyakit dahulu dijumpai riwayat sakit gigi karena berlubang 2 minggu yang lalu, terdapat bekas luka tertusuk benda tajam di jari kaki, tidak ada riwayat sakit serupa.

Prosedur / panduan penatalaksanaan Tetanus di IGD Mempertahankan jalan nafas Penghisapan lendir / suction Cairan Antikonvulsan, relaxan Dextrose 5 % muscle Diazepam 0,5-1,0 atau 10 mg/kgbb mg iv

perlahan Eradikasi bakteri Metronidazole infus Penicillin procain HITG (Tetagam) Awal 15mg/kgbb 100.000-200.000 IU/kgbb/hari Netralisasi toxin 3000 unit im single dose ATS (anti tetanus 10.000 unit im

serum) Terdapat tanda-tanda Oksigen Jika perlu lakukan tracheostomi

hipoksia, distres nafas

Tetanus dan Asuhan keperawatannya

25

Anda mungkin juga menyukai