Anda di halaman 1dari 5

Pembahasan jantung Pada percobaan kali ini, praktikan melakukan pengamatan terhadap struktur dan anatomi jantung mammalia

(kambing). Pengamatan dimulai dari bagian luar kemudian mengamati bagian dalamnya (anatomi) dengan cara membelahnya. Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung merupakan jaringan istimewa karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang, tetapi cara bekerjanya menyerupai otot polos yaitu di luar kemauan kita ( dipengaruhi oleh susunan saraf otonom). Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul ( pangkal jantung ) dan disebut juga basis kordis. Di sebelah bawah agak runcing yang disebut dengan apeks kordis. Letak jantung didalam rongga dada sebelah depan ( kavum mediastinum anterior ), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, di atas diafragma, dan pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta V dan VI dua jari dibawah papila mamae. Pada tempat ini teraba adanya denyutan jantung yang disebut iktus kordis. Ukuranya lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram. Diantara dua lapisan jantung ini terdapat lendir sebagai pelicin untuk menjaga agar pergesekan antara perikardium pleura tidak menimbulkan gangguan terhadap jantung. Jantung bekerja selama kita masih hidup, karena itu membutuhkan makanan yang dibawa oleh darah. Pembuluh darah yang terpenting dan memberikan darah untuk jantung dari aorta asendens dinamakan arteri koronaria. Jantung dipersarafi oleh nervus simpatikus/nervus skselaris, untuk menggiatkan kerja jantung dan nervus para simpatikus, khusus cabang dari nervus vagus yang bekerja memperlambat kerja jantung. Jantung dapat bergerak yaitu mengembang dan menguncup yang disebabkan oleh adanya rangsangan yang berasal dari susunan saraf otonom. Rangsangan ini diterima oleh jantung pada simpul saraf yang terdapat pada atrium dekstra dekat masuknya vena kava yang disebut nodus sinoatrial. Dari sini rangsangan akan diteruskan kedinding atrium dan juga ke bagian septum kordis oleh nodus atrioventrikular atau simpul tawara melalui berkas wenkebach. Dari simpul tawara rangsangan akan melalui bundel atrioventrikular dan pada bagian cincin yang terdapat antara atrium dan ventrikrl yang disebut anulus fibrosus, rangsngan terhenti kira-kira 1/10 detik. Seterusnya rangsangan tersebut akan diteruskan kebagian apeks kordis dan melalui berkas purkinjie disebarkan keseluruh dinding ventrikel, dengan demikian jantung berkontraksi. Dalam kerjanya jantung memiliki tiga periode : 1. Periode konstriksi ( sistole ) Suatu keadaan ketika jantung bagian ventrikel dalam keadaan menguncup. katub bikus dan trikuspidalisdalam keadaan tertutup valvula semilunaris aorta dan valvula semilunaris arteri pulmonalis terbuka, sehingga darah dari ventrikel dekstra mengalir ke arteri pulmonalis masuk ke paru-paru kiri dan kanan. Sedangkan darah dari ventrikel sinistra mengalir ke aorta kemudian diedarkan ke seluruh tubuh.

2. Periode dilatasi ( diastole ) Suatu keadaan ketika jantung mengembang. katub bikus dan trikuspidalis terbuka, sehingga darah dari atrium sinistra masuk ventrikel sinistra dan darah dari atrium dekstra masuk ke ventrikel dekstra. Selnjutnya darah yang ada di paru-paru kiri dan kanan melalui vena pulmonalis masuk ke atrium sinistra dan darah dari seluruh tubuh melalui vena kava masuk ke atrium dekstra.

3.

Periode istirahat

Merupakan waktu antara periode kontriksi dan dilatasi ketika jantung berhenti kira-kira 1/10 detik. Pada waktu ketika jantung beristirahat jantung akan menguncup sebanyak 70-80 kali/menit. Pada tiap-tiap kontraksi jantung akan memindahkan darah ke aorta sebanyak 60-70 cc.

Kalau kita bekerja maka jantung akan lebih cepat berkontraksi sehingga darah lebih banyak dialirkan keseluruh tubuh. Kerja jantung dapat diketahui dengan jalam memeriksa perjalanan darah dalam arteri. Oleh karena dinding arteri akan mengembang jika ke dalamnya mengalir gelombang darah. Gelombangdarah ini menimbulkan denyutan pada arteri. Sesuai dengan kuncupnya jantung yang disebut denyut nadi. Baik buruknya dan teratur tidaknya denyut nadi bergantung dari kembang kempisnya jantung.

G. Kesimpulan Struktur anatomi makroskopis jantung kambing yang berhasil diamati : 1. a. b. c. d. e. f. g. 2. a. b. Bagian luar Aorta Arteri pulmonalis Atrium sinister Atrium dexter Ventrikel sinister Ventrikel dexter Apex cordis Bagian dalam Klep tricus spidalis Corda tendinae

c. d. e.

Ventrikel sinister Sekat antar ventrikel Musculus papilare

DAFTAR PUSTAKA

Nurcahyo, Heru (1994). Petunjuk praktikum fisiologi hewan. Yogyakarta: FMIPA UNY Pearce, Enelin (1995). Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Gramedia Soewolo, dkk (1999). Fisiologi manusia. Malang: FMIPA UNM Wulangi, S Kartolo (1993). Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Jakarta :Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kerja Kependidikan Pendidikan Tinggi http://bima.ipb.ac.id/~tpb-ipb/materi/bio100/Materi/anatomi jantung.html http://epta86.blogspot.com/2009/07/organ anatomi jantung.html www.google.com . Image anatomi jantung mammal

Daster Tek.osmotik PENGARUH TEKANAN OSMOTIK TERHADAP MEMBRAN ERITROSIT A. Landasan Teori Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan interseluler adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat unsur-unsur padat yaitu sel darah. Volume darah secara keseluruhan kira-kira merupakan 1/12 berat badan atau kira-kira 5 liter. Sekitar 55% adalah cairan sedangkan 45% sisanya terdiri atas sel darah. Susunan darah, serum darah atau plasma terdiri atas air (91,0%), protein (8,0%), mineral (0,9%), dan sisanya diisi oleh sejumlah bahan organik seperti glukosa, lemak, urea, asam urat, kretinin, kolesterol, dan asam amino. Darah merupakan cairan tidak tembus cahaya, agak kental, berwarna merah terang, dan merah gelap, berat jenisnya berkisar antara 1,06, pH bersifat alkalis (7,2) (Benson et al., 1999). Apabila disentrifus (centrifuge), dengan kecepatan putaran tertentu, maka akan terpisah menjadi dua bagian utama yaitu bagian yang berwarna merah gelap disebut benda benda darah yang terdiri dari sel darah merah, sel darah putih, keping darah dan bagian kuning jernih yang disebut plasma. Komposisi darah merupakan salah satu indikator parameter fungsi fisiologis hewan maupun manusia. Perbandingan antara plasma dan benda-benda darah pada kondisi normal bervariasi pada laki-laki sekitar 47% dan perempuan 45%. Pada kondisi tertentu persentase darah mengalami penurunan atau sebaliknya. Dalam Pengantar Fisiologi Manusia, Nyayu Syamsiar Nangsari menyebutkan beberapa sifatsifat dasar dari masing-masing sel darah, yaitu: 1. Sel darah merah (eritrosit) Bentuknya seperti cakram, bikonkaf, cekung pada kedua sisinya dan dapat dilipat ketika melewati kapiler. Sel ini dibentuk di dalam sumsum, terutama tulang pendek dan tulang pipih. Dalam setiap 3 mm darah terdapat 5 juta sel darah. Rata-rata umur sel darah merah adalah 120 hari. 2. Sel darah putih (leukosit) Ukuran sel darah putih lebih besar dari sel darah merah, 1015 mikron dan terdapat nuclei. Fungsinya adalah melindungi tubuh melawan infeksi, senjata utamanya adalah fagosit, yakni menelan bakteri yang masuk ke tubuh. Hal ini misalnya terjadi pada saat luka pada kulit. Ketika kulit terluka maka bakteri akan masuk ke luka dan terus mengikuti aliran darah. Untuk membunuh bakteri tersebut maka peran leukosit sangat diperlukan. Dalam setiap 3 mm darah terdapat 6.00010.000 sel darah putih. 3. Keping darah (trombosit) Besarnya hanya 25 mikron. Bentuknya oval bergranula dan tidak mempunyai inti. Fungsi utamanya adalah berperan pada pembekuan darah agar darah tidak terus keluar pada saat terjadinya luka. Setiap 3 mm darah orang dewasa mengandung sekitar 200.000400.000 butir keping darah (Nangsari, 1988 : 203-209). Lebih lanjut Nangsari (1981: 37) menyebutkan bahwa Perbedaan kecepatan antara aliran air yang masuk dan keluar dapat menyebabkan perbedaan kompisisi kimiawi dari cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Jumlah keseluruhan air di dalam tubuh ditentukan oleh proses pemasukan,

peredaran, dan pengeluaran. Setiap sel penyusun suatu organisme pasti berada dalam suatu cairan yang mengandung berbagai zat yang diperlukan oleh sel. Cairan tersebut berupa cairan ekstraseluler yang dapat dibedakan menjadi cairan interstitial dan atau plasma darah. Sel pada umumnya berada dalam cairan interstitial, sedangkan eritrosit berada dalam plasma darah. Membran sel eritrosit seperti hanya membran sel lainnya tersusun atas lipid bilyer, dan bersifat semipermeabel. Pada kondisi cairan hipertonis, maka air akan berpindah dari dalam eritrosit keluar sehingga eritrosit akan mengalami penyusutan (krenasi). Sebaliknya pada kondisi larutan hipotonis, maka air akan masuk ke dalam sitoplasma eritrosit sehingga eritrosit akan menggembung yang kemudian pecah (lisis). Kecepatan hemolisis dan krenasi eritrosit diperngaruhi oleh konsentrasi larutan. Sifat lipid tidak larut dalam air, namun lipida yang menyusun membran sel terdiri atas dua bagian, polar dan nonpolar. Muatan listrik pada bagian polar bersifat mengikat air (hidrofilik), sedangkan pada bagian nonpolar bersifat tidak mengikat air (hidrofobik). Bagian lipida yang hidrofobik mengikat molekul air dan zatzat terlarut di dalamnya untuk dimasukkan ke dalam sel. Fungsi utama membran sel adalah untuk mengatur pertukaran substansi zat antar sel dengan lingkungannya (Sudarno, dkk., 2000: 14). Cairan tubuh pada hakikatnya merupakan pelarut zat-zat yang terdapat dalam tubuh, dengan demikian mengandung berbagai macam zat yang diperlukan oleh sel dan sisa-sisa metabolisme yang dibuang oleh sel. Selain itu, cairan tubuh juga pemberi suasana pada sel, sebagai contoh kehangatan (suhu), kekentalan (viskositas), dan keasaman (pH) yang dipengaruhi oleh faktorfaktor fisik maupun kimiawi dari dalam dan luar tubuh. Cairan yang memiliki tekanan atau konsentrasi sama dengan cairan dalam tubuh disebut isotonis (osmotic equilibrium), lebih tinggi dari pada dalam sel disebut hipertonis, dan lebih rendah daripada dalam sel disebut hipotonis. Cairan hipertonis akan menarik air secara osmosis dari sitoplasma ke luar sehingga eritrosit akan mengalami penyusutan dan membran selnya rusak tampak berkerut-kerut atau yang disebut krenasi atau plasmolysis. Sebaliknya, cairan hipotonis akan menyebabkan air berpindah ke dalam sitoplasma eritrosit sehingga eritrosit akan menggembung (plasmoptysis) yang kemudian pecah (hemolisis).

H. Daftar Pustaka Evelin C. Pearce. (1985). Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: PT. Gramedia Nangsari, Nyayu Syamsiar. (1988). Pengantar fsiologi manusia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sudarno, dkk. (2000). Biologi 3 sekolah menengah umum. Surakarta: PT. Pabelan Syamsuri, Istamar, dkk. (2000). Biologi 2000 2B SMU Kelas 2. Jakarta: Erlangga Tjitrosoepomo, Gembong, dkk. (1979). Biologi II. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Anda mungkin juga menyukai