Malaria
Malaria
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Dari 295 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, 167 kabupaten/kota merupakan wilayah endemis malaria.
Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan tusukan (gigitan) nyamuk Anopheles sp Dapat berlangsung akut maupun kronik, infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat
Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya
Tingginya slide positive rate (SPR) menentukan endemisitas suatu daerah dan pola klinis penyakit malaria akan berbeda. Secara tradisi endemisitas daerah dibagi menjadi :
Hipoendemik Mesoendemik Hiperendemik Holoendemik
: bila parasit rate atau spleen rate 0-10% : bila parasit rate atau spleen rate 10-50% : bila parasit rate atau spleen rate 50-75% : bila parasit rate atau spleen rate >75%
Studi patologi malaria hanya dapat dilakukan pada malaria falsiparum karena kematian biasanya disebabkan oleh P. falciparum Selain perubahan jaringan dalam patologi malaria yang penting ialah keadaan mikrovaskular dimana parasit malaria berada
Manifestasi klinis malaria tergantung pada imunitas penderita serta tingginya transmisi infeksi malaria Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodik, anemia dan splenomegali
kelesuan dingin
sakit kepala
nyeri sendi
Keluhan Prodromal
diare ringan
anoreksia
malaise
Periode dingin
15-60 menit
berkeringat banyak
mulai menggigil
nadi cepat
temperatur turun
Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria : Serangan primer : yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan paroksismal yang terdiri dari dingin/menggigil; panas dan berkeringat Periode latent : yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi malaria
Recrudescense : berulangnya gejala klinik atau parasitemia dalam masa 8 minggu sesudah berakhirnya serangan primer Recurrence : yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya serangan primer
Relapse : ialah berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu diantara serangan periodik dari infeksi primer yaitu setelah periode yang lama dari masa latent
Diagnosis dan pengobatan awal pada kasus malaria bertujuan untuk : Pengobatan yang lengkap Mencegah progresi dari malaria tanpa komplikasi ke penyakit berat Mencegah kematian Mencegah transmisi Meminimalkan resiko penyebaran dan resistensi obat
A. Anamnesis Keluhan utama : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria Riwayat tinggal di daerah endemik malaria Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir
B. Pemeriksaan fisik Demam (pengukuran dengan thermometer > 37,5 C) Konjungtiva atau telapak tangan pucat Pembesaran limpa (splenomegali) Pembesaran hati (hepatomegali)
C. Pemeriksaan laboratorium Diagnosis pasti infeksi malaria dilakukan dengan menemukan parasit dalam darah yang diperiksa dengan mikroskop
Diagnosis laboratorium dibuat dari adanya parasit di dalam sel darah merah. Tipe apusan yang didapat adalah : Film tebal. Sel darah merah lisis, dan sel darah putih, platelet, dan parasit terlihat. Metode ini tidak membedakan antara Plasmodium dengan Babesia. Film tipis. Dengan metode ini, tampilan morfologis nampak untuk membedakan antara Plasmodium dari Babesia dan untuk identifikasi spesies definitif.
Faktor-faktor berikut yang berguna dalam menentukan spesies parasit: Jumlah parasit di dalam eritrosit Karakteristik morfologis dari parasit (contoh, bentuk gametosit bulan sabit pada P. falciparum biasanya terdapat pada malaria berat) Derajat parasitemia (jumlah eritrosit yang terinfeksi pada apusan darah tepi): dikatakan berat jika lebih besar dari atau sama dengan 10%
Mikroskop cahaya Sediaan darah dengan pulasan Giemsa adalah merupakan dasar dari pemeriksaan dengan mikroskop cahaya. Pemeriksaan sediaan darah tebal dilakukan dengan memeriksa 100 lapangan mikroskopis dengan pembesaran 500-600 kali yang setara dengan 0,20 L darah. Jumlah parasit dapat dihitung per lapangan mikroskopis.
Metode semi kuantitatif Untuk hitung parasit (parasite count) pada sediaan darah tebal adalah sebagai berikut :
+ = 1 10 parasit per 100 lapangan ++ = 11 100 parasit per 100 lapangan +++ = 1-10 parasit per 1 lapangan ++++ = >10 parasit per 1 lapangan +++++ = >100 parasit per 1 lapangan, setara dengan 40.000 parasit / L
Demam merupakan salah satu gejala malaria yang menonjol, yang juga dijumpai pada hampir semua penyakit infeksi seperti infeksi virus pada sistem respiratorius, influenza, bruselosis, demam tifoid, demam dengue, dan infeksi bakterial lainnya seperti pneumonia, infeksi saluran kencing, tuberkulosis
Malaria serebral Anemia berat Gagal ginjal akut Edema paru Hipoglikemia Gagal sirkulasi/syok Perdarahan spontan Asidosis
Prinsip pengobatan malaria : Penderita dengan komplikasi atau malaria berat memakai obat parenteral, malaria biasa diobati dengan per oral Penderita malaria harus mendapatkan pengobatan yang efektif, tidak terjadi kegagalan pengobatan dan mencegah terjadi nya transmisi yaitu dengan pengobatan ACT (Artemisinin base Combination Therapy)
Pemberian pengobatan dengan ACT harus berdasarkan hasil pemeriksaan malaria yang positif dan dilakukan monitoring efek atau respon pengobatan Pengobatan malaria klinis atau tanpa hasil pemeriksaan malaria memakai obat non-ACT
Ada lima golongan obat yang dapat digunakan pada pengobatan kausal berdasarkan mekanisme kerjanya : Skizontosida jaringan primer : pirimetamin, proguanil Skizontosida jaringan sekunder : primakuin Skizontosida darah : amodiaquin, chloroquin,kinin dan kinidin
Penatalaksanaan malaria falsiparum menurut DepKes RI (2008) : Pengobatan lini pertama Artemisinin Combination Therapy (ACT), yaitu Artesunat + Amodiakuin + Primakuin atau Dihydroartemisinin + Piperakuin + Primakuin
Pengobatan lini kedua Bila pengobatan lini pertama tidak efektif, gejala klinis tidak memburuk tapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi) maka diberikan pengobatan lini kedua malaria falsiparum. Obat lini kedua adalah kombinasi Kina + Doksisiklin/Tetrasiklin + Primakuin
Tidur dengan kelambu, sebaiknya dengan kelambu impregnated (kelambu yang dicelup dengan pemethrin atau deltamethrin). Menggunakan obat pembunuh nyamuk baik dalam bentuk spray, lotion, asap,atau elektrik. Mencegah berada di alam bebas dimana nyamuk akan dapat menggigit dan harus memakai proteksi (baju lengan panjang, kaos kaki/stocking ) Memproteksi tempat tinggal atau kamar tidur dengan kawat anti nyamuk
Malaria merupakan suatu penyakit yang bersifat akut maupun kronik, yangdisebabkan oleh protozoa genus Plasmodium, yang ditandai dengan demam, anemia dan pembesaran limpa Diagnosis malaria ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium Gold standard adalah menemukan parasit malaria dalam pemeriksaan sediaan apus darah tepi
Perlunya dilakukan program pemberantasan malaria melalui kegiatan : Menghindari atau mengurangi kontak atau gigitan nyamuk anopheles Penatalaksanaan yang efektif dan efisien Menganjurkan kepada masyarakat yang akan bepergian ke daerah endemismalaria agar mengkonsumsi kemoprofilaksis malaria
Harijanto PN. 2006. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Depkes RI, Ditjen PP & PL, Dit. PPBB, 2010, Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia, Jakarta. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. Dalam: Harijanto PN (editor).Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan.Jakarta: EGC, 2000 Harijanto PN, Langi J, Richie TL. Patogenesis Malaria Berat. Dalam:Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000 http://malariana.blogspot.com/2008/11/malaria-diagnosis.html National Institute of Malaria Research.2009.Guidelines for Diagnosis and Treatment of Malaria.New Delhi.
Purwaningsih S. Diagnosis Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor).Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan.Jakarta:EGC. Prof. G. Carosi.Diagnosis of Malaria Infection.Italy:Institute of Infectious and Tropical Disease University of Brescia. Zulkarnaen I. Malaria Berat (Malaria Pernisiosa). Dalam : Noer S et al (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi I. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, 2000 Mansyor A dkk. 2001. Malaria. Dalam : Kapita Selekta Kedoktearn, Edisi ketiga, Jilid I. Jakarta. Faakultas Kedokteran UI. http://www.emedicinehealth.com/malaria/article_em.htm http://undip.ac.id/2010/12/02/analisis-grafik-kasus-dbd-dan-malaria http://revforall.com/2011/09/malaria-falciparum.html http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/malaria.pdf Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta. 2006.