Anda di halaman 1dari 2

ISLAM DAN TRADISI DI INDONESIA SEKARANG

Meskipun Islam datang dan berkembang di Indonesia lebih dari lima abad,pemahaman
dan penghaytan keagamaan kita masih cenderung sinkretik tarik-menarik antara nilsi
lihur Islam dengan budaya local.

Meskipun banyak mendapat kritik dari banyak pihak,Clifford Geertz di pandang telah
berhasil mengkategorisasi Islam dalam bukunya yang sering dirujuk para penulis
sesudahnya ,yaitu The Religion of java.

Kategorisasinya yang banyak dikritik banyak peneliti sesudahnya adalah


priyayi,santri,dan abangan.Kategorisasi tersebut dipandang keliru karena patokan yang
digunakan dinilai tidak konsisten.Priyai tidaklah sama dengan kategori santri dan
abangan.Priyayi adalah kelas social yang lawannya adalah wong cilik atau proletar.Oleh
karena itu,baik dalam golongan santri maupun abangan terdapat priayi (elit)maupun
wong cilik.Kritik tersebut antara lain dikemukakan oleh Zaini Muchtarom dalam
karyanya,santri dan Abangan dijawa(1988).

Pling tidak ,di Indonesia terdapat dua penelitian yang dilakukan secara mendalam yang
menjelaskan hubungan tradisi local dalam islam.Pertama penelitian yang dilakukan oleh
Cilford Geertzdi Mojokuto yang hasil penelitiannya pertama kali diterbitkan di Amerika
pada tahun 1960.Kedua penelitian yang dilakukan oleh Howard M.Federspiel tentang
Persatuan Islam(PERSIS) yang diterbitkan di New york pada (1970).

Secara sederhana,dengan mengutip Cilford Geertz yang disederhanaknan oleh Christian


Snouk Hurgronje M. Federspiel(1996: 90) menejelaskan bahwa pada setiap peristiwa
kelahiran, perkawinan, sihir, kematian, dan yang lain-lain.meskipun sekarang ini sedang
zaman tehnik (modern) dan tidak lama lagi akan memasuku millennium ketiga,
keberagaman kita tidak sepenunhya dapat lepas pengaruh sinkretik yang diwariskan oleh
para pendahulu kita.

Amaliah keagamaan kita dimasyarakat dapat dilihat dari upacara nujuh bulan dengan
menyediakan makanan kecil yang kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar,
upacara kelahiran yang biasanya dilakukan seminggu setelah melahirkan dan sekaligus
memberi nama anak yang dilahirkan dengan membaca al-Barjanji.

Begitu juga dengan upacara kematian, didaerah betawi terdapat tradisi yang sangat
berbeda dengan tradisi di Bandung. Di betawi apabila seseorang meninggal, keluarga
tersebut menyelenggarakan pembacaan Al-Quran yang lamanya berganutng pada usia
yang meninggal dan kelas ekonomi keluarga yang meninggal. Sedangkan apabila
ekonomi keluarga yang meninggla termasuk kelas menengah ke atas, pembacaan ayat
suci Al-Quran dilakukan selama tujuh hari tjuh malam, dan biasanya dilaksanakan
dimakam. Ada pula yang lebih dari itu, terutama jika keluarga yang meninggal termasuk
keluarga yang terhormat. Pada keluarga seperti ini, pembacaan Al-Quran dilaksanakan
selama empat puluh hari empat puluh malam (tetapi peristiwa ini sekaranng jarang sekali
terjadi).
Lain halnya dengan kebiasaan didaerah Bandung Timur. Upacara yang berhubungan
dengan kematian seseorang dilakukan apabila ekonomi keluarga yang meninggal itu
termasuk kelas menengah ke atas, keluarga yang ditinggalkan menyembelih kerbau
kemudian daging kerbau tersebut dibagikan kepada masyarakat sekitar (sekitar tahun
1989 di Cileunyi kulon masih didapatkan peristiwa ini) meskipun sekarang upacara itu
hampir pernah terjadi.

Kebiasaan baca kitab al-barjanji dilakukan dalam berbagai kegiatan selametan; mulai dari
selametan pemberian nama anak yang baru lahir, hingga mauludan (memperingati
lahirnya Nabi Muhammad saw).suatu kemyataan logis adalah banyak santri yang hapal
diluar kepala beberapa bagian kitab al-barjanji karena seringnya kitab tersebut dibaca
berulang-ulang. Dengan demikian, elaborasi tentang tradisi yang dilakukan oleh Cliford
Geetz Howard M. Federsipel masih relevan untuk dijadikan bahan rujukan.
Dalam merespons tradisi yang berkembang di masyarakat tersebut,secara umum,umat
islam dapat dibedakan menjadi dua:pertama,”kaum Tua”;dan kedua “kaum Muda”.”kaum
Muda”adalah ulama pendukung perubahan-perubahan radikal dalam pemikiran dan
praktik keagamaan di Nusantara ;sedangkan “kaum Tua”adalah ulama yang menentang
perubahan-perubahan yang dikembangkan oleh”kaum Muda”dan nmempertahankan
sistem keagamaan di Indonesia yang dinilai telah mapan.

“Kaum Tua”meyakini bahwa kebenaran yang dikemukakan dalam ajaran-ajaran ulama


besar zaman klasik dan zaman pertengahan seperti Al-Ghazali,al-asy’ari,dan al-maturidi
dalam bidang teologi,dan imam-imam dari mazhab-mazhab besar dalam bidang hukum
islam tidak berubah.bagi”kaum Tua”,kebenaran tidak perlu dikaji ulang,sebab kebenaran
tidak pernah diubah karena perubahan waktu dan kondisi(Howard
M.FEDERSPIEL,1996:60).”Kaum Tua”menegaskan bahwa agama melalui hafalan di
pondok-pondok pesantren,ia tidak bisa salah,dan tidak boleh ditundukkan oleh penelitian
akal.konsekuensinya adalahsetiap penolakan terhadap bagian dari agama,dianggap
menolak agama itu sendiri.Mereka menuduh “Kaum Muda”sebagai orang kafir dan
terkutuk
Sedangkan “Kaum Muda”bersikap sebaliknya.Mereka mereka menentang keras praktik
praktik tasawuf,ketaatan kepada mazhab teologi dan hukum Islam,upacara Ritual
Yang tidak otoritatif dan doa tersebut dimaksudkan untuk mengantarkan roh yang baru
meninggal dunia.

Dalam konteks tradisi lokal ulama trbagi menjadi kaum mufda dan kaum tua sedangkan
dalam konteks global respon pertama merupakan respons tradisionalis atau
konservatif,sedangkan rspon kedua merupakan respon modernis.dua hal tersebut
tradisionalis dan modernis kita bicarakan pada bagian berikut.

Anda mungkin juga menyukai