Anda di halaman 1dari 8

Penyebab Hati yang Keras 1.

Lemah Iman Lemah iman adalah penyebab kerasnya hati, mudah jatuh dalam kemaksiatan dan malas dari ketaatan, tidak mendapatkan pengaruh dari (membaca) al-Quran dan shalat. Lemah iman juga mengurangi rasa takut dia kepada Allah azza wa jalla-. Lemah iman juga penyebab banyaknya terlibat debat dan berbantah-bantahan, tidak adanya perasaan merasa bertanggung jawab kepada Allah azza wa jalla- dan beberapa fenomena lainnya.

Hal ini juga disebabkan sikap menjauh dari teman yang shalih serta majelis ilmu, dan tersibukkan dengan urusan-urusan dunia serta panjang angan-angan, dan terjerumus dalam halhal yang di haramkan. Maka apabila iman seseorang lemah, maka berubahlah keadaannya, dari hal yang baik & istiqamah menjadi tersesat dan berpaling. Maka suatu keharusan (bagi seorang muslim yang merasakan lemahnya iman) untuk mengobatinya. Caranya adalah dengan ikhlas (kepada Allah) dan membaca serta merenungkan al-Quran kemudian takut kepada (siksaan) Allah dan bertaubat dari dosa, kemaksiatan, takut terhadap akhir kesudahan yang buruk serta mengingat mati dan akhirat.

2. Jauh Dari Suasana Yang Penuh Dengan Keimanan. Seperti majelis ilmu, masjid, al-Quran, teman yang shalih, shalat malam, dzikir dan lainnya. Jauh dari suasana yang penuh keimanan ini akibatnya adalah berbalik kebelakang (kembali kepada kemaksiatan).

Maka apabila seseorang jauh dari temannya yang shalih dalam waktu yang lama lantaran bepergian jauh atau suatu tugas atau semisalnya ia akan kehilangan suasana yang penuh keimanan yang mengakibatkan lemahnya iman dan tidak iltizam lagi, apabila ia tidak segera memperbaiki jiwanya.

Berkata al-Hasan al-Basri :

Teman-teman kita lebih mahal (nilainya) dibanding dengan keluarga kita, (hal ini disebabkan) karena keluarga kita hanya mengingatkan kita kepada dunia, sedangkan teman-teman kita mengingatkan kita kepada akhirat. Maka selayaknya seorang muslim menjaga komitmennya terhadap agama dengan cara bersungguh-sungguh dan berusaha menjumpai lingkungan yang penuh keimanan.

3. Pengaruh Lingkungan (Yang Jelek)

Jika seorang yang beriltizam berada ditengah lingkungan jelek, yaitu ia hidup bercampur dengan manusia yang bangga dengan kemaksiatan yang dilakukannya dan asyik berdendang dengan lagu-lagu & nyayian, merokok, membaca majalah, lidahnya menggunjing & mencela orang yang beriman, dan apabila ia menghadiri suatu majlis undangan atau acara pernikahan (dikalangan mereka), didapatinya kemungkaran, pembicaraan-pembicaraan mengenai perdagangan, jabatan, harta serta masalah-masalah dunia yang mengakibatkan terjatuhnya hati dalam cinta yang mendalam pada dunia, jika demikian keadaannya maka hati berubah menjadi keras, dan akhirnya berbalik dari komitmen terhadap agama dan kebaikan kepada cinta dunia dan kemaksiatan.

Dan apabila ia diuji dengan harta, dengan istri yang lemah imannya atau anak-anak yang sama dengan ibunya dia tidak mampu teguh bahkan mundur dan meninggalkan kebaikan dan keistiqomahan. Jika dia berkumpul dengan keluarga, tetangga dan teman-temannya yang jelek, mendengar kata-kata yang menyakitkan, ejekan, dan mendapatkan nasehat-nasehat yang menghalanginya untuk beriltizam, maka akibatnya ia mundur dari beriltizam dan berbalik hingga merugi di dunia dan di akhirat.

4. Lemah Dalam Pendidikan Yang Benar (Sesuai Agama).

Jika seorang muslim tidak menjaga dirinya dengan pemeliharaan, pendidikan dan perjuangan, ia akan mundur dan berbalik. Maka ia harus meluangkan waktunya sesaat untuk

bertaqarrub/mendekatkan diri kepada Allah, menginstropeksi dirinya, mohon ampun dan bertaubat. Dan ia harus meluangkan waktu untuk mendapatkan ilmu agama, mempelajarinya, membacanya dan mengulangi pelajarannya. Dan ia harus meluangkan waktunya sesaat untuk

berdakwah, sesaat untuk berdzikir dan membaca al-Quran, hingga ia dapat menjaga amalannya itu.

5. Memandang Remeh Dosa-Dosa Dan Perbuatan Maksiat.

Abdullah bin Mubarak berkata : Aku melihat dosa-dosa terus-menerus dosa adalah itu mematikan menimbulkan kehidupan bagi hati, kehinaan hati

Mengerjakannya Adapun meninggalkan

Dan mendurhakai dosa adalah baik bagi jiwamu Ibnul Qayyim rahimahullah- berkata : Sesungguhnya diantara dampak negatif dosa adalah melemahkan perjalanan hati (seseorang) menuju negeri akhirat atau menghalanginya atau memutuskannya dari perjalanan itu. Dan kadang kala dosa juga bisa memutar balikkannya ke arah belakang (maksiat dan kekufuran). Hati itu akan berjalan menuju Allah dengan kekuatannya, jika hati itu sakit lantaran dosa-dosa lemahlah kekuatan yang menjalankannya. (al-Jawabul Kahfi hal 140) Meremehkan dosa-dosa akan berdampak buruk bagi seseorang, diantaranya menyebabkan bertambahnya dosa, menjauhkan seseorang dari jalan taubat, dan mengajak untuk tidak menjauh dari pelaku dosa. Lalu ia akan asyik bersahabat dan duduk bersama mereka (para pelaku dosa dan maksiat). Bahkan dosa-dosa tersebut mengajaknya untuk menjauh dari orang shalih dan bertaqwa. Dan ini adalah penyebab utama seseorang tidak istiqomah di atas jalan yang lurus.

6. Tertipu Dan Kagum Terhadap Diri Sendiri

Tidak diragukan lagi bahwa menghadiri majelis ilmu dan berteman dengan orang shalih menunjukkan bahwa pada diri orang tersebut terdapat kebaikan, akan tetapi jika telah masuk perasaan tertipu dan bangga terhadap diri sendiri maka hal ini akan memberi pengaruh jelek terhadap pelakunya. Jika sudah demikian, ia akan merasa telah sempurna dan tidak merasa butuh berbuat kebaikan dan beramal shalih lagi. Dan jika seseorang telah kagum terhadap dirinya sendiri maka akan hilang dari dirinya perasaan takut terhadap akhir kesudahan yang jelek dan ia

akan merasa aman terhadap kesesatan setelah mendapatkan petunjuk. Hal ini merupakan tanda lemahnya hati dan penyebab seseorang itu mundur kebelakang tidak istiqamah lagi. Jika seseorang kagum terhadap dirinya ia akan tersibukkan dengan mencari aib-aib orang lain dan menyepelekan untuk memperbaiki aib dalam dirinya.

Maka seseorang harus mengobati jiwanya dengan membuang rasa bangga terhadap diri sendiri kemudian bersikap tawadhu, takut serta memperbaiki aibnya dan bertaubat kepada Allah Taala.

7. Berteman Dengan Orang-Orang Jahat

Seorang teman mempunyai peranan penting dalam membentuk serta mempengaruhi kepribadian sahabatnya. Jika seorang teman melihat film-film dan majalah-majalah yang memberikan mudharat/bahaya (bagi agamanya), mendengarkan lagu-lagu dan musik, maka ia akan mempengaruhi sahabatnya. Dan terkadang hal-hal yang dilakukan temannya menyelisihi syariat agama tapi ia berbasa-basi dan tidak mengingkarinya, terkadang ia melihat temannya tidak taat beribadah dan meninggalkan sunnah-sunnah nabi, maka ia pun terpengaruh dan meninggalkan keistiqamahannya.

Oleh karena itu seseorang harus memilih teman yang shalih yang membantunya untuk taat kepada Allah, dalam hadits yang shahih disebutkan bahwa : Seseorang itu mengikuti agama temannya, maka hendaknya seseorang melihat siapa temannya. 8. Sebab-sebab lainnya yang menyebabkan seseorang meninggalkan keistiqomahan , diantaranya :

Lemahnya kesungguhan dalam berpegang teguh (terhadap agama) dan tidak sabar atas kesulitan-kesulitan dan musibah yang menimpanya.

Panjang angan-angan, berlebih-lebihan dalam menerapkan hukum agama terhadap dirinya diluar batas kemampuan (ekstrim).

Penyakit-penyakit hati dan lisan yang menimpanya. Kepribadian yang lemah dan sikap selalu mengekor kepada orang lain. Kegagalan-kegagalan yang menimpa pada masa lalu dan dia sulit keluar darinya.

Cara 1.

Mengobati Ikhlas dan

Hati jujur

yang kepada

Keras Allah

hal

ini

adalah

sebab

terpenting

untuk

istiqamah

dan

menjadi

baik

Ibnul Qayyim berkata : Sesungguhnya yang mendapatkan kesulitan dalam meninggalkan maksiat yang disukainya dan yang sering dilakukannya adalah seseorang yang meninggalkannya bukan karena Allah. Adapun seseorang yang meninggalkan hal tersebut dengan jujur, ikhlas dari hatinya karena Allah, ia hanya merasakan kesulitan di awal kali ia meninggalkannya. Ini semua untuk mengujinya, apakah ia jujur dalam meninggalkannya ataukah hanya berdusta, jika ia sabar dalam menghadapi kesulitan ini sebentar saja, ia akan memperoleh kelezatannya. (Al-Fawaid : 99) 2. Takut kepada akhir kesudahan/kematian yang jelek (suul khatimah) Seorang yang beriman dan jujur harus takut dari akhir kesudahan yang buruk, dan waspada dari penyebabnya. Allah subhanahu wa taala- berfirman : (Ya Allah) wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang salih. (Yusuf : 101) Suatu malam Sufyan ats-Tsauri rahmahullah- menangis hingga subuh, tatkala ia ditanya, ia menjawab :

Sesungguhnya aku menangis karena takut suul khatimah / mati dalam keadaan beramal buruk. (Kitabul aqibah, karya Abdul Haq al-Isbaili 178) Al-Imam al-Barbahari rahimahullah- berkata : Dan ketahuilah, bahwa sepatutnya seseorang ditemani perasaan takut selamanya, karena ia tidak mengetahui mati dalam keadaan bagaimana, dengan amalan apa ia mengakhiri hidupnya, dan bagaimana ia bertemu Allah nantinya sekalipun ia telah mengamalkan segala amal kebaikan. (Syarhu Sunnah 39) Rasa takut dari akhir kesudahan yang buruk memiliki banyak dampak positif. Perasaan ini akan mendorong seseorang untuk berserah diri kepada Allah subhanahu wa taala- serta menghadap kepada-Nya dengan selalu berdoa kepada-Nya. Perasaan takut ini akan mengajaknya untuk

bersungguh-sungguh dalam ketaatan dan menambah sikap istiqamah dan kebaikan, dan takut dari berbalik mundur kebelakang.

3.

Berdoa

Berdoa kepada Allah agar melindungi kita dari al-haur badal kaur. Nabi shollallahu alaihi wa sallamberdoa :

Dan kami berlindung dari al-haur badal kaur (HR Ahmad dan Muslim 1343, Tirmidzi, Nasai dan lainnya) Nabi shollallahu alaihi wa sallamjuga banyak berdoa :

Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati kokohkanlah hatiku diatas agama-Mu(HR Tirmidzi) Kita juga diperintah untuk memohon kepada Allah subhanahu wa taala- agar Dia memperbaharui keimanan dalam hati kita, Rasulullah shollallahu alaihi wa sallam-bersabda : Sesungguhnya iman dapat menjadi usang dalam rongga (hati) kalian, sebagaimana baju dapat menjadi usang, maka mintalah kepada Allah agar Dia memperbaharui keimanan dalam hati kalian. (HR Hakim, terdapat juga dalam as-silsilah as-Shahihah karya al-Albani no 1585), maka hendaknya kita memperbanyak berdoa kepada Allah. 4. Kontinyu dalam beramal shalih dan memperbanyak amal shalih

Sesungguhnya amal shalih yang dilakukan secara kontinyu oleh seseorang adalah lebih disukai oleh Allah, sebagaimana sabda Nabi shollallahu alaihi wa sallam:

Amal yang paling disukai Allah adalah yang kontinyu walaupun sedikit . (Muttafaqun alaihi) Jika seorang muslim kontinyu dalam beramal shalih sesungguhnya ia akan hidup dalam kebaikan dan keistiqamahan, jika ia lemah dan tertimpa rasa putus asa, maka amal-amal kebaikan yang ia lakukan secara kontinyu ini akan menjadi tiang penyangga untuk istiqamah, mengembalikan jiwa

(yang putus asa), dan menguasai jiwanya. Maka sepatutnya bagi seorang muslim untuk memperhatikan dalam mengerjakan amal-amal shalih beberapa perkara ini :

a.

Bersegera

dan

berlomba-lomba

dalam

beramal

shalih,

Allah

berfirman

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga (Ali Imran : 133) b. Dan terus beramal shalih serta menjaganya :

Senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku (Allah) dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya (HR Bukhari 6137) c. Lalu bersungguh-sungguh dalam beramal shalih dan memperbanyaknya kemudian bervariasi dalam 5. beramal Ibnu shalih supaya Masud tidak membosankan berkata jiwanya. :

Dahulu Nabi shollallahu alaihi wa sallam- tidak terus menerus dalam memberi nasehat lantaran khawatir kejenuhan menimpa kami. (Bukhari 68) Maka seorang muslim harus mengambil bagian untuk duduk dalam majelis ilmu yang memberikannya nasehat, dan dibacakan kepadanya kitab-kitab tentang hal itu.

6. Ada juga cara lain untuk mengobati fenomena ketidak istiqamahan ini, diantaranya : Berdzikir kepada Allah, merenungkan kehinaan dunia, mengoreksi diri, beramal dan aktif berdakwah. Akhirnya segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Kita berlindung kepada Allah dari al-Haur badal Kaur. Ya Allah (yang membolak-balikkan hati). Tetapkanlah hati-hati kami untuk selalu taat kepadaMu. Dan wafatkanlah kami dalam keadaan Husnul Khotimah. (al-Asholah Edisi 27)

(Adz-Dzakhiirah

Al-Islamiyyah

Edisi

14,

hal.28-34)

sumber : majalahislami.com

Anda mungkin juga menyukai