Anda di halaman 1dari 4

ELSA MARIANE RAMADANI

1002101030025

KELAS C

RESPON IMUN PADA PENYAKIT INFEKSIUS Sistim imun merupakan sistem yang berfungsi untuk mencegah terjadinya kerusakan tubuh atau timbulnya penyakit. Sistem imun yang berfungsi dengan baik mutlak dibutuhkan untuk kelangsungan hidup seseorang. Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama infeksi. Gabungan sel, molekul dan jaringan yang bergabung dalam resistensi terhadap infeksi disebut dengan sistem imun. Untuk melindungi dirinya, tubuh memerlukan mekanisme yang dapat membedakan sel-sel itu sendiri (Self) dari agen-agen penginvasi (Janeway, 2005). Respon imun berawal sewaktu sel B atau T berikatan, seperti kunci dengan anak gemboknya, dengan suatu protein yang diidentifikasi oleh sel T atau B sebagai benda asing. Selama perkembangan masa janin di hasilkan ratusan ribu sel B dan sel T yang memilki potensi yang berikatan dengan protein spesifik. Protein yang dapat berikatan dengan sel T dan B mencakup protein yang terdapat di membran sel bakteri, mikoplasma, selubung virus, atau serbuk bunga, debu, atau makanan tertentu. Protein yang dapat berikatan dengan sel T atau B di sebut deengan antigen, apabila suatu antigen menyebabkan sel T atau B menjadi aktif bermultiplikasi dan berdeferensiaasi lebih lanjut, maka antigen tersebut dapat bersifat imunogenik (Rydkina et al., 2005). Reksi imunologik pada infeksi kadang-kadang tidak memberikan dampak perlindungan. Tetapi sebaliknya menyebabkan kerusakan jaringan melebihi kerusakan yang disebabkan oleh mikroba penyebab infeksi itu sendiri. REAKSI IMUNOLOGIK PADA INFEKSI BAKTERI 1. Reaksi non spesifik Telah diketahui bahwa tubuh memiliki imunitas bawaan yang merupakan garis pertahanan terdepan dari system imun setelah kulit dan mukosa. Dalam imunitas bawaan ini polimorfonuklear (PMN) dan makrofag memegang peran yang cukup penting. Sel sel PMN sebagai fagosityang predominan dalam sirkulasi adalah sel yang pertama kali keluar oleh bakteri, neutrofil, atau makrofag yang terlebih dahulu berada di tempat infeksi. Proses fagositosis oleh PMN secara berurutan terjadi atas 5 fase yakni fase pergerakan, perlekatan, penelanan, degranulasi dan pembunuhan. Proses penelanan bakteri terjadi karena fagosit membentuk tonjolan pseu dopodia, kemudian membentuk kantung yang mengelilingi bakteri dan mengurungnyasehingga bakteri tertangkap dalam kantung yang di sebut fagosom. Selanjutnya granula intraseluler yang berisi berbagai berbagai jenis enzim dan protein lain bergabung (fusi) dengan fagosom lalu terjadi degranulasi. Enzim dan protein di dalam granula mampu membunuh bakteri. 2. Reaksi spesifik Sistem imun spesifik terdiri atas sistem imun humoral dan seluler. Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau disebut juga komponen adaptif atau imunitas didapat adalah mekanisme pertahanan yang ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, karena itu tidak dapat berperan terhadap antigen jenis lain. Bedanya dengan pertahanan tubuh non spesifik adalah bahwa pertahanan tubuh spesifik harus kontak atau ditimbulkan terlebih dahulu oleh antigen tertentu, baru ia akan terbentuk. Sedangkan pertahanan tubuh non spesifik sudah ada sebelum ia kontak dengan antigen (Baratawidjaya, 1996).

ELSA MARIANE RAMADANI

1002101030025

KELAS C

Benda asing yang pertama kali masuk ke dalam tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik. Pejanan tersebut menimbulkan sensitasi sehingga antigen yang sama dan masuk ke dalam tubuh akan lebih cepat dikenal dan dihancurkan. Oleh karena itu sistem ini dikenal dengan istilah spesifik. Untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi tubuh, sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun nonspesifik. Berikut adalah mekanisme sistem imun spesifik

Sistem imun pada unggas maupun mamalia bekerja secara umum. Secara umum, respon imun ada dua macam yaitu respons imun humoral yang diperankan oleh sel B yang menghasilkan immunoglobulin, dan respons imun seluler yang diperankan oleh sel T (Stites, dkk., 1994). Stimulasi antigenik menginduksi respons imun yang dilakukan sistem seluler secara bersamasama diperankan oleh makrofag, limfosit B, dan limfosit T. Makrofag memproses antigen dan menyerahkannya kepada limfosit. Limfosit B, yang berperan sebagai mediator imunitas humoral, yang mengalami transformasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi. Limfosit T mengambil peran pada munitas seluler dan mengalami diferensiasi fungsi yang berbeda sebagai subpopulasi (Goodman, 1994). Pemeran utama dalam sistem imun humoral adalah limfosit B atau sel B. Sel B berasal dari sel asal multipoten disumsum tulang. pada unggas sel B akan berderefisiasi menjadi sel B yang matang pada alat yang disebut bursa fabricius. Pada manusia terjadi pada sum-sum tulang. Sel B yang dirangsang oleh benda asing akan berproliferasi, berdiferensiasi dan berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan dalam serum. Fungsi utama antibodi adalah pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler, virus, bakteri serta menetralkan toksinnya. Sistem imun humoral lebih diperankan oleh sel B yang memiliki dua fungsi esensial yaitu berdiferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin dan merupakan salah satu kelompok APC. Sel B mengalami pematangan dalam dua tahap, tetapi tidak seperti sel T, tidak matang di timus. Fase pertama pematangan sel B bersifat independen-antigen. Dan fase kedua adalah fase dependen-antigen, sel B berinteraksi dengan suatu imunogen, menjadi aktif dan membentuk sel plasma yang mampu mengeluarkan antibodi (Anonimous, 2007). REAKSI IMUNOLOGIK PADA INFEKSI VIRUS

ELSA MARIANE RAMADANI

1002101030025

KELAS C

Pada infeksi virus, makrofag juga dapat membunuh virus akan tetapi pada infeksi tertentu makrofak tidak mampu memebunuh bahkan sebaliknya virus memperoleh kesempatan untuk beriplikasi di dalamnya. Telah diketahui virus hanya berkembang biak intraseluler karena virus membutuhkan DNA-pejamu untuk replikasi. Akibatnya virus tersebut dapat merusak selsel organ tubuh yang lain terutama apabila virus yang bersifat sitopatik. Apabila virus tersebut besifat non sitopatik ia menyebabkan infeksi kronik dengan menyebar ke sel-sel lain. Dalam upaya mempertahankan diri terhadap serangan system imun penjamu virus secara terus menerus mengubah struktur antigen permukaannya Proses netralisir virus dapat di lakukan dalam bebagai cara antaralain mengahambat perlekatan virus dengan reseptor yang terdapat di permukaan sel sehingga virus tidak dapat menembus membrane sel akibatnya replikasi virus dapat di cegah, Antibodi dapat juga menhancurkan virus dengan aktivasi komplemen melalui jalur klasik atau menyebabkan agregasi virus sehingga mudah di fagositosis dan dihancurkan melalui proses yang sama, antibody dapat mencegah penyebaran virus yang dikeluarkan dari sel yang telah hancur (Rytkina et al., 2005). Pada infeksi sel secara langsung di tempat masuknya virus contohnya paru-paru, virus tidak sempat beredar dalam sirkulasi dan tidak sempat menimbulkan respon primer dan antibody yang terbentuk sering kali terlambat untuk mengatasi infeksi tersebut.pada keadaan ini respon imunologik selular mempunyai peran yang lebih menonjol. Sel T sitotoksik mampu mendeteksivirus melalui reseptor terhadap antigen virus sekalipun struktur virus telah berubah. Sel T sitotoksik kurang spesifik dibandingkan dengan antibodi dan dapat melakukan reaksi silang dengan spectrum luas namun tidak menghancurkan sel sasaran. Disamping sel T yang bersifat sitotoksik langsung, limfosit T penolong dapat memproduksi interferon gama yang melapisi selsel yang berdekatan sehingga virus tidak dapat menembus membrane sel. REAKSI IMUNOLOGIK PADA INFEKSI PARASI Salahsatu cirri mencolok pada infeksi cacing adalah produksi IgE dengan kadar tinggi. Diduga IgE berfungsi merangsang mastosit untuk melepas granula dan menyulut reaksi inflamasi, eksudat protein yang mengandung immunoglobulin dan melepaskan eosinophil chemotatic factor (ECF), sehingga eosinofil mendekat dan melekat pada permukaan parasit. Parasit yang dilapisi immunoglobulin IgG atau IgE dapat dihancurkan oleh eosinofil karena granulose eosinofil diketahui dapat melepas peroksidase dan enzim proteolitik lain yang merusak parasit

DAFTAR KEPUSTAKAAN Anonimous, 2007. Respon imun. http://keperawatan adil.blogspot.com/2007 /11/responimun.html. Anonimous. 2011. Immunity humoral. http://arapaho.nsuok.edu/~castillo/Notes Images/Topic5NotesImage4.jpg Baratawijaya, karnen,.1996. Immunologi Dasar. Jakarta : gaya baru Goodman JW. 1994. The Immune Response. In: Stites DP, Terr AI eds. Basic and Clinical Immunology, 8 ed. Connecticut: Prentice Hall Int. Inc,: 40-9. Janeway, CA, et al. (2005). Immunobiology: Sistem kekebalan dalam Kesehatan dan Penyakit. New York: Garland Science Publishing, 753-757.

ELSA MARIANE RAMADANI

1002101030025

KELAS C

Rydkina, E., Silverman DJ, Sahni SK. (2005). Aktivasi p38 aktif protein kinase stres-selama infeksi Rickettsia rickettsii sel endotel manusia: peran dalam induksi respon kemokin. Cellular Mikrobiologi, 7: 1519-1530.

Anda mungkin juga menyukai