Anda di halaman 1dari 9

A. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN TB PADA MASYARAKAT PEMECAH BATU. 1.

Faktor Agen Mikobakterium, bakteri penyebab tuberkulosis, bukanlah bakteri biasa. Mikobakterium tuberkolosis mudah menular, mempunyai daya tahan tinggi dan mampu bertahan hidup dalam berbagai kondisi ekstrim, bahkan dapat bertahan hidup selama bertahun-tahun dalam udara kering maupun dingin. Setelah bangkit dari keadaan tidur, bakteri dapt aktif seperti sedia kala. Sehingga untuk membunuh bakteri tuberkolosis lebih sulit dan membutuhkan waktu yang lama dibanding bakteri lainnya, 6-9 bulan. (Fajar Ramadhitya Putra: 2009) Tetapi kuman tuberkulosis akan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol, karbol dan panas api (Atmosukarto & Soewasti, 2000). Dengan karakteristik kuman tuberkulosis seperti tersebut di atas, seseorang yang kurang memperhatikan kebiasaan hidup bersih dan sehat akan lebih mudah terinfeksi kuman mikobakterium tuberkulosis. 2. Faktor Perilaku.

Menyangkut pengetahuan, sikap, kepercayaan dan kebisaan serta tindakan seseorang terhadap suatu objek. (Notoadmojo:2005). Orang yang memiliki perilaku yang positif terhadap kesehatan: makan makanan yang bergizi, cuci tangan sebelum makan dan gosok gigi dengan teratur, maka besar kemungkinan orang tersebut akan lebih sehat pula. Begitupun sebaliknya, orang yang terlibat minum minuman keras, narkoba, rokok dan seks bebas, besar kemungkinan

baginya untuk tertular penyakit, termasuk penyakit tuberkulosis paru. Selain itu,para pemecah batu rentan terkena penyakit ini apabila baju yang di pakainya bekerja tidak diganti dan debu serta bakteri mikobakteriumnya akan menempel dibaju tersebut sehingga kemungkinan besar dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan atau tuberkulosis.

3. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan meliputi kondisi yang berasal dari ekternal dan internal, yang mempengaruhi dan berakibat terhadap perkembangan dan perilaku seseorang dan kelompok: fisik, biologis, sosial, ataupun psikologis. Sedangkan lingkungan internal adalah keadaan proses mental dalam tubuh individu: pengalaman, kemampuan emosional, keperibadian (Roy dalam Nursalam:2008). Oleh karena itu, orang yang tinggal di lingkungan rumah yang kumuh, udara yang kotor, rumah yang kurang sinar matahari, lembab dan berdebu punya resiko tinggi terinfeksi bakteri mikobakterium tuberkulosis.

Sebagaimana kita ketahui kondisi lingkungan pada masyarakat pemecah batu penuh sehari-harinya ditemani oleh kondisi udara yang kotor dengan kata lain debu hasil pecahan batu apalagi dia yang tidak menggunakan alat pelindung diri seperi masker yang akan memudahkan debu dan bakteri mikobakterium masuk ke dalam saluran pernapasan dan akan menghambat kinerja paru-paru.Dan juga kondisi rumah mereka yang kumuh,lembab,dan tidak berventilasi sehingga sirkulasi dalam ruangan tidak teratur sehingga bakteri mikobakterium dapat berkembang biak dengan cepat.

B. FAKTOR

YANG

RESIKO KEJADIAN

KARAKTERISTIK TB PADA

YANG

MEMPENGARUHI PEMECAH BATU

MASYARAKAT

1. Faktor Jenis Kelamin Dari catatan statistik meski tidak selamanya konsisten, mayoritas penderita tuberkulosis paru adalah wanita, hal ini masih memerlukan penyelidikan dan penelitian lebih lanjut, baik pada tingkat perilaku, tingkat kejiwaan, sistem pertahanan tubuh. Untuk sementara ,diduga jenis kelamin wanita merupakan faktor risiko yang masih memerlukan fakta-fakta pada masing-masing wilayah sebagai dasar pengendalian atau dasar manajemen.

2. Faktor Umur Variabel umur berperan dalam kejadian penyakit tuberculosis paru, risiko untuk mendapatkan penyakit tuberkulosis paru dapat dikatakan seperti kurva normal terbalik, yakni tinggi ketika awalnya, menurun karena diatas 2 tahun hingga dewasa memiliki daya tangkal terhadap tuberkulosis paru dengan baik. Puncaknya tentu dewasa muda dan menurun kembali ketika seseorang atau kelompok menjelang usia tua (Warren,1994, Daniel dalam harison, 1991). Namun di Indonesia diperkirakan 75% penderita tuberkulosis paru adalah usia produktif yaitu 15 hingga 50 tahun. (Depkes,2002). Kekuatan untuk melawan infeksi adalah tergantung pertahanan tubuh dan ini sangat dipengaruhi oleh umur penderita. Pada awal kelahiran pertahanan tubuh sangat lemah dan akan meningkatsecara

perlahan sampai umur 10 tahun, setelah masa pubertas pertahanan tubuh lebih baik dalam mencegah penyebaran infeksi melalui darah, tetapi lemah dalam mencegah penyebaran infeksi di paru. Tingkat umur penderita dapat mempengaruhi kerja efek obat, karena metabolisme obat dan fungsi organ tubuh kurang efisien pada bayi yang sangat mudah dan pada orang tua, sehingga dapat menimbulkan efek yang lebih kuat dan panjang pada kedua kelompok umur ini (Crofton, 2002). 3. Faktor Resestensi Obat

Angka putus obat di Indonesia masih tinggi. Banyak pasien menghentikan pengobatannya karena sudah merasa baikan pada pengobatan dua bulan pertama. Juga karena pengobatan yang berlangsung lama, dan harus kontrol secara rutin, membuat banyak penderita TBC yang merasa bosan dan akhirnya menghentikan .Oleh karena mikobakterium tuberkulosis resestensi terhadap obat, maka akan lebih mempersulit proses penyembuhannya.Disisi lain, akan terjadi

perkembangbiakan mikobakterium tuberkulosis yang dapat berakibat fatal bagi kehidupan, seperti kecacatan dan kematian. Juga bagi anggota keluarga yang lain dan orang yang berada di sekitar penderita tersebut memiliki resiko tinggi untuk tertular kuman mikobakterium tuberkulosis.

4. Faktor Ekonomi

Masalah kesehatan masyarakat memang tidak dapat dipisahkan dari masalah kemiskinan. Setidaknya sekitar 1,3 milyar penduduk dunia adalah orang miskin, yaitu mereka yang harus hidup dengan uang kurang dari 1 US$ per hari.

1 Hubungan penyakit dan kemiskinan dapat seperti vicious cycles. Karena miskin, orang jadi kurang gizi, tinggal di tempat yang tidak sehat, dan tidak dapat melakukan pemeliharaan kesehatan dengan baik. Akibatnya, si miskin akan jatuh sakit. Karena sakit maka dia terpaksa berobat. Biaya pengobatan itu cukup mahal, akibatnya si miskin akan makin miskin lagi, sehingga berhenti berobat, makin parah demikian seterusnya. Kondisi masyarakat pemecah batu bila di rata-ratakan adalah penduduk miskin yang sehari-harinya diberikan upah yang sangat sedikit yang mendapat upah Rp.1.250 perkeranjang batu, dalam satu hari bisa mendapatkan upah Rp.10.000-15.000.Mereka tidak dapat mencukui kebutuhan mereka semua karena hasil ini akan dibagi lagi biaya makan sehari-hari,hutang dan uang rumah kontrakan mereka. WHO mempublikasikan penelitiannya dalam rangka World TB Day 2002 yang mengambil tema Stop TB Fight Proverty menyebutkan: 1. Beberapa alasan gagalnya pengobatan TB antara lain derajat kemiskinan penderita, sulitnya menjangkau fasilitas kesehatan, kurangnya petugas kesehatan, harga obat yang mahal, dan prosedur yang berbelit. 2. The Commission on Macroeconomic and Health (CMH) menyatakan bahwa biaya total yang harus dikeluarkan oleh masyarakat miskin seringkali diremehkan. Tidak jarang biaya tidak langsung untuk mendapatkan pengobatan jauh lebih mahal daripada biaya langsung untuk berobat. Selain itu, tenaga kerja yang sakit tentu akan mengakibatkan

memburuknya ekonomi, dan buruh serta petani yang miskin akan menjadi makin miskin kalau mereka jatuh sakit. 3. Pemulihan kesehatan adalah salah satu upaya nyata untuk menuntaskan kemiskinan. Investasi pada kesehatan pada dasarnya adalah investasi pada pengembangan sumber daya manusia yang potensial. 4. TB diperkirakan menghabiskan biaya sebesar US$ 12 milyar dari kaum miskin di seluruh dunia setiap tahunnya 5. Penelitian menunjukkan bahwa 3 atau 4 bulan masa kerja akan hilang karena seseorang sakit TB. Hal itu berpotensi menyebabkan hilangnya 2030% pendapatan rumah tangga dalam setahun. Bila seseorang meninggal akibat TB, maka keluarganya akan kehilangan sekitar 13-15 tahun pendapatan karena kepala keluarganya meninggal akibat TB. 6. TB dan HIV akan punya dampak ekonomi yang amat luas bagi suatu negara, dapat sampai 12 milyar US$. Bila prevalensi HIV (+) di satu negara sekitar 10-15%, maka dampak akibat TB dan HIV di negara tersebut dapat menurunkan angka pertumbuhan growth domestic product (GDP) sampai sekitar 1% pertahun. 5. Faktor Herediter Dan Gizi

Resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara genetik. Juga faktor gizi. Tuberkulosis umunya meyerang masyarakat ekonomi menengah kebawah walaupun ada diantara keluarga yang ekonominya baik juga terinfeksi mikobakterium tuberkulosis (Zulkifli Amin dan Asril Bahar:2006).

Umumnya orang yang berpengahasilan rendah tidak dapat memenuhi kebutuhan gizinya dengan baik. Padahal orang yang tidak dapat memenuhi gizinya dengan baik dapat mengalami penurunan daya tahan tubuh. Kondisi demikian kalau dibiarkan dan tidak mendapatkan perhatian yang serius dapat menyebabkan kondisi penderita dari hari ke hari makin lemah, sehingga lebih rentan terinfeksi mikobakterium tubekulosis. Selain itu, ekonomi yang rendah juga menyebabkan kemampuan terhadap akses dan informasi sistem pelayanan kesehatan yang lebih baik menjadi berkurang, sehingga mereka lebih mudah terinfeksi tuberkulosis.

6. Faktor Imunitas

Pada tahun 2006, dari 627 bayi yang tercatat, 32% tidak divaksinasi (Dinkes Jatim:2007). Berhubungan dengan hal tersebut, imunisasi menjadi lebih penting dalam pemberantasan tuberkulosis. Vaksin Bacillus Calmette Guerin (BCG) walaupun hanya memberikan proteksi sebagian saja, yakni 0-80%, tapi vaksin BCG masih dapat digunakan untuk mengurangi kemungkinan terhadap tuberkulosis berat (miningitis, tuberkulosis milier) dan Tuberkulosis ekstra paru lainnya. (Asrul Bahar; 2004). Upaya imunisai tersebut memang sangat efektif, tetapi metodenya sendiri masih ada beberapa kelemahan diantaranya adalah faktor penyimpanan dan penggunaan vaksin di lapangan serta perjalanan vaksin selama menuju sasaran. Jika ketiga kelemahan tersebut terabaikan maka potensi vaksin dalam memberikan kekebalan terhadap mikobakterium tuberkulosis menjadi tidak efektif lagi.

7. Faktor Pelayanan Kesehatan

Termasuk ke dalam faktor ini adalah penyedian dan atau perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan, perbaikan system dan manajemen pelayanan kesehatan, dan lain sebagainya (Notoadmodjo:205). Hal ini jelas bahwa daerah yang fasilitas kesehatannya tidak memadai, baik dari segi kuantitas maupun kualitas: tenaga kesehatan kurang, peralatan kesehatan yang tidak memadai untuk mendiagnosa penyakit TBC, dan obat-obat TBC yang distribusinya tidak lancar, dapat menyebabkan resiko masyarakat yang tinggal di daerah tersebut untuk terinfeksi mikobakterium menjadi meningkat

8. Faktor Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yag berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI:1988). Keluarga merupakan orang-orang yang terdekat dan dianggap paling banyak tahu serta mempengaruh kondisi pasien. Oleh karena itu, keluarga memegang peranan penting dalam pencegahan dan pembertasan penyakit tuberkulosis. Kelurga yang tidak mengerti dan memiliki pemahaman yang salah tentang tuberkulosis dapat mengakibatkan anggota kelurganya mudah terserang mikobakterium tuberkulosis.

III.PENUTUP

A. Kesimpulan

TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri TB (Mycobacterium tuberculosis),yang menyerang terutama paru.Bakteri ini dapat berkembang biak dan bertahan hidup pada tempat yang sejuk,lembab,gelap dan berdebu.Semuanya dapat dicegah dan diobati sesuai dengan langkah-langkah yang telah diterapkan.

Faktor yang mempengaruhi kejadian TB pada masyarakat pemecah batu adalah agen,host, dan lingkungan dan dapat dikatakan sehat apabila semuanya dalam keadaan seimbang dan juga dipengaruhi oleh faktor resiko karakteristik masyarakat pemecah batu diantara lain jenis kelamin,umur,resestensi

obat,ekonomi,herediter dan gizi,imunitas,pelayanan kesehatan dan keluarga.

B. Saran

Pemerintah supaya memperhatikan kondisi kesehatan masyarakat terutama pada buruh pemecah batu dan juga masyarakat dapat menjalin kerja sama yang baik dalam menciptakan suasana yang sehat dan semuanya itu dapat dilakukan salah satunya dengan melakukan penyuluhan keseahatan.

Anda mungkin juga menyukai