Anda di halaman 1dari 2

Ibnu Sutowo, Pertamina dan Kapitalisme Nasional Pertamina merupakan salah satu pusat kekuatan ekonomi Indonesia yang

paling besar. Pertamina digunakan sebagai pelopor garis depan penciptaan akumulasi kapitalis industri. Ada dua kebijakan yang dikemukakan oleh Ibnu Sutowo, yang pertama, meningkatkan kegiatan Pertamina memasuki investasi dalam bidang yang luas melalui anak-anak perusahaannya, diantaranya PT Krakatau Steel yang dipasok oleh Pertamina. Yang kedua, menggunakan akses ke minyak dan gas alam Indonesia sebagai alat mencari dana bagi proyek-proyek pembangunan penting dalam petrokimia dan gas alam. Sutowo mengandalkan Jepang ketimbang jalur IGGI, IMF atau IBRD untuk mendapatkan dana dan menarik investor. Kebijakan Ibnu Sutowo mendapat dukungan dari Presiden. Momentum nasionalisme eonomi dan industrialisasi di bawah arahan Ibnu Sutowo pada tahun 1975/1976 tiba-tiba berhenti. Saat itu pertamina tidak mampu membayar salah satu hutang jangka pendeknya. Akhirnya pada tahun 1976, Ibnu Sutowo dipecat dari kedudukannya di Pertamina, saat itu dilakukan perombakan besar-besaran di jajaran tinggi, beberapa pejabat Pertamina yang dekat dengan Ibnu Sutowo diberhentikan. Konflik yang terjadi antara Ibnu Sutowo dengan para teknokrat dipandang sebagai konflik antara sifat petrimonial dengan otoritas birokrasi resmi. Kaun nasionalis birokrat memandang hal ini sebagai kebijakan buruk, menghalangi industrialisasi dan menarik pembangunan potensi Indonesia yang benar. Terbatasnya akumulasi kapital yang disebabkan oleh kebijakan yang terfokus pada rehabilitasi sektor agraria dan manufuktur substitusi barang impor bagi penghasilan bidang pertanian atau pasar barang konsumsi. Kasus krisis Pertamina merupakan pukulan hebat bagi nasionalisme ekonomi yang merupakan goncangan bagi perimbangan pengaruh kebijakan ekonomi dari kaum nasionalis birokrat pada kaum teknokrat Bapenas. Strategi ekonomi orde baru menjadi sasaran protes politik dari kekuatan yang dapat dikelompokkan dengan dua cara. Pertama, memandang diri sebagai korban langsung dari strategi ekonomi yang ada. Kedua, memandang diri sebagai kelas alternatif yang memerintah dan mempertanyakan kebijakan ekonomi sebagai bagian yang lebih besar dari protes terhadap kekuasaan politik orde baru. Dalam ategori kedua ini terdiri atas kaum terpelajar sipil perkotaan. Penyimpangan moral, korupsi secara politik merupakan hal paling sensitif dangan tampilan besar-besaran. Target penting pertama adalah Ibnu Sutowo. Ibnu Sutowo dituduh memperkakukan Pertamina sebagai kerajaan pribadinya, mengobral kontrak dan keuntungan kepadan teman dan sekutu politiknya berdasarkan arti politi dan finansial bagi resin yang berkuasa atau kepada pribadinya. Kritik terhadap rezim ini merupakan cerminan sejumlah elemen yang lebih mapan dan sekuler dari kaum terpelajar, bergabung dengan

elemen lain yang mewakili kekuatan dan pengaruh sosial, tetapi juga mereka yang berpandangan liberal atau sosial demokrat. Proses kritik ini mempunyai akibat yang signifikan terhadap kebijakan ekonomi pemerintahan. Faktor yang menjadi penyebabnya adalah kepemilikan yang cukup luas terhadap pers oleh kaum terpelajar liberal/sosial demokrat yang membuat mereka mampu mendominasi dan menentikan debat publik. Yang kedua, berhasilnya mahasiswa dan seniman dalam menciptakan penampilan populer melalui demonstrasi dan pertunjukan, menyampaikan kepada umum interpretasi mereka terhadap rezim yang bengkak, korupsi, boros dan berlebihan. Ketiga, protes meningkat meliputi elemen kuat anti-Cina dari kaum nasionalis sebagai gerakan tambahan kaum borjuasi pribumi yang sedang merosot.

Anda mungkin juga menyukai