Anda di halaman 1dari 8

3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA



II.1 Logam krom ( Cr ) dalam tekstil
Secara alamiah krom dapat ditemukan dalam batuan, tanah, debu vulkanik,
binatang dan tumbuhan. Krom di lingkungan umumnya dalam bentuk Cr (0), Cr (III)
dan Cr(VI). Keberadaan krom di lingkungan sebagian besar berasal dari limbah
industri seperti industri baja, elektroplating, industri yang melakukan proses tanning,
industri kimia, pencelupan tekstil dan lain-lain. Tingkat oksidasi krom yang penting
adalah +3 dan +6. Kedua spesi krom tersebut mempunyai sifat dan dampak yang
berbeda terhadap kesehatan manusia. Cr (III) dalam jumlah besar dapat mempengaruhi
berbagai reaksi enzimatis dan dapat bereaksi dengan zat organik, namun demikian
dilaporkan bahwa krom (III) dalam jumlah kecil diperlukan oleh makhluk hidup
dalam proses metabolisme glukosa, lemak dan protein. Cr(VI) yang bersifat sebagai
oksidator kuat dapat merusak jaringan sel dan bersifat toksik dan karsinogenik
(1)
.
Environtmental Protection Agency (EPA) telah menetapkan bahwa kadar krom total
dalam air minum adalah 2,5 g/L. Dilaporkan pula dalam www.osha.gov bahwa
kontak kulit dengan senyawa Cr(VI) tertentu dapat menyebabkan penyakit kulit dan
pada beberapa orang yang sensitif dapat menyebabkan reaksi alergik. Penelitian
terhadap binatang diketahui Cr(VI) dapat meningkatkan resiko kanker paru-paru.
Adanya logam krom dalam tekstil kemungkinan berasal dari bahan kimia yang
digunakan dalam proses tekstil maupun sebagai zat pengotor (impurities) yang
terkandung dalam bahan kimia tersebut. Senyawa krom di industri tekstil terutama
digunakan dalam proses pencelupan yang menggunakan zat warna direk dan zat warna
mordan. Dalam proses pencelupan kain dengan zat warna direk, krom dalam bentuk
senyawa dikromat digunakan untuk fiksasi zat warna tersebut pada serat kain,
sedangkan dalam pencelupan dengan zat warna mordan krom digunakan dalam bentuk
garam Cr(III). Salah satu contoh zat warna direk adalah Congo Red ( C.I. Direct red
28), sedangkan contoh zat warna mordan adalah Eriochrome Black T ( C.I Mordant
Black 11 ) masing-masing memiliki rumus molekul seperti pada Gambar II.1. Zat
warna direk adalah zat warna azo yang mengandung gugus sulfonat, namun demikian
afinitasnya terhadap serat selulosa kecil dibanding dengan zat warna asam atau basa.
Hasil pencelupan kain katun dengan zat warna direk memiliki ketahanan terhadap
pencucian yang kurang baik, sehingga dalam prakteknya memerlukan perlakuan
setelah proses pencelupan menggunakan garam elektrolit yang disebut dengan proses
fiksasi. Garam yang biasa digunakan adalah tembaga sulfat atau senyawa dikromat.
Pada proses fiksasi atom oksigen pada gugus OH dalam zat warna akan membentuk
kompleks dengan logam yang berasal dari garam elektrolit, menyebabkan ukuran
molekul zat warna menjadi lebih besar dan kurang larut dalam air, sehingga tahan
luntur terhadap pencucian menjadi meningkat .
(2-3)



Congo Red Eriochrome Black T
( C.I. Direct red 28) ( C.I Mordant Black 11 )

Gambar II.1 Struktur zat warna direk dan mordan

Di samping berasal dari bahan kimia yang digunakan dalam proses tekstil,
keberadaan krom dalam tekstil juga dapat berasal dari pengotor zat warna. Zat warna
tekstil yang digunakan memiliki kualitas teknis sehingga terdapatnya pengotor dalam
zat warna termasuk logam-logam berat sangat dimungkinkan. Hal ini ditegaskan
sebagaimana yang tercantum dalam kriteria ekolabel Uni-Eropa yang
mempersyaratkan penggunaan zat warna yang memiliki kadar pengotor logam-logam
berat dalam jumlah tertentu. Dalam ekolabel tersebut ditetapkan kadar Cr dalam zat
warna yang digunakan dalam proses tekstil maksimum 100 ppm
(4)
.

II.2 Prakonsentrasi krom
Berbagai teknik dapat digunakan dalam penentuan logam krom renik dalam
air. Analisis instrumental secara langsung biasanya sulit dilakukan dikarenakan adanya
kemungkinan gangguan matriks contoh yang dapat mempengaruhi hasil analisis serta
konsentrasi krom dalam contoh yang sangat rendah mendekati atau bahkan jauh di
bawah limit deteksi alat/instrumen yang digunakan. Untuk mengatasi masalah tersebut,
proses pemisahan dan prakonsentrasi perlu dilakukan. Teknik prakonsentrasi dapat
dilakukan dengan beberapa cara seperti ekstraksi pelarut, pertukaran ion, ekstraksi fasa
padat dan kopresipitasi.
4
5
Proses spesiasi dan prakonsentrasi Cr (VI) dapat dilakukan dengan
menggunakan zat pengompleks amonium pirolidinditiokarbamat (APDC), kemudian
diekstraksi dengan menggunakan pelarut metil isobutil keton (MIBK). Penentuan
Cr(VI) dilakukan langsung dari ekstrak secara spektrometri serapan atom tungku
karbon (SAATK), sedangkan Cr (III) ditentukan dari selisih antara kadar krom total
dan Cr (VI). Kondisi reaksi pembentukan kompleks antara Cr(VI) dan APDC
diketahui optimum pada pH 3,5. Limit deteksi untuk Cr (III) dan Cr (VI) adalah
0,3 g/L
(7)
.
Spesi Cr (III) dapat diprakonsentrasi menggunakan teknik pertukaran ion.
Kelebihan dari teknik ini adalah kolom resin yang dipakai dapat digunakan berulang-
ulang, sedangkan kekurangannya adalah sering terjadi masalah ketika proses desorpsi
lambat sehingga diperlukan modifikasi secara kimia terhadap resin tersebut. Resin
penukar ion yang secara luas digunakan adalah amberlit XAD, karena resin tersebut
mempunyai sifat adsorpsi dan kemurnian yang baik. Resin amberlit XAD-16 dalam
penelitian spesiasi beberapa logam berat termasuk di dalamnya Cr (III) diperoleh hasil
recovery Cr (III) mencapai 95 % dengan limit deteksi 0,008 g/mL
(8)
.
Prakonsentrasi Cr (III) juga dapat dilakukan dengan cara kopresipitasi yakni
didasarkan pada pembentukan senyawa kompleks yang dapat mengendap. Sebagai
kopresipitan biasanya digunakan senyawa hidroksida unsur tanah jarang seperti
galium, indium, scandium, terbium. Telah dilaporkan bahwa terbium mempunyai
kemampuan sebagai kopresipitan yang baik untuk analisis Cr (III), Cu(II) dan
Pb(II)
(9)
. Percobaan yang dilakukannya adalah dengan cara mencampurkan contoh
analit dengan larutan terbium hidroksida dalam gelas kimia pada beberapa variasi pH.
Endapan yang terjadi dipisahkan dan dilarutkan dengan asam nitrat 0,85 M. Larutan
hasil prakonsentrasi kemudian ditentukan secara spektrometri serapan atom tungku
karbon. Diperoleh hasil bahwa recovery Cr(III) mencapai hampir 100 % pada pH 8,4
10,8 dan limit deteksinya diketahui sebesar 0,3 g/L. Dilaporkan pula bahwa adanya
terbium hingga 7 g/L dalam contoh uji tidak mengganggu dalam penentuan analit.
Peneliti lainnya

telah berhasil melakukan percobaan kopresipitasi Cr (III) dalam contoh
air alam menggunakan kopresipitan kombinasi kompleks Pd/8-quinolinol/asam tannic
dan penentuannya secara spektrometri serapan atom tungku karbon
(10)
. Ditemukan
bahwa kondisi kopresipitasi optimum terjadi pada pH 5,1 - 5,3. Limit deteksi untuk
Cr(III) adalah 20 ng/L untuk 300 mL contoh air yang digunakan.
6
Teknik prakonsentrasi lainnya adalah ekstraksi fasa padat. Pada umumnya
teknik ini didasarkan pada sifat adsorpsi analit pada kolom adsorben seperti C
18
,
alumina aktif, selulosa Cellex T, dan politetrafluoroetilen (PTFE). Dengan teknik
ekstraksi fasa padat telah berhasil dilakukan prakonsentrasi Cr(VI) menggunakan
kolom politetrafluoroetilen (PTFE)
(11)
. Pertama-tama contoh analit dicampurkan
dengan larutan APDC pada berbagai variasi pH, kemudian khelat Cr-PDC dilewatkan
ke dalam kolom PTFE. Proses elusi dilakukan dengan menggunakan pelarut MIBK
dan eluat secara langsung dialirkan masuk ke dalam sistem nyala spektrometer serapan
atom. Dilaporkan bahwa kurva kalibrasi linear terjadi pada rentang konsentrasi 1 40
g/L dan limit deteksinya adalah 0,8 g/L. Standar deviasi relatif 3,2 % pada
konsentrasi 20 g/L.
Zat pengkompleks amonium pirolidin ditiokarbamat (APDC) yang mempunyai
rumus kimia C
5
H
9
NS
2
. NH
3
telah dikenal secara luas sebagai zat pengkomplek yang
dapat digunakan dalam analisis logam berat renik seperti Pb, Ni, Cu, Sn, Co, Cd, Mn,
Zn dan Cr . Dilaporkan bahwa Cr(VI) dalam air dapat bereaksi cepat dengan APDC
menjadi Cr(III) dan segera membentuk komplek Cr-PDC pada kondisi pH asam dan
temperatur kamar. Sedangkan Cr(III) dengan APDC pada kondisi yang sama bereaksi
lambat, hal ini disebabkan karena Cr(III) dalam air berada dalam keadaan terhidrasi
sangat kuat sehingga sulit membentuk kompleks dengan APDC. Dengan demikian
APDC dapat digunakan dalam spesiasi logam Cr(VI) dan Cr(III) dalam air. Lebih
jauh telah diketahui bahwa APDC memiliki sifat lebih stabil pada pH rendah
dibandingkan dengan natrium dietilditiokarbamat (DDTC). Pada pH rendah DDTC
mudah terdekomposisi. Hasil karakterisasi menggunakan kromatografi lapis tipis,
difraksi sinar-X, spektroskopi IR dan spektrometri massa yang dilakukan
menunjukkan bahwa hasil reaksi Cr(VI) dengan APDC pada pH asam adalah dua
bentuk kompleks yakni Cr(PDC)
3
dan Cr(PDC)
2
(OPDC) sebagai produk utamanya
(12)
.

II.3. Spektrometri serapan atom tungku karbon (SSATK)
(13)
Pada prinsipnya mekanisme spektrometri serapan atom tungku karbon sama
dengan pada spektrometri serapan atom nyala, yang membedakan adalah proses
pengatoman terjadi pada tabung karbon yang terpanasi oleh arus listrik secara
terprogram. Sumber sinar dengan intensitas I
o
dipancarkan mengarah ke lorong tabung
karbon yang mengandung uap atom analit dalam keadaan dasar (ground state).
Intensitas sinar akan berkurang dikarenakan sebagian terabsorpsi oleh atom-atom
7
analit ( I ). Jumlah sinar yang terserap ditentukan dengan cara membandingkan I
terhadap I
o
. Absorban merupakan karakteristik sinar yang terabsorpsi dinyatakan
secara matematika sebagai A = log ( I
o
/I ). Hubungan absorban dengan konsentrasi
analit mengikuti hukum Beers.

A = a b c

Dimana a = koefisien absorpsi
b = panjang sel absorpsi yang terlewati cahaya
c = konsentrasi analit.

Pada spektrometri serapan atom tungku karbon sinyal yang teramati bergantung
pada massa, bukan pada konsentrasi. Sehingga sensitivitasnya dinyatakan dengan
karaktristik massa ( m
o
). Karakteristik massa analog dengan karakteristik konsentrasi
pada spektrometri serapan atom nyala, yakni massa analit dalam pikogram yang
diperlukan untuk menghasilkan sinyal tinggi puncak sebesar 0,0044 absorban atau
sinyal luas puncak sebesar 0,0044 absorban.detik (A-s ).


Volume sampel ( L ) x Konsentrasi sampel ( g/L ) x 0,0044 A-s
m
o
= --------------------------------------------------------------------------------
Luas puncak ( A-s )



Sistem tungku karbon pada spektrometri serapan atom dibangun oleh tiga
komponen utama yaitu unit pengatoman (atomizer), sumber daya listrik
( power supply ) dan unit pemograman. Unit pengatoman sebagaimana tampak pada
Gambar II.2 pada dasarnya terdiri atas tabung karbon, penghubung listrik ( electrical
contact ), sistem pendingin dan pengaturan aliran gas inert. Tabung karbon merupakan
elemen pemanas dimana terjadi proses pengatoman analit logam. Kedua ujung tabung
karbon ditutup dengan jendela kwarsa. Lorong tabung karbon tersebut diarahkan lurus
terhadap sinar datang. Ketika tabung karbon mengalami pemanasan, gas inert argon
mengalir di sekelilingnya. Fungsi dari aliran gas argon adalah untuk mencegah
terjadinya proses oksidasi terhadap tabung karbon ketika terjadi proses pemanasan.
Aliran gas argon terbagi dua yakni aliran gas argon eksternal dan internal. Aliran gas
argon eksternal melindungi tabung karbon bagian luar, sedangkan aliran gas argon
internal mengalir ke lorong tabung karbon dan alirannya dapat diatur. Pada saat proses
pengatoman analit berlangsung, aliran gas argon internal ini dihentikan agar waktu
tinggal uap atom analit logam dalam tabung karbon menjadi maksimal. Penghubung
arus listrik berfungsi mengalirkan arus listrik di sepanjang tabung karbon, sehingga
tabung karbon menjadi panas menyala, sedangkan suatu sistem pendingin digunakan
untuk mendinginkan penghubung arus listrik tersebut.

Gambar II.2 Tungku karbon longitudinal

Sumber daya listrik dan pemograman melakukan fungsi pengaturan terhadap
daya listrik, temperatur, aliran gas inert dan spektrometer, sehingga proses pemanasan
sampel sesuai dengan yang diinginkan.
Beberapa mikro liter contoh disuntikkan melalui lubang kecil yang terdapat di
bagian tengah atas tabung karbon. Pengaliran arus listrik secara terprogram terhadap
tabung karbon menyebabkan contoh analit logam terpanasi dan akhirnya terjadi proses
pengatoman. Uap atom logam kemudian akan mengabsorpsi sebagian intensitas sinar
yang datang dari sumber sinar dan spektrometer mencatat absorban yang dihasilkan.

II.3.1 Tahapan program pemanasan pada tungku karbon
Larutan contoh yang telah disuntikkan ke dalam sistem tungku karbon akan
mengalami beberapa tahap proses pemanasan secara terprogram selama berada di
dalam tungku karbon. Tahap-tahap proses pemanasan yang terjadi meliputi proses
8
pengeringan, pirolisis, pengatoman, dan terakhir tahap pembersihan tungku karbon.
Contoh tahap-tahap proses pemanasan tungku karbon dapat dilihat pada Gambar II.3.


2500
9

2000
C
1500

1000

500

0
Atomisasi
Pirolisis
Pengeringan
Waktu

Gambar II.3 Contoh tahap-tahap proses pemanasan tungku karbon

Tahap proses pengeringan umumnya dilakukan pada temperatur 100 120 C
selama kurang dari satu menit. Untuk mencapai temperatur tersebut, proses pemanasan
berlangsung secara bertahap ( ramp ), sehingga percikan contoh dapat dicegah. Selama
proses pengeringan, gas argon internal dialirkan secara maksimal sebesar 250 300
mL/menit agar uap pelarut contoh terdorong keluar dari tabung karbon.
Tahap pirolisis atau kadang-kadang disebut sebagai proses pengabuan
bertujuan untuk menguapkan komponen matriks organik dan anorganik yang
terkandung dalam contoh. Temperatur yang dipilih untuk proses pirolisis bergantung
pada sifat matriks dan analit, biasanya temperatur dinaikkan setinggi mungkin namun
tetap masih di bawah temperatur menguapnya analit. Pada tahap ini gas argon internal
tetap mengalir seperti pada proses pengeringan dengan maksud agar uap matriks
terdorong ke luar dari tabung karbon.
Tahap pengatoman bertujuan untuk pembentukan uap atom analit.
Temperatur pengatoman berbeda untuk setiap analit logam. Temperatur tabung karbon
dinaikkan dengan cepat. Perlu diperhatikan bahwa temperatur pengatoman jangan
terlampau tinggi, karena hal ini dapat mempersingkat waktu tinggal uap atom analit
dalam tabung karbon dan menurunkan sensitivitas. Di samping itu penggunaan
temperatur pengatoman yang terlampau tinggi dapat memperpendek umur tabung
karbon.
Tahap pembersihan dimaksudkan untuk menghilangkan residu contoh yang
kemungkinan tertinggal dalam tabung karbon. Temperatur yang digunakan pada tahap
ini biasanya lebih tinggi dari temperatur tahap pengatoman. Proses pembersihan tidak
boleh terlampau lama karena dapat memperpendek umur tabung karbon.

II.3.2 Profil signal pada tungku karbon
Dalam spektrometri serapan atom nyala, signal absorpsi keadaannya steady
sehingga absorban yang teramati konstan selama proses penyedotan larutan contoh ke
dalam nyala berlangsung. Akan tetapi tidak demikian halnya dalam spektrometri
serapan atom tungku karbon, pembentukan atom analit berlangsung pertama-tama
meningkat kemudian menurun, sehingga signal yang terjadi berbentuk puncak yang
merefleksikan populasi atom analit terhadap waktu proses pengatoman seperti pada
Gambar II.4. Luas puncak sebanding dengan jumlah atom analit dalam larutan contoh
yang disuntikkan ke dalam tungku.



Gambar II.4 Profil signal serapan atom tungku karbon
10

Anda mungkin juga menyukai